Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

CHF
(Congestive Heart Failure)
RUANG CEMPAKA RSUD BANYUMAS

OLEH :
DINDA LASTE AGUSTINA
1911040017

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019/2020
A. PENGERTIAN
Gagal jantung kongestive merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrien (Andre Saferi, 2013).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volumen diastolik secara abnormal (Mansjoerdan Triyanti, 2010).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive) (Udjianti, 2010).

B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan Drajat Sakitnya
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:
(Mansjoer dan Triyanti, 2007)
a. Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas
sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
b. Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik
terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan
menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.
c. Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan
istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan menyebabkan
capek, berdebar, sesak nafas.
d. Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa rasa
terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat pada
keadaan istirahat.
2. Berdasarkan waktunya
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak
output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru
dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan penyakit jantung
iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan
sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel
dilatasi dan hipertrofi.
3. Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi
akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah
lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. Takikardi
dengan bunyi jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan
paroxysmal nocturnal dyspnea, ronki basah paru di bagian basal.
b. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongestif visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak
meliputi: edema ekstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher,
asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritonium), anoreksia dan mual, lemah
dan nokturia.

C. ETIOLOGI
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF) adalah
sebagai berikut :
1. Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan beban kerja
jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif
konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
6. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (missal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.
Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas
(gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas gerak yang minimal atau sedang).
2. Ortopnea, yakni kesulitan bernapas saat penderita berbaring.
3. Paroximal, yakni nokturna dispnea,. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien duduk
lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah atau setelah berbaring ke tempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak / lendir (sputum)
berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam jumlah banyak.
5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang sehingga
menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen yang normal, di samping
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat munculnya rasa sesak
saat bernapas, dan karena si penderita mengetahui bahwa jantungnya tidak berfungsi
dengan baik.
7. Difungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala sebagai
berikut :
a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.
c. Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena di dalam
rongga abdomen.
d. Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi renal dan didukung
oleh posisi penderita pada saat berbaring.
e. Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi,
dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

E. PATOFISIOLOGI
Bila kekuatan jantung untuk merespons stres tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan tugasnya sebagai
organ pemompa, sehingga terjadilah yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal,
disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung
normal mengalami payah dan kegagalan respons fisiologis tertentu dan penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respons ini menunjukkan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfusi organ vital normal.
Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respons primer, yaitu
meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivitas
neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respons ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung.Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal
jantung dini pada keadaan normal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam diagnosis dan
manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasif dan dapat segera memberikan
diagnosis tentang disfungsi jantung serta informasi yang berkaitan dengan
penyebabnya. Kombinasi mode M. Ekokardiografi 2-D dan Dop-pler membuat tidak
diperlukannya pemeriksaan invasif yang lain. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
memperkirakan ukuran dan fungsi kiri. Dimensi ventrikel kiri pada akhir distolik dan
sistolik dapat direkam dengan ekokardiografi mode M. standar.
2. Rontgen Dada
Foto sinar X-dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena,
edema par, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan tekanan vena paru
adalah diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh
darah.
3. Elektrokardiografi
Meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, EKG tidak dapat
menunjukkan gambaran yang spesifik. EKG normal menimbulkan kecurigaan akan
adanya diagnosis yang salah. Pada pemeriksaan EKG untuk pasien dengan gagal
jantung dapat ditemukan kelainan EKG seperti berikut :
- Left bundle branch block atau kelainan ST/T yang menunjukkan disfungsi
ventrikel kiri kronis.
- Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan pada
segmen ST, maka ini merupakan indikasi penyakit jantung iskemik.
- Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan stenosis aorta dan
penyakit jantung hipertensi.
- Aritmia : deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan hipertrofi ventrikel
kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk


menegakkan diagnosa CHF yaitu :

1. Elektro kardiogram (EKG) Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,


iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial
2. Scan jantung Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
3. Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler) Dapat menunjukkan dimensi
pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau area penurunan
kontraktilitas ventricular
4. Kateterisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katub atau
insufisiensi.
5. Rongent Dada Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
6. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik
7. Oksimetri Nadi Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
8. Analisa Gas Darah (AGD) Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori
ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
9. Pemeriksaan Tiroid Peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif.

G. PENATALAKSANAAN
Menurut Kasron (2012), Penatalaksanaan CHF meliputi:
1. Non Farmakologis
 CHF Kronik
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
b. Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
c. Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID karena efek prostaglan
din pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
d. Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
e. Olahraga secara teratur.
 CHF Akut
a. Oksigenasi (ventilasi mekanik)
b. Pembatasan cairan (1,5 liter/hari).
2. Farmakologis
Tujuan : Untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diureticTujuan: Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik an m
engurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic. Obatnya adalah: thiazide diu
retics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic un
tuk meningkatkan pengeluaran cairan), kalium-sparing diuretic.
b. Second line drugs; ACE inhibitor Tujuan: Membantu meningkatkan COP dan men
urunkan kerja jantung. Obatnya adalah:
 Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk kegagalan
diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
 Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sitolik.
 Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi sistolik, hi
ndari vasodilator pada disfungsi sistolik.
 Calsium Chanel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan relaksasi dan
pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
 Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon miokard. Digu
nakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah iskemi miokar
d, menurunkan TD, hipertofi ventrikel kiri.
 Pendidikan Kesehatan
- Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penakit d
an penangananya.
- Monitoring difokuskan pada; monitoring BB setiap hari dan intake natrium
- Diet yang sesuai untuk lansia CHF; pemberian makanan tambahan yang bany
ak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dan lain-lan.
- Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditolerani
- dengan bantuan terapis.
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:

1. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung da
n menurunkan tekanan darah.
2. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu pe
mbatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan mengurangi edema
3. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu memenuhi
oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan gara
m natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan merendahkan tek
anan darah.
5. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi
peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih
besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume intravaskuler menurun.
6. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik positif) dan
meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif) 7. Sedatif Pemberian seda
tive bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien. 8. Pembatasan
Aktivitas Fisik dan Istirahat Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat me
rupakan tindakan penanganan gagal jantung.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi,
dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
2. Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli
4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer
yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung
5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium
oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmona
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. 2012 . Waspadai Gejala Penyakit Yang Mematikan. Jakarta : ORYZA


Doenges E. Marlynn.2010. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
M. Bulechek, G., K Butcher, H., M. Dochterman, J., & M. Wagner, C. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC) (6th ed.). Singapore: CV. Mocomedia.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Masjoer, Arif M,dkk,2001,Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3:Media Aesculapius Fakultas kedokteran


universitas Indonesia,Jakarta.

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (5th ed.). Singapore: CV. Mocomedia.

Mutaqqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

http://go-keperawatan.blogspot.com/2018/03/laporan-pendahuluan-chf-congestive.html

Anda mungkin juga menyukai