Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CHILD ABUSE”


Dosen pembimbing oleh: Tri Ratnaningsih, S.kep.,Ns. M.kes

Disusun Oleh Kelompok 1 Kelas 2A:


1. Firdha Irma Dhani (201804036)
2. Vinda Istianti (201804038)
3. Astria Devi Agustin (201804039)
4. Wardatul Mukhlishoh (201804040)
5. Sintya Clarinda (201804055)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN – 2A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Asuhan
Keperawatan Child Abuse”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan mendapatkan bantuan dari
beberapa sumber dan literatur sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
menambah wawasan untuk pembaca.

Mojokerto, 13 November 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Maasalah .......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3
2.1 Definisi Child Abuse ........................................................................................................ 3
2.2 Bentuk-bentuk Child Abuse ............................................................................................. 3
2.3 Klasifikasi Child Abuse ................................................................................................... 4
2.4 Penyebab Terjadinya Child Abuse ................................................................................... 5
2.5 Akibat Terjadinya Child Abuse ....................................................................................... 7
2.6 Manifestasi Klinis Child Abuse ....................................................................................... 8
2.7 Pathway Child Abuse ..................................................................................................... 10
2.8 Komplikasi Child Abuse ................................................................................................ 11
2.9 Penatalaksanaan Child Abuse ........................................................................................ 11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................ 13
3.1 Pengkajian ...................................................................................................................... 13
3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................................... 16
3.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................................. 16
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 20
4.2 Saran ............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setelah 24 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya pada
tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990, Indonesia belum
mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak yang
berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Baru pada tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia
menetapkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
berorientasi pada hak-hak anak seperti yang tertuang dalam Konvensi Hak-hak Anak.
Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan adanya penyalahgunaan
anak (abuse), eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai tindakan kekerasan yang
membahayakan perkembangan jasmani, psikologi, dan sosial anak. Keadaan ini, tentunya
sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara Indonesia, karena anak dari aspek agama
merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga harkat dan
martabatnya sebagai mahluk ciptaan–Nya. Dari aspek kehidupan berbangsa dan bernegara,
anak adalah generasi penerus perjuangan bangsa dan penentu masa depan bangsa dan negara
Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya yang akan memberikan perlindungan khusus
kepada anak-anak Indonesia yang berada dalam keadaan sulit tersebut, ke dalam suatu
Program Nasional Bagi Anak Indonesia sebagai tindak lanjut Sidang Umum PBB yang
melahirkan deklarasi “A World Fit For Children“.
Berdasarkan data United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 2012 terdapat
kekerasan pada anak yang mengakibatkan kematian sekitar 95.000 anak-anak dan remaja di
bawah usia 20. Sekitar 6 dari 10 anak antara usia 2 - 14 tahun di seluruh dunia (hampir satu
miliar) mendapatkan hukuman fisik setiap hari dari pengasuhnya dan 3 dari 10 orang dewasa
di seluruh dunia percaya bahwa hukuman fisik diperlukan dan pantas dalam membangun
atau mendidik anak (UNICEF, 2014)
Hasil pemantauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari 2011 sampai
2014 kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011 terjadi 2.178 kasus
kekerasan, 2012 ada 3.512 kasus, 2013 ada 4.311 kasus dan 2014 ada 5.066 kasus. Hasil
monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi menunjukkan bahwa 91 persen anak

1
menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan
17.9% di lingkungan masyarakat (Nurul, 2015).

1.2 Rumusan Maasalah


1. Apa yang dimaksud dengan Child Abuse?
2. Apa saja bentuk-bentuk Child Abuse?
3. Apa saja klasifikasi Child Abuse?
4. Apa penyebab terjadinya Child Abuse?
5. Apa akibat terjadinya Child Abuse?
6. Apa saja manifestasi klinis Child Abuse?
7. Bagaimana pathway dari Child Abuse?
8. Apa komplikasi dari Child Abuse?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Child Abuse?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Child Abuse?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari Child Abuse
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Child Abuse
3. Untuk mengetahui klasifikasi Child Abuse
4. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Child Abuse
5. Untuk mengetahui akibat terjadinya Child Abuse
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis Child Abuse
7. Untuk mengetahui pathway dari Child Abuse
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Child Abuse
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Child Abuse
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada Child Abuse

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Child Abuse


Child Abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi
emosional yang merugikan (Wong, 2013). Child Abuse terjadi ketika orang tua menyuruh
anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus
menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”.
Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal, jika semua kekerasan verbal itu
berlangsung dalam satu periode (Jallaludin, 2006).

Menurut Farida (2013), Kekerasan kata-kata (Child abuse) adalah semua bentuk
tindakan ucapan yang mempunyai sifat menghina, membentak, memaki, memarahi dan
menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.

Sedangkan menurut Khaliq (2014), Child abuse adalah tindakan secara lisan yang
membawa efek kekerasan, baik dengan kata-kata yang tersurat (surface structure) ataupun
kata-kata yang tersirat (deep structure), dan bisa berakibat sangat merugikan korban, baik
fisik maupun mental.

Banyak orangtua menganggap kekerasan (abuse) pada anak adalah hal yang wajar.
Mereka beranggapan bahwa kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Bagi
orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. Dan dari hukuman
tersebut, banyak tindakan-tindakan orangtua yang bisa dimasukkan dalam kategori
kekerasan (Jallaludin, 2006).

2.2 Bentuk-bentuk Child Abuse


Bentuk dari Child abuse adalah sebagai berikut (Martha, 2008):

1. Tidak sayang dan dingin


Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya: menunjukan sedikit atau tidak
sama sekali rasa sayang kepada anak (seperti pelukan), kata-kata sayang.
2. Intimidasi

3
Tindakan intimidasi bisa berupa: berteriak, menjerit, mengancam anak, dan mengertak
anak.
3. Mengecilkan atau mempermalukan anak
Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat berupa seperti: merendahkan
anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan bahwa anak
tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat dari kesalahan.
4. Kebiasaan mencela anak
Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti: mengatakan bahwa semua yang terjadi
adalah kesalahan anak.
5. Tidak mengindahkan atau menolak anak
Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa: tidak memperhatikan
anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak.
6. Hukuman ekstrim
Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak dalam kamar mandi,
mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror.

2.3 Klasifikasi Child Abuse


Perlakuan salah terhadap anak dibagi menjadi dua golongan yaitu:

a. Dalam keluarga
1) Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
2) Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang mendapatkan kasih
sayang dari orang tuanya, pengawasan yang kurang dari keluarga anak sehingga anak
rentan mengalami resiko trauma fisik maupun mental.
3) Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata yang tidak
seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang dapat merendahkan anak atau
perkataan yang membuat anak menjadi malu.
4) Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual seperti
pemerkosaan.
5) Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit
yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu untuk mendukung tuntutan.

4
b. Diluar Keluarga
1) Dalam institusi atau lembaga
2) Di tempat kerja
3) Di jalan
4) Di medan perang

2.4 Penyebab Terjadinya Child Abuse


Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang menyebabkan child abuse,
yaitu:
1. Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang memiliki kelainan
mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain, atau orang tua tidak memahami
tumbuh kembang anak, sehingga mereka memiliki harapan yang tidak sesuai dengan
keadaan anak. Dapat juga orang tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial
atau karena letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada orang
lain yang dapat memberikan support kepadanya.
2. Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini dapat terjadi
pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak direncanakan, anak yang cacat,
hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain yang tidak disukai, misalnya anak mantan
suami/istri, anak tiri, serta anak dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat
bayi dilahirkan, mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari
inilah normal bonding akan terjalin.
3. Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak terlalu berpengaruh
jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag sering terjadi misalnya adanya
tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian
tersebut akan membawa pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang
menguatkan dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child abuse dapat
terjadi pada semua tingkatan.

5
Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada anak,
karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama. Sedangkan laki-laki lebih
banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai kemungkinan 5 sampai 8 kali lebih besar
untuk melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan Maurer).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan
fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

1. Stress yang berasal dari anak


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda
dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak mengalami cacat
fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai
fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak
mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan di
sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami
banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras.
Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan
melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya dan
berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di dalam
keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan
orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil perkawinan
sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara
anak angkat dan orang tua.
2. Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini berhubungan
kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua
terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan
keluarga.

6
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga berpengaruh
besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan sekitarlah yang
menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan
kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya perilaku
kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
3. Stress berasal dari orang tua
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anak
selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan salah
pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau anaknya
sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan membuat
orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu memenuhi memenuhi
kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan
kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.

2.5 Akibat Terjadinya Child Abuse


Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan menampilkan
perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA mencatat, seorang anak yang
berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan, memiliki keinginan untuk membunuh
ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap anak (child
abuse), antara lain;
1. Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan
menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-
anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya
akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif.

7
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi
orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk
(coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali),
penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan,
dan memiliki dorongan bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban
yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan
trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah
menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak
ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi.
4. Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini
adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990)
mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya
perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan
mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.

2.6 Manifestasi Klinis Child Abuse


Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar,
patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan
organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan
saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang
mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:

1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak
mendapat perlakuan salah.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a. Kecerdasan
1) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan
kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
2) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena
malnutrisi.

8
3) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi
yang adekuat atau karena gangguan emosi.
b. Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau
bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan
orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
c. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak
dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan
bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terhadap teman
sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau
mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya
konsep diri.
e. Hubungan Sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan
orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang
dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
f. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina,
dan perdarahan anus.
2) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis,
anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
3) Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.
Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan memperhatikan vulva, hymen, dan
anus anak.

9
2.7 Pathway Child Abuse

CHILD ABUSE

Stress yang berasal Stress yang berasal Stress yang berasal


dari anak dari keluarga dari orang tua

-fisik yang berbeda. -kemiskinan dan


-mental yang berbeda pengangguran.
-tempramen yang -mobilitas, isolasi, dan -rendah diri
berbeda. perumahan tidak -waktu kecil mendapat
-tingkah laku yang memadahi perlakuan salah
berbeda. -perceraian -harapan pada anak
-anak angkat -anak yang tidak yang tidak realistis.
diharapkan

cedera kulit
mekanisme koping
(lecet, bekas gigitan,
keluarga rusak
memar, rambut rontok,
perlakuan anak yang
jatuh)
PERAN KETIDAKEFEKTIFAN salah

ORANG TUA KOPING KELUARGA


BERUBAH
pertumbuhan dan
perkembangan lambat
RESIKO TINGGI RESIKO
PERUBAHAN PERILAKU
CEDERA
PERTUMBUHAN KEKERASAN
DAN
PERKEMBANGAN

10
2.8 Komplikasi Child Abuse
Adapun komplikasi yang menyertai Child abuse diantaranya adalah:

1. Mengalami keterlambatan dan keterbelakangan mental


2. Kejang-kejang
3. Hidrocepalus
4. Ataksia
5. Kenakalan remaja
6. Depresi dan percobaan bunuh diri
7. Gangguan stress post traumatic
8. Gangguan makan

2.9 Penatalaksanaan Child Abuse


Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui:

1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan
pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Prevensi primer dengan tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
a. Individu:
1) Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat
2) Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
3) Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
4) Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
5) Pelayanan referensi perawatan jiwa
6) Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.
b. Keluarga:
1) Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
2) Memfasilitasi jalinan kasih 11ocial pada orangtua baru
3) Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut Pelayanan
untuk keluarga.

11
c. Komunitas:
1) Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
2) Mengurangi media yang berisi kekerasan
3) Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis,
tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
4) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi,
yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa
bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan haru dijaga agar tidak diganggu orang lain.
Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik
anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat
membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara
konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan.
Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan
hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-anak
pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun
jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.

Kemudian adapun penatalaksanaan yang lain dimana psikologi anak sudah mengalami
masalah akibat child abuse adalah dengan mekanisme koping yaitu upaya yang diarahkan
pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Akankah lebih baiknya
juga anak yang mengalami kasus child abuse dibawa ke psikiater untuk mengobati rasa
trauma dan memberikan sugesti baru yang lebih baik untuk masa depan anak.

12
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Epidemiologi
Sistem Data Nasional Penyiksaan dan Penyianyiaan anak menunjukkan bahwa
24% dari 838.232 laporan adalah karena penyiksaan fisik; 7% anak sebelum umur 1
tahun, 27% sebelum umur 4 tahun, dan 28% adalah anak berumur 4-8 tahun. Anggota
keluarga dekat adalah pelaksana pada 55% kasus penyiksaan. Pelaksana yang paling
sering adalah ayah 21%, ibu 21% teman kencan ibu 9%, pengasuh bayi 8%, dan ayah tiri
5%. Umur rata rata peyiksa adalah 25 tahun.
Walaupun berbagai definisi dan keperluan pelaporan menghindari perbandingan
yang rinci, orang tua yang menyiksa anaknya dilaporkan dari kebanyakan kelompok
etnik, geografis, agama, pendidikan, jabatan, dan sosial ekonomi. Dari 10-40% orang tua
penyiksa telah mengalami penyiksaan fisik waktu masa kanak kanak.
Penyiksaan fifik paling mungkin terjadi pada orang tua beresiko tinggi yang
bertanggung jawab pada perawatan anak beresiko tinggi. Anak anak beresko tinggi
adalah bayi, prematur, bayi dengan keadaan medikronik, bayi yang menderita polip, dan
anak anak dengan masalah perilaku. Anak mungkin normal tetapi mungkin disalah
artikan oleh orang tua yang bersahaja sebagai sukar,tidak biasa/abnormal. Perilaku
normal seperti menangis, kencing malam (ngompol), mengotori, menumpahkan dapat
menyebabkan orang tua kehilangan kendali dan melukai anak. Peluang yang memercepat
penyiksaan mungkin akibat krisis keluarga, seperti kehilangan pekerjaan, atau rumah,
percekcokan perkawinan, kematian saudara kandung, kelelahan fisik, atau menderita
sakit fisik atau mental akut atau kronik pada orang tua atau anak. Penentuan faktor resiko
untuk penyiksaan dan penyianyiaan harus merupakan bagian dari riwayat medik pada
semua kasus luka masa anak. Walaupun bukan diagnostik, adanya faktor resiko
menambah kecurigaan penyiksaan dan bahkan jika tidak ada penyiksaan yang
didokumentasikan, mungkin perlu merujuk ke pelayanan pencegahan.

13
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Perlukaan pada permukaan badan yang memiliki bentuk yang khas menyerupai
benda, seperti bekas cubitan, sapu lidi, setrika sundutan rokok, luka bekas gigitan. Lecet,
hematom, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina, sekuel/cacat sebagai akibat trauma
misalnya jaringan parut. waspada saat bertemu degan orang dewasa, agresif atau
menyendiri, takut pada orang tua, takut untuk pulang ke rumah,, kelaparan, kebersihan
diri yang rendah, selalu mengantuk, kurangnya perhatian, kesulitan untuk berjalan atau
duduk, adanya noda atau darah di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau
perdarahan di area genital/ rektal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah psikiatrik.
orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau saudaranya
untuk beberapa waktu. Pernah mengalami luka (tidak ada penanganan medis) penundaan
mencari bantuan medis dapat memperkuat adanya penyiksaan. Kecelakaan yang
berulang ulang dengan frakur/memar/ jaringan yang berbeda waktu sembuhnya.

d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis ( 4 5 6)
3. Tanda-tanda vital : meliputi tekanan darah, frekuensi respirasi, frekuensi nadi,
dan suhu
4. Pemeriksaan B1-B6
a) B1 (breathing)
 Inspeksi: Bentuk dada simetris/tidak, memar atau lebam pada dada, frekuensi
pernafasan cepat (takipnea) karena anak mengalami ansietas
 Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada dada, vokal fremitus getaran seimbang kiri
dan kanan.
 Perkusi: sonor pada semua lapang paru
 Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler di seluruh lapang paru.
b) B2 (Blood)
 Inspeksi : ictus cordis tidak teraba, kulit pucat
14
 Palpasi : nadi 96x/menit, pengisian kapiler lebih dari 2 detik
 Perkusi : pekak pada daerah jantung ICS 3 – 5 dada kiri.
 Auskultasi : irama jantung regular
c) B3 (Brain)
 kesadaran compos mentis, GCS :456
 Inspeksi : Pupil isokor, reflek cahaya positif,
konjungtiva anemis, lesi, bengkak pada area wajah
 stastus mental : Cara berpakaian lusuh, kebersihan diri
buruk, ekspresi wajah takut, menyengir saat nyeri, apatis
d) B4 (Bladder)
 Inspeksi : tidak terpasang kateter urine
 Palpasi : tidak nyeri tekan, tidak ada distensi kandung kemih
 BAK : frekuensi: kurang lebih 3-6x/hari, warna kuning, bau khas
e) B5 (Bowel)
 Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, umbilikus masuk kedalam,
adanya perubahan berat badan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : peristaltik menurun, bising usus 2x/menit
f) B6 (Bone)
 Inspeksi : Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok),
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi, Tanda2 gigitan manusia yang tidak
dapat dijelaskan, Bengkak. FrakturDislokasi, Keseleo (sprain).

e. Pemeriksaan Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak,
yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi.
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk
meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada
rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik.
Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik:

15
d. CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.
e. MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik
seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
f. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
g. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan
seksual.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perilaku agresif, perilaku anti sosial,
penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah disekolah dan pekerjaan.
2. Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan faktor-faktor yang
menyebabkan Child Abuse.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan tidak adekuatnya
perawatan.
4. Resiko perilaku kekerasan oleh anggota keluarga yang lain berhubungan dengan
kelakuan yang maladaptive.
5. Peran orang tua berubah berhubungan dengan ikatan keluarga yang terganggu.

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi cidera b/d perilaku agresif
Tujuan: Anak tidak mengalami cedera.
Intervensi keperawatan:
a. Lindungi anak dari cedera lebih lanjut
Rasional: Menghindari anak dari cedera/luka yang lebih parah dan meminimalkan
dampak psikologis yang ditimbulkan.
b. Bantu diagnosis penganiayaan anak : fisik, seksual / emosional.
Rasional: Membantu dalam menentukan altenatif tindakan yang tepat untuk
menghindari penganiayaan anak lebih lanjut.
c. Laporkan adanya kecurigaan.

16
Rasional: Dengan melaporkan adanya kecurigaan penganiayaan adanya
penganiayaan anak seperti luka pada kulit dapat mencegah terjadinya cedera yang
lebih serius pada anak serta mencegah kematian anak.
d. Lakukan resusitasi dan stabilisasi seperlunya
Rasional: Resusitasi dan stabilisasi dilakukan ketika anak mendapatkan
penganiayaan yang menyebabkan mengalami henti nafas, dilakukan sampai stabil
dan dibawa ke rumah sakit.

2. Diagnosa Keperawatan: Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan


dengan faktor- faktor yang menyebabkan Child Abuse
Tujuan: Mekanisme koping keluarga menjadi efektif
Intervensi keperawatan:
a. Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya mekanisme koping pada
keluarga, usia orang tua, anak ke berapa dalam keluarga, status sosial ekonomi
terhadap perkembangan keluarga, adanya support system dan kejadian lainnya.
Rasional: Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dilakukan intervensi yang
dibutuhkan dan penyerahan pada pejabat yang berwenang pada pelayanan kesehatan
dan organisasi social.
b. Konsulkan pada pekerja sosial dan pelayanan kesehatan pribadi yang tepat.
Rasional: Keluarga dengan Child Abuse & neglect biasanya memerlukan kerja sama
multi disiplin, support kelompok dapat mengenai problem keluarga, tawarkan terapi
untuk individu atau keluarga membantu, memecahkan masalah yang spesifik.
c. Dorong anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang apa yang
mungkin menyebabkan perilaku kekerasan.
Rasional: Dengan mendorong keluarga dengan mendiskusikan masalah mereka maka
dapat dicari jalan keluar untuk memodifikasi perilaku mereka.
d. Ajarkan orang tua tentang perkembangan & pertumbuhan anak sesuai tingkat umur.
Ajarkan kemampuan merawat spesifik dan terapkan tehnik disiplin.
Rasional: Orang tua mungkin mempunyai harapan yang tidak realistis tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak

17
3. Diagnosa Keperawatan: Perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan
dengan tidak adekuatnya perawatan
Tujuan: Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan
dengan tingkatan umurnya.
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusikan hasil test kepada orang tua dan anak.
Rasional: Orang tua dan anak akan menyadari, sehingga mereka dapat merencanakan
tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
b. Melakukan aktivitas (seperti, membaca, bermain sepeda, dll) antara orang tua dan
anak untuk meningkatkan perkembangan.
Rasional: karena kekerasan pada anak akan menyebabkan keterlambatan
perkembangan karena tugas keluarga. Aktivitas dapat mengkoreksi masalah
perkembangan akibat dari hubungan yang dari penurunan kemampuan kognitif
psikomotor dan psikososial terganggu
c. Tentukan tahap perkembangan anak seperti 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan dan 1 tahun.
Rasional: Dengan menentukan tahap perkembangan anak dapat membantu
perkembangan yang diharapkan.
d. Libatkan keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan yang normal.
Rasional: Program stimulasi dapat membantu meningkatkan perkembangan
menentukan intervensi yang tepat

4. Diagnosa Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan oleh anggota ke-luarga yang lain
berhubungan dengan kelakuan yang maladaptive.
Tujuan: Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang.
Intervensi Keperawatan:
a. Identifikasi perilaku kekerasan, saat menggunakan/ mengkonsumsi alkohol atau obat
atau saat menganggur.
Rasional: Dengan mengidentifikasi perilaku kekerasan dapat membantu menentukan
intervensi yang tepat.
b. Selidiki faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan seperti minum alkohol
atau obat-obatan.

18
Rasional: Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
kekerasan akan lebih memberikan kesadaran akan tipe situasi yang mempengaruhi
perilku, membantu dirinya mencegah kekambuhan.
c. Lakukan konsuling kerjasama multidisiplin, termasuk organisasi komunitas dan
psikolologis.
Rasional: konseling dapat membantu perkembangan koping yang efektif.
d. Menyarankan keluarga kepada seorang terapi keluarga yang tepat.
Rasional: Terapi keluarga menekan dan memberikan support kepada seluruh
keluarga untuk mencegah kebiasaan yang terdahulu.
e. Melaporkan seluruh kejadian yang aktual yang mungkin terjadi kepada pejabat
berwenang.
Rasional: Perawat mempunyai tanggung jawab legal untuk melaporkan semua kasus
dan menyimpan keakuratan data untuk investigasi

5. Diagnosa Keperawatan: Peran orang tua berubah berhubungan dengan ikatan keluarga
yang terganggu
Tujuan: Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusikan ikatan yang wajar dan perikatan dengan orang tua yang keras.
Rasional: Menyadarkan orang tua akan perikatan normal dan proses pengikatan akan
membantu dalam mengembangkan keahlian menjadi orang tua yang tepat
b. Berikan model peranan untuk orang tua.
Rasional: Model peranan untuk orang tua, memungkinkan orang tua untuk
menciptakan perilaku orang tua yang tepat.
c. Dukung pasien untuk mendaftarkan dalam kelas yang mengajarkan keahlian orang
tua.
Rasional: Kelas keahlian orang tua yang tepat dan efektif akan memberikan teladan
& forum praktek untuk mengembangkan keahlian
d. Arahkan orang tua ke pelayanan kesehatan yang tepat untuk konsultasi dan intervensi
seperlunya.
Rasional: Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan
keahlian orang tua yang efektif.
19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka
beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis.
Dampak dari kekerasan terhadap anak antara lain; Kerusakan fisik atau luka fisik; Anak akan
menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam dan agresif; memiliki perilaku
menyimpang, Pendidikan anak yang terabaikan.
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar,
patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan
organ dalam lainnya. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan
anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal,
yaitu: Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan
pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan
pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse.

4.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
kita tentang Asuhan Keperawatan Child Abuse. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ah.Yusuf, Rizky Fitryawan PK, Hanik Endang Nihayati.(2015).Buku Ajar Keperawatan


Kesehatan Jiwa.Dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan.: Salemba
Medika.
Hidayat.2005.Psikologi perkembangan anak.Jakarta : EGC
Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan,& Kesehatan Ed.4. (2002). Dalam d. h. Mahanani
(Penyunt.), Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan,& Kesehatan Ed.4 (4 ed.).
Jakarta: EGC.
Komnas Perlindungan Anak.(2006). Kekerasan anak di Indonesia. http://www.kompas.com,
diakses 22 Januari 2016
Marta.(2008). Bentuk-bentuk Child abuse. http://www.marta.blogspot.com, diakses 23 Januari
2016
Nelson. (1999). Ilmu Kesehatan Anak. Dalam S. Prof. DR. dr. A. Samik Wahab (Penyunt.).
Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai