Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Asuhan
Keperawatan Child Abuse”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dengan mendapatkan bantuan dari
beberapa sumber dan literatur sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
menambah wawasan untuk pembaca.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Maasalah .......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3
2.1 Definisi Child Abuse ........................................................................................................ 3
2.2 Bentuk-bentuk Child Abuse ............................................................................................. 3
2.3 Klasifikasi Child Abuse ................................................................................................... 4
2.4 Penyebab Terjadinya Child Abuse ................................................................................... 5
2.5 Akibat Terjadinya Child Abuse ....................................................................................... 7
2.6 Manifestasi Klinis Child Abuse ....................................................................................... 8
2.7 Pathway Child Abuse ..................................................................................................... 10
2.8 Komplikasi Child Abuse ................................................................................................ 11
2.9 Penatalaksanaan Child Abuse ........................................................................................ 11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................ 13
3.1 Pengkajian ...................................................................................................................... 13
3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................................... 16
3.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................................. 16
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 20
4.2 Saran ............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menjadi korban kekerasan di lingkungan keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan
17.9% di lingkungan masyarakat (Nurul, 2015).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Farida (2013), Kekerasan kata-kata (Child abuse) adalah semua bentuk
tindakan ucapan yang mempunyai sifat menghina, membentak, memaki, memarahi dan
menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
Sedangkan menurut Khaliq (2014), Child abuse adalah tindakan secara lisan yang
membawa efek kekerasan, baik dengan kata-kata yang tersurat (surface structure) ataupun
kata-kata yang tersirat (deep structure), dan bisa berakibat sangat merugikan korban, baik
fisik maupun mental.
Banyak orangtua menganggap kekerasan (abuse) pada anak adalah hal yang wajar.
Mereka beranggapan bahwa kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Bagi
orangtua, tindakan anak yang melanggar perlu dikontrol dan dihukum. Dan dari hukuman
tersebut, banyak tindakan-tindakan orangtua yang bisa dimasukkan dalam kategori
kekerasan (Jallaludin, 2006).
3
Tindakan intimidasi bisa berupa: berteriak, menjerit, mengancam anak, dan mengertak
anak.
3. Mengecilkan atau mempermalukan anak
Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat berupa seperti: merendahkan
anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan bahwa anak
tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat dari kesalahan.
4. Kebiasaan mencela anak
Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti: mengatakan bahwa semua yang terjadi
adalah kesalahan anak.
5. Tidak mengindahkan atau menolak anak
Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa: tidak memperhatikan
anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak.
6. Hukuman ekstrim
Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa: mengurung anak dalam kamar mandi,
mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror.
a. Dalam keluarga
1) Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
2) Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang mendapatkan kasih
sayang dari orang tuanya, pengawasan yang kurang dari keluarga anak sehingga anak
rentan mengalami resiko trauma fisik maupun mental.
3) Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata yang tidak
seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang dapat merendahkan anak atau
perkataan yang membuat anak menjadi malu.
4) Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual seperti
pemerkosaan.
5) Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan terhadap penyakit
yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu untuk mendukung tuntutan.
4
b. Diluar Keluarga
1) Dalam institusi atau lembaga
2) Di tempat kerja
3) Di jalan
4) Di medan perang
5
Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan pada anak,
karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama. Sedangkan laki-laki lebih
banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai kemungkinan 5 sampai 8 kali lebih besar
untuk melakukannya daripada ayah kandung (Smith dan Maurer).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan
fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
6
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga berpengaruh
besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan sekitarlah yang
menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan
kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya perilaku
kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
3. Stress berasal dari orang tua
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anak
selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan salah
pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau anaknya
sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan membuat
orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu memenuhi memenuhi
kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan
kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.
7
2. Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang sering dimarahi
orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk
(coping mechanism) seperti bulimia nervosa (memuntahkan makanan kembali),
penyimpangan pola makan, anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan,
dan memiliki dorongan bunuh diri.
3. Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003) diantara korban
yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut menikah, merasa rendah diri, dan
trauma akibat eksploitasi seksual, meski kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah
menikah. Bahkan eksploitasi seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak
ditengarai sebagai penyebab keterlibatan dalam prostitusi.
4. Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini
adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990)
mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya
perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan
mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang tidak
mendapat perlakuan salah.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a. Kecerdasan
1) Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan
kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
2) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena
malnutrisi.
8
3) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi
yang adekuat atau karena gangguan emosi.
b. Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau
bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan
orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
c. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak
dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan
bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terhadap teman
sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau
mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya
konsep diri.
e. Hubungan Sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan
orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang
dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
f. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
1) Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina,
dan perdarahan anus.
2) Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis,
anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
3) Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya.
Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan memperhatikan vulva, hymen, dan
anus anak.
9
2.7 Pathway Child Abuse
CHILD ABUSE
cedera kulit
mekanisme koping
(lecet, bekas gigitan,
keluarga rusak
memar, rambut rontok,
perlakuan anak yang
jatuh)
PERAN KETIDAKEFEKTIFAN salah
10
2.8 Komplikasi Child Abuse
Adapun komplikasi yang menyertai Child abuse diantaranya adalah:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan
pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Prevensi primer dengan tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
a. Individu:
1) Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat
2) Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
3) Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
4) Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
5) Pelayanan referensi perawatan jiwa
6) Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.
b. Keluarga:
1) Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
2) Memfasilitasi jalinan kasih 11ocial pada orangtua baru
3) Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut Pelayanan
untuk keluarga.
11
c. Komunitas:
1) Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
2) Mengurangi media yang berisi kekerasan
3) Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis,
tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
4) Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi,
yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa
bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan haru dijaga agar tidak diganggu orang lain.
Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik
anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat
membantu mendeteksi tanda-tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara
konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan.
Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan
hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya
secara wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel-anak
pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun
jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
Kemudian adapun penatalaksanaan yang lain dimana psikologi anak sudah mengalami
masalah akibat child abuse adalah dengan mekanisme koping yaitu upaya yang diarahkan
pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Akankah lebih baiknya
juga anak yang mengalami kasus child abuse dibawa ke psikiater untuk mengobati rasa
trauma dan memberikan sugesti baru yang lebih baik untuk masa depan anak.
12
BAB III
3.1 Pengkajian
a. Epidemiologi
Sistem Data Nasional Penyiksaan dan Penyianyiaan anak menunjukkan bahwa
24% dari 838.232 laporan adalah karena penyiksaan fisik; 7% anak sebelum umur 1
tahun, 27% sebelum umur 4 tahun, dan 28% adalah anak berumur 4-8 tahun. Anggota
keluarga dekat adalah pelaksana pada 55% kasus penyiksaan. Pelaksana yang paling
sering adalah ayah 21%, ibu 21% teman kencan ibu 9%, pengasuh bayi 8%, dan ayah tiri
5%. Umur rata rata peyiksa adalah 25 tahun.
Walaupun berbagai definisi dan keperluan pelaporan menghindari perbandingan
yang rinci, orang tua yang menyiksa anaknya dilaporkan dari kebanyakan kelompok
etnik, geografis, agama, pendidikan, jabatan, dan sosial ekonomi. Dari 10-40% orang tua
penyiksa telah mengalami penyiksaan fisik waktu masa kanak kanak.
Penyiksaan fifik paling mungkin terjadi pada orang tua beresiko tinggi yang
bertanggung jawab pada perawatan anak beresiko tinggi. Anak anak beresko tinggi
adalah bayi, prematur, bayi dengan keadaan medikronik, bayi yang menderita polip, dan
anak anak dengan masalah perilaku. Anak mungkin normal tetapi mungkin disalah
artikan oleh orang tua yang bersahaja sebagai sukar,tidak biasa/abnormal. Perilaku
normal seperti menangis, kencing malam (ngompol), mengotori, menumpahkan dapat
menyebabkan orang tua kehilangan kendali dan melukai anak. Peluang yang memercepat
penyiksaan mungkin akibat krisis keluarga, seperti kehilangan pekerjaan, atau rumah,
percekcokan perkawinan, kematian saudara kandung, kelelahan fisik, atau menderita
sakit fisik atau mental akut atau kronik pada orang tua atau anak. Penentuan faktor resiko
untuk penyiksaan dan penyianyiaan harus merupakan bagian dari riwayat medik pada
semua kasus luka masa anak. Walaupun bukan diagnostik, adanya faktor resiko
menambah kecurigaan penyiksaan dan bahkan jika tidak ada penyiksaan yang
didokumentasikan, mungkin perlu merujuk ke pelayanan pencegahan.
13
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Perlukaan pada permukaan badan yang memiliki bentuk yang khas menyerupai
benda, seperti bekas cubitan, sapu lidi, setrika sundutan rokok, luka bekas gigitan. Lecet,
hematom, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina, sekuel/cacat sebagai akibat trauma
misalnya jaringan parut. waspada saat bertemu degan orang dewasa, agresif atau
menyendiri, takut pada orang tua, takut untuk pulang ke rumah,, kelaparan, kebersihan
diri yang rendah, selalu mengantuk, kurangnya perhatian, kesulitan untuk berjalan atau
duduk, adanya noda atau darah di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau
perdarahan di area genital/ rektal.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis ( 4 5 6)
3. Tanda-tanda vital : meliputi tekanan darah, frekuensi respirasi, frekuensi nadi,
dan suhu
4. Pemeriksaan B1-B6
a) B1 (breathing)
Inspeksi: Bentuk dada simetris/tidak, memar atau lebam pada dada, frekuensi
pernafasan cepat (takipnea) karena anak mengalami ansietas
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada dada, vokal fremitus getaran seimbang kiri
dan kanan.
Perkusi: sonor pada semua lapang paru
Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler di seluruh lapang paru.
b) B2 (Blood)
Inspeksi : ictus cordis tidak teraba, kulit pucat
14
Palpasi : nadi 96x/menit, pengisian kapiler lebih dari 2 detik
Perkusi : pekak pada daerah jantung ICS 3 – 5 dada kiri.
Auskultasi : irama jantung regular
c) B3 (Brain)
kesadaran compos mentis, GCS :456
Inspeksi : Pupil isokor, reflek cahaya positif,
konjungtiva anemis, lesi, bengkak pada area wajah
stastus mental : Cara berpakaian lusuh, kebersihan diri
buruk, ekspresi wajah takut, menyengir saat nyeri, apatis
d) B4 (Bladder)
Inspeksi : tidak terpasang kateter urine
Palpasi : tidak nyeri tekan, tidak ada distensi kandung kemih
BAK : frekuensi: kurang lebih 3-6x/hari, warna kuning, bau khas
e) B5 (Bowel)
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, umbilikus masuk kedalam,
adanya perubahan berat badan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik menurun, bising usus 2x/menit
f) B6 (Bone)
Inspeksi : Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok),
Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi, Tanda2 gigitan manusia yang tidak
dapat dijelaskan, Bengkak. FrakturDislokasi, Keseleo (sprain).
e. Pemeriksaan Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak,
yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi.
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk
meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada
rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik.
Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik:
15
d. CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.
e. MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik
seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
f. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
g. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan
seksual.
16
Rasional: Dengan melaporkan adanya kecurigaan penganiayaan adanya
penganiayaan anak seperti luka pada kulit dapat mencegah terjadinya cedera yang
lebih serius pada anak serta mencegah kematian anak.
d. Lakukan resusitasi dan stabilisasi seperlunya
Rasional: Resusitasi dan stabilisasi dilakukan ketika anak mendapatkan
penganiayaan yang menyebabkan mengalami henti nafas, dilakukan sampai stabil
dan dibawa ke rumah sakit.
17
3. Diagnosa Keperawatan: Perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan
dengan tidak adekuatnya perawatan
Tujuan: Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat disesuaikan
dengan tingkatan umurnya.
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusikan hasil test kepada orang tua dan anak.
Rasional: Orang tua dan anak akan menyadari, sehingga mereka dapat merencanakan
tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
b. Melakukan aktivitas (seperti, membaca, bermain sepeda, dll) antara orang tua dan
anak untuk meningkatkan perkembangan.
Rasional: karena kekerasan pada anak akan menyebabkan keterlambatan
perkembangan karena tugas keluarga. Aktivitas dapat mengkoreksi masalah
perkembangan akibat dari hubungan yang dari penurunan kemampuan kognitif
psikomotor dan psikososial terganggu
c. Tentukan tahap perkembangan anak seperti 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan dan 1 tahun.
Rasional: Dengan menentukan tahap perkembangan anak dapat membantu
perkembangan yang diharapkan.
d. Libatkan keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan yang normal.
Rasional: Program stimulasi dapat membantu meningkatkan perkembangan
menentukan intervensi yang tepat
4. Diagnosa Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan oleh anggota ke-luarga yang lain
berhubungan dengan kelakuan yang maladaptive.
Tujuan: Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang.
Intervensi Keperawatan:
a. Identifikasi perilaku kekerasan, saat menggunakan/ mengkonsumsi alkohol atau obat
atau saat menganggur.
Rasional: Dengan mengidentifikasi perilaku kekerasan dapat membantu menentukan
intervensi yang tepat.
b. Selidiki faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan seperti minum alkohol
atau obat-obatan.
18
Rasional: Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan perilaku
kekerasan akan lebih memberikan kesadaran akan tipe situasi yang mempengaruhi
perilku, membantu dirinya mencegah kekambuhan.
c. Lakukan konsuling kerjasama multidisiplin, termasuk organisasi komunitas dan
psikolologis.
Rasional: konseling dapat membantu perkembangan koping yang efektif.
d. Menyarankan keluarga kepada seorang terapi keluarga yang tepat.
Rasional: Terapi keluarga menekan dan memberikan support kepada seluruh
keluarga untuk mencegah kebiasaan yang terdahulu.
e. Melaporkan seluruh kejadian yang aktual yang mungkin terjadi kepada pejabat
berwenang.
Rasional: Perawat mempunyai tanggung jawab legal untuk melaporkan semua kasus
dan menyimpan keakuratan data untuk investigasi
5. Diagnosa Keperawatan: Peran orang tua berubah berhubungan dengan ikatan keluarga
yang terganggu
Tujuan: Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif
Intervensi Keperawatan:
a. Diskusikan ikatan yang wajar dan perikatan dengan orang tua yang keras.
Rasional: Menyadarkan orang tua akan perikatan normal dan proses pengikatan akan
membantu dalam mengembangkan keahlian menjadi orang tua yang tepat
b. Berikan model peranan untuk orang tua.
Rasional: Model peranan untuk orang tua, memungkinkan orang tua untuk
menciptakan perilaku orang tua yang tepat.
c. Dukung pasien untuk mendaftarkan dalam kelas yang mengajarkan keahlian orang
tua.
Rasional: Kelas keahlian orang tua yang tepat dan efektif akan memberikan teladan
& forum praktek untuk mengembangkan keahlian
d. Arahkan orang tua ke pelayanan kesehatan yang tepat untuk konsultasi dan intervensi
seperlunya.
Rasional: Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan
keahlian orang tua yang efektif.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka
beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis.
Dampak dari kekerasan terhadap anak antara lain; Kerusakan fisik atau luka fisik; Anak akan
menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam dan agresif; memiliki perilaku
menyimpang, Pendidikan anak yang terabaikan.
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar,
patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan
organ dalam lainnya. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan
anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal,
yaitu: Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan
pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan
pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse.
4.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan
kita tentang Asuhan Keperawatan Child Abuse. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
20
DAFTAR PUSTAKA
21