Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KOMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN “MENTAL HEALTH”

OLEH :

KELAS A-12 A / KELOMPOK 2

1. I PUTU BUDI ATMIKA (18.321.2837)


2. NI MADE DESI ARI PARMITI (18.321.2845)
3. PUTU ANANDA PRADNYA PARAMITA.P (18.321.2851)
4. NI WAYAN DEVI LEONA CINTYA U.P (18.321.2858)
5. PUTU DYAH CANDRA DEWI (18.321.2863)
6. TU DE NGURAH PAPIN PRASETYA (18.321.2864)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

TAHUN PELAJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan “Mental Health” makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Komunita

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.Makalah ini jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 12 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………......ii

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………. 1


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… ………2
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sehat Jiwa……………………………………………..……………... 30


2.2 Konsep Dasar Community Mental Health Nursing
2.3 Konseptual Model Keperawatan Jiwa Komunitas
2.4 Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
2.5 Kompetensi perawat kesehatan jiwa komunitas (Competent Of Caring)
2.6 Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas
2.7 Jenis Gangguan Jiwa Yang Ditangani Pada (Anak,Remaja dan Lansia)
2.8 Perawatan Kline Gangguan Jiwa
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Komunikasi Jiwa Masyarakat

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan………………………………………….……………………………30
3.2 Saran…………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 31
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Data Riset


Kesehatan Dasar 2013 mencatat Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia
mencapai 1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia
mengalami gangguan jiwa berat. Hal ini diperburuk dengan minimnya pelayanan dan
fasilitas kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia sehingga banyak penderita
gangguan kesehatan mental yang belum tertangani dengan baik.

Semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan industrialisasi di sebuah


negara mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka banyak muncul
masalah-masalah sosial dan gangguan atau disorder mental di kota-kota besar.
Makin banyaklah warga masyarakat yang tidak mampu melakukan penyesuaian diri
dengan cepat terhadap macam-macam perubahan sosial. Mereka itu mengalami
banyak frustasi, konflik-konflik terbuka atau eksternal dan internal,ketegangan
batin dan menderita gangguan mental.

Seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun tidak dari
kecemasan dan perasaan bersalah. Mereka tetap mengalami kecemasan dan perasan
berasalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan perasaan bersalah itu. Mereka
sanggup menghadapi masalah masalah biasa dengan penuh keyakinan diri dan dapat
memecahkan masalah masalah tersebut tanpa adanya gangguan yang hebat pada
struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari konflik dan
emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan harga dirinya.
Keadaan yang demikian justru berkebalikan dengan apa yang terjadi pada orang
yang mengalami kesehatan mental yang buruk.

1.2 Rumusan Masalah


2. Apa yang dimaksud dengan sehat jiwa, masalah psikososial, dan gangguan
jiwa ?
3. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar community mental health nursing ?
4. Bagaimana konseptual model keperawatan jiwa komunitas?
5. Bagaimana peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas?
6. Bagaimana kompetensi perawatan kesehatan jiwa komunitas (competent of
caring) ?
7. Bagaimana pelayanan keperawatan jiwa komunitas ?
8. Apa saja jenis gangguan jiwa yang ditangani (Anak, Remaja, dan Lansia)?
9. Bagaimana perawatan klien gangguan jiwa ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mendapatkan informasi tentang ilmu keperawatan khususnya pada
bidang keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
2. Untuk mengenai sehat jiwa, masalah psikososial, dan gangguan jiwa.
3. Untuk mengetahui konsep dasar community mental health nursing.
4. Untuk mengetahui konseptual model keperawatan jiwa komunitas.
5. Untuk mengetahui peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas.
6. Untuk mengetahui kompetensi perawatan kesehatan jiwa komunitas
(competent of caring).
7. Untuk mengetahui pelayanan keperawatan jiwa komunitas.
8. Untuk mengetahui jenis Gangguan Jiwa yang ditangani (Anak, Remaja, dan
Lansia).
9. Untuk mengetahui perawatan klien gangguan jiwa.
1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat teoritis dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa


memperoleh pengetahuan tambahan dan dapat mengembangkan wawasan
mengenai mental health pada keperawatan komunitas.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sehat Jiwa, Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa


2.1.1 Pengertian Sehat Jiwa

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan


perkembangan optimal bagi individu secara fisik,intelektual dan emosional
sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan kepentingan orang lain, sehingga
yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh
dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia (WHO).

Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat


secara optimal baik intelektual maupun emosional (pasal 24,UU tentang
kesehatan,1992). Upaya peningkatan kesehatan jiwa dilakukan untuk
mewujudkan jiwa yang sehat secara oftimal,baik intelektual maupun
emosional melalui pendekatan peningkatan kesehatan,pencegahan dan
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,agar seseorang dapat tetap
atau kembali hidup secara harmonis, baik dalam lingkungan
keluarga,lingkungan kerja dan atau dalam lingkungan masyarakat.

Sehat jiwa menurut Dirjen Keswa Depkes RI (1991) adalah kondisi


yang memungkinkan berkembangnya fisik,intelektual dan emosional
seseorang secara optimal sehingga ia mampu tumbuh dan beradaptasi dengan
lingkungannya secara wajar dengan harkat martabat manusia. Seseorang
yang sehat jiwa memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

a. Bersikap positif terhadap diri sendiri


b. Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri.
c. Mampu mengatasi stress atau perubahan pada dirinya
d. Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang diambil
e. Mempunyai persepsi yang realistis dan menghargai perasaan perasaan
serta sikap orang lain
f. Mampu menyuaikan diri dengan lingkungan
g. Menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi
stress kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi
kebutuhan hidupnya dapat berperan serta dalam lingkungan hidup,
menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman
bersama orang lain.
2.1.2 Pengertian Masalah Psikososial

Masalah psikososial merupakan setiap perubahan dalam kehidupan


individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai
pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor
penyebab terjadinya gangguan jiwa, atau (gangguan kesehatan) secara nyata,
atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan
sosial.

Masalah psikososial memiliki ciri - ciri, yaitu :

a. Cemas, hawatir berlebihan, takut


b. Mudah tersinggung
c. Sulit berkonsentrasi
d. Bersifat ragu-ragu merasa rendah diri
e. Merasa kecewa
f. Pemarah dan agresif
g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar,, otot tegang, sakit kepala
2.1.3 Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi gangguan jiwa


yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanaan peran.

Adapun ciri-ciri gangguan jiwa, yaitu :

a. Sedih berkepanjangan
b. Tidak bersemangat dan cenderung malas
c. Marah tanpa sebab
d. Menggantung diri
e. Tidak mengenali orang
f. Bicara kacau
g. Bicara sendiri
h. Tidak mampu merawat diri
2.2 Konsep Dasar Community Mental Health Nursing
2.2.1 Pengertian Community Mental Health Nursing

Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan


keperawatan yang komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada
masyarakat yang sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa)
dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).

Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang


berfokuskan pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang sehat
jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami
masalah psikososial (resiko gangguan jiwa) dan pencegahan tersier pada
pasien gangguan jiwa dengan proses pemulihan.

Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada


semua aspek kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan
spiritual.

a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang
tubuh yag dialami anggota masyarakat akibat bencana yang
memerlukan pelayanan dala rangka adaptasi mereka terhadap
kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik lain baik yang
akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak pada kesehatan
jiwa.
b. Aspek psikologis
Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami
masyarakat seperti ketakutan, trauma,kecemasan maupun kondisi
yang lebih berat yang memerlukakan pelayanan agar mereka dapat
beradaptasi dengan situasi tersebut.
c. Aspek social
Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak , keluarga dekat,
kehilangan pekerjaan , tempat tinggal, dan harta benda yang
memerlukan pelayanan dari berbagai sektor terkait agar mereka
mampu mempertahankan kehidupan sosial yang memuaskan.
d. Aspek cultural
Dikaitkan dengan tolong menolong dan kekeluargaan yang dapat
digunakan sebagai sistem pendukung sosial dalam mengatasi
berbagai permasalahan yang ditemukan.
e. Aspek spiritual
Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat
diperdayakan sebagai potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai
konflik dan masalah kesehatan yang terjadi.
Pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua
jenjang pelayanan yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa spesialis ,
pelayanan kesehatan jiwa integratif dan pelayanan kesehatan jiwa
yang bersumber daya masyarakat. Perberdayaan seluruh potensi dan
sumber daya yang ada dimasyarakat diupayakan agar terwujud
masyarakat yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa
a. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik
antara perawat dengan klien).
b. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model
keperawatan jiwa).
c. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan
adaptasi dalam keperawatan jiwa).
d. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan
biologis dalam keperawatan jiwa).
e. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-
keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa).
f. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-
keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa).
g. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-
keadaan lingkungan dalam keperawatan jiwa).
h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-
keadaan legal etika dalam keperawatan jiwa).
i. Implementing the nursing process : standards of care
(penatalaksanaan proses keperawatan: dengan standar- standar
perawatan).
j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional
Performance Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa:
melalui penampilan standar-standar professional).
2.2.3 Jenis – Jenis CMHN
a. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran : perawat keswamas (puskesmas)
Kegiatan :perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan
keperawatan (7 Dx Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien
gangguan jiwa dirumah.
b. Intermediate Course (IC) CMHN
Sasaran : Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas)
Kegiatan :
1. Membentuk desa siaga sehat jiwa
2. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening
ggn jiwa di masyarakat, masalah psikososial dan
sehat jiwa.
3. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan
masalah psikososial dan mengembangkan
rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
c. Advance Course (AC) CMHN
Sasaran : individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal
dan informal serta masyarakat luas
Kegiatan :
1. Manajemen keperawatan kesehatan jiwa
2. Kerjasama Lintas sektoral
2.3 Konseptual Model Keperawatan Jiwa Komunitas
a. Psycoanalytical (Freud, Erickson).
Menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila
ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau
insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego)
untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das
uberich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation
of Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini
adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak.
Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan
air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata-
kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada
mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan
traumatic yang membekas pada masa dewasa. Proses terapi pada model
ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi,
transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien
dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak
berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-
pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal
dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang
khusus. Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua
pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk
menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran perawat adalah
berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-
keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu
misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan
secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada
masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik
setelah terjalin trust (saling percaya).
b. Interpersonal ( Sullivan, Peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat
adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety).
Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat
berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini
perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak
diterima oleh orang sekitarnya. Proses terapi menurut konsep ini adalh
Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien),
Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan
yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan
orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan
sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa
dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist
use empathy and relationship (perawat berupaya bersikap empati dan
turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat
memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam
berhubungan dengan orang lain.
c. Social ( Caplan, Szasz)
Seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku
apabila faktor social dan faktor lingkungan yang memicu munculnya
stress pada seseorang (social and environmental factors create stress,
which cause anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat
penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and
social support (pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan
sosial) Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini
adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang
ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau
suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien
seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat
kerja.
d. Existensial ( Ellis, Rogers).
Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa
terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya.
Individu tidak memiliki kebanggaan akan dirinya. Membenci diri sendiri
dan mengalami gangguan dalam Body imagenya. Prinsip proses terapi-
nya adalah : mengupayakan individu agar bergaul dengan orang lain,
memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat
dianggap sebagai panutan (experience in relationship), memperluas
kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan
kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong
untuk menerima jati dirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback
tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and
control behavior). Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan
berperan serta memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari
dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui
terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas
kesadaran diri klien melalui feedback, kritik, saran atau reward &
punishment.
e. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland).
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial
dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah
seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya
mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri,
perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki
masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan,
tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal
tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena
tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada
masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan
masa lalu. Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon coping
adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-
kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai
alternative pemecahan masalahnya. Perawat harus membantu individu
dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa
digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan
empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.
f. Medica (Meyer, Kraeplin).
Menurut konsep ini gangguan jiwa muncul akibat multifactor yang
kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan sosial. Sehingga
focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan
diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal.
Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam
melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist
berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi,
menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang
digunakan.
2.4 Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas

Keperawatan kesehatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya


untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi
yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat
melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari
sebagaimana mestinya. Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan
jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan
fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan jiwa.

Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan


kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat
jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori
kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir
teoritis yang mendasari praktik keperawatan.

a. Pengkajian yang mempertimbangkan budaya


b. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan
c. Berperan serta dalam pengelolaan kasus
d. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi
pengaruh penyakit mental - penyuluhan dan konseling
e. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang
mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat
kebijakan
f. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan

2.4 Kompetensi perawat kesehatan jiwa komunitas (Competent Of Caring)

Terdapat beberapa kompetensi yang harus dimiliki perawat kesehatan jiwa


komunitas :

a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.


b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk
klien dan keluarga.
c. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan,
mengkaji, negosiasi, koordinasi pelayanan bagi individu
dan keluarga.
d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga,
kelompok, untuk menggunakan sumber yang tersedia di
komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait,
teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
e. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta
mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan
dan konseling.
f. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami
masalah psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah
fisik.
g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang
mengintegrasikan kebutuhan klien, keluarga, staf, dan
pembuat kebijakan.
2.5 Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas

Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan


jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi
masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yang memerlukan
pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat
pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.

A. Pencegahan Primer

Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan


pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah
terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan
jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan ,
program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa ,
manajemen stress, persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah :

1. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :

a) Pendidikan menjadi orangtua


b) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
c) Memantau dan menstimulasi perkembangan
d) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
2. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
a) Stress pekerjaan
b) Stress perkawinan
c) Stress sekolah
d) Stress pasca bencana
3. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang
kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang
semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah :
a) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
b) Menggerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi orangtua
asuh bagi anak yatim piatu.
c) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk
mendapatkan pekerjaan
d) Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh
tempat tinggal.
4. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering
digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang
dilakukan:
a) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi
stress
b) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa
menyakiti orang lain.
c) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada
pada diri seseorang.
5. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan program :
a) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang tanda-tanda bunuh diri.
b) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
c) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
d) Pencegahan Sekunder
Fokus pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan
dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan
pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target
pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau
memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas
pada pencegahan sekunder adalah :
1. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh
informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim
kesehatan dan penemuan langsung.
2. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah
sebagai berikut :
 Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data
fokus pada semua pasien yang berobat kepukesmas
dengan keluhan fisik.
 Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan
kecemasan dan depresi maka lanjutkan pengkajian
dengan menggunakan pengkajian keperawatan
kesehatan jiwa.
 Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini
gangguan jiwa (di tempat– tempat umum)
 Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru
yang ditemukan sesuai dengan standar pendelegasian
program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) dan
memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan
kepatuhan pasien minum obat.
 Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam
pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien untuk
mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada
gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
 Melibatkan keluarga dalam pemberian obat,
mengajarkan keluarga agar melaporkan segera kepada
perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak
biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
 Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan
pasien ditempat yang aman, melakukan pengawasan
ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika
mengancam keselamatan jiwa.
 Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi
keperawatan untuk membantu pemulihan pasien
seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan
terapi lingkungan.
 Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien,
kelompok keluarga, atau kelompok masyarakat
pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas
masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa
dan cara penyelesaiannya.
 Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis
yaitu pelayanan dalam 24 pukul melalu telepon berupa
pelayan konseling.
 Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan
kasus.
e) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pada
peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan
pada pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi
kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target
pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada
tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier meliputi :
1. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber di
masyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyarakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat
yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan
adalah :
 Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap
masyarakat terhadap penerima pasien gangguan jiwa.
 Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan
kesehatan dalam penanganan pasien yang melayani
kekambuhan.
2. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga
hingga mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien
dan keluarga dengan cara :
 Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan
cara yang tepat
 Mengembangkan sistem pendukung dengan
memberdayakan keluarga dan masyarakat.
 Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi
yang perlu dikembangkan oleh pasien, keluarga dan
masyarakat agar pasien produktif kembali.
 Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan
mengambil keputusan untuk dirinya.
3. Program sosialisasi
 Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
 Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup
sehari-hari [ADL],mengelola rumah tangga,
mengembangkan hobi
 Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai,
pergi rekreasi.
 Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan, pengajian,
majelis taklim, kegiatan adat)
4. Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru
dalam masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu
diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan
deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan
yang dilakukan, yaitu :
 Memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan
jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai
pasien gangguan jiwa.
 Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat,
atau yang berpengaruh dalam rangka
mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan
jiwa.

2.7 Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)
1. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa
mencapai 11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun.
Hal ini menjadikan masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi
Kementerian Kesehatan karena merupakan tantangan yang besar dengan
kompleksitas tinggi di berbagai lapisan dan aspek kehidupan. Anak-anak
dapat menderita gangguan jiwa, sebagai berikut :
a. Gangguan kecemasan : Anak dengan gangguan kecemasan menanggapi
halhal tertentu atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan
tanda fisik kecemasan (gugup), seperti detak jantung yang cepat dan
berkeringat.
b. Gangguan perilaku : Anak dengan gangguan ini cenderung menentang
aturan dan sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti sekolah.
c. Gangguan perkembangan : Anak dengan gangguan ini memiliki masalah
dalam memahami dunia di sekitar mereka.
d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap,
serta perilaku tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.
e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait
dengan pembuangan limbah tubuh (feses dan urin).
f. Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus
menerus bahkan berubahnya suasana hati dengan cepat.
g. Skizofrenia : gangguan serius melibatkan persepsi terdistorsi dan pikiran.
h. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang melakukan
aktifitas yang sama serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali
serta sering. Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan
makan, gangguan afektif, dan skizofrenia, dapat terjadi pada orang
dewasa maupun anak-anak. Sedangkan gangguan perilaku dan gangguan
perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan belajar dan komunikasi
dimulai pada masa kanak-kanak saja, meskipun dapat berlanjut terus
sampai dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi, gangguan tic dapat
terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal yang tidak biasa bagi seorang anak
memiliki lebih dari satu gangguan.
2. Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja
1. Gangguan Cemas Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang
dihubungkan dengan suatu antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda dengan
rasa takut, yang merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya
yang obyektif, walaupun manifestasifisiologik yang ditimbulkannya sama
cemas merupakan suatu bentuk pengalamanan yang umum, tapi dapat
ditemui dalam bentuk yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan
gangguan medis Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala
cemas mendominasi dan menyebabkan distres (rasa tertekan) atau
gangguan yang nyata.
2. Gangguan Depresi Dalam perkembangan normal, remaja mempunyai
kecenderungan mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting
untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara depresi yang
disebabkan oleh gejolak mood yang normal pada remaja (adolescent
turmoil) dengan depresi patologik. Akibat sulitnya membedakan antara
kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak
terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada
remaja sering kali akan berlanjut sampai masa dewasa. Menurut Carlson,
seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja menjadi
tipe primer dan sekunder.
o Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya
o Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan
dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang
sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih
banyak kelelahan sometik, dan lebih sering terlihat mudah
tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur,
penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.

3. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )


Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan
psikosomatik . Ciri uatama dari gangguan somatoform adalah adanya
keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan dengan
permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak
ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya
menolak adanya kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan
gejala ansietas dan depresi yang nyata.
4. Gangguan Psikotik Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya
gangguan yang berat dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan
karena retardasi mental atau gangguan penyalahgunaan NAPZA.
Terdapat gejala yaitu waham , halusinasi, perilaku yang sangat kacau ,
pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan
disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
a) Skizofrenia
b) Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik
c) Gangguan waham
d) Gangguan mental organik gejala psikotik (ditandai adanya delirium,
demensia). Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama
dengan skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas,
seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi
yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau), katatonia, afek
yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.
5. Gangguan penyalahgunaan NAPZA (narkotik, alkohol, psikotropika, dan
zat Adikif lainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini
semakin meningkat. Faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja
penyalahgunaan NAPZA :
a) Konflik keluarga yang berat
b) Kesulitan Akademik
c) Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti
gangguan tingkah laku dan depresi.
d) Penyalahgunaan NAPZA oleh orang tua dan teman
e) Impulsivitas
f) Merokok pada usia terlalu muda

c. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia

1. Skizofernia Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa


yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut
menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosialbudaya. Skizofrenia
pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992).

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam
pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga
menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas,
bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan
perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai
realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan
skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti
mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua
orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi
orang ketiga.

2. Parafrenia. Parafrenia merupakan gangguan jiwa gawat yang pertama timbul pada
(lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering
dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan
depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian
pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga,
bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup
perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit
mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik
terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas
sosial rendah atau lebih rendah.

3. Gangguan Jiwa Afektif. Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang
ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai
oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

a) Gangguan Afektif tipe Depresif

b) Gangguan Afektif tipe Manik

4. Neurosis Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lansia. Sering


sukar untuk mengenali gangguan ini pada lansia karena disangka sebagai gejala
ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya,
sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lansia. Gangguan neurosis pada lansia berhubungan erat dengan masalah
psikososial dalam memasuki tahap lansia. Gangguan ini ditandai oleh kecemasan
sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya
yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap
baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan
neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

a) Neurosis cemas dan panic

b) Neurosis obsesif kompulsif

c) Neurosis fobik

d) Neurosis histerik (konversi)

e) Gangguan somatoform

f) Hipokondriasis
2.8. Perawatan Klien Gangguan Jiwa

a. Perawatan di Rumah Sakit Jiwa.

Rencana keperawatan klien di rumah sakit jiwa meliputi:

1. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada


awal klien di rawat,perawat hendaknya melakukan kontrak hubungan dengan
klien dan keluarga.Keluarga mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam
proses keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah
disepakati.Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan
dasar utama untuk membantu klien mengungkapkan dan mengenal
perasaannya,mengidentifikasi kebutuhan dan masalahnya,mencari alternative
pemecahan masalah,melaksanakan alternative yang dipilih serta
mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga antara lain:

a) Menyertakan keluarga dalam rencana perawatan klien

b) Menjelaskan pola perilaku klien dan cara penanganannya

c) Membantu keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong


memecahkan masalah klien.

d) Mengadakan pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi


pengalaman,mengatasi masalah klien.

e) Melakukan terapi - keluarga.

f) Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.

2. Persiapan Pulang:

Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilajutkan dengan


perawatan di rumah.Untuk itu,selama di rumah sakit perlu dilakukan
persiapan pulang.Persiapan pulang dilakukan segera mungkin setelah dirawat
serta diintegrasikan di dalam proses keperawatan.Persiapan atau rencana
pulang bertujuan untuk:

a. Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik,psikologis dan social

b. Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.


c. Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan
masyarakat

d. Melaksanakan proses pulang yang bertahap.

Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalampersiapan pulang


adalah:

a. Pendidikan (Edukasi,Reedukasi,Reorientasi).

Youssef menemukan penurunan angka kambuh pada klien dan keluarga yang
mengikuti program pendidikan.Pendidikan kesehatan ini ditujukan pula
untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa bagi klien.
Program pendidikan yang dapat dilakukan adalah:

a) Ketrampilan khusus: ADL,perilaku adaptif,aturan makan


obat,penataan rumah tangga,identifikasi gejala kambuh,pemecahan masalah.

b) Keterampilan umum: komunikasi efektif,ekspresi emosi yang


konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).

b. Program pulang bertahap.

Setelah klien mempunyai kemampuan dan ktrampilan mandiri maka


klien dapat mengikuti program pulang bertahap.Tujuannya adalah melatih
klien kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.Klien,keluarga,bahkan
kalau perlu masyarakat dipersiapkan, antara laian apa yang harus dilakukan
klien di rumah, apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu
adaptasi.Kegiatan yang dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuat
daftar dan dievaluasi keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut.

c. Rujukan.

Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai


hubungan langsung dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas)
sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta
dalam membuat rencana pulang.
3. Rencana Perawatan di rumah.

Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan


lanjutan pada Puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program integrasi
kesehatan jiwa.Perawat komuniti yang menangani klien dapat menganggap
rumah klien sebagai “ruang perawatan”.Perawat,klien dan keluarga bekerja
sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan
masyarakat.Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal
kunjungan rumah dan aftercare di Puskesmas. Perawat membantu klien dan
keluarga menyesuaikan diri dilingkungan keluarga,dalam hal
sosialisasi,perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah.

b. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa di Puskesmas

Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di


rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang, dan
sebaliknya pada klien gangguan jiwa yang akan dirujuk ke RSJ.

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas Jiwa Masyarakat

2.9.1 Pengkajian Keperawatan

1. Riwayat :

a. Usia penderita

b. Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: gangguan konsep diri:


harga diri rendah, memandang dirinya tidak sebaik teman-temannya
di sekolah.

c. Riwayat trauma : mengkaji adanya trauma atau takut yang


berlebihan yang pernah dialami pasien

d. Konflik : mengkaji konflik apa saja yang pernah dialami pasien


seperti perceraian, pemerkosaan, penganiayaan dll.

2. Demografi

a. Vital statistik: dikaji mengenai tekanan darah, respirasi rate,


frekuensi nadi, suhu tubuh pasien

b. Agama
c. Budaya

Pengkajian ini perlu dapat mengetahui tradisi khusus yang dimiliki


pasien sesuai dengan agama dan budaya pasien, sehingga tidak terjadi
cultural shock saat memberikan asuhan keperawatan.

3. Data Delapan subsistem

a. Lingkungan fisik

 Kualitas udara : adanya sumber air, dan pemenuhan


ketersediaan air bersih.
 Tingkat kebisingan : ada tidaknya sumber kebisingan seperti
terdapat pabrik ataupun industry, kendaraan bermotor yang
berlalu-lalang yang timbul akibat lebih banyak penduduk yang
menggunakan sepeda untuk beraktifitas sehari-hari.
 Jarak antar rumah : apakah jarak rumah jauh,
sedang,dekat,atau sangat dekat. Adanya pagar pembatas untuk
tiap-tiap rumah. Kepadatan penduduk yang tergolong jarang,
sedang, padat atau sangat padat. Faktor pengganggu seperti
hewan buas ataupun hewan pemangsa. Tingkat pendidikan
dominann warga masyarakat, sarana pendidikan sudah
memeadai atau belum (khususnya sarana pendidikan jiwa).

b. Keamanan & transportasi

 Keefektifan penggunaan pos kambling/pos keamaan desa,


masih atau tidak berfungsinya ronde keliling yang ada di
masyarakat, dan sistem keamanan yang diterapkan di wilayah
tersebut serta keamaan desa (seperti ada tidaknya kasus
pencurian, perampokan, dan keamanan akses jalan di wilayah
tersebut).
 Sarana tranportasi yang biasa digunakan sebagai alat
transportasinya (jalan kaki, motor, angkot, mobil, dll).
c. Petugas di jalan raya

 Petugas dijalan raya apakah sudah bekerja seoptimal atau


belum dapat dilihat dari angka kejadian kecelakaan yang
terjadi, ketertiban tiap pengendara dalam menggunakan
pengaman berkendara seperti helm SNI, motor yang
berstandar ataupun sabuk pengaman.

d. Politik & pemerintahan

 Perhatian pemerintah daerah (Pemda) setempat terhadap


kejadian gangguan jiwa di masyarakat.
 Adanya skrining berkala untuk mendeteksi warga dengan
gangguan jiwa.
 Adanya aturan pemda tentang jiwa di masyarakat dan
perlindungan untuk pasien jiwa.
 Stigma negatif untuk orang dengan gangguan jiwa masih
melekat atau tidak dalam kehidupan masyarakat.
 Situasi politik di masyarakat apakah terlihat atau tidak.

e. Pelayanan umum dan kesehatan

 Keterjakauan faskses dan alkes pelayanan kesehatan jiwa


terhadap masyarakat, dapat dilihat dari ada atau tidaknya
puskesmas pembantu di wilayah tersebut, jarak akses pustu
dengan tempat tinggal penduduk, adanya pelayanan kesehatan
jiwa yang diberikan, jenis pelayanan yang biasanya dilakukan
untuk mencegah atau menurunkan kasus gangguan kejiwaan
(seperti memberikan penyuluhan sederhana terkait stress dan
dampaknya jangka panjang), serta jenis pelayanan umum
(seperti kesehatan ibu dan anak, KB, imunisasi, pelayanan
kesehatan untuk masyarakat yang sakit umum, seperti flu,
batuk, panas).
f. Komunikasi

Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah adanya


musyawarah mufakat, alat/media komunikasi (handphone, informasi
lisan (dari mulut kemulut), surat dsb), brosur) khususnya terkait
dengan informasi mengenai kesehatan jiwa.

g. Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat, peluang penghasilan tambahan


masyarakat.

h. Rekreasi

Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga, dampak rekreasi


terhdap kesehatan jiwa masyarakat.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan yang mungkin muncul dalam gangguan


kejiwaan di komunitas yang terjadi pada anak (gangguan kecemasan,
ganguan perilaku, gangguan perkembangan, gangguan makan, gangguan
eliminasi, gangguan afektif, skizofrenia, gangguan TIC), lansia (gangguan
kecemasan, gangguan depresi, skizofrenia, parafrenia, gangguan jiwa afektif,
dan neurosis).

2.9.3 Perencanan

a) Tujuan jangka panjang


Koping komunitas di kelurahan menjadi efektif dalam menjalani masalah.
b) Tujuan jangka pendek

a. Orangtua di kelurahan patimuan dapat mengatasi stres.

b. Tidak terjadi kekerasan pada remaja di kelurahan patimuan.

c. Remaja di kelurahan patimuan tidak lagi takut dengan orangtuanya.

d. Percaya diri paa remaja di kelurahan patimuan meningkat.

e. Kedekatan orang tua dan remaja menjadi lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai