Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan. Amfetamin
menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di
dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan heart rate dan tekanan
darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek yang lain. Penggunaan
amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri berhubungan dengan ketergantungan
dan penyalahgunaannya.1,5
Amfetamin adalah kelompok narkoba yang dibuat secara sintetis dan akhir-
akhir ini menjadi populer di Asia Tenggara. Amfetamin biasanya berbentuk bubuk
putih, kuning atau coklat dan kristal kecil berwarna putih. Cara memakai
amfetamin yang paling umum adalah dengan menghirup asapnya.1,5
Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat yang
mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat penghentian
penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan halusinasinyang
disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi amfetamin, kelainan
mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan cemas karena penggunaan
amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.1,2,5
Amfetamin sulfat adalah sejenis tablet amfetamin yang pada sekitar tahun
1960 dan 1970 disalahgunakan oleh siswa atau mahasiswa (tahan tidak tidur
untuk belajar) dan untuk diet agar badan tetap langsing (diet pil). Tetapi juga pada
masa itu beredar amfetamin sulfat dalam bentuk suntikan yang disebut dengan
istilah “amfet”. Dewasa ini oleh sindikat prikotropik ilegal, derivat amfetamin
dipasarkan di indonesia dalam bentuk: ecstasy (MDMA, 3,4 methilenedioxy-
methamphetamine) dan shabu (methamphetamine). Ecstasy dalam bentuk pil,
tablet atau kapsul dan shabu dalam bentuk bubuk kristal putih (mirip bumbu
masak). Kedua zat digunakan sebagai alasan klasik: “for fun”, “recreational
use”, “meningkatkan libido dan memperkuat sex performance”.14

1
BAB II
GANGGUAN PENYALAHGUNAAN AMFETAMIN

I. DEFINISI AMFETAMIN

Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan. Amfetamin


menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di
dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan heart rate dan tekanan
darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek yang lain. Penggunaan
amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri berhubungan dengan ketergantungan
dan penyalahgunaannya.1,5

II. EPIDEMIOLOGI

Pada banyak Negara, penggunaan obat terlarang lebih sering terjadai pada
orang yang berusia muda, laki-laki lebih sering dari pada perempuan, dan pada
orang dengan social ekonomi yang rendah, pada daerah dengan rata-rata masalah
social yang lebih tinggi. Dilaporkan pada masa anak usia SMA (senior high
school) penggunaan stimulan lebih tinggi dari pada penggunaan kokain.4,5
National Household Survey and Drug Abuse (NHSDA) melporkan pada
tahun 1997 terdapat 4,5% dari orang yang berusia 12 tahun atau lebih
menggunakan stimulan bukan atas indikasi medis, hal ini menunjukkan
peningkatan yang drastic dari pada tahun sebelumnya. Persentasi yang paling
tinggi setelah penggunaan dalam 1 tahun (1,5%) antara umur 18-25 tahun,
kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk
mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan dengan
data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan amfetamin atau
program tes panghentian obat. 4,5
Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat
diterima untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu
studi Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkan kombinasi kategori
antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat yang mirip

2
amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup berturut-turut
0,1; 0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur hidup untuk umur 15-
54 tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki kebiasaan penggunaan stimulant
tanpa indikasi medis. Diantara yang dilaporkan tanpa indikasi medis 11%
ditemukan criteria ketergantungan.4,5
III. ETIOLOGI

Ketergantungan obat, termasuk amfetamin dan zat yang mirip amfetamin


dipandang sebagai suatu hasil dari sebuah proses interaksi dari banyak faktor
(social, psikologi, kultural, dan biologi) yang mempengaruhi kebiasaan
penggunaan obat. Proses ini pada beberapa kasus, kehilangan fleksibilitas yang
berkaitan dengan penggunaan obat merupakan tanda ketergantungan obat. Tetapi,
tidak semua orang sama tergantung bagaimana biasanya efek dari obat yang
diberikan apakah sama atau dari kesamaan faktor yang dipengaruhi. Faktor
farmakologi diyakini sangat penting dalam kelanjutan penggunaan dan menuju ke
arah ketergantungan dari obat tersebut. Amfetamin memiliki potensi untuk
meningkatkan mood dan efek euforigenik pada manusia dan efek menguatkan
pada hewan percobaan. Faktor sosial, kultural, dan ekonomi merupakan faktor
penentu yang sangat berpengaruh terhadap alasan pemakaian, pemakaian yang
berkelanjutan, dan relaps. Pemakaian yang berlebihan lebih jauh berkaitan dengan
ketersediaan amfetamin atau obat yang mirip amfetamin.2,3,5
Metabolisme amfetamin dan metamfetamin terutama oleh hati, tapi banyak
yang dihirup diekskresikan tanpa diubah dahulu melalui urin. Waktu paruh
amfetamin dan metamfetamin akan sangat dipersingkat jika urin dalam keadaan
asam. Waktu paruh amfetamin pada dosis terapi berkisar antara 7-19 jam dan
untuk metamfetamin sedikit lebih panjang. Setelah dosis toksik, perbaikan dari
gejala mungkin akan lebih lama (sampai beberapa hari) dengan amfetamin
dibandingkan kokain, tergantung pada pH urine. Toleransi dan sensitisasi dari
kebanyakan pengguna amfetamin untuk terapi memerlukan dosis yang semakin
tinggi untuk memperoleh efek euforik yamg sama, pada mereka terjadi
peningkatan toleransi. Sebagian toleransi meningkatkan efek kardiovaskular
amfetamin.3,5

3
Penggunaan amfetamin yang kronik yang memiliki status paranoid dan
psikosis toksik biasanya meningkat yang diyakini sebagai fenomena akibat
peningkatan sentisisasi. Bagi yang memiliki riwayat psikosis mugkin akan sangat
cepat untuk mendapatkan serangan berikutnya. Mekanisme perubahan kronik SSP
terhadap pengaruh amfetamin terlihat dalam beberapa perubahan adaptif dari otak.
Sebagai contoh, stimulasi reseptor dopamine mengaktifkan cAMP pada neuron di
dalam nucleus dan striatum. Aktivasi ini menginisiasi suatu rantai intraseluler
menghasilkan perubahan ekspresi dari gen, sebagian dimediasi oleh fosforilasi
dari faktor transkripsi cAMP Response Element Binding Protein (CREB). Salah
satu kerja dari CREB adalah meningkatkan tarnskripsi dari dynorphin dalam
RNA. Fungsi ini sangat penting karena dynorphin adalah suatu agonis selektif k-
opioid, agonis k-resetor menghambat pelepasan dopamine. Akson kolateral dari
neuron pada nucleus melepaskan dynorphin pada k-reseptor yang berada pada
dopaminergik terminal, dengan begitu menghambat aktivitas dopaminergik.
Tetapi apabila penggunaan amfetamin dihentikan dan pelepasan dopamine
belebihan terhenti, kompensasinya level yang tinggi dari dynorphin menetap dan
kemudian akan menghilangkan efek dopaminergik, ini menyebabkan terjadinya
anhedonia dan disforia akibat withdrawal amfetamin. Apalagi neuron dari nukleus
memperlihatkan penurunan konsentrasi dari protein Gi (dengan menghambat
adenil siklase) dan peningkatan dari cAMP-dependent protein kinase. Kedua
perubahan ini dapat bertahan beberapa minggu dan akan terjadi peningkatan
regulasi jalur cAMP. Perubahan yang menetap dari jalur cAMP tampak untuk
menyajikan suatu mekanisme untuk efek pertahanan dari stimulant. Pemberian
berulang amfetamin menyebabkan induksi dan akumulasi protein mirip Fos,
antigen kronik yang terkat pada Fos (FRAs)(dimediasi oleh fosforilasi dari
CREB). Kronik FRAs ini dapa bertahan lama dan berbeda dari protein yang mirip
dengan Fos yang tampak setelah pemakaian obat sekali. Selain itu perubahan
persisten dari transkripsi gen merubah morfologi neuron. Transmisi glutamate,
yang berfungsi penting untuksiklus modulasi dan efek sensitisasi sikap terhadap
kokain, tidak tampak untuk menolak amfetamin pada keadaan ini. Perbedaan ini
mungkin penting, pembeda perubahan adaptif diinduksi oleh dua kelas stimulant.

4
Obat yang mirip amfetamin melepaskan norepinefrin dan serotonin. Beberapa
diantara efeknyanya yang sama dengan toksisitas amfetamin, khususnya toksisitas
kardiovaskular.3,5

IV. MEKANISME KERJA

Amfetamin bekerja merangsang susunan saraf pusat melepaskan


katekolamin (epineprin, norepineprin, dan dopamin) dalam sinaps pusat dan
menghambat dengan meningkatkan rilis neurotransmiter entecholamin, termasuk
dopamin. Sehingga neurotransmiter tetap berada dalam sinaps dengan konsentrasi
lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dari biasanya. Semua sistem
saraf akan berpengaruh terhadap perangsangan yang diberikan.8,11
Efek klinis amfetamin akan muncul dalam waktu 2-4 jam setelah
penggunaan. Senyawa ini memiliki waktu paruh 4-24 jam dan dieksresikan
melalui urin sebanyak 30% dalam bentuk metabolit. Metabolit amfetamin terdiri
dari p-hidroksiamfetamin, p-hidroksinorepedrin, dan penilaseton.8,11
Karena waktu paruhnya yang pendek menyebabkan efek dari obat ini relatif
cepat dan dapat segera terekskresikan, hal ini menjadi salah satu kesulitan
tersendiri untuk pengujian terhadap pengguna, bila pengujian dilakukan lebih dari
24 jam jumlah metabolit sekunder yang terdapat pada urin menjadi sangat sedikit
dan tidak dapat lagi dideteksi dengan KIT.8,11

V. GAMBARAN KLINIK

Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis amfetamin,


jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Dosis kecil semua jenis
amfetamin akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat denyut nadi,
melebarkan bronkus, meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euforia,
menghilangkan kantuk, mudah terpacu, menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar,
meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan merasa kuat.3,7,11
Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan,
menimbulkan tromor ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik, insomnia,

5
agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan
mengurangi tidur.3,7,11
Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat
menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-menerus
tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan kekerasan, waham
curiga, dan anoneksia yang berat.3,7,11

Efek Samping
Fisik. Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek samping, yang
paling serius mencakup efek serebrovaskular, kardiak, dan gastrointestinal. Di
antara kondisi spesifik yang mengancam nyawa adalah infark miokardium,
hipertensi berat, penyakit serebrovaskular, dan kolitis iskemia. Gejala neurologis
yang berkepanjangan, dari kedutan, tetani, kejang, sampai koma dan kematian,
dikaitkan dengan amfetamin dosis tinggi yang terus meningkat. Penggunaan
amfetamin intravena dapat menularkan human immunodeficiency virus dan
hepatitis serta menyebabkan perkembangan abses paru, endokarditis, dan angiitis
nekrotikans lebih lanjut. Sejumlah studi menunjukkan bahwa penyalahguna
amfetamin hanya mengetahui sedikit-atau tidak peduli-tentang praktik seks yang
aman serta penggunaan kondom. Efek simpang yang tidak mengancam nyawa
mencakup semburat merah, pucat, sianosis, demam, sakit kepala, takikardia,
palpitasi, mual, muntah, bruksisme (gigi gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan
ataksia. Wanita hamil yang menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah, lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi
pertumbuhan.9,11
Psikologis. Efek samping psikologis yang disebabkan oleh penggunaan
amfetamin mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap
bermusuhan, dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi
gejala gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan
panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi.9,11
VI. DIAGNOSIS

DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau lir-


amfetamin) (Tabel 9.3-l) namun hanya merinci kriteria diagnosis intoksikasi
amfetamin (Tabel 9.3-2), keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3), dan gangguan

6
terkait amfetamin yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4) pada bagian gangguan
terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis gangguan terkait
amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian DSM-IV-TR yang
berhubungan dengan gejala fenomenologis primer (contohnya psikosis).9,13

Ketergantungan Amfetamin dan Penyalahgunaan Amfetamin


Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat
diterapkan pada amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat
mengakibatkan penurunan yang cepat dari kemampuan seseorang untuk
menghadapi kewajiban dan stres yang berkaitan dengan keluarga dan pekerjaan.
Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan dosis tinggi
amfetamin yang semakin meningkat untuk memperoleh rasa tinggi (high) yang
biasa, dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (contohnya penurunan berat
badan dan ide paranoid) hampir selalu timbul dengan diteruskannya
penyalahgunaan.9,12,13

lntoksikasi Amfetamin
Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan
amfetamin (menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena
penelitian tentang penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih teliti
dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur klinis tentang amfetamin
sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain. Pada DSM-IV-
TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain terpisah
namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi sebagai gejala
intoksikasi amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak, dipikirkan diagnosis
gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan saat intoksikasi. Gejala
intoksikasi amfetamin sebagian besar pulih setelah 24 jam dan umumnya akan
hilang sepenuhnya setelah 48 jam.9,12,13

Keadaan Putus Amfetamin


Setelah intoksikasi amfetamin, terjadi uash dengan gejala ansietas, gemetar,
mood disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur dengan rapid eye
moventent yang berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram otot, kram perut,
dan rasa lapar yang tak terpuaskan. Gejala putus zat biasanya memuncak dalam 2

7
sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu. Gejala putus zat yang paling serius
adalah depresii yang terutama dapat menjadi berat setelah penggunaan amfetamin
dosis tinggi terus-menerus dan dapat dikaitkan dengan ide atau perilaku bunuh
diri. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3)
merinci bahwa mood disforik dan perubahan fisiologis diperlukan untuk diagnosis
tersebut.9,12,13

Delirium pada lntoksikasi Amfetamin


Delirium yang disebabkan oleh penggunaan amfetamin biasanya muncul
akibat amfetamin penggunaan dosis tinggi atau terus-menerus sehingga deprivasi
tidur memengaruhi tampilan klinis. Kombinasi amfetamin dengan zat lain serta
penggunaan amfetamin oleh orang dengan kerusakan otak yang,telah ada
sebelumnya juga dapat menyebabkan timbulnya de lirium. Tidak jarang
mahasiswa universitas yang menggunakan amfetamin untuk belajar kilat
menghadapi uiian menunjukkan delirium jenis ini.9,12,13

Gangguan Psikotik Terinduksi Amfetamin


Kemiripan klinis psikosis terinduksi amfetamin dengan skizofrenia paranoid
telah memicu penelitian intensif tentang neurokimiawi psikosis terinduksi
amfetamin untuk menguraikan patofisiologi skizofrenia paranoid. Tanda
gangguan psikotik terinduksi amfetamin adalah adanya paranoia. Gangguan
psikotik terinduksi amfetamin dapat dibedakan dengan skizofrenia paranoid
dengan sejumlah karakteristik pembeda yang ditemukan pada gangguan psikotik
terinduksi amfetamin, yaitu adanya predominasi halusinasi visual, afek yang
secara umum serasi, hiperaktivitas, hiperseksualitas, kebingungan dan
inkoherensi, serta sedikit bukti gangguan proses pikir (seperti asosiasi longgar).
Pada beberapa studi, peneliti juga mencatat bahwa meski gejala positilgangguan
psikotik terinduksi amfetamin dan skizofrenia mirip, gangguan psikotik terinduksi
amfetamin biasanya tidak memiliki af'ek mendatar dan alogia seperti pada
skizofrenia. Namun, secara klinis, gangguan psikotik terinduksi amf'etamin yang
akut mungkin tidak dapat dibedakan dengan skizofrenia, dan hanya resolusi
gejala.9,12,13

8
dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji tapis zat dalam urin yang
akhirnya akan menunjukkan diagnosis yang tepat. Terapi pilihan untuk gangguan
psikotik terinduksi amfetamin adalah penggunaan .jangka pendek obat
antipsikotik seperti haloperidol (Haldol).9,12,13

Gangguan Mood Terinduksi Amfetamin


Awitan gangguan mood terinduksi amfetarnin dapat terjadi saat intoksikasi
atau putus zat. Umumnya, intoksikasi menimbulkan gambaran manik atau mood
campuran, sementara keadaan putus zat menimbulkan gambaran mood
depresif.9,12,13

Gangguan Ansietas Terinduksi Amfetamin


Amfetamin, seperti kokain, dapat menginduksi gejala yang serupa dengan
yang terlihat pada gangguan obsesif-kompulsif dan gangguan panik. Awitan
gangguan ansietas terinduksi amfetamin juga dapat terjadi saat inloksikasi atau
putus zat.9,12,13

Disfungsi Seksual Terinduksi Amfetamin


Amfetamin sering digunakan untuk meningkatkan pengalaman seksual;
namun, dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan gangguan
ereksi dan disfungsi seksual lain. Disfungsi ini diklasifikasikan dalam DSM-IV-
TR sebagai disfungsi seksual terinduksi amfetamin.9, 12,13
Gangguan Tidur Terinduksi Amfetamin
Intoksikasi amfetamin dapat menimbulkan insomnia dan deprivasi tidur,
sementara orang yang sedang mengalami keadaan putus amfetamin dapat
mengalami hipersomnolen dan mimpi buruk.9, 12,13

Gangguan yang Tak-Tergolongkan


Jika suatu gangguan terkait amfetamin, tidak memenuhi kriteria satu atau
lebih kategori yang didiskusikan di atas, gangguan tersebut dapat didiagnosis
sebagai gangguan terkait amfetamin yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4).9, 12,13

9
10
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :6
 Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada
intoksikasi amfetamin yang berat memberikan gambaran hiperkalemi.
 Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran
hipoglikemi
 Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan
trombosis arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan amfetamin.
 Urinalisis untuk skrining amfetamin atau zat adiktif lain yang digunakan
bersama-sama,
 Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya
dilkukan tes kehamilan
 Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai
tambahan, pasien yang menggunakan amfetamin beresiko untuk terinfeksi
hepatitis, yang pada akirnya bias menyebabkan perubahan mental.
 Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leucopenia
 Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic
kokain) bisa ditemukan pada urin 60 jam setelah menggunakan amfetamin. Pada
pengguna amfetamin yang berat bisa ditemukan sampai 22 hari.
 Enzim jantung : pada pengguna amfetamin terdapat angka prevalensi yang
tinggi untuk terjadinya myocardial infection, pasien yang dating dengan nyeri
dada dan riwayat penggunaan amfetamin bisa dipikirkan untuk melakukan
pemeriksaan enzim jantung.

2. Gambaran Radiologi :
 Chest x-Ray
 CT-Scan.

3. Tes lain : Analisa gas darah, ECG

11
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan intoksikasi amfetamin:7
 Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau
selimut hipotermik.
 Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau
klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat
diulang setiap 15-20 menit.
 Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi.
 Bila terjadi takikardi, berikan beta-blocker, seperti propranolol yang
sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah.
 Untuk mempercepat ekskresi amfetamin, lakukan asidifikasi air seni
dengan memberi amonium klorida 500 mg per oral setiap 3-4 jam.
 Bila timbul gejala psikosis atau agitasi, beri haloperidol 3 kali 2-5 mg.
Penatalaksanaan putus amfetamin:7
 Rawat di tempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan
sepuasnya.
 Waspada terhadap kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh diri.
 Dapat diberikan anti depresi.

Terapi pada PsikosisAkibat Penggunaan Amfetamin

Psikosis akibat penggunaan amfetamin sangat mirip dengan skizofrenia paranoid.


Pada psikosis akibat penggunaan amfetamin dapat diberikan klorpromazin tiga
kali 50-150 mg per oral atau 25-50 mg intra muskular yang dapat diulang setiap
empat jam. Dapat juga dipakai haloperidol tiga kali 1-5 mg.7

IX. KOMPLIKASI

12
Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau
dengan dosis yang tinggi dapat mengakibatkan timbul banyak masalah
diantaranya:10
 Psychosis (pikiran menjadi tidak nyata, jauh dari realitas)
 Kelainan psikologis dan tingkah laku
 Pusing-pusing
 Perubahan mood atau mental
 Kesulitan bernapas
 Kekurangan nutrisi
 Gangguan jiwa
Dalam keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya
merasakan euforia, keresahan, agitasi, dan cemas berlebihan. Kira-kira 5 – 12%
pengguna mengalami halusinasi, keinginan untuk bunuh diri, dan kebingungan.
Sebanyak 3% pengguna amfetamin mengalami kejang-kejang.10

BAB III
KESIMPULAN

Amfetamin adalah zat adiktif yang tergolong stimulansia terhadap susunan


saraf pusat di samping kokain, kafein dan efedrin. Pengaruh amfetamin pada fisik
dan perilaku akibat intoksikasi amfetamin memerlukan tindakan segera.

13
Intoksikasi amfetamin adalah sindrom mental organik yang terjadi beberapa
menit sampai jam setelah menggunakan amfetamin. Pengobatan psikofarmaka
pasien pengguna amfetamin tergantung dari gejala-gejala yang timbul, intoksikasi
ataupun putus amfetamin, juga dibutuhkan pengobatan lain seperti terapi
kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang
mendukung upaya penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis psikiatri. Ilmu pengetahuan perilaku psikitri


klinis edisi 10. Alih bahasa: Widjaja kusuma. Jawa barat: Binarupa aksara
2. Departemen Kesehatan R I. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta.

14
3. Kusminarno, Ketut. 2002. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Cermin dunia kedokteran no. 135
hal 17-20. Jakarta.
4. Badan Narkotika Provinsi Kalimantan timur. 2008. Pengenalan Jenis-Jenis
Narkoba. Available at : http://bnpkaltim.blogspot.com/. Diakses tanggal 19 Juli
2012.
5. Adam’s. 2009. Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan Amfetamin
(atau mirip Amfetamin). Available at :
http://adamelsoin.blogspot.com/2009/04/gangguan-mental-danperilakuakibat.html
Diakses tanggal 19 Juli 2012.
6. Arikel Kedokteran. 2010. Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan
Kokein. Available at : http://www.artikelkedokteran.com/273/gangguan-mental-dan-
perilaku-akibat-penggunaan-kokain.html. Diakses tanggal 19 Juli 2012.
7. Meme Sadudulur. 2011. GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT
PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF. Available at :
http://amaliayudha.blogspot.com/2011/12/jiwa.html. Diakses tanggal 19 Juli 2012.
8. Hamdani. 2012. Amfetamin. Available at :
http://catatankimia.com/catatan/amfetamin.html. Diakses tanggal 19 Juli 2012.
9. Wahyuni, Amilia. 2011. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan
Stimulansia (Amfetamin). Samarinda. Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
10. Madihah, Diha. 2011. Bahaya Amfetamin. Available at :
http://apotekerbercerita.wordpress.com/2011/06/27/bahaya-amfetamin. Diakses
tanggal 19 Juli 2012.
11. Elvira, Sylvia D. dan Hadisukanto, Gitayanti. 2007. Buku Ajar PSIKIATRI. Edisi
ke III. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
12. Thomb, David A. 2006. Buku Saku PSIKIATRI. Edisi ke 6. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
13. Amphetamine Use Disorders in : Diagnostic and Statitical Manual of Mental
Disorders. Edisi ke IV. Washington DC : Penerbit American Psychiatric
Association
14. Elvira S, Hadisukanto G. 2010. Buku Ajar Psikiatri FKUI Edisi 1. Jakarta:FKUI.

15

Anda mungkin juga menyukai