Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORITIS
1. Definisi
Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya.Perubahan yang terjadi berupa perubahan
peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah,
seperti lebih dari 3 kali/ hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/ hari. (A. Aziz
Hidayat, 2015).
Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar (defikasi) dengan tinja
berbentuk cair/setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Penularan diare
karena infeksi melalui makan/minum yang terkontaminasi pathogen yang
berasal/hewan atau muntahan penderita dan juga melalui udara atau melalui
aktivitas seksual kontak oral/general atau melalui aktivitas seksual kontak
oral/genetal atau aral-anal.(Sudoyo Aru,dll 2010).
Gastroenteritis adalah imflamasi membrane mukosa lambung dan usus
halus. Gastroenteritis akut ditandai dengan diare, dan pada beberapa kasus
muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang
menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit.(Lynn Betz,
2009).
Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung dan usus
yang disebabkan oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/sehari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).
2. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, esophagus, lambung,
dan usus.Makanan yang masuk kedalam tubuh kita melalui beberapa tahap,
yaitu ingesti; dimana intake makanan masuk ke dalam tubuh kita melalui proses
memasukan makanan ke dalam mulut, pengunyahan dan menelan; digesti
dimana terjadi perubahan fisik dan kimia zat makanan untuk dapat di
absorbsi.Absorbsi dimana partikel zat makanan dari saluran cerna ke dalam
aliran darah dan pembuluh limfe. Setelah tahap digesti dan absobsi
dilalui,molekul-molekul kecil siap di gunakan oleh tubuh kita. Beberapa dari
molekul molekul kecil tersebut di gunakan untuk alergi, yang lainnya seperti
asam amino di gunakan untuk membangun, memperbaiki dan memproduksi sel.
Bahan-bahan yang tidak dapat di digesti dan di absorbsi akan di eliminasi oleh
tubuh.
Sistem pencernaan terbagi atas organ utama dan organ aksesoris atau
tambahan. Organ utama sistem pencernaan terdiri atas rongga mulut yang di
dalamnya terdapat palatum, pipi dan bibir, lidah gigi, kelenjar ludah, faring,
esofagus (kerongkongan), lambung (gaster), duodenum (usus halus),
jejenunum, ileum, kolon yang terdiri atas kolon asenden (naik), transversum
(horizontal) dan desenden (menurun) dan rektum. Sedangkan organ
aksesorisnya terdiri atas kelenjar kelenjar ludah (glandula saliva), dimana
terdapat kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis.
Organ aksesoris lain yaitu hati/hepar dan pancreas.

3. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2012) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor,
yaitu :
1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama gastroentritis pada infeksi internal, meliputi :
a. Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas
dan sebagainya.
b. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus,
dan lain-lain.
c. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora,
maltose, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan
gluktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi
laktosa. Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi
mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka pada bayi dam balita diare
intoleransi laktosa mendaat perhatian khusus. Penyababnya karena pada bayi
pembentukan enzim lipase yang berfungsi memecah laktosa belum
sempurna, sehingga menyababkan bayi diare, dan lipase akan berfungsi
optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada usia bayi 1-
2 bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun. Selain itu malabsorbsi
lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak
mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau
sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat
merangsang peningkatan peristaltic usus.
4. Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu :
(Sunato,2009)
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler,
dan Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang
ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari.
Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu
dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang,
disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2
minggu atau lebih. (sunato,2009).

5. Patofisologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan
akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke
lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan
maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang
adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab
gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris,
Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia
coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat
pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.Penularan Gastroenteritis bisa
melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare
adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan
sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia),
gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan
sirkulasi darah.(Sudoyo Aru,2009).
Pathway
6. Gejala Klinis
Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
1. Secara umun :
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering.
c. Demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Mual dan muntah
f. Anoreksia
g. Lemah
h. Pucat
i. Nyeri abdomen
j. Perih di ulu hati
k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau
tidak adanya pengeluaran urine.

Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka tampak.
Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu:
a. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan
syok, ubun-ubun dan mata cekung, minum normal, kencing normal.
b. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik
turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan
dalam.gelisah, sangat haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata
cekung, kencing sedikit dan minum normal.
c. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik
seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,
apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis, denyut jantung cepat,
nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat, pernafasan cepat dan
dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung sekali, dan tidak
mau minum. Atau yang dikatakan dehidrasi bila:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
2. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

7. Pemeriksaan Penunjang/Diangnostik
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah
a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium,
dan Fosfor) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

8. Terapi/Tindakan Penanganan
1. Terapi Famakologi
a. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
b. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare
serta dapat diberikan oralit.
c. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai
untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.
d. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan
intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih
untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan
menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi,
separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan
air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa
metabolisme.
e. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk
mengetahui apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan
fungsi ginjal normal.
2. Terapi Non Farmakalogi
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain:
a. Pemberian Makanan.
b. Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan
yang mudah dicerna seperti makanan setengah padat (bubur). Pada bayi
dapat diberikan susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh). Air susu ibu (ASI) mempunyai
khasiat preventif secara imunologi dengan adanya antibodi dari zat-zat
lain yang dikandungnya.
c. Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.
d. Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.
9. Komplikasi

Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu :(kliegman,2010)

1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan


penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik.

1. Indentitas Klien
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
c. Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
d. Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
e. Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan tumbuh kembang
5. Pemeriksaan penunjang
6. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan psikologis :
keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai
koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
2. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan
menurun,anuskemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.(Hudack&Gallo,2007).

2. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.


2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan
kehilangan natrium dan klorida
5. Anoreksia berhubungan dengan metabolism oleh bakteri.(Nanda,2011)

3. Intervensi

No Dx . Tujuan/Kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1 Defisit NOC : NIC :
volume cairan 1. Fluid balance Fluid Monitoring
berhubungan 2. Hydration 1. Pertahankan catatan
dengan output 3. Nutritional Status : Food intake dan output yang
cairan yang and Fluid Intake akurat
berlebihan. kriteria hasil: 2. Monitor status hidrasi (
1. Mempertahankan urine kelembaban membran
output sesuai dengan mukosa, nadi adekuat,
usia dan BB, BJ urine tekanan darah ortostatik
normal, ), jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, 3. Monitor hasil lab yang
suhu tubuh dalam batas sesuai dengan retensi
normal cairan (BUN , Hmt ,
3. Tidak ada tanda tanda osmolalitas urin,
dehidrasi, Elastisitas albumin, total protein )
turgor kulit baik, 4. Monitor vital sign setiap
membran mukosa 15menit – 1 jam
lembab, tidak ada rasa 5. Kolaborasi pemberian
haus yang berlebihan cairan IV
4. Orientasi terhadap 6. Monitor status nutrisi
waktu dan tempat baik. 7. Berikan cairan ora
5. Jumlah dan irama 8. Berikan penggantian
pernapasan dalam batas nasogatrik sesuai output
normal (50 – 100cc/jam)
6. Elektrolit, Hb, Hmt 9. Dorong keluarga untuk
dalam batas normal membantu pasien makan
7. pH urin dalam batas 10. Kolaborasi dokter jika
normal tanda cairan berlebih
8. Intake oral dan intravena muncul meburuk
adekuat 11. Atur kemungkinan
tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam

2 Gangguan NOC : NIC :


kebutuhan 1. Nutritional status: Adequacy of Nutrition Management
nutrisi kurang nutrient. 1. Kaji adanya alergi
dari 2. Nutritional Status : food and makanan
kebutuhan Fluid Intake. 2. Kolaborasi dengan ahli
tubuh 3. Weight Control gizi untuk menentukan
berhubungan Kreteria hasil : jumlah kalori dan nutrisi
dengan mual 1. Mual, muntah berkurang/tidak yang dibutuhkan pasien
dan muntah ada 3. Yakinkan diet yang
2. Nafsu makan meningkat dimakan mengandung
3. Diet dihabiskan tinggi serat untuk
4. Turgor kulit elastis mencegah konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
5. Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
6. Monitor lingkungan
selama makan
7. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
3 Gangguan NOC : NIC :
rasa nyaman 1. Pain Level Pain Management
nyeri 2. pain control 1. Lakukan pengkajian
berhubungan 3. comfort level nyeri secara
dengan komprehensif termasuk
distensi lokasi, karakteristik,
abdomen. Kriteria hasil: durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, presipitasi
mampu menggunakan 2. Observasi reaksi
tehnik nonfarmakologi nonverbal dari
untuk mengurangi nyeri, ketidaknyamanan
mencari bantuan) 3. Bantu pasien dan
2. Melaporkan bahwa nyeri keluarga untuk mencari
berkurang dengan dan menemukan
menggunakan manajemen dukungan
nyeri 4. Kontrol lingkungan yang
2. Mampu mengenali nyeri dapat mempengaruhi
(skala, intensitas, frekuensi nyeri seperti suhu
dan tanda nyeri) ruangan, pencahayaan
3. Menyatakan rasa nyaman dan kebisingan
setelah nyeri berkurang 5. Kurangi faktor
4. Tanda vital dalam rentang presipitasi nyeri
normal 6. Kaji tipe dan sumber
5. Tidak mengalami nyeri untuk menentukan
gangguan tidur intervensi
7. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
10. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Daftar Pustaka

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2015, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.
Aru W, Sudoyo. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Ngastiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.
Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol
2). Jakarta : EGC. 854 – 856.
Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.
Jakarta: EGC, 2009 : (1): 561-3.
Hudak & Gallo, 2007.Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai