Referat Amfetamin
Referat Amfetamin
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Amfetamin adalah suatu stimulan dan menekan nafsu makan. Amfetamin
menstimulasi sistem saraf pusat melalui peningkatan zat-zat kimia tertentu di
dalam tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan heart rate dan tekanan
darah, menekan nafsu makan serta berbagai efek yang lain. Penggunaan
amfetamin dengan suatu kelainan psikiatri berhubungan dengan ketergantungan
dan penyalahgunaannya.1,5
Amfetamin adalah kelompok narkoba yang dibuat secara sintetis dan akhir-
akhir ini menjadi populer di Asia Tenggara. Amfetamin biasanya berbentuk bubuk
putih, kuning atau coklat dan kristal kecil berwarna putih. Cara memakai
amfetamin yang paling umum adalah dengan menghirup asapnya.1,5
Termasuk dalam kelainan yang disebabkan oleh amfetamin atau zat yang
mirip amfetamin antara lain intoksikasi amfetamin, gangguan akibat penghentian
penggunaan amfetamin, kelainan psikosis dengan delusi dan halusinasinyang
disebabkan oleh amfetamin, delirium karena intoksikasi amfetamin, kelainan
mood yang disebabkan oleh amfetamin, gangguan cemas karena penggunaan
amfetamin, gangguan tidur, dan disfungsi seksual.1,2,5
Amfetamin sulfat adalah sejenis tablet amfetamin yang pada sekitar tahun
1960 dan 1970 disalahgunakan oleh siswa atau mahasiswa (tahan tidak tidur
untuk belajar) dan untuk diet agar badan tetap langsing (diet pil). Tetapi juga pada
masa itu beredar amfetamin sulfat dalam bentuk suntikan yang disebut dengan
istilah “amfet”. Dewasa ini oleh sindikat prikotropik ilegal, derivat amfetamin
dipasarkan di indonesia dalam bentuk: ecstasy (MDMA, 3,4 methilenedioxy-
methamphetamine) dan shabu (methamphetamine). Ecstasy dalam bentuk pil,
tablet atau kapsul dan shabu dalam bentuk bubuk kristal putih (mirip bumbu
masak). Kedua zat digunakan sebagai alasan klasik: “for fun”, “recreational
use”, “meningkatkan libido dan memperkuat sex performance”.14
1
BAB II
GANGGUAN PENYALAHGUNAAN AMFETAMIN
I. DEFINISI AMFETAMIN
II. EPIDEMIOLOGI
Pada banyak Negara, penggunaan obat terlarang lebih sering terjadai pada
orang yang berusia muda, laki-laki lebih sering dari pada perempuan, dan pada
orang dengan social ekonomi yang rendah, pada daerah dengan rata-rata masalah
social yang lebih tinggi. Dilaporkan pada masa anak usia SMA (senior high
school) penggunaan stimulan lebih tinggi dari pada penggunaan kokain.4,5
National Household Survey and Drug Abuse (NHSDA) melporkan pada
tahun 1997 terdapat 4,5% dari orang yang berusia 12 tahun atau lebih
menggunakan stimulan bukan atas indikasi medis, hal ini menunjukkan
peningkatan yang drastic dari pada tahun sebelumnya. Persentasi yang paling
tinggi setelah penggunaan dalam 1 tahun (1,5%) antara umur 18-25 tahun,
kemudian diikuti oleh umur 12-17 tahun. Sample ini tidak cukup luas untuk
mendeteksi peningkatan dalam penggunaan amfetamin ini disesuaikan dengan
data dari ruang emergensi untuk keracunan yang berkaitan dengan amfetamin atau
program tes panghentian obat. 4,5
Survei dua populasi digunakan sebagai kriteria dianostik yang dapat
diterima untuk mengukur besernya penyalahgunaan dan ketergantungan yaitu
studi Epidemiologic Catchment Area (ECA). ECA melaporkan kombinasi kategori
antara ketergantungan dan penyalahgunaan amfetamin dan obat yang mirip
2
amfetamin, yaitu: prevalensi 1 bulan, 6 bulan, dan seumur hidup berturut-turut
0,1; 0,2; dan 1,7 persen. Rata-rata ketergantungan seumur hidup untuk umur 15-
54 tahun yaitu 1,7%; 15% responden memiliki kebiasaan penggunaan stimulant
tanpa indikasi medis. Diantara yang dilaporkan tanpa indikasi medis 11%
ditemukan criteria ketergantungan.4,5
III. ETIOLOGI
3
Penggunaan amfetamin yang kronik yang memiliki status paranoid dan
psikosis toksik biasanya meningkat yang diyakini sebagai fenomena akibat
peningkatan sentisisasi. Bagi yang memiliki riwayat psikosis mugkin akan sangat
cepat untuk mendapatkan serangan berikutnya. Mekanisme perubahan kronik SSP
terhadap pengaruh amfetamin terlihat dalam beberapa perubahan adaptif dari otak.
Sebagai contoh, stimulasi reseptor dopamine mengaktifkan cAMP pada neuron di
dalam nucleus dan striatum. Aktivasi ini menginisiasi suatu rantai intraseluler
menghasilkan perubahan ekspresi dari gen, sebagian dimediasi oleh fosforilasi
dari faktor transkripsi cAMP Response Element Binding Protein (CREB). Salah
satu kerja dari CREB adalah meningkatkan tarnskripsi dari dynorphin dalam
RNA. Fungsi ini sangat penting karena dynorphin adalah suatu agonis selektif k-
opioid, agonis k-resetor menghambat pelepasan dopamine. Akson kolateral dari
neuron pada nucleus melepaskan dynorphin pada k-reseptor yang berada pada
dopaminergik terminal, dengan begitu menghambat aktivitas dopaminergik.
Tetapi apabila penggunaan amfetamin dihentikan dan pelepasan dopamine
belebihan terhenti, kompensasinya level yang tinggi dari dynorphin menetap dan
kemudian akan menghilangkan efek dopaminergik, ini menyebabkan terjadinya
anhedonia dan disforia akibat withdrawal amfetamin. Apalagi neuron dari nukleus
memperlihatkan penurunan konsentrasi dari protein Gi (dengan menghambat
adenil siklase) dan peningkatan dari cAMP-dependent protein kinase. Kedua
perubahan ini dapat bertahan beberapa minggu dan akan terjadi peningkatan
regulasi jalur cAMP. Perubahan yang menetap dari jalur cAMP tampak untuk
menyajikan suatu mekanisme untuk efek pertahanan dari stimulant. Pemberian
berulang amfetamin menyebabkan induksi dan akumulasi protein mirip Fos,
antigen kronik yang terkat pada Fos (FRAs)(dimediasi oleh fosforilasi dari
CREB). Kronik FRAs ini dapa bertahan lama dan berbeda dari protein yang mirip
dengan Fos yang tampak setelah pemakaian obat sekali. Selain itu perubahan
persisten dari transkripsi gen merubah morfologi neuron. Transmisi glutamate,
yang berfungsi penting untuksiklus modulasi dan efek sensitisasi sikap terhadap
kokain, tidak tampak untuk menolak amfetamin pada keadaan ini. Perbedaan ini
mungkin penting, pembeda perubahan adaptif diinduksi oleh dua kelas stimulant.
4
Obat yang mirip amfetamin melepaskan norepinefrin dan serotonin. Beberapa
diantara efeknyanya yang sama dengan toksisitas amfetamin, khususnya toksisitas
kardiovaskular.3,5
V. GAMBARAN KLINIK
5
agitasi, mencegah lelah, menekan nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan
mengurangi tidur.3,7,11
Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat
menimbulkan perilaku stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-menerus
tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba agresif, melakukan tindakan kekerasan, waham
curiga, dan anoneksia yang berat.3,7,11
Efek Samping
Fisik. Penyalahgunaan amfetamin dapat menyebabkan efek samping, yang
paling serius mencakup efek serebrovaskular, kardiak, dan gastrointestinal. Di
antara kondisi spesifik yang mengancam nyawa adalah infark miokardium,
hipertensi berat, penyakit serebrovaskular, dan kolitis iskemia. Gejala neurologis
yang berkepanjangan, dari kedutan, tetani, kejang, sampai koma dan kematian,
dikaitkan dengan amfetamin dosis tinggi yang terus meningkat. Penggunaan
amfetamin intravena dapat menularkan human immunodeficiency virus dan
hepatitis serta menyebabkan perkembangan abses paru, endokarditis, dan angiitis
nekrotikans lebih lanjut. Sejumlah studi menunjukkan bahwa penyalahguna
amfetamin hanya mengetahui sedikit-atau tidak peduli-tentang praktik seks yang
aman serta penggunaan kondom. Efek simpang yang tidak mengancam nyawa
mencakup semburat merah, pucat, sianosis, demam, sakit kepala, takikardia,
palpitasi, mual, muntah, bruksisme (gigi gemeretuk), sesak nafas, tremor, dan
ataksia. Wanita hamil yang menggunakan amfetamin sering melahirkan bayi
dengan berat lahir rendah, lingkar kepala kecil, usia kehamilan dini, dan retardasi
pertumbuhan.9,11
Psikologis. Efek samping psikologis yang disebabkan oleh penggunaan
amfetamin mencakup kegelisahan, disforia, insomnia, iritabilitas, sikap
bermusuhan, dan kebingungan Konsumsi amfetamin juga dapat menginduksi
gejala gangguan ansietas seperti gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan
panik serta ide rujukan, waham paranoid, dan halusinasi.9,11
VI. DIAGNOSIS
6
terkait amfetamin yang tak-tergolongkan (Tabel 9.3-4) pada bagian gangguan
terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin). Kriteria diagnosis gangguan terkait
amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam bagian DSM-IV-TR yang
berhubungan dengan gejala fenomenologis primer (contohnya psikosis).9,13
lntoksikasi Amfetamin
Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan
amfetamin (menyebabkan pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena
penelitian tentang penyalahgunaan dan intoksikasi kokain dilakukan lebih teliti
dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur klinis tentang amfetamin
sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain. Pada DSM-IV-
TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain terpisah
namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi sebagai gejala
intoksikasi amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak, dipikirkan diagnosis
gangguan psikotik terinduksi amfetamin dengan awitan saat intoksikasi. Gejala
intoksikasi amfetamin sebagian besar pulih setelah 24 jam dan umumnya akan
hilang sepenuhnya setelah 48 jam.9,12,13
7
sampai 4 hari dan hilang dalam I minggu. Gejala putus zat yang paling serius
adalah depresii yang terutama dapat menjadi berat setelah penggunaan amfetamin
dosis tinggi terus-menerus dan dapat dikaitkan dengan ide atau perilaku bunuh
diri. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3)
merinci bahwa mood disforik dan perubahan fisiologis diperlukan untuk diagnosis
tersebut.9,12,13
8
dalam beberapa hari atau temuan positif pada uji tapis zat dalam urin yang
akhirnya akan menunjukkan diagnosis yang tepat. Terapi pilihan untuk gangguan
psikotik terinduksi amfetamin adalah penggunaan .jangka pendek obat
antipsikotik seperti haloperidol (Haldol).9,12,13
9
10
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :6
Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada
intoksikasi amfetamin yang berat memberikan gambaran hiperkalemi.
Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran
hipoglikemi
Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan
trombosis arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan amfetamin.
Urinalisis untuk skrining amfetamin atau zat adiktif lain yang digunakan
bersama-sama,
Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya
dilkukan tes kehamilan
Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai
tambahan, pasien yang menggunakan amfetamin beresiko untuk terinfeksi
hepatitis, yang pada akirnya bias menyebabkan perubahan mental.
Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leucopenia
Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic
kokain) bisa ditemukan pada urin 60 jam setelah menggunakan amfetamin. Pada
pengguna amfetamin yang berat bisa ditemukan sampai 22 hari.
Enzim jantung : pada pengguna amfetamin terdapat angka prevalensi yang
tinggi untuk terjadinya myocardial infection, pasien yang dating dengan nyeri
dada dan riwayat penggunaan amfetamin bisa dipikirkan untuk melakukan
pemeriksaan enzim jantung.
2. Gambaran Radiologi :
Chest x-Ray
CT-Scan.
11
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan intoksikasi amfetamin:7
Bila suhu badan naik, berikan kompres dingin, minum air dingin, atau
selimut hipotermik.
Bila kejang, berikan diazepam 10-30 mg per oral atau parenteral; atau
klordiazepoksid 10-25 mg per oral secara perlahan-lahan dan dapat
diulang setiap 15-20 menit.
Bila tekanan darah naik, berikan obat anti hipertensi.
Bila terjadi takikardi, berikan beta-blocker, seperti propranolol yang
sekaligus juga untuk menurunkan tekanan darah.
Untuk mempercepat ekskresi amfetamin, lakukan asidifikasi air seni
dengan memberi amonium klorida 500 mg per oral setiap 3-4 jam.
Bila timbul gejala psikosis atau agitasi, beri haloperidol 3 kali 2-5 mg.
Penatalaksanaan putus amfetamin:7
Rawat di tempat yang tenang dan biarkan pasien tidur dan makan
sepuasnya.
Waspada terhadap kemungkinan timbulnya depresi dengan ide bunuh diri.
Dapat diberikan anti depresi.
IX. KOMPLIKASI
12
Penyalahgunaan amfetamin dalam kurun waktu yang cukup lama atau
dengan dosis yang tinggi dapat mengakibatkan timbul banyak masalah
diantaranya:10
Psychosis (pikiran menjadi tidak nyata, jauh dari realitas)
Kelainan psikologis dan tingkah laku
Pusing-pusing
Perubahan mood atau mental
Kesulitan bernapas
Kekurangan nutrisi
Gangguan jiwa
Dalam keadaan keracunan akut, pengguna amfetamin pada umumnya
merasakan euforia, keresahan, agitasi, dan cemas berlebihan. Kira-kira 5 – 12%
pengguna mengalami halusinasi, keinginan untuk bunuh diri, dan kebingungan.
Sebanyak 3% pengguna amfetamin mengalami kejang-kejang.10
BAB III
KESIMPULAN
13
Intoksikasi amfetamin adalah sindrom mental organik yang terjadi beberapa
menit sampai jam setelah menggunakan amfetamin. Pengobatan psikofarmaka
pasien pengguna amfetamin tergantung dari gejala-gejala yang timbul, intoksikasi
ataupun putus amfetamin, juga dibutuhkan pengobatan lain seperti terapi
kelompok, terapi keluarga atau rujuk ke kelompok-kelompok bantuan yang
mendukung upaya penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
14
3. Kusminarno, Ketut. 2002. Penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Cermin dunia kedokteran no. 135
hal 17-20. Jakarta.
4. Badan Narkotika Provinsi Kalimantan timur. 2008. Pengenalan Jenis-Jenis
Narkoba. Available at : http://bnpkaltim.blogspot.com/. Diakses tanggal 19 Juli
2012.
5. Adam’s. 2009. Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan Amfetamin
(atau mirip Amfetamin). Available at :
http://adamelsoin.blogspot.com/2009/04/gangguan-mental-danperilakuakibat.html
Diakses tanggal 19 Juli 2012.
6. Arikel Kedokteran. 2010. Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan
Kokein. Available at : http://www.artikelkedokteran.com/273/gangguan-mental-dan-
perilaku-akibat-penggunaan-kokain.html. Diakses tanggal 19 Juli 2012.
7. Meme Sadudulur. 2011. GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT
PENGGUNAAN ZAT PSIKOAKTIF. Available at :
http://amaliayudha.blogspot.com/2011/12/jiwa.html. Diakses tanggal 19 Juli 2012.
8. Hamdani. 2012. Amfetamin. Available at :
http://catatankimia.com/catatan/amfetamin.html. Diakses tanggal 19 Juli 2012.
9. Wahyuni, Amilia. 2011. Gangguan Mental dan Perilaku akibat Penggunaan
Stimulansia (Amfetamin). Samarinda. Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
10. Madihah, Diha. 2011. Bahaya Amfetamin. Available at :
http://apotekerbercerita.wordpress.com/2011/06/27/bahaya-amfetamin. Diakses
tanggal 19 Juli 2012.
11. Elvira, Sylvia D. dan Hadisukanto, Gitayanti. 2007. Buku Ajar PSIKIATRI. Edisi
ke III. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
12. Thomb, David A. 2006. Buku Saku PSIKIATRI. Edisi ke 6. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
13. Amphetamine Use Disorders in : Diagnostic and Statitical Manual of Mental
Disorders. Edisi ke IV. Washington DC : Penerbit American Psychiatric
Association
14. Elvira S, Hadisukanto G. 2010. Buku Ajar Psikiatri FKUI Edisi 1. Jakarta:FKUI.
15