BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
dan kering menggunakan metode maserasi dengan pelarut etil asetat dan etanol
70%. Karakterisasi sampel hasil ekstraksi Kayu jawa basah dengan pelarut etil
asetat (KJBEA) dan Kayu Jawa basah pelarut etanol 70% (KJBE70%) memiliki
warna coklat kehitaman dengan berbentuk semi padat dan bau khas sedangkan
ekstraksi Kayu jawa kering pelarut etil asetat (KJKEA) dan Kayu Jawa kering
pelarut etanol 70% (KJKE70%) memiliki warna coklat dengan dan berwujud
serbuk kering.
Hasil ekstrak yang diperoleh dari proses maserasi yaitu 10,05 gram ekstrak
kulit batang Kayu Jawa basah pelarut etil asetat dengan nilai rendeman 2,87%,
18,22 ekstrak kulit batang Kayu Jawa basah pelarut etanol 70% dengan nilai
rendeman 5,20%, 6,18 gram ekstrak kulit batang Kayu Jawa kering pelarut etil
asetat dengan nilai rendeman 1,76 %, 20,09 gram ekstrak kulit batang Kayu Jawa
kering pelarut etanol 70% dengan nilai rendeman 5,74%. Perbandingan hasil
rendeman dari ekstrak kulit batang Kayu Jawa basah dan kering dengan pelarut
etil asetat dan etanol 70% dapat dilihat pada gambar 4.1.
51
6 5.73
5.21
5
Rendeman (%)
2.87
3
2 1.76
0
KJBE70% KJKE70% KJKEA KJBEA
Jenis Ekstrak
Komponen yang terdapat dalam ekstrak kulit kulit batang Kayu Jawa
steroid, triterpenoid dan fenol. Hasil skrining fitokimia kulit batang kayu jawa
Sampel
Identifikasi
Pereaksi
Senyawa KJBE70 KJKE70
KJKEA KJBEA
% %
Mayer - - + +
Alkaloid
Wagner - - + +
Serbuk
Flavonoid - + + +
Mg+HCL
Pb Asetat - - - +
Saponin H2O (Aquades) - + - +
52
Tanin FeCl3 + + - +
Steroid CH₃COOH dan H₂SO₄ - - - -
Terpenoid CH₃COOH dan H₂SO₄ - - - -
Fenol FeCl3 + + + +
Keterangan: (+) = Memberikan reaksi positif
(˗ ) = Memberikan reaksi negatif
coromendelica) basah dan kering pelarut etil asetat dan etanol 70% dilakukan
larutan DPPH adalah 517 nm (Fatimah, 2016). Nilai absorbansi yang didapatkan
peredaman DPPH.
signifikansi lebih besar dari α = 0,05 sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk uji
Anova dan kemudian dilanjutkan dengan uji Tuckey. Hasil rata-rata % peredaman
DPPH sampel menunjukkan aktivitas standar BHT berbeda tidak nyata dengan
sampel ekstrak KJBEA dan berbeda sangat nyata terhadap sampel ekstrak
aktivitas antioksidan paling tinggi adalah ekstrak kulit batang Kayu Jawa Basah
100 92.84ᵈ
90
80
% Peredaman DPPH
70 63.9 ͨ
57.37ᵇ
60
50
40
31.27a
30
20
10
0
KJBE70% KJKE70% KJKEA KJBEA BHT
Sampel
Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan hasil yang “berbeda tidak nyata dan huruf yang
berbeda menunjukkan hasil yang “berbeda sangat nyata” berdasarkan uji Tuckey dengan taraf
kepercayaan α 0,05.
Gambar 4.2: Hasil Aktivitas Antioksidan ekstrak kulit batang Kayu Jawa.
asetat dan etanol 70%, dengan masing-masing pelarut tersebut dibuat menjadi tiga
konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15%. Pengujian ini menggunakan metode difusi
dengan cara sumuran (hole/cup), yaitu dengan melihat diameter zona bening yang
Bakteri uji yang digunakan yaitu bakteri gram positif (Staphylococcus aureus) dan
bakteri gram negatif (Escherichia coli, Vibrio sp, dan Pseudomonas sp). Kontrol
positif yang digunakan sebagai pembanding adalah tetrasiklin dan kontrol negatif
54
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang
Kayu Jawa Basah (KJBE70%)
Bakteri Uji
Ekstrak
Pseudomonas
E. coli S. aureus Vibrio sp
sp
KN 7,00ª 7,00ª 7,00ª 7,00ª
KJBE70% 5% 7,00ª 11,31ᵇ 15,00ᵇ 11,82ªᵇ
KJBE70% 10% 7,00ª 12,99ᵇ 16,51ᵇͨ 12,31ªᵇ
KJBE70% 15% 7,00ª 14,15ᵇ 17,85ͨ 14,16ᵇ
KP 38,88ᵇ 40,23ͨ 36,57ᵈ 35,72ͨ
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan “berbeda tidak nyata”. Huruf yang
berbeda dalam satu kolom menunjukkan “berbeda nyata”. Huruf yang berbeda antar kolom
menunjukkan”sangat berbeda nyata.”Berdasarkan uji Tuckey dengan taraf kepercayaan α 0,05.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Kulit Batang
Kayu Jawa Kering (KJKE70%)
Bakteri Uji
Ekstrak
Pseudomonas
E. coli S. aureus Vibrio sp
sp
KN 7,00ª 7,00 ª 7,00 ª 7,00 ª
KJKE70% 5% 7,00 ª 7,00 ª 10,58ᵇ 7,00 ª
KJKE70% 10% 7,00 ª 7,00 ª 12,15ᵇͨ 10,98ᵇ
KJKE70% 15% 7,00 ª 7,00 ª 13,90ͨ 10,79ªᵇ
KP 38,71ᵇ 40,70ᵇ 36,69ᵈ 37,95ͨ
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan “berbeda tidak nyata”. Huruf yang
berbeda dalam satu kolom menunjukkan “berbeda nyata”. Huruf yang berbeda antar kolom
menunjukkan”sangat berbeda nyata.”Berdasarkan uji Tuckey dengan taraf kepercayaan α 0,05.
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang
Kayu Jawa Kering (KJKEA)
Bakteri Uji
Ekstrak
E. coli S. aureus Pseudomonas Vibrio sp
55
sp
KN 7,00 ª 7,00 ª 7,00 ª 7,00 ª
KJKEA 5% 7,00 ª 11,99ᵇ 7,00 ª 7,00 ª
KJKEA 10% 7,00 ª 10,32ᵇ 7,00 ª 7,00 ª
KJKEA 15% 7,00 ª 11,09ᵇ 7,00 ª 7,00 ª
KP 38,53ᵇ 41,14ͨ 39,02ᵇ 39,40ᵇ
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan “berbeda tidak nyata”. Huruf yang
berbeda dalam satu kolom menunjukkan “berbeda nyata”. Huruf yang berbeda antar kolom
menunjukkan”sangat berbeda nyata.”Berdasarkan uji Tuckey dengan taraf kepercayaan α 0,05.
Tabel 4.5. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang
Kayu Jawa Basah (KJBEA)
Bakteri Uji
Ekstrak
Pseudomonas
E. coli S. aureus Vibrio sp
sp
KN 7,00 ª 7,00 ª 7,00 ª 7,00ª
KJBEA 5% 12,39ᵇ 14,40ᵇ 18,43ᵇ 17,50ᵇ
KJBEA 10% 12,75ᵇ 16,41ᵇ 18,55ᵇ 18,67ᵇ
KJBEA 15% 14,08ͨ 16,49ᵇ 19,88ᵇ 20,14ᵇ
KP 42,50ᵈ 41,89ͨ 37,73ͨ 40,15ͨ
Keterangan: Huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan “berbeda tidak nyata”. Huruf yang
berbeda dalam satu kolom menunjukkan “berbeda nyata”. Huruf yang berbeda antar kolom
menunjukkan”sangat berbeda nyata.”Berdasarkan uji Tuckey dengan taraf kepercayaan α 0,05.
B. Pembahasan
tanaman yang digunakan pada penelitian ini. Kayu jawa yang menjadi sampel
ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam sebagai tanaman pagar. Sebanyak
5 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan dengan kotoran seperti
tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan dalam penelitian dan terbawa
pada saat proses pengumpulan sampel. Kulit batang selanjutnya dicuci dengan air
56
mengalir. Kulit batang yang telah dicuci diparut untuk memperbesar luas
maksimal.
Pada penelitian ini digunakan dua macam sampel kulit batang Kayu Jawa
yaitu sampel basah dan kering. Sampel kulit batang Kayu Jawa yang sudah
diparut dinamakan simplisia basah sedangkan kulit batang Kayu Jawa yang sudah
atau perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang. Selain itu,
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan. Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari kotoran yang masih terbawa pada saat
proses pengeringan. Setelah itu, kulit batang Kayu Jawa dikeringkan didalam
oven suhu 40°C dengan waktu tertentu dan dinyatakan kering setelah menimbang
2. Ekstraksi
sebagai proses penarikan komponen atau zat aktif menggunakan pelarut tertentu.
57
dengan suatu pelarut sesuai dengan tingkat kepolarannya (Tarore et al., 2015).
menggunakan lebih dari satu jenis pelarut berdasarkan tingkat kepolaran. Pelarut
yang digunakan adalah etil asetat yang bersifat semi polar dan etanol 70% yang
bersifat polar.
Menurut (Tiwari, et al. 2011), etanol lebih efisien dalam degradasi dinding
sel sehingga polifenol akan tersaring lebih banyak. Selain itu, flavonoid
ditemukan lebih tinggi pada penggunaan etanol pada proses ekstraksi. Etanol juga
mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman, tidak beracun dan tidak
berbahaya. Konsentrasi etanol yang digunakan adalah 70% hal ini dikarenakan
semakin tinggi konsentrasi etanol maka akan semakin rendah tingkat kepolaran
pelarut yang digunakan (Phaza, 2010). (Aziz, et al. 2014) dalam penelitiannya
dengan konsentrasi 70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif
yang optimal, dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turut ke dalam
ditemukan dan memiliki harga yang lebih ekonomis dibandingkan dengan etanol
salah satu jenis pelarut semipolar. Pelarut yang bersifat semipolar digunakan
Tujuan dari maserasi adalah untuk mengambil zat aktif yang ada di dalam
sampel kulit batang Kayu Jawa. Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang
mudah dan peralatan yang cukup sederhana. Metode ini merupakan metode
perendaman tanpa melibatkan panas sehingga tidak merusak senyawa yang tidak
Ekstraksi yang lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah
pelarut yang lebih kecil, jika dibandingkan dengan jumlah pelarutnya banyak
tetapi ekstraksinya hanya sekali (Khopar, 2008). Sebanyak 1400 gram simplisia
pada suhu ruang dan sesekali dibantu dengan pengadukan. Maserat hasil maserasi
rendemen ekstrak kulit batang Kayu Jawa basah pelarut etil asetat 2,87%, ekstrak
kulit batang Kayu Jawa basah pelarut etanol 70% 5,20%, ekstrak kulit batang
Kayu Jawa kering pelarut etil asetat 1,76 %, ekstrak kulit batang Kayu Jawa
kering pelarut etanol 70% 5,74%. Nilai persen rendemen ekstrak pelarut etanol
70% lebih besar daripada ekstrak pelarut etil asetat. Hal ini menunjukkan bahwa
menggunakan pelarut etanol 70% (polar) memiliki rendemen paling tinggi, diikuti
Rendemen pada pelarut etil asetat lebih kecil dibandingkan dengan pelarut
etanol 70%, hal ini diduga adanya gugus metoksi yang terdapat pada struktur
kimia etil asetat. Adanya gugus metoksi tersebut yang menyebabkan etil asetat
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa yang terdapat pada sampel.
Ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etil asetat lebih lemah dibandingkan
dengan ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut etanol 70% sehingga
mempengaruhi hasil rendemen dari pelarut etil asetat yang lebih sedikit
(Romadanu, 2014).
Selain itu, pada ekstraksi cara kering tingkat kehalusan dan penghancuran
bahan lebih tinggi dibandingkan dengan cara basah yang masih berupa serbuk.
Semakin halus atau hancur bahan maka sel-sel pada bahan akan cepat rusak dan
pecah sehingga pelarut mudah masuk ke dalam sel bahan dan senyawa
70% masih terdapat aquades sekitar 30% sehingga tidak penguapan pelarut tidak
makin besar, sehingga pelarut makin mudah berdifusi ke dalam sel-sel bahan yang
diekstraksi.
keefektifan proses ekstraksi dapat dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan,
ukuran partikel sampel, lamanya waktu ekstraksi, dan metode ekstraksi yang
untuk mengetahui persentase jumlah ekstrak yang dihasilkan dari suatu sampel.
60
3. Skrining Fitokimia
yaitu.
a. Alkaloid
menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan adanya endapan coklat dan
menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak adanya endapan yang terbentuk.
sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion
logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada
alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II)
b. Flavonoid
HCl pekat, yang reaksi perubahannya akan membentuk warna kuning, merah atau
warna kuning, merah, atau jingga melainkan warna hijau. Magnesium dan asam
merupakan gas H2, sedangkan Logam Mg dan HCl pekat pada uji ini berfungsi
untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid sehingga
terbentuk perubahan warna menjadi merah atau jingga (Prashant et al., 2011).
molekul nitrogen. Pigmen ini merupakan antraktan bagi serangga dan merupakan
agen polinasi. Pigmen juga bermanfaat bagi manusia dan salah satu manfaat yang
c. Saponin
dengan terbentuknya busa dan dapat bertahan tidak kurang dari 5 menit
adanya busa terbentuk. Menurut Ihwan et al., (2018) Keberadaan saponin positif
jika ekstrak yang diuji membentuk busa dengan selang waktu 5 menit. Timbulnya
buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya ( Agustina
et al., 2014).
Menurut Agoes (2012), Saponin adalah senyawa aktif yang kuat dan
menimbulkan busa jika digosok dalam air sehingga bersifat seperti sabun dan
membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur dan fungsi membran.
62
d. Tanin
Senyawa tanin adalah senyawa yang bersifat polar karena adanya gugus OH,
ketika ditambahkan FeCl3 10 % akan terjadi perubahan warna menjadi biru tua
mengandung tanin. Pada ekstrak KJKEA tidak dihasilkan warna biru tua atau
setelah ditambahkan FeCl3 1% dikarenakan tanin akan beraksi dengan ion Fe3+
dan tanin memiliki efek yaitu menghambat peroksidasi lipid dan menekan
e. Fenol
positif terhadap uji fenol. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya warna hijau
Fenol bersifat asam. Karena sifat gugus –OH yang mudah melepaskan diri,
logam, mudah teroksidasi dan membentuk polimer yang berwarna gelap (Pratt
pelarut asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat dan kloroform. Hasil positif yaitu
adanya cincin cokelat atau violet untuk triterpenoid dan cincin biru kehijauan
untuk steroid (Wijayanti, 2016). Pengujian ini dihasilkan hasil negatif stiterpenoid
dan steroid dikarenakan tidak terbentuknya cincin coklat atau violet mapun cincin
kehijauan.
termasuk flavonoid dan tanin. Metanol lebih polar dibandingkan dengan etanol.
Senyawa yang diikat oleh etanol lebih bersifat nonpolar dibandingkan senyawa
yang terikat oleh metanol (Purwanti 2009). Menurut Mohamad et al. (2012)
senyawa fenolik yang mempunyai gugus fungsi hidroksil yang banyak atau dalam
kondisi bebas (aglikon) akan menghasilkan kandungan fenolik total yang tinggi
4. Aktivitas Antioksidan
2009). Prinsip dari metode DPPH adalah interaksi antioksidan dengan DPPH baik
secara transfer elektron atau radikal hydrogen pada DPPH akan menetralkan
64
karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH
menjadi berpasangan maka warna larutan dari ungu tua menjadi kuning terang
dan absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm (Green, 2004; Gurav et
al, 2007).
DPPH dan juga memiliki sifat yang dapat melarutkan komponen non polar di dalamnya
(Molyneux, 2004).
sampel dengan metode DPPH dapat dilihat pada Lampiran 2. Data hasil
ragam (Anova) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Tuckey pada tingkat
antioksidan dengan metode DPPH dapat dilihat pada Lampiran 3. Data hasil
kontrol (BHT) sangat berbeda nyata sedangkan ekstrak KJBEA terhadap kontrol
92,84%, ekstrak KJKEA yaitu 63,90%, ekstrak KJKE70% yaitu 57,37%, dan
sekunder suatu tanaman yang digunakan. Hasil uji fitokimia yang dilakukan
golongan fenol. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Molyneux (2004) yang
menyatakan bahwa jika di dalam suatu bahan memiliki konsentrasi senyawa fenol
yang tinggi maka aktivitas antioksidan dalam bahan tersebut juga tinggi.
adanya senyawa fenolik baik sebagai polifenol maupun fenol sederhana. Semakin
besar kandungan senyawa fenolik pada suatu tumbuhan maka semakin besar
tanin yang merupakan polifenol (Mohamad et al., 2012). Menurut Pratt dan
juga dengan tanin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Malangngi
et al., 2012).
antioksidan sehingga sangat baik untuk pencegahan kanker selain itu flavonoid
baik untuk melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C,
hidrogen sehingga dapat menetralisir efek toksik dari radikal bebas (Gutteridge et
al., 1999). Tanin merupakan senyawa makromolekul dari golongan polifenol yang
66
berisifat polar sehinga larut dalam pelarut polar (Fengel dan Wegener, 1995).
Fungsi tanin sangat kompleks mulai dari pegendap protein hingga penghelat
5. Aktivitas Antibakteri
dan KJBEA dengan variasi tiga konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15% dilakukan
zat aktif dapat berdifusi langsung tanpa penghalang kertas cakram (seperti pada
metode Kirby Bauer yang menggunakan kertas cakram). Selain itu, dengan
metode ini lebih mudah mengukur luas zona hambat yang terbentuk karena isolat
beraktivitas tidak hanya di permukaan atas nutrien agar tetapi juga sampai ke
bawah. Diameter zona hambat merupakan petunjuk kepekaan bakteri uji. Semakin
besar zona hambat maka daya antibakteri yang semakin baik (Panagan & Syarif,
2009; Haryanti et al., 2017). Pengujian ini dilakukan dengan tujuan melihat
pertumbuhan bakteri.
aureus) dan bakteri gram negatif (Escherichia coli, Vibrio sp, dan Pseudomonas
67
sp). Penggunaan dua jenis bakteri tersebut bertujuan untuk untuk mengetahui
spektrum dari senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak Kayu Jawa, dimana
pertumbuhan dari salah satu bakteri tersebut (Pelczar dan Chan, 1998).
Tetrasiklin dipilih karena berspektrum luas yaitu efektif untuk bakteri gram positif
dan gram negatif serta mikroorganisme lain. Mekanisme kerja tetrasiklin adalah
organosulfur, yang dapat melarutkan baik senyawa polar dan nonpolar dan larut
dalam berbagai pelarut organik maupun air (Pratiwi, 2008). Natheer (2012)
aktivitas ekstrak.
terhadap ekstrak dan tetrasiklin berbeda. Keempat bakteri tersebut lebih efektif
dihambat oleh tetrasiklin dibandingkan dengan ekstrak Kayu Jawa. Data yang
diperoleh dianalisis mengunakan SPSS IBM 22. Terlebih dahulu data dianalisis
dilakukan analisis menggunakan uji One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan
68
uji lanjut Tuckey pada selang kepercayaan 95%. Hasil pengolahan statistik data
dapat dilihat pada Lampiran 4, dimana huruf yang sama dalam satu kolom
menunjukkan “berbeda tidak nyata”, huruf yang berbeda dalam satu kolom
menunjukkan “berbeda nyata” dan huruf yang berbeda antar kolom menunjukkan
“sangat berbeda nyata” berdasarkan uji Tuckey dengan taraf kepercayaan α 0,05.
5%, 10% dan 15% namun tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli.
diameter tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter kontrol positif.
Hasil yang paling optimum adalah pada konsentrasi ekstrak KJBE70% 15%
dan 15% namun tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S.
aureus. Pada bakteri uji Pseudomonas Sp diameter zona hambat yang terbentuk
lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter kontrol positif, sedangkan pada
bakteri Vibrio Sp hasil optimum yaitu pada konsentrasi ekstrak KJKE70% 10%
pertumbuhan bakteri S. Aureus namun tidak dapat menghambat ketiga bakteri uji
lain yaitu E. coli, Pseudomonas sp, dan Vibrio Sp. Zona hambat terbesar
didapatkan pada konsentrasi berturut-turut 5%, 15%, dan 10% dengan nilai zona
hambat sebesar 11,99 mm, 10,32 mm, dan 11,09 mm, tetapi diameter tersebut
lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter kontrol positif. Berdasarkan hasil
konsentrasi ekstrak KJKEA 5%, 10%, dan 15% dan tidak ada perbedaan nyata
bakteri uji yaitu E. coli, S. Aureus , Pseudomonas sp, dan Vibrio Sp. Semakin
tinggi konsentrasi ekstrak KJBEA, semakin besar diameter zona hambat yang
lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter kontrol positif. Hasil optimun
didapatkan pada konsentrasi ekstrak KJBEA 15% dengan bakteri uji Vibro Sp
pada bakteri uji E. coli dengan diameter zona hambat sebesar 14,08 mm.
yang terbentuk memiliki nilai 0-5 mm maka daya antibakterinya lemah, apabila
kerentanan yang berbeda terhadap sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh
senyawa antibakteri. Selain itu, sifat resistensi terhadap senyawa antibakteri dapat
disebabkan oleh sifat yang dimiliki mikroorganisme itu sendiri. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa zona hambat yang terbentuk antara pelarut yang satu
bahwa senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak kulit batang Kayu Jawa
pada pelarut yang berbeda. Talaro et al., (2009) menambahkan bahwa aktivitas
besar pada bakteri Pseudomonas sp dan Vibrio sp yang termasuk golongan bakteri
gram negatif tetapi pada bakteri E.coli dengan golongan bakteri yang sama, zona
hambat yang terbentuk lebih kecil dibandingkan dengan bakteri S aureus yang
termasuk golongan bakteri gram positif. Sementara itu ekstrak KJKEA hanya
mampu menghambat bakteri S aureus dan tidak dapat menghambat ketiga bakteri
Perbedaan zona hambat yang terjadi pada bakteri S aureus dan E coli
disebabkan karena adanya perbedaan struktur dinding sel antara kedua bakteri
kulit batang Kayu Jawa baru dapat menimbulkan efek jika ekstrak tersebut dapat
masuk ke dalam sel bakteri yang diuji. Alni et al, (2011) berpendapat bahwa
bakteri gram positif memiliki struktur gram dinding sel dengan lebih banyak
71
teikoat). Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi
sebagai transport ion positif untuk keluar atau masuk. Karena sifat larut air inilah
yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri gram positif bersifat lebih polar.
Senyawa flavonoid dan tanin merupakan bagian yang bersifat polar sehingga lebih
mudah menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat polar dari pada lapisan lipid
yang non polar. Hal tersebut menyebabkan aktivitas penghambatan pada bakteri
dibandingkan bakteri S.aureus. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Jawetz et al
(2007) E. coli adalah bakteri gram negatif yang resisten terhadap beberapa
antibakteri hal ini disebabkan karena tiga lapisan dinding sel pada bakteri ini,
sehingga beberapa senyawa tidak mampu merusak jaringan dari dinding sel
bakteri E.coli. Dinding sel bakteri gram negatif mengandung tiga polimer yaitu
peptidoglikan dan membran luar berupa bilayer (mempunyai ketahanan lebih baik
terhadap senyawa – senyawa yang keluar atau masuk sel dan menyebabkan efek
dinding sel yang paling mudah terjadi denaturasi adalah dinding sel yang tersusun
oleh polisakarida di bandingkan dengan dinding sel yang tersusun oleh fosfolipid.
Gram positif dinding selnya mengandung peptidoglikan dan juga asam teikoat dan
asam teikuronat. Oleh sebab itu dinding sel bakteri gram positif sebagian adalah
peptidoglikan yang sedikit sekali dan berada diantara selaput luar dan selaput
dalam dinding sel. Dinding sel bakteri gram negatif sebelah luar merupakan
komponen yang terdiri dari fosfolipid dan beberapa protein yang sering disebut
sebagai auto layer. Dapat disimpulkan bakteri gram positif mengalami proses
terbesar pada konsentrasi terendah yaitu 5%. Perbedaan besar zona hambat
tersebut dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi pada ekstrak. Hal ini sesuai
dengan yang dikatakan oleh Auliyah (2016), bahwa semakin tinggi kadar
konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi pula jumlah senyawa atau kandungan
hambat yang sangat kuat, karena kerja zat aktif antibakteri pada bahan uji.
Sementara itu peningkatan konsentrasi dari 5%, 10%, dan 15% tidak
pada konsentrasi 10% dan 15% zona hambat yang terbentuk lebih kecil
dibandingkan dengan konsentrasi 5%. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
kepekatan stok konsentrasi 10% dan 15% yang lebih pekat sehingga mengurangi
daya difusi pada media. Dengan demikian meskipun konsentrasi bertambah, tetapi
banyaknya zat bioaktif yang dapat berdifusi ke dalam medium lebih sedikit,
al., 2012). Menurut Dewi (2010), diameter zona hambat tidak selalu naik
perbedaan kecepatan difusi senyawa antibakteri pada media agar serta jenis dan
73
tidak mempu terbentuk zona hambat. Hal ini dapat dijelaskan bahwa konsentrasi
bakteri masih dapat tumbuh (Darmayasa, 2008). Hal ini terbukti ketika
konsentrasi ditambah, daya hambat mulai tampak yaitu pada konsentrasi 10% dan
15%.
semua bakteri uji. Alamsyah, et al. (2014), melaporkan hasil penelitiannya pada
menggunakan tiga pelarut (etil asetat, metanol dan n-heksan) diperoleh hasil
bahwa ekstrak etil asetat memiliki daya hambat paling efektif terhadap bakteri
heksan. Hal ini diduga karena etil asetat memiliki sifat hidrofilik dan lipofilik
sehingga polaritas menjadi optimum dan zat antimikroba yang diperoleh menjadi
fitokimia ekstrak kulit batang Kayu Jawa yang ditampilkan pada table 4.1 bahwa
74
setiap ekstrak memiliki kadar metabolit sekunder yang berbeda-beda sesui dengan
oleh Naim (2005) yang menyatakan bahwa yang menyatakan bahwa alkaloid
dan dan digunakan sebagai bahan antimikrobial karena mampu membunuh bakteri
dengan cara merusak DNA bakteri tersebut. Mekanisme lain dari alkaloid adalah
senyawa asam amino yang menyusun dinding sel dan DNA bakteri. Reaksi ini
mendorong terjadinya lisis sel yang akan menyebabkan kematian sel pada
flavonoid dan flavonol merupakan senyawa fenolik yang diketahui disintesis oleh
Senyawa tanin dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga
terganggu zat antimikroba akan dengan mudah masuk kedalam sel dan akan
(Karlina et al., 2013). Berdasarkan beberapa penelitian diatas dapat diduga bahwa
aktivitas antibakteri kulit batang Kayu Jawa berasal dari metabolit sekunder yang