Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan.

Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah

kesehatan yang dialami oleh klien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data

tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat

pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi

pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Adapun tujuan pemeriksaan pada ibu hamil yaitu

untuk menilai keadaan umum ibu, status gizi, tingkat keasadaran, serta ada tidaknya kelainan

bentuk badan.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami,

antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi

(mendengar).

Observasi (pengamatan secara seksama) Pemeriksaan dilakukan pada seluruh tubuh,

dari ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan urutan tertentu. Pemeriksaan

yang menggunakan alat seperti pemeriksaan tengkorak, mulut, telinga, suhu tubuh, tekanan

darah, dan lain-lainnya, sebaiknya dilakukan paling akhir, karena dengan melihat atau

memakai alat-alat.

Dalam pemeriksaan fisik ini tentunya diperlukan konsep dan prinsip dasar, kemudian

kita mengetahui bagaiamana teknik pemeriksaan fisik dengan baik agar hasil pemeriksaan

yang kita peroleh tidak akan keliru. Oleh karena alasan tersebut penulis membuat makalah

ini yang bertujuan untuk memberi pemahaman dan pengetahuan kepada pembaca mengenai

pemeriksaan fisik pada ibu.


1.2 rumusan masalah
1.3 tujuan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk mengetahui

keadaan atau kelainan dari penderitaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana

kesehatan umum ibu (bila keadaan umumnya baik agar di pertahankan jangan sampai daya

tahan tubuh menurun) , untuk mengetahui adanya kelainan, bila ada kelainan, kelainan itu

lekas diobati dan disembuhkan agar tidak menganggu.

Pemeriksaan dilakukan pada klien yang baru pertama kali datang periksaan , ini di

lakukan dengan lengkap. Pada pemeriksaan ulangan, di lakukan yang perlu saja jadi tidak

semuanya. Waktu persalinan, untuk penderita yang belum pernah diperiksa di lakukan

dengan lengkap bila masih ada waktu dan bagi ibu yang pernah periksa di lakukan yang perlu

saja.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan pemeriksaan fisik,

diantaranya sikap petugas kesehatan saat melakukan pengkajian. Selain itu, harus menjaga

kesopanan, petugas harus membina hubungan yang baik dengan pasien. Sebelum melakukan

pemeriksaan, pastikan lingkungan tempat peemeriksaan senyaman mungkin, termasuk

mengatur pencahayaan. Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan adanya pencatatan data

yang akurat, diharapkan pengambilan tindakan yang dilakukan sesuai dengan masalah atau

kondisi klien.

2.2 Prinsip Dasar Pemeriksaan Fisik

Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai status

kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk mengidentifikasi

status “normal” dan kemudian mengetahui adanya variasi dari keadaan normal tersebut
dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-gejala pasien, penapisan/skrining

keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini.

Informasi ini menjadi bagian dari catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi

dasar data awal dari temuantemuan klinis yang kemudian selalu diperbarui (updated) dan

ditambahkan sepanjang waktu.

Prinsip Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik :

1. Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan .

2. Pastikan bahwa kuku jari bersih tidak panjang, sehingga tidak menyakiti pasien.

3. Terlebih dahulu hangatkan tangan dengan air hangat sebelum menyentuh pasien atau

gosok bersama-sama kedua telapak tangan dengan telapak tangan satunya.

4. Jelaskan pada pasien secara umum apa yang akan dilakukan .

5. Gunakan sentuhan yang lembut tetapi,tidak menggelitik pasien dan cukup kuat untuk

memeperoleh informasi yamg akurat.

6. Buatlah pendekatan dan sentuhan sehingga menghargai jasmani pasien dengan baik,

serta sesuai dengan hak pasien terhadap kepantasan dan atas hak pribadi.

7. Tutupi badab pasien selama pemeriksaan dan hanya bagian yang di periksa yang

terbuka.

Prinsip umum dari pemeriksaan fisik adalah dilakukan secara komprehensif.

2.3 Teknik Dasar Pemeriksaan Fisik

Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk digunakan

selama pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini

digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran,

sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua indera tersebut secara

simultan untuk membentuk informasi yang koheren. Teknik-teknik tersebut secara


keseluruhan disebut sebagai observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan

di atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya.

1. ALAT DAN KOMPONEN PEMERIKSAAN KEHAMILAN

A. PERALATAN PEMERIKSAAN
Alat yang dipakai bervariasi namun yang terpenting adalah bagaimana seorang
perawat memanfaatkan mata, telinga, hidung dan tangannya untukk mengetahui hamper
semua hal penting tentang ibu hamil yang diperiksanya. Peralatan hanyalah penunjang bila
ada dapat membantu pemeriksaan bila tidak semua tersedia, pemeriksaan kehamilan dapat
dilakukan dengan baik dengan ketrampilan memanfaatkan inderanya dan mempunyai
kemampuan untuk menilai serta menangkap hal-hal yang perlu diperhatikan pada ibu hamil.
Peralatan yang dipergunakan harus dalam keadaan bersih dan siap pakai.

Adapun alat – alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ibu hamil diantaranya
adalah: timbangan berat badan, pengukur tinggi badan, tensi meter, stetoskop monokuler
atau linec, meteran atau midlen, hamer reflek, jangka panggul serta peralatan untuk
pemeriksaan laboratorium kehamilan yaitu pemeriksaan kadar hemoglobin, protein urin,
urin reduksi dll (bila diperlukan)

B. KOMPONEN PEMERIKSAAN FISIK PADA KUNJUNGAN ANTENATAL PERTAMA


1.Pemeriksaan fisik umum
a.Tinggi Badan
b.Berat badan
c. Tanda – tanda vital : tekanan darah, denyut nadi, suhu
2. Kepala dan leher
a. Edema diwajah
b. Ikterus pada mata
c. Mulut pucat
d. Leher meliputi pembengkakan saluran limfe atau pembengkakan kelenjar
thyroid
3. Tangan dan kaki
a. Edema di jari tangan
b. Kuku jari pucat
c. Varices vena
d. Reflek – reflek
4. Payudara
a. Ukuran simetris
b. Putting menonjol / masuk
c. Keluarnya kolostrom atau cairan lain
d. Retraksi
e. Massa
f. Nodul axilla
5. Abdomen
a. Luka bekas operasi
b. Tinggi fundus uteri (jika>12 minggu)
c. Letak, presentasi, posisi dan penurunan kepala (jika>36 minggu)
d. Denyut jantung janin (jika>18 minggu)
6. Genetalia luar (externa)
a. varises
b. perdarahan
c. luka
d. cairan yang keluar
e. pengeluaran dari uretra dan skene
f. kelenjar bartholini : bengkak (massa), ciaran yang keluar
7. Genetalia dalam (interna)
a. servik meliputi cairan yang keluar, luka (lesi), kelunakan, posisi, mobilitas,
tertutup atau terbuka
b. vagina meliputi cairan yang keluar, luka, darah
c. ukuran adneksa, bentuk, posisi, nyeri, kelunakan, massa (pada trimester
pertama)
d. uterus meliputi : ukuran, bentuk, mobilitas, kelunakan, massa pada
trimester petama.

2. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN

Dalam pemeriksaan kehamilan meliputi beberapa langkah antara lain :

1. Perhatikan tanda – tanda tubuh yang sehat


Pemeriksaan pandang dimulai semenjak bertemu dengan pasien. Perhatikan
bagaimana sikap tubuh, keadaan punggung dan cara berjalannya. Apakah cenderung
membungkuk, terdapat lordosis, kifosis, scoliosis atau pincang dsb. Lihat dan nilai kekuatan
ibu ketika berjalan, apakah ia tampak nyaman dan gembira, apakah ibu tampak lemah

2. Pengukuran tinggi badan dan berat badan


Timbanglah berat badan ibu pada setiap pemeriksaan kehamilan. Bila tidak tersedia
timbangan, perhatikan apakah ibu bertambah berat badannya. Berat badan ibu hamil
biasanya naik sekitar 9-12 kg selama kehamilan. Yang sebagian besar diperoleh terutama
pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Kenaikan berat badan menunjukkan bahwa ibu
mendapat cukup makanan. Jelaskan bahwa berat badan ibu naik secara normal yang
menunjukkan janinnya tumbuh dengan baik bila kenaikan berat badan ibu kurang dari 5 kg
pada kehamilan 28 minggu maka ia perlu dirujuk.

Tinggi berat badan hanya diukur pada kunjungan pertama. Bila tidak tersedia alat
ukur tinggu badan maka bagian dari dinding dapat ditandai dengan ukuran centi meter. Pada
ibu yang pendek perlu diperhatikan kemungkinan mempunyai panggul yang sempit sehingga
menyulitkan dalam pemeriksaan. Bila tinggu badan ibu kurang dari 145 atau tampak pendek
dibandingkan dengan rata-rata ibu, maka persalinan perlu diwaspadai.

3. Pemeriksaan tekanan darah


Tekanan darah pada ibu hamil bisanya tetap normal, kecuali bila ada kelainan. Bila
tekanan darah mencapai 140/90 mmhg atau lebih mintalah ibu berbaring miring ke sebelah
kiri dan mintalah ibu bersantai sampai terkantuk. Setelah 20 menit beristirahat, ukurlah
tekanan darahnya. Bila tekanan darah tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan ibu menderita
pre eklamsia dan harus dirujuk ke dokter serta perlu diperiksa kehamilannya. Khususnya
tekanan darahnya lebih sering (setiap minggu). Ibu dipantau secara ketat dan anjurkan ibu
persalinannya direncanakan di rumah sakit.

4. Pemeriksaan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki


Pemeriksaan fisik pada kehamilan dilakukan melalui pemeriksaan pandang
(inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), periksa dengar (auskultasi),periksa ketuk (perkusi).
Pemeriksaan dilakukan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, yang dalam pelaksanaannya
dilakukan secara sistematis atau berurutan.

Pada saat melakukan pemeriksaan daerah dada dan perut, pemeriksaan inspeksi,
palpasi, auskultasi dilakukan secara berurutan dan bersamaan sehingga tidak adanya kesan
membuka tutup baju pasien yang mengakibatkan rasa malu pasien.

Dibawah ini akan diuraikan pemeriksaan obstetric yaitu dengan melakukan inspeksi,
palpasi, auskultasi, perkusi terhadap ibu hamil dari kepala sampai kaki.

- Lihatlah wajah atau muka pasien


Adakah cloasma gravidarum, pucat pada wajah adalah pembengkakan pada
wajah. Bila terdapat pucat pada wajah periksalah konjungtiva dan kuku pucat
menandakan bahwa ibu menderita anemia, sehingga memerlukan tindakan lebih lanjut.
Jelaskan bahwa ibu sedang diperiksa apakah kurang darah atau tidak. Sebutkan bahwa
bila ibu tidak kurang darah ia akan lebih kuat selama kehamilan dan persalinan. Jelaskan
pula bahwa tablet tambah darah mencegah kurang darah.

Bila terdapat bengkak diwajah, periksalah adanya bengkak pada tangan dan kaki.
Sedikit bengkak pada mata kaku dapat terjadi pada kehamilan normal, namun bengkak
pada tangn dan atau wajah tanda preeklamsi. Perhatikan wajah ibu apakah bengkak dan
tanyakan pada ibu apakah ia sulit melepaskan cincin atau gelang yang dipakainya. Mata
kaki yang bengkak dan menimbulkan cekungan yang tak cepat hilang bila ditekan, maka
ibu harus dirujuk ke dokter, dipantau ketat kehamilannya dan tekanan darahnya, serta
direncanakan persalinannya dirumah sakit.

Selain memeriksa ada tidaknya pucat pada konjungtiva, lihatlah sclera mata
adakah sclera kuning atau ikterik

- Lihatlah mulut pasien. Adakah tampak bibir pucat, bibir kering pecah-pecah
adakah stomatitis, gingivitis, adakah gigi yang tanggal, adakah gigi yang berlobang, caries
gigi. Selain dilihat dicium adanya bau mulut yang menyengat.
- Lihatlah kelenjar gondok, adakah pembesaran kelenjar thyroid, pembengkakan
saluran linfe
- Lihat dan raba payudara, pada kunjungan pertama pemeriksaan payudara
terhadap kemungkinan adanya benjolan yang tidak normal. Lihatlah apakah payudara
simetris atau tidak, putting susu menonjol atau datar atau bahkan masuk. Putting susu
yang datar atau masuk akan mengganggu proses menyusui nantinya. Apakah asinya
sudah keluar atau belum. Lihatlah kebersihan areola mammae adakah hiperpigmentasi
areola mammae.
- Lakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi dan auskultasi pada perut ibu.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk menentukan letak dan presentasi janin,
turunnya bagian janin yang terbawah, tinggi fundus uteri dan denyut jantung janin.

Sebelum memulai pemeriksaan abdomen, penting untuk dilakukan hal– hal sebagai
berikut :

 Mintalah ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya bila perlu


 bantulah ia untuk santai. Letakkan sebuah bantal dibawah kepala dan bahunya.
Fleksikan tangan dan lutut. Jika ia gelisah bantulah ia untuk santai dengan
memintanya menarik nafas panjang.
 cucilah tangan anda sebelum mulai memeriksa, keringkan dan usahakan agar tangan
perawat cukup hangat.
Lihatlah bentuk pembesaran perut (melintang, memanjang, asimetris)
adakah linea alba nigra, adakah striae gravidarum, adakah bekas luka operasi,
adakah tampak gerakan janin, rasakan juga dengan pemeriksaan raba adanya
pergerakan janin. Tentukan apakah pembesaran perut sesuai dengan umur
kehamilannya. Pertumbuhan janin dinilai dari tingginya fundus uteri. Semakin tua
umur kehamilan, maka semakin tinggi fundus uteri. Namun pada umur kehamilan 9
bulan fundus uteri akan turun kembali karena kepala telah turun atau masuk ke
panggul. Pada kehamilan 12 minggu, tinggi fundus uteri biasanya sedikit diatas
tulang panggul. Pada kehamilan 24 minggu fundus berada di pusat. Secara kasar
dapat dipakai pegangan bahwa setiap bulannya fundus naik 2 jari tetapi perhitungan
tersebut sering kurang tepat karena ukuran jari pemeriksa sangat bervariasi. Agar
lebih tepat dianjurkan memakai ukuran tinggi fundus uteri dri simfisis pubis dalam
sentimeter dengan pedoman sebagai berikut:

Umur kehamilan Tinggi fundus uteri

20 minggu 20 cm

24 minggu 24 cm

28 minggu 28 cm
32 minggu 32 cm

36 minggu 34- 46 cm

Jelaskan pada ibu bahwa perutnya akan semakin membesar karena pertumbuhan
janin. Pada kunjungan pertama, tingginya fundus dicocokkan dengan perhitungan
umur kehamilan hanya dapat diperkirakan dari hari pertama haid (HPHT). Bila HPHT
tidak diketahui maka umur kehamilan hanya dapat diperkirakan dari tingginya
fundus uteri. Pada setiap kunjungan, tingginya fundus uteri perlu diperiksa untuk
melihat pertumbuhan janin normal, terlalu kecil atau terlalu besar.

Pemeriksaan fisik pada kehamilan dapat dilakukan melalui pemeriksaan sebagai

berikut :

 Inspeksi (Pandang)

Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat dan

mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang digunakan untuk

mengkaji/menilai pasien. Inspeksi dilakukan untuk menilai keadaan ada tidaknya cloasma

gravidarum pada muka/wajah, pucat atau tidak pada selaput mata, dan ada tidaknya edema.

Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan pada leher untuk menilai ada tidaknya

pembesaran kelenjar gondok atau kelenjar limfe. Pemeriksaan dada untuk menilai bentuk

buah dada dan pigmentasi putting susu. Pemeriksaan perut untuk menilai apakah perut

membesar ke depan atau ke samping, keadaan pusat, pigmentasi linea alba, serta ada

tidaknya striae gravidarum. Pemeriksaan vulva untuk menilai keadaan perineum, ada

tidaknya tanda chadwick, dan adanya fluor. Kemudian pemeriksaan ekstremitas untuk

menilai ada tidaknya varises.

 Palpasi ( Meraba )

Palpasi , di lakukan untuk menentukan besarnya rahim dengan menentukan usia

kehamilan serta menentukan letak anak dalam rahim. Pemeriksaan secara palpasi di lakukan

dengan menggunakan metode leopold , yakni :

1. Leopold I
Leopold I digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan bagian apa yang

ada dalam fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan dan menghadap ke

muka ibu, kemudian kaki ibu di bengkokkan pada lutut dan lipat paha, lengkungkan

jari-jari kedua tangan untuk mengelilingi bagian atas fundus, lalu tentukan apa yang

ada di dalam fundus. Bila kepala sifatnya keras, bundar, dan melenting. Sedangkan

bokong akan lunak, kurang bundar, dan kurang melenting.tinggi normal fundus

selama kehamilan dapat di tentukan.

2. Leopold II

Leopold II digunakan untuk menetukan letak punggung anak dan letak bagian

kecil pada anak. Caranya :

1. Kedua tangan pemeriksa berada di sebelah kanan dan kiri perut ibu.

2. Ketika memeriksa sebelah kanan, maka tangan kanan menahan perut

sebelah kiri kea arah kanan.


3. Raba perut sebelah kanan menggunakan tangan kiri dan rasakan bagian

apa yang ada di sebelah kanan (jika teraba benda yang rata, atau tidak

teraba bagian kecil, terasa ada tahanan, maka itu adalah punggung bayi,

namun jika teraba bagian-bagian yang kecil dan menonjol maka itu adalah

bagian kecil janin).

3. Leopold III

Leopold III digunakan untuk menentukan bagian apa yang terdapat di bagian

bawah dan apakah bagian anak sudah atau belum terpegang oleh pintu atas

panggul. Caranya :

1. Tangan kiri menahan fundus uteri.

2. Tangan kanan meraba bagian yang ada di bagian bawah uterus. Jika teraba

bagian tang bulat, melenting keras, dan dapat digoyangkan maka itu adalah

kepala. Namun jika teraba bagian yang bulat, besar, lunak, dan sulit

digerakkan, maka itu adalah bokong. Jika dibagian bawah tidak ditemukan

kedua bagian seperti yang diatas, maka pertimbangan apakah janin dalam

letak melintang.
3. Pada letak sungsang (melintang) dapat dirasakan ketika tangan kanan

menggoyangkan bagian bawah, tangan kiri akan merasakan ballottement

(pantulan dari kepala janin, terutama ini ditemukan pada usia kehamilan 5-7

bulan).

4. Tangan kanan meraba bagian bawah (jika teraba kepala, goyangkan, jika

masih mudah digoyangkan, berarti kepala belum masuk panggul, namun jika

tidak dapat digoyangkan, berarti kepala sudah masuk panggul). Lalu

lanjutkan pada pemeriksaan Leopold VI untuk mengetahui seberapa jauh

kepala sudah masuk panggul.

4. Leopold IV

Leopold IV digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan

seberapa masuknya bagian bawah tersebut ke dalam rongga punggung. Caranya :

1. Pemeriksa menghadap ke kaki pasien

2. Kedua tangan meraba bagian janin yang ada dibawah

3. Jika teraba kepala, tempatkan kedua tangan di dua belah pihak yang

berlawanandi bagian bawah

4. Jika kedua tangan konvergen (dapat saling bertemu) berarti kepala belum

masuk ke panggul

5. Jika kedua tangan divergen (tidak saling bertemu) berarti kepala sudah

masuk ke panggul.
 Pemeriksaan denyut jantung janin.
Denyut jantung janin menunjukkan kesehatan dan posisi janin terhadap ibu.
Dengarkan denyut jantung janin (DJJ) sejak kehamilan 20 minggu. Jantung janin biasanya
berdenyut 120-160 kali permenit. Tanyakan kepada ibu apakah janin sering bergerak,
katakana pada ibu bahwa DJJ telah dapat didengar. Mintalah ibu segera bila janinnya
berhenti bergerak. Bila sampai umur kehamilan 28 minggu denyut jantung janin tidak dapat
didengar atau denyutnya lebih dari 160 atau kurang dari 120 kali permenit atau janinnya
berkurang gerakannya atau tidak bergerak, maka ibu perlu segera dirujuk.

5. pemeriksaan punggung dibagian ginjal.


Tepuk punggung di bagian ginjal dengan bagian sisi tangan yang dikepalkan. Bila ibu
merasa nyeri, mungkin terdapat gangguan pada ginjal atau salurannya.

Gambar

6. Pemeriksaan genetalia
cucilah tangan, kemudian kenakan sarung tangan sebelum memeriksa vulva. Pada vulva
terlihat adanya sedikit cairan jernih atau berwarna putih yang tidak berbau. Pada kehamilan
normal, tak ada rasa gatal, luka atau perdarahan. Rabalah kulit didaerah selangkangan, pada
keadaan normal tidak teraba adanya benjolan kelenjar. Setelah selesai cucilah tangan
dengan sarung tangan yang masih terpasang, kemudian lepaskan sarung tangan dan sekali
lagi cucilah tangan dengan sabun.

7. Distansia tuberan
yaitu ukuran melintang dari pintu bawah panggul atau jarak antara tuber iskhiadikum
kanan dan kiri dengan ukuran normal 10,5-11cm

gambar
8. Konjugata eksterna (Boudeloge)
yaitu jarak antar tepi atas simfisis dan prosesus spinosus lumbal V, dengan ukuran
normal sekitar 18-20 cm. bila diameter bouldelogue kurang dari 16 cm, kemungkinan besar
terdapat kesempitan panggul.

gambar

9. Pemeriksaan panggul
pada ibu hamil terutama primigravida perlu dilakukan pemeriksaan untuk menilai
keadaan dan bentuk panggul apakah terdapat kelainan atau keadaan yang dapat
menimbulkan penyulit persalinan. Ada empat cara melakukan pemeriksaan panggul yaitu
dengan pemeriksaan pangdang (inspeksi) dilihat apakah terdapat dugaan kesempitan
panggul atau kelainan panggul, misalnya pasien sangat pendek, bejalan pincang, terdapat
kelainan seperti kifosis atau lordosis, belah ketupat michaelis tidah simetris. Dengan
pemeriksaan raba, pasien dapat diduga mempunyai kelainan atau kesempitan panggul bial
pada pemeriksaan raba pasien didapatkan: primigravida pada kehmilan aterm terdapat
kelainan letak. Perasat Osborn positif fengan melakukan pengukuran ukuran-ukuran panggul
luar.

Alat untuk menukur luar panggul yang paling sering digunakan adalah jangka panggul
dari martin. Ukuran – ukuran panggul yang sering digunakan untuk menilai keadaan panggul
adalah:

a. Distansia spinarum
Yaitu jarak antara spina iliaka anterior superior kanan dan kiri, dengan ukuran normal
23-26 cm

b. Distansia kristarum
Yaitu jarak antara Krista iliaka terjauh kanan dan kiri dengan ukuran sekitar 26-29 cm.
bila selisih antara distansi kristarum dan distansia spinarum kurang dari 16 cm,
kemungkinan besar adanya kesempitan panggul.

10. Pemeriksaan ektremitas bawah


memeriksa adanya oedema yang paling mudah dilakukan didaerah pretibia dan mata
kaki dengan cara menekan jari beberapa detik. Apabila terjadi cekung yang tidak lekas pulih
kembali berarti oedem positif. Oedem positif pada tungkai kaki dapat menendakan adanya
pre eklampsia. Daerah lain yang dapat diperiksa adalah kelopak mata. Namun apabila
kelopak mata sudah oedem biasanya keadaan pre eklamsi sudah lebih berat.

Gambar
11. Pemeriksaan reflek lutut (patella)
mintalah ibu duduk dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan
dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/ patella. Dengan menggunakan hammer ketuklan
rendon pada lutut bagian depan. Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon
diketuk. Bila reflek lutut negative kemungkinan pasien mengalami kekurangan vitamin B1.
bila gerakannya berlebihan dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda pre eklamsi.

Gambar

2.4 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada ibu hamil dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan.

Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah

kesehatan yang dialami oleh klien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data

tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat

pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi

pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Berikut adalah uraian dari pemeriksaan fisik

secara umum, yang terdiri dari :

1. Keadaan Umum
Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum akibat penyakit atau keadaan

yang dirasakan pasien.

Dilihat secara langsung oleh pemeriksa dan dilakukan penilaian. Yang dapat dilakukan

saat kontak pertama, saat wawancara atau selama melakukan pemeriksaan yang lain.

Hal – hal yang perlu dikaji dan dicatat :

1. Penampilan umum : tegak/baik, lemah, sakit akut/kronis.

2. Tanda distress : merintih, berkeringat, gemetar

3. warna kulit : pucat, sianosis, icterus

4. Tinggi dan bentuk tubuh : tinggi/pendek, berotot

5. Perkembangan seksual : rambut majah, suara, payudara

6. BB/TB pengukuran dan penampilan : kurus, gemuk , tinggi kurus

7. Postur dan gaya berjalan : ataksia, pincang, paralysis

8. Cara berpakaian, berhias dan kebersihan : rapi dan bersih

9. Ekspresi wajah : tegang, rileks, takut, cemas

10. Bicara : lambat, serak, cepat

2. Keasadaran

Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap

rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis adalah ketika seseorang masih tersadar penuh.

2. Apatis adalah yaitu kurangnya respon terhadap keadaan sekeliling ditandai dengan

tidak adanya kontak mata atau mata terlihat menerawang dan tidak fokus.

3. Samnolen (letargie) adalah keadaan dimana seseorang sangat mudah mengantuk dan

tidur terus menerus tapi masih mudah di bangunkan.


4. Sopor adalah kondisi tidak sadar atau tidur berkepanjangan tetapi masih memberikan

reaksi terhadap rangsangan.

5. Koma adalah kondisi tidak sadar dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan tertentu.

6. Delirium adalah penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur

bangun. pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi, dan meronta-meronta.

7. Semi Koma adalah penurunan kesadaran yang tidak memberikan respon rangsangan

verbal dan tidak dapat di bangunkan sama sekali ( kornea, pupil ) masih baik. Respon

nyeri tidak adekuat.

8. GCS ( glasgow coma scale ) adalah skala yang dipakai untuk menentukan atau

menilai tingkat kesadaran pasien atau klien, mulai dari sadar sepenuhnya hingga

koma. teknik ini terdiri dari 3 bagian yang di tunjukan oleh pasien setelah di beri

stimulasi tertentu, yakni respon buka mata, respon verbal dan respon motorik.

1. Respon membuka mata  ( nilai 1-4 )

Dekati pasien dan perhatikan respon membuka mata pasien dan beri stimula si

perintah dan nyeri pada pemeriksaan berikutnya :

1. Membuka spontan

2. Dengan perintah

3. Dengan rangsangan nyeri

4. Dengan nangsangan nyeri tidak membuka mata

2. Respon verbal ( nilai 1-5 )

Tanyakan kepada pasien dengan pertanyaan mudah dan sederhana :

1. Orientasi baik ( sesuai pertanyaan dan kalimat baik )

2. Tidak sesuai dengan pertanyaan, struktur kalimat baik

3. Struktur kalimat kacau

4. Hanya bersuara
5. Tidak bersuara

3.    Respon motorik ( nilai 1 – 6 )

Perintahkan pasien untuk menggerakkan  tangan dan beri stimulasi nyeri

pada pemeriksaan berikutnya :

1. Dapat menggerakkan  tangan sesuai perintah

2. Melokalisir dengan stimulasi

3. Menghindar/ menolak / meronta dengan stimulasi

4. Fleksi dengan stimulasi

5. Ekstensi dengan stimulasi

6. Tidak ada respon

Keadaan Emosional

Riwayat Psikososial, untuk mengetahui keadaan emosional ibu. Hal-hal yang dikaji,

yaitu :

1. Kehamilan ini direncanakan/tidak,

2. Respon ibu, suami, dan keluarga terhadap kehamilan,

3. Keadaan hubungan ibu dengan suami, keluarga, dan tetangga, dan

4. Ada atau tidaknya kekhawatiran-kekhawatiran khusus.

3. TB, BB dan LILA

 Tujuan : Untuk memastikan kesan terhadap pasien atau klien terutama mengenai

derajat kesehatan. Pada pasien gemuk atau kurus memberi gambaran kemungkinan

mengidap penyakit.

- BB ( Berat Badan )

Untuk timbangan berat badan di klinik kehamilan tersedia timbangan yang praktis.

Timbangan ini model jembatan dan ukuran tinggi badan bersama-sama timbangan
itu. Ada pula tersedia timbangan kodok yang tidak disertai tinggi badan, jadi

ukuran tinggi badan tersendiri.

 Cara pemeriksaan :

1) Penderita diberitahu, pakaian yang perlu dibuka, atau ganti dengan pakaian

klinik.

2) Balans disetel

3) Penderita dipersilahkan naik diatas timbangan

4) Lihat skala menunjukan angka berapa, sampai keseimbangan balans dan

berat badan dicapai

5) Hasil dilihat dan dicatat

6) Pasien dibereskan

- Tinggi Badan

Mengukur tinggi badan kadang-kadang dilakukan pada ibu yang pertama kali

datang pengukuran ini bermanfaat apabila ibu datang sudah hamil muda. Tinggi

badan ini untuk menetapkan ibu itu kurus atau normal, disesuaikan dengan berat

badannya.

 Cara mengukur tinggi badan :

1) Ibu hamil diberitahu, sandal/sepatu dilepaskan.

2) Ibu hamil berdiri membelakangi ukuran tinggi badan yang mempunyai

skala dengan angka yang menunjukan tinggi badan dalam sentimeter.

3) Ujung ukuran tinggi badan diletakan di atas kepala pada bagian yang

rata.

4) Lihat ujung yang sebelah lagi dan ukuran yang terletak diatas kepala itu

menunjukkan tinggi badan

5) Hasil dilihat dan dicatat


- LiLA ( Lingkar Lengan Atas )

Pada ibu hamil (bumil) pengukuran LiLA merupakan deteksi dini Kurang Energi

Kronis (KEK). Bumil yang KEK berpotensi melahirkan bayi dengan Berat Badan

Lahir Rendah (BBLR). BBLR berkaitan dengan volume otak dan IQ seorang

anak.

 Alat : pita LiLA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran kain.

 Persiapan :

1) Pastikan pita LiLA tidak kusut, tidak terlipat-lipat atau tidak sobek

2) Jika lengan responden > 33cm, gunakan meteran kain

3) Responden diminta berdiri dengan tegak tetapi rileks, tidak memegang

apapun serta otot lengan tidak tegang

4) Baju pada lengan kiri disingsingkan keatas sampai pangkal bahu terlihat

atau lengan bagian atas tidak tertutup.

 Cara mengukur LiLA :

Sebelum pengukuran, dengan sopan minta izin kepada responden bahwa

petugas akan menyingsingkan baju lengan kiri responden sampai pangkal bahu.

Bila responden keberatan, minta izin pengukuran dilakukan di dalam ruangan

yang tertutup.

1. Tentukan posisi pangkal bahu.

2. Tentukan posisi ujung siku dengan cara siku dilipat dengan telapak tangan

ke arah perut.

3. Tentukan titik tengah antara pangkal bahu dan ujung siku dengan

menggunakan pita LiLA atau meteran, dan beri tanda dengan pulpen/spidol

(sebelumnya dengan sopan minta izin kepada responden). Bila

menggunakan pita LiLA perhatikan titik nolnya.


4. Lingkarkan pita LiLA sesuai tanda pulpen di sekeliling lengan responden

sesuai tanda (di pertengahan antara pangkal bahu dan siku).

5. Masukkan ujung pita di lubang yang ada pada pita LiLA.

6. Pita ditarik dengan perlahan, jangan terlalu ketat atau longgar.

7. Baca angka yang ditunjukkan oleh tanda panah pada pita LiLA (kearah

angka yang lebih besar).

8. Tuliskan angka pembacaan

Keterangan: Jika lengan kiri lumpuh, yang diukur adalah lengan kanan

(beri keterangan pada kolom catatan pengumpul data).

4. Pemeriksaan Tanda-tanda vital

A. Tekanan Darah

 Tujuan : untuk menilai system kardiovaskular/keadaan hemodinamik klien (curah

jantung, tahanan vaskuler perifer, volume darah dan viskositas, dan elastisitas

arteri).

 Alat dan bahan pengukuran pemeriksaan tekanan darah :

1. Sfigmomanometer (Tensimeter) yang terdiri dari :

12. Manometer air raksa + klep penutup dan pembuka

13. Manset udara

14. Slang karet

15. Pompa udara dari karet + sekrup pembuka dan penutup

2. Stetoskop

3. Buku catatan tanda vital

4. Pena

 Cara pemeriksaan :
b. Jelaskan prosedur pada pasien

c. Cuci tangan

d. Atur posisi pasien

e. Letakkan lengan pasien yang hendak diukur pada posisi

terlentang

f. Lengan baju dibuka

g. Pasang manometer pada lengan kanan/kiri atas, sekitar 3

cm diatas fossa cubiti (Siku lengan bagian dalam). Jangan terlalu ketat atau

terlalu longgar

h. Tentukan denyut nadi arteri radialis  (nadi pada siku bagian

dalam) dekstra/sinistra dengan jari tangan kita

i. Pompa balon udara manset samapi denyut nadi arteri

radialis tidak teraba

j. Pompa terus sampai manometer setinggi 20 mmHg lebih

tinggi dari titik radialis tidak teraba

k. Letakkan diafragma stetoskop diatas arteri brakhialis dan

dengarkan

l. Kempeskan balon udara manset secara perlahan dan

berkesinambungan dengan memutar sekrup  pada pompa udara berlawanan

arah jarum jam.

m. Catat mmHg manometer saat pertama kali denyut nadi

terdengar nilai ini menunjukkan tekanan sistolik dan catat mmHg denyut nadi

yang terakhir terdengar, niali ini menunjukkan tekanan dastolik.

Suara Korotkoff I : Menunjukkan besarnya tekanan sistolik secara

auskultasi
Suara Korotkoff IV/V: Menunjukkan besarnya tekanan diastolik

secara auskultasi

n. Catat hasilnya pada catatan pasien

o. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

B. Suhu Tubuh

Suhu tubuh normal : 36 – 37oC

Suhu bayi yang normal minimal 36,5˚C

Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi

empat yaitu :

1. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C. Untuk mengukur suhu hipotermi

diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat

mengukur sampai 25°C

2. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36,5 - 37,5°C

3. Febris / pireksia / panas, bila suhu tubuh diatas 37,5 - 40°C

4. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

 Tujuan : Untuk mengetahui rentang suhu tubuh.

 Persiapan Alat dan Bahan :

Stetoskop

Tensimeter/Sphygmomanometer

Alcohol swab

Sarung tangan/handscoen

Jam tangan

Thermometer (raksadigital/elektrik)

Thermometer tympani/aural

Thermometer rectal
Tissue

Kassa

Jelly/Lubrikan

Bullpen

Bengkok

Lembar dokumentasi

 Pemeriksaan suhu Oral

Suhu dapat diambil melalui mulut baik menggunakan termometer kaca klasik atau

yang lebih modern termometer digital yang menggunakan probe elektronik untuk mengukur

suhu tubuh.

Prosedur pemeriksaan adalah sebagai berikut :

C. Jelaskan prosedur pada klien.

D. Cuci tangan.

E. Gunakan sarung tangan.

F. Atur posisi pasien

G. Tentukan letak bawah lidah.

H. Turunkan suhu termometer di bawah 340 -350C

I. Letakan termometer di bawah lidah sejajar dengan gusi.

J. Anjurkan mulut di katupkan selama 3-5 menit.

K. Angkat termometer dan baca hasilnya.

L. Catat hasil

M. Bersihkan termometer dengan kertas tisu.

N. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih, dan keringkan.

O. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.

 Pemeriksaan suhu rektal.


Suhu yang diambil melalui dubur (menggunakan termometer gelas atau

termometer digital) cenderung 0,5-0,7˚ lebih tinggi daripada ketika diambil oleh mulut.

Prosedur pemeriksaan adalah sebagai berikut :

1. Jelaskan prosedur pada klien.

2. Cuci tangan.

3. Gunakan sarung tangan.

4. Atur posisi pasien dengan posisi miring.

5. Pakaian di turunkan sampai bawah glutea.

6. Tentukan termometer dan atur pada nilai nol lalu oleskan vaselin.

7. Letakan telapak tangan pada sisi glutea pasien dan masukan termometer ke

dalam rektal jangan sampai berubah tempatnya dan ukur suhu.

8. Setelah 3-5 menit angkat termometer.

9. Catat hasil.

10. Bersihkan termometer dengan kertas tisu.

11. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih, dan keringkan.

12. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.

 Pemeriksaan suhu Aksila.

Temperatur dapat diambil di bawah lengan dengan menggunakan termometer

gelas atau termometer digital. Suhu yang diambil oleh rute ini cenderung 0,3-0,4˚ lebih

rendah daripada suhu yang diambil oleh mulut.

Prosedur pemeriksaan adalah sebagai berikut :

1. Jelaskan prosedur pada klien.

2. Cuci tangan.

3. Gunakan sarung tangan.

4. Atur posisi pasien


5. Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan menggunakan tisu.

6. Turunkan termometer di bawah suhu 340 -350C.

7. Letakan termometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi di atas dada.

8. setelah 3-10 menit termometer diangkat dan di baca hasilnya.

9. Catat hasil.

10. Bersihkan termometer dengan kertas tisu.

11. Cuci dengan air sabun, desinfektan, bilas dengan air bersih, dan keringkan.

12. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.

 Prosedur pengukuran suhu aural

Termometer khusus dengan cepat dapat mengukur suhu gendang telinga, yang

mencerminkan suhu inti tubuh (suhu dari organ-organ internal).

Mungkin suhu tubuh abnormal karena demam (suhu tinggi) atau hipotermia (suhu

rendah). Demam ditandai ketika suhu tubuh meningkat di atas 37˚C secara oral  atau 37,7˚C

melalui dubur, menurut American Medical Association. Hipotermia didefinisikan sebagai

penurunan suhu tubuh di bawah 35˚C.

Prosedur pemeriksaan adalah sebagai berikut :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan pada klien

2. Cuci tangan dan persiapkan alat-alat di dekat klien

3. Pakai sarung tangan

4. Siapkan thermometer tympani, jika klien menggunakan alat bantu dengar,

keluarkan dengan hati-hati dan tunggu hingga 1-2 menit

5. Bersihkan telinga dengan kapas

6. Buka bagian luar telinga, dengan perlahan-lahan masukkan thermometer

sampai liang telinga.

7. Tekan tombol untuk mengaktifkan thermometer


8. Pertahankan posisi thermometer selama pengukuran sampai muncul suara atau

timbul tanda cahaya pada thermometer

9. Ambil thermometer dan baca hasilnya

10. Rapikan klien

11. Cuci tangan

12. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh manusia yaitu :

a. Kecepatan metabolisme basal

Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak

jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Suhu tubuh sangat terkait

dengan laju metabolisme.

b. Rangsangan saraf simpatis

Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi

100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat

yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak

coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stress

individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan norepineprin yang

meningkatkan metabolisme.

c. Hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan

metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.

d. Hormon tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi kimia dalam

tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat memengaruhi laju metabolisme menjadi

50-100% diatas normal.

e. Hormon kelamin

Hormon kelamin pria (testosterone)dapat meningkatkan kecepatan metabolisme

basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas.

Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran

hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 – 0,6°C di

atas suhu basal.

f. Demam (peradangan)

Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme

sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.

g. Status gizi

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%.

Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk

mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah

mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan lemak

tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan isolator

yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga

kecepatan jaringan yang lain.

h. Aktivitas

Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan

antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat

meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.

i. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat

menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen

yang dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh.

Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan

mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.

j. Lingkungan

Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh

dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga

sebaliknya, lingkungan dapat memengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu

antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit. Proses kehilangan

panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui pembuluh darah dan

juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang

mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus arteriovenosa yang cukup

tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung) akan menyebabkan konduksi panas

dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan

radiator panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.

Berikut adalah mekanisme kehilangan panas tubuh secara garis besar, ada empat yaitu

melalui :

1. Radiasi

Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam bentuk gelombang panas

inframerah. Gelombang inframerah yang dipancarkan dari tubuh memiliki panjang

gelombang 5 – 20 mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke segala


penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas paling besar pada kulit

(60%) atau 15% seluruh mekanisme kehilangan panas.

Panas adalah energi kinetic pada gerakan molekul. Sebagian besar energi pada gerakan ini

dapat di pindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit. Sekali suhu udara

bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak terjadi lagi pertukaran panas,

yang terjadi hanya proses pergerakan udara sehingga udara baru yang suhunya lebih dingin

dari suhu tubuh.

2. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung kulit dengan benda-

benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan mekanisme

konduksi sangat kecil. Sentuhan dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan suhu

yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung

dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada paparan dengan udara, dan sifat isolator

benda menyebabkan proses perpindahan panas tidak dapat terjadi secara efektif terus

menerus.

3. Evaporasi

Evaporasi ( penguapan air dari kulit ) dapat memfasilitasi perpindahan panas tubuh.

Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh

sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme evaporasi

berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari.

Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan 12 – 16

kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi

molekul air secara terus menerus melalui kulit dan system pernafasan.

Selama suhu kulit lebih tinggi dari pada suhu lingkungan, panas hilang melalui radiasi dan

konduksi. Namun ketika suuhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, tubuh memperoleh
suhu dari lingkungan melalui radiasi dan konduksi. Pada keadaan ini, satu-satunya cara tubuh

melepaskan panas adalah melalui evaporasi.

Memperhatikan pengaruh lingkungan terhadap suhu tubuh, sebenarnya suhu tubuh

actual ( yang dapat diukur ) merupakan suhu yang dihasilkan dari keseimbangan antara

produksi panas oleh tubuh dan proses kehilangan panas tubuh dari lingkungan.

C. Denyut Nadi

Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran

kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut, misalnya denyut arteri radialis pada

pergelangan tangan, arteri bracialis pada lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri poplitea

pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan

denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.

Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:

a.       Bayi baru lahir : 140 kali per menit

b.      Umur di bawah umur 1 bulan : 110 kali per menit

c.       Umur 1 - 6 bulan : 130 kali per menit

d.      Umur 6 - 12 bulan : 115 kali per menit

e.       Umur 1 - 2 tahun : 110 kali per menit

f.        Umur 2 - 6 tahu : 105 kali per menit

g.       Umur 6 - 10 tahun : 95 kali per menit

h.       Umur 10 - 14 tahun : 85 kali per menit

i.         Umur 14 - 18 tahun : 82 kali per menit

j.        Umur di atas 18 tahun : 60 - 100 kali per menit

k.      Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit

Jika jumlah denyut nadi di bawah kondisi normal, maka disebut pradicardi.

Jika jumlah denyut nadi di atas kondisi normal, maka disebut tachicardi.
D. Pernafasan

Proses fisiologis yang berperan pada proses pernafasan adalah : ventilasi pulmoner,

respirasi eksternal dan internal. Laju pernafasan meningkat pada keadaan stres, kelainan

metabolik, penyakit jantung paru, dan pada peningkatan suhu tubuh. Pernafasan yang normal

bila kecepatannya 14-20x/menit pada dewasa, dan sampai 44x/menit pada bayi. Kecepatan

dan irama pernafasan serta usaha bernafas perlu diperiksa untuk menilai adanya kelainan.

2.5 Pemeriksaan Fisik Head to Toe (Pemeriksaan Fisik Kepala hingga Kaki)

Pemeriksaan fisik head to toe merupakan teknik pemeriksaan fisik dengan bagian

tubuh klien sebagai acuan yaitu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Maksudnya disini

adalah pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir

pada anggota gerak.

1. PEMERIKSAAN FISIK KULIT, RAMBUT DAN KUKU

a. Tujuan : Untuk mengetahui kondisi kulit, rambut dan kuku

b. Cara Kerja :

1. Inspeksi kulit mengenai warna, jaringan perut, lesi/perlukaan dan kondisi

vaskularisasi supervisial.

2. Palpasi kulit untuk mengetahui suhu kulit, tekstur (halus,kasar), mobilitas/turgor

dan adanya lesi

3. Inspeksi dan Palpasi kuku dan catat mengenai warna, bentuk dan setiap ada

ketidaknormalan/lesi.

4. Inspeksi dan palpasi rambut dan perhatikan jumlah, distribusi dan teksturnya.

VARIASI WARNA KULIT

WARNA PROSES PENYEBAB LOKASI


COKLAT Deposisi Sinar matahari, Area terbuka, muka
Melanin hamil, dan (topeng
beberapa tumor kehamilan/Kloasma/melas
pituitari. ma), putting susu, areola,
Deposisi Hemakromatosis linea nigra, dan vulva.
Melanin Area terbuka, genetalia,
Hemosiderin jaringan perut, sering
menyeluruh.
BIRU/SIAN Deoksi Anxietas/dingin. Kuku, kadang bibir. Bibir,
OSIS Hemoglobin Penyakit mukosa mulut, lidah,
meningkat jantung/paru- kuku.
akibat hipoksia paru.
yang Methemoglobine
merupakan mia kongenital;
perlpheral/kapi sulhemoglobin.
ler atau
sentral/arteri
al.Hb
abnormal.
KUNING Kadar Penyakit hati, Lebih nampak meningkat
(IKTERIK) Bilirubin hemolisis sel pada konjungtiva daripada
meningkat. darah merah. selaput lendir yang lain
dan bagian yang lain.
KAROTENE Kadar karotin Peningkatan Telapak tangan, telapak
MIA meningkat. asupan karotin kaki, muka, tidak
yang dikandung mempengaruhi
sayur dan buah- konjungtiva atau selaput
buahan : lendir yang lain.
miksedema,
hipopituitarisme,
diabetes mellitus,
anoreksia
nervosa.
UREMIA Akibat retensi Penyakit ginjal Banyak terjadi pada area
KRONIS kromogen kronis terbuka, mungkin
urinaria menyeluruh, tidak
mengenai konjungtiva dan
selaput lendir lainnya
WARNA Penurunan Albinisme Kekurangan pigmen pada
BERKURA kadar vitilingo tinea kulit, rambut, mata/ tak
NG melanin : versikolor (inf. sempurna, simetris, sering
 Kelainan Jamur yang pada area yang terbuka.
bawaan tidak umum). Sinkop, Dada, punggung atas,
dapat beberapa variasi leher. Sering pada muka,
membentuk normal. Anemia konjungtiva, mulut, kuku.
melanin nefrotik sindrom Sering pada muka,
 Kehilangan konjungtiva, mulut, kuku.
melanin. Area yang edema.
 Kemunduran
visibiltas
oksihemoglo
bin
 Aliran darah
menurun
dalam aliran
darah
superfisial
 Kadar
oksihemoglo
bin menurun
 Edema

BERBAGAI KONDISI KUKU

Gambar Keterangan Contoh pada kondisi


Kuku Normal
Mempunyai sudut 160o
antara batas kuku dengan
permukaan kulit jari- jari

Clubbing Hipoksia, kanker paru-paru


Sudut lebih dari 160o
membengkak agak
mengembung

Beau’s line Penyakit akut berat ,


anemia defisiensi besi

Koilonychia

Plinter Hemorrhages Endokarditis bacterial


Trikhinosis trauma

Paronychia

2. PEMERIKSAAN KEPALA

a. Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala

b. Cara kerja :

1. Atur pasien dalam posisi duduk atau berdiri (tergantung pada kondisi pasien dan

jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Bila pasien memakai kacamata, anjurkan untuk melepasnya.


3. Lakukan inspeksi yaitu dengan memperhatikan kesimetrisan muka, tengkorak,

warna dan distribusi rambut serta kulit kepala.

4. Muka normalnya simetris antara kanan dan kiri. Ketidaksimetrisan muka dapat

merupakan suatu petunjuk adanya kelumpuhan parase saraf ketujuh.

5. Bentuk tengkorak yang normal adalah simetris dengan bagian frontal menghadap

kedepan dan bagian pariental menghadap ke belakang.

6. Distribusi rambut sangat bervariasi pada setiap orang dan kulit kepala normalnya

tidak mengalami peradangan, tumor maupun bekas luka/sikatrik.

7. Lanjutkan pemeriksaan dengan palpasi untuk mengetahui keadaan rambut, massa,

pembengkakan, nyeri tekan, keadaan tengkorak, dan kulit kepala.Palpasi tulang,

tengkorak pada bayi dilakukan juga dengan tujuan untuk mengtahui ukuran

fontanella.

3. PEMERIKSAAN MATA

a. Tujuan : Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata

16. Sebelum melakukan pemeriksaan, harus tersedia sumber penerangan/lampu

yang baik dan ruang gelap untuk tujuan tertentu.

17. Pasien harus diberitahu sebelumnya sehingga ia dapat bekerja sama.

18. Untuk mempermudah pemeriksaan, bidan dapat berdiri atau duduk dihadapan

pasien.

19. Dalam pemeriksaan selalu bandingkan antara mata kanan dengan mata kiri.

Normalnya mata berbentuk bulat/sperik

 Inspeksi :

1) Amati bola mata terhadap adanya protrusis, gerakan mata, medan penglihatan

dan visus.
2) Amati kelopak mata, perhatikan terhadap bentuk dan setiap ada kelainan

dengan cara sebagai berikut :

d. Anjurkan pasien melihat ke depan.

e. Bandingkan mata kanan dan mata kiri.

f. Anjurkan pasien menutup kedua mata.

g. Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian

pinggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan misalnya ada keerah-

merahan.

h. Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terhadap ada/tidaknya bulu

mata dan posisi bulu mata.

i. Perhatikan kelurusan mata dapat membuka dan catat bila ada dropping

kelopak mata atas atau sewaktu mata mebuka (ptosis).

3) Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut :

a. Anjurkan pasien melihat lurus ke depan

b. Amati konjungtiva, untuk mengetahui ada/tidaknya kemerah-merahan,

keadaan vaskularisasi serta lokasinya.

c. Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari.

d. Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat

bila di dapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal,

misalnya anemi.

e. Bila diperlukan amati konjungtiva bagian atas

f. Amati warna sklera waktu memeriksa konjungtiva yang pada keadaaan

tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.

 Inspeksi gerakan mata :

1) Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan


2) Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus)

yaitu gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak ke satu arah,

kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula

3) Bila ditemukan adanya nistagmus, maka amati bentuk, frekuesni (cepat atau

lambat) , amplitudo (luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu).

4) Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan ata salah satu defisi

5) Luruskan jari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15-30. Beritahu

pasien untuk mengikuti gerakan jari anda, dan juga posisi kepala pasien

tetap.gerakan jari anda ke 8 arah, untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.

 Pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan) :

1) Siapkan kartu snellen/kartu lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk

anak-anak.

2) Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 atau 6 meter dari kartu snellen.

3) Atur penerangan yang memadai sehingga kartu snellen dapat di baca dengan

jelas.

4) Beritahu pasien untuk menutup mata kiri dengan satu tangan.

5) Pemeriksaan mata kanan dengan cara pasien disuruh membaca mulai huruf

yang paling besar menuju huruf yang kecil dan catat tulisan terakhir yang

masih dapat dibaca oleh pasien.

6) Selanjutnya pemeriksaan mata kiri.

4. PEMERIKSAAN TELINGA

a. Tujuan : untuk mengetahui keadaan telinga luar, slauran telinga, gendang

telinga/membran timpanidan pendengaran.

20. Telinga mempunyai fungsi sebagai alat pendengaran dan menjaga

keseimbangan.
21. Menurut struktur anatominya, telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian :

→ Telinga luar : aurikel (pinna) dan saluran pendengaran luar.

→ Telinga tengah (rongga timpani) terpisah dengan telinga luar oleh adanya

membran timpani (gendang telinga). Terdapat komponen pendengaran (maleolus,

inkus, stapes) yang berhungan dengan tubaeustasia (pendengaran), sinus-sinus

mastoid, telinga luar dan telinga dalam.

→ Telinga dalam : labirin yang bertulang dan bermembran yang meliputi kohlea,

vestibulum, dan saluran, semiskular.

b. Alat-alat yang perlu dipersiapkan dalam pemeriksaan fisik telinga, antara lain :

otoskop, garpu tala, arloji.

c. Cara Kerja :

 Inspeksi dan palpasi

1) Bantu pasien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat

diatur duduk di pangkuan orang lain.

2) Atur posisi anda menghadap pada sisi telinga pasien yang akan diperiksa.

3) Untuk pencahayaan, gunakan auroskop, lampu kepala atau sumber cahaya

yang lain sebagai tangan anda akan bebas kerja.

4) Mulailah mengamati telinga luar, periksa keadaan pinna terhadap ukuran,

bentuk, lesi dan adanya massa.

5) Lanjutkan pemriksaan palpasi dengan memegang telinga luar dengan

jempol dan jari telunjuk.

6) Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis dari jaringan lunak, jaringan

keras dan catat bila ada nyeri.

7) Tekan bagian tragus ke dalam dan tekan pula tulang telinga di bawah daun

telinga. Bila ada peradangan maka pasien akan meras nyeri.


8) Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan.

9) Bila diperlukan, lanjutkan pemeriksaan telinga bagian dalam.

10) Pegang bagian pinggir daun telinga/heliks dan secara perlahan-lahan tarik

daun telinga ke atas dan kebelakang sebagi lubang telinga menjadi lurus

dan mudah diamati. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah.

11) Amati pintu masuk lubang telinga dan pertikan ada tidaknya peradangan,

peredaran, kotoran/serumen.

12) Dengan hati-hati amsukkan otoskop yang menyala kedalam lubang telinga.

13) Bila letak otoskop sudah tepat, letakkan mata di eye-piece.

14) Amati dinding lubang telinga thd kotoran, serumen, peradangan/adanya

benda asing.

15) Amati membran timpani mengenai bentuk, transparansi, kilau, perforasi

terhadap adanya darah/cairan.

 Pemeriksaan pendengaran :

1) Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga

2) Secara sederhana pendengaran dapat diperiksa dengan menggunakan suara

bisikan.

3) Pendengan yang baik akan dengan mudah dapat mengetahui adanya bisikan.

4) Bila pendengaran dicurigai tidak berfungsi baik, maka pemeriksaan yang lebih

teliti dapat dilakukan yi dengan menggunakan garpu tala atau test audiometri.

 Pemeriksaan pendengaran dengan bisikan :

1) Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak sekitar 4,5-6 meter.

2) Anjurkan pasien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.

3) Bisikan suatu bilangan (mis 76).

4) Beritahu pasien untuk mengulang bilangan yang didengar.


5) Pemeriksaan telinga yang satunya dengan cara sama.

6) Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri pasien.

 Pemeriksaan pendengaran dengan arloji

1) Pegang sebuah arloji disamping pasien.

2) Suruh pasien menyatakan apakah mendengar detak arloji.

3) Pindah posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan suruh pasien

menyatakan bila tak dapat mendengar lagi. Normalnya detak arloji masih

dapat didengar sampai jarak sekitar 30 cm dari telinga.

4) Bandingkan telinga kanan dan telinga kiri.

 Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala :

1) Tujuan : untuk mengetahui kualitas pendengar secara lebih teliti

2) Pemeriksaan garpu tala dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : pemeriksaan

rinne dan pemeriksaan weber.

3) Pemeriksaan rinne dilakukan untuk membandingkan antara konduksi udara

dengan konduksi tulang. Normalnya konduksi udara lebih baik ddibandingkan

dengan konduksi tulang.

4) Pemeriksaan weber digunakan untuk mengetahui lateralisasi fibrasi (getaran,

yang dirasakan baik oleh telinga kanan maupun kiri). Normalnya vibrasi/suara

dirasakan ditengah-tengah kepala atau seimbang antara 2 telinga.

5. PEMERIKSAAN FISIK HIDUNG DAN SINUS-SINUS

a. Tujuan : Untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung.

Pemeriksaan hidung dimulai dari bagian luar, bagian dalam lalu sinus-sinus-sinus,

pasien dipersiapkan dalam posisi duduk bila memungkinkan.

b. Peralatan yang dipersiapkan, antara lain :

→ otoskop.
→ spekulum hidung.

→ cermin kecil.

→ Sumber penerangan/lampu.

c. Cara kerja pemeriksaan fisik hidung dan sinus-sinus

 Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar palpasi sinus-sinus:

1) Duduklah menghadap pada pasien.

2) Atur penerangan dan amati hidung bagian luar sisi depan,samping dan sisi

atas.perhatikan bentuk/tulang hidug dari ketiga sisi ini.

3) Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan pembengkakan.

4) Amati kesimentrisan lubang hidung.

5) Lanjutkan dengan melakukan palpasi hidung luar dan catat bila ditemukan

ketidaknormalan kulit/tulang hidung.

6) Kaji mobilitas septum hidung.

7) Palpasi sinus maksilaris,frontalis dan etmoidalis,perhatikan terhadap adanya

nyeri tekan.

 Inpeksi hidung bagian dalam:

1) Duduklah menghadap pada pasien.

2) Pasang lampu kepala.

3) Atur lampu sehingga sisi untuk menerangi lubang hidung.

4) Elevasikan ujung hidung pasien dengan cara menekan hidung secara ringan

dengan ibu jari anda,kemudian amati bagian anterior lubang hidung.

5) Amati posisi septum hidung dan kemungkinan adanya perfusi.

6) Amati bagian turbin interior.

7) Pasang ujung spekulum hidung pada lubang hidung sehingga rongga hidung

dapat diamati.
8) Untuk memudahkan pengamatan pada dasar hidung maka atur posisi kepala

sedikit menengadah.

9) Dorong kepala menengadah sehingga bagian atas rongga hidung mudah

diamati.

10) Amati bentuk dan posisi septum, kartilago dan dinding-dinding rongga hidung

serta selaput lendir pada rongga hidung(warna, sekresi, bengkak).

11) Bila sudah selesai,lepas spekulum secara perlahan-lahan.

6. PEMERIKSAAN FISIK MULUT DAN FARING

a. Tujuan : Untuk mengetahui keadaan mulut dan faring

Pemeriksaan mulut dan faring dilakukan dengan posisi pasien duduk.

Pencahayaan harus baik sehingga semua bagian dalam mulut dapat diamati

dengan jelas.

Pemeriksaan dimulai dengan mengamati bibir, gigi, gusi, selaput lendir, pipi

bagian dalam,lantai dasar mulut dan palatum/langit-langit mulut,kemudian

faring.

b. Cara kerja pemeriksaan mulut dan faring

 Inspeksi :

1) Bantu pasien duduk berhadapan dengan anda,dengan tinggi yang sejajar.

2) Amati bibir untuk mengetahui adanya kelainan kongenital,bibir

sumbing,warna bibir,ulkus,lesi dan massa.

3) Lanjutkan pengamatan pada gigi dengan pasien dianjurkan membuka mulut.

4) Atur pencahayaan yang memadai dan bila diperlukan gunakan penekan lidah

untuk menekan lidah sehingga gigi akan tampak lebih jelas.


5) Amati keadan setiap gigi mengenai posisi,jarak,gigi rahang atas dan rahang

bawah, ukuran, warna, lesi/adanya tumor. Amati juga secara khusus pada

akar-akar gigi dan gusi.

6) Pemeriksaan setiap gigi dengan cara mengetuk secara sistematis, bandingkan

gigi bagian kiri, kanan, atas dan bawah dan anjurkan pasien untuk

memberitahu bila merasa nyeri sewaktu diketuk.

7) Perhatikan pula ciri-ciri umum sewaktu melakukan pengkajian, antara lain

kebersihan mulut, dan bau mulut.

8) Lanjutkan pengamatan pada lidah dan perhatikan kesimetrisannya. Suruh

pasien menjulurkan lidah dan amati mengenai kelurusan, warna, ulkus,

maupun setiap ada kelainan.

9) Amati selaptu lendir mulut secara sistematis pada semua bagian mulut

mengenal warna, adanya pembengkakan, tumor, sekresi, peradangan, ulkus,

dan pendarahan.

10) Beri kesempatan pasien untuk istirahat dengan menutup mulut sejenak bila

capai, lalu lanutkan dengan inpeksi faring dengan cara pasien dianjurkan

membuka mulut, tekan lidah ke bawah pasien sewaktu pasien berkata ”ah”.

Amati faring terhadap kesimentrisan ovula.

 Palpasi

1) Palpasi pada pemeriksaan mulut dilakukan terutama bila dari inspeksi belum

diperoleh data yang menyakinkan.

2) Tujuan : untuk mengetahui bentuk dan setiap ada kelainan pada mulut yang

dapat diketahui dengan palpasi, meliputi pipi, dasar mulut, palatum/langit-

langit mulut dan lidah.


3) Palpasi harus dilakukan secara hati-hati dan perlu diupayakan agar pasien

tidak muntah, yaitu:

 Atur posisi pasien duduk menghadap anda.

 Anjurkan pasien membuka mulut.

 Pegang pipi diantara ibu jari dan jari telunjuk (jari telunjuk berada

didalam). Palpasi pipi secara sistematis dan perhatikan terhadap adanya

tumor/pembengkakan.Bila pembengkakan deter minasikan menurut

ukuran, konsistensi, hubungan dengan daerah sekitarnya dan adanya

nyeri.

4) Lanjutkan dengan palpasi pada palatum dengan jari telunjuk dan rasakan

terhadap adanya pembengkakan dan fisura.

5) Palpasi dasar mulut dengan cara pasien disuruh mengatakan ”el” kemudian

palpasi dilakukan pada dasar mulut secara sistematis dengan jari penunjuk

tangan kanan. Bila diperlukan beri sedikit penekanan dengan ibu jari dari

bawah dagu untuk mempermudah palpasi.Catat bila didapatkan

pembengkakan.

6) Palpasi lidah dengan cara pasien disuruh menjulurkan lidah, pegang lidah

dengan kassa steril menggunakan tangan kiri.Dengan jari penunjuk tangan

kanan lakukan palpasi lidah terutama bagian belakang dan batas-batas lidah.

7. PEMERIKSAAN FISIK LEHER


a) Tujuan secara umum : Untuk mengetahui bentuk leher serta organ-organ penting

berkaitan.
Dalam pemeriksaan, baju pasien dilepas sehinga leher dapat diperiksa dengan mudah.

Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi kemudian palpasi lalu dilanjutkan dengan

pemeriksaan mobilitas leher.

b) Cara Kerja Pemeriksaan Leher

 INSPEKSI:

1) Anjurkan pasien untuk melepas baju.

2) Atur pencahayaan yang baik.

3) Lakukan inspeksi leher mengenai bentuk leher, warna, kulit, adanya

pembengkakan, jaringan parut dan adanya massa.

4) Inspeksi dilakukan secara sistematis mulai dari garis tengah sisi depan leher,

dari samping dan dari belakang.

5) Bentuk leher yang panjang dan ramping umumnya ditemukan pada orang

berbentuk ektomorf, orang dengan gizi jelek/orang dengan tbc paru.

6) Bentuk leher pendek dan gemuk di dapatkan pada orang berbentuk

endomorf/obesitas.

7) Warna kulit leher normalnya sama dengan kulit sekitarnya. Dapat menjadi

kuning pada semua jenis ikterus, dan menjadi merah, bengkak, panas dan

nyeri tekan bila mengalami peradangan.

8) Inspeksi tiroid dengan cara pasien disuruh menelan dan amati gerakan kelenjar

tiroid pada takik supraternal.Normalnya gerakan kelenjar tiroid tidak dapat

dilihat, kecuali pada orang yang sangat kurus.

PALPASI KELENJAR LIMFE, KELENJAR TIROID DAN TRAKEA:

1. Duduklah dihadapan pasien.

2. Anjurkan pasien untuk menengadah ke samping menjauhi pemeriksa sehingga

jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.


3. Lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi, batas-batas,

ukuran, bentuk, dan nyeritekan pada setiap kelompok kelenjar limfe yang terdiri dari:

- Preaurikular-di depan telinga.

- Posterior aurikuler-superpisial terhadap prosesus mastoidius.

- Osipital-di dasar posterior tulan kepala.

- Tonsilar-di sudut mandibula.

- Submaksilaris-di tenmgah-tenngah antara sudut dan ujung mandibula.

4. Lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi, batas-batas,

ukuran, bentuk, dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe yang tidak :

 Submental- pada garis tengah beberapa cm di belakang ujung mandibula.

 Servikal supersial-supersial terhadap stenomastidius.

 Servikal dalam- dalam sternomastoid dan sering tidak dapat di palpasi.

 Supraklavikula- dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan

sternomastidius.

4. Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara:

1. Letakkan tangan anda pada leher pasien.

2. Palpasi pada fossa supraternal dengan jari penujuk dan jari tengah.

3. Suruh pasien menelan/minum untuk memudahkan palpasi.

4. Palpasi dapat pula dilakukan dengan bidan berdiri di belakang pasien, tangan

diletakkan mengelilingi leher dan palpasi dilakukan dengan jari kedua dan ketiga.

5. Bila teraba kelenjar tiroid, maka determinasikan menurut bentuk, ukuran,

konstitensi, dan permukannya.

6. Lakukan palpasi trakea dengan casra berdiri di samping kanan pasien.Letakkan

jari tengah pada bagian bawah trakea dan trakea ke atas, ke bawah, dan ke

samping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.


MOBILITAS LEHER:

1. Dilakukan paling akhir pada pemeriksaan leher.

2. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka leher dan dada bagian atas harus bebas

dari pakaian dan bidan berdiri/duduk di belakang pasien.

3. Lakukan pemeriksaan mobilitas secara aktif.Suruh pasien menggerakan leher dengan

urutan :

1. Anteflekksi, normalnya 450

2. Dorsifleksi, normalnya 600

3. Rotasi ke kanan, normalnya 700

4. Rotasi ke kiri, normalnya 700

5. Lateral fleksi ke kiri, normalnya 400

6. Lateral fleksi ke kanan, normalnya 400

4. Determinasikan sejauh mana pasien mampu menggerakkan lehernya. Normalnya

gerakan dapat dilakukan secara terkoordinasi, tanpa gangguan.

5. Bila diperlukan lakukan pemeriksaan mobilitas secara pasif dewngan cara kepala

pasien dipegang dengan dua tangan kemudian digerakkan dengan urutan yang sama

seperti pada pemeriksaan mobilitas leher secara aktif.

8. PEMERIKSAAN FISIK DADA DAN PARU-PARU

a. Tujuan : Untuk mengetahui keadaan dada dan paru-paru.

 INSPEKSI :

→ Dada di inspeksi terutama mengenal postur, bentuk dan kesimentrisan,

ekspansi serta keadan kulit.

→ Bentuk dada berbeda antara bayi dan orang dewasa.

→ Dada bayi berbentuk melingkar dengan diameter dari depan ke

belakang (anteroror-pasterior) sama dengan diameter transversal.


→ Pada orang dewasa perbandingan antara diameter anteroropasterior

dengan diameter transversal adalah 1:2.

→ Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada bergerak atau pada saat

diam terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernafasan.

→ Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan bentuk tulang punggung

(kiposis, lordosis, skoliosis) akan lebih mudah dilakukan pada saat dada tidak

bergerak.

 Berbagai kelainan bentuk dada :

1. Pigoen chest : bentuk dada yang ditandai dengan diameter transversal sempit,

diameter antero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan.

2. Funnel chest : bentuk dada yang tidak normal sebagai kelainan bawaan yang

mempunyai ciri-ciri berlawanan dengan pigeon chest, yaitu sternum

menyempit ke dalam dan diameter antero-posterior yang mengecil.

3. Barel chest : bentuk dada yang ditandai dengan diameter anteroposterior dan

transversal yang mempunyai perbandingan 1:1.

 Pola pernafasan :

1. Eupnea : Irama dan kecepata pernafasan.

2. Takipnea : Peningkatan kecepatan pernafasan.

3. Bradipnea : Lambat tetapi merupakan pernafasan normal.

4. Apnea : Tidak terdapatnya pernafasan (mungkin secara periodik).

5. Hyperventilasi :pernafasan dalam kecepatan normal.

 Pola pernafasan

1. Cheyne-stokes : Pernafasan yang secara bertahap menjadi cepat dan dalam dari

normal, kemudian melambat, diselingi dengan periode apnea.


2. Blots : Pernafasan cepat dan dalam dari normal, dengan terhenti tiba-tiba

diantaranya, pernafasan mempunyai kedalaman yang sama.

3. Kussmaul : Pernafasan cepat dan tanpa terhenti.

4. Apneustik : Inspirasi tersengal-sengal, lama di ikuti ekspirasi yang sangat

pendek.

b. Cara kerja pemeriksaan inspeksi dada

1) Lepas baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang.

2) Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan dan

kondisinya). Pasien dapat diatur pda posisi duduk atau berdiri.

3) Yakinkan bahwa anada sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan stetoskop

sudah siap.

4) Beri penjelasan pada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan anjurkan

pasien tetap relaks.

5) Lakukan inspeksi bentuk dada dari 4 sisi (depan, belakang, kanan, kiri,) pada saat

istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi.

6) Pada saat inspeksi dari depan perhatikan area pada klavikula, foossa supra dan

infra klavikula, sternum dan tulang rusuk.

7) Dari sisi belakang amati lokasi vertebra torakalis ke 7 (puncak skapula terletak

sejajar dengan vertebra torakalis ke 8), perhatikan pula bentuk tulang belakang

dan catat bila ada kelainan bentuk.

8) Terakhir inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetrahui adanya

kelainan bentuk dada, misalnya bentuk dada barel chest.

9) Amati lebih teliti keadan kulit dada catat setiap ditemukan adanya pulpasi pada

interkostalis / di bawah jantung retraksi intrakostalis selama bernafas, jaringan

perut dan setiap ditemukan tanda-tanda menonjol lainnya.


 PALPASI

a. Tujuan : untuk mengetrahui keadan kulit pada dinding dada, nyeri tekan,

massa, peradangan, kesimentrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang

dapat teraba yang di hantarkkan melalui sistem bronkopulmonal selama

seseorang berbicara).

b. Cara kerja pemeriksaan palpasi dada

1. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru-paru/dinding dada :

 Letakkan kedua tangan secara datar pada dinding dada depan.

 Anjurkan pasien untuk menarik nafas.

 Rasakan gerakan dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri.

 Berdirilah di belakang pasien,letakkan tangan anda pada sisi dada pasien,

perhatikan getaran ke samping sewaktu pasien bernafas.

 Letakkan kedua tangan anda di punggung pasien dan bandingkan gerakan

kedua sisi dinding dada.

2. Lakukan palpasi untuk memeriksa tactil vremitus. Suruh pasien menyebut

bilangan “enam-enam” sambil anda melakukan palpasi dengan cara :

 Letakkan telapak tangan anda pada bagian belakang dinding dada dekat

apeks paru-paru.

 Ulangi langkah di atas dengan tangan bergerak ke bagian dasar paru-

paru.

 Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru-paru dan diantara apeks serta

dasar paru-paru.

 Lakukan palpasi tactil vremitus pada dinding dada anterior.

3. Vibrasi/getaran bicara secara normal dapat di trans-misikan melalui

dinding dada.
4. Getaran lebih jelas terasa pada apeks paru-paru dan dinding dada kanan

lebih keras daripada dinding dada kiri karena bronkus pada sisis kanan

lebih besar.

 Suara/bunyi perkusi pada paru-paru orang normal adalah resonan yang

terdengar seperti “dug-dug-dug”.

 Pada keadaan tertentu bunyi resonan ini dapat menjadi lebih atau

kurang resonan.

 Bunyi kurang resonan = “bleg-bleg-bleg” karna bagian padat lebih

besar daripada bagian udara.

 Bunyi hiperresonan =”deng-deng-deng”karna udara relatif lebih besar

daripada zat padat.

 Bunyi timpani =”dang-dang-dang” karna terdapat banyak udara

 Selain untuk mengetahui keadaan paru-paru , juga dapat di gunakan

untuk mengetahui batas paru-paru dengan organ lain di sekitarnya.

Cara kerja pemeriksaan perkusi paru-paru :

1. Lakukan perkusi paru-paru anterior dengan posisi supinasi :

 Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap spasium interkostalis.

 Bandingkan sisi kanan dan sisi kiri.

2. Lakukan perkusi paru-paru postersior dengan posisi sebaiknya duduk atau berdiri

 Yakinkan dulu bahwa pasien telah duduk lurus.

 Mulai perkusi dari puncak paru-paru ke bawah.

 Bandingakn sisi kanan dan sisi kiri.

 Catat hasil perkusi secara jelas.


3. Lakukan perkusi paru-paru posterior untuk mendeterminasi gerakan diafragma

(penting pada pasien empisema).

 Suruh pasien untuk menarik nafas panjang dan menahannya.

 Memulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi

redup didapatkan.

 Beri tanda dengan spidol pada tempat dimana didapatkan bunyi

redup(biasanya pada spasium interkostalis ke-9, sedikit lebih tinggi dari

posisi hati di dadda kanan).

 Suruh pasien untuk mengembusakan nafas secara maksimal dan menahannya.

 Lakukan perkusi dari bunyi redup(tanda I) ke atas biasnya bunyi redup ke II

ditemukan di atas tanda I.beri tanda pada kulit yang di temukan bunyi redyp

(tanda II).

4. Lakukan perkusi paru-paru posterior untuk mendetrminasi gerakan diafragma

(penting pada pasien empisema).

 Ukur jarak antara tanda I dan II. Pada wanita jarak ke dua tanda ini normalnya

3-5 cm dan pada pria 5-6 cm.

 Auskultasi

→ Untuk memeriksa aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk

mengetahui adanya sumbatan aliran udara, serta memeriksa kondisi paru-paru

& rongga pleura.

→ Suara nafas yang didengar melalui stetoskop dapat menjadi tidak normal

apabila paru-paru mengalami suatu gangguan.

→ Ada beberapa bunyi/suara yang merupakan suara tambahan : ronchi

kering,ronchi basah & gesekan pleura.


→ Ronchi kering : bunyi yang terputus yang tejadi oleh adanya getaran dalam

lumen saluran nafas akibat penyempitan, kelainan selaput lendir, atau akibat

adanya sekret kental atau lengket. Semakin kecil/sempit diameter saluran

nafas , maka nada bunyi nafas juga semakin tinggi & keras.

→ Ronchi basah (rales) : suara berisik yang terputus akibat aliran udara melewati

cairan.ronchi basah dapat terdengar halus, sedang atau kasar tergantung pada

besranya brochus yang terkena. Umumnya ronchi terdengar pada saat

inspirasi.

→ Gesekan pleura bunyi yang timbul sebagai manifestasi kelainan pleura akibat

gesekan pleura yang menebal/menjadi kasar karena mengalami peradangan .

Bunyi ini biasanya terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.

Cara kerja pemeriksaan auskultasi paru-paru :

 Duduklah menghadap pada pasien.

 Suruh pasien bernafas secara normal dan mulailah auskultasi dengan pertama

kali meletakkan stetoskop pada trakea, dengar bunyi nafas secara teliti.

 Lanjutkan auskultasi dengan arah seperti pada perkusi, dengan suara nafas

yang normal dan perhatikan bila ada suara tambahan.

 Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandingkan sisi kanan

dan kiri.

BUNYI-BUNYI NAFAS

Bunyi Nafas Durasi Bunyi Nada Intensitas Lokasi


Inspirasi Dan Bunyi Bunyi
Ekspirasi Ekspirasi Ekspirasi
Vesikuler Insp > Eksp Rendah Lembut Sebagian area paru-
paru kanan dan kiri.
Sering pada
Bronkoveskuler Insp = Eksp Sedang Sedang spasium
interkostalis ke 1
dan ke 2 bagian dan
diantara skapula.
Bronkeal Eksp > Insp Tinggi Keras Di atas manubrium
Trakeal Insp = Eksp Sangat Sangat keras Di atas trakea pada
tinggi leher

9. PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER

SISTEM KARDIOVASKULAR TERHADAP JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

 Inspeksi dan Palpasi

1. Area jantung (prekordial) diinspeksi secara silmutan untuk mengetahui adanya

ketidak normalan denyutan/dorongan (heaves).

2. Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi janttung mulai dari

area aorta, area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik.

3. Hasil palpasi di jelaskan mengenai lokasi , yaitu pada spasi interkostale ke

berapa ,jarak dari garis midsternal , midklavikula , dan garis aksilaris.

CARA KERJA PALPASI :

1. Bantu pasien mengatur posisi supinasi dan pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien.

2. Tentukan lokasi sudut louis dengan palpasi. Sudut ini terletak di antara

manubrium dan badan sternum. Ini akan terasa seperti bagian dari sternum.

3. Pindah jari-jari ke bawah ke arah tiap sisi sudut sehingga akan teraba spasium

interkostalis ke-2. Area aorta terletak di spasium interkostalis ke-2 kanan dan area

pulmonal terletak pada spasi interkostale ke-2 kiri.

4. Inspeksi dan palpasi area aorta dan area pulmonal untuk mengetahui ada/tidaknya

uplsasi.

5. Dari area pulmonal, pindahkan jari-jari anda kebawah sepanjang 3 spasi

Interkostale kiri menghadap ke sternum. Amati thd ada tidaknya pulsasi.


6. Dari area trikuspidalis, pindah tangan anda secara lateral 5-7 cm ke garis

midklavikularis kiri dan akan ditemukan area apikal/pmi (point of maximal

impulse).

7. Isnpeksi dan palpasi pulsasi pada area apikal. Sekitar 50% orang dewasa akan

memperlihatkan pulpasi apikal. Ukuran jantung dapat diketahui dengan

mengamati lokasi pulsasi apikal. Apabila jantung membesar, maka pulsasi ini

bergeser secara lateral ke garis midklavikula.

8. Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan inspeksi dan palsasi pada area epigastrik.

 Perkusi

1) Perkusi jantung dilakukan untuk mengetahu ukuran dan bentuk jantung secara

kasar.

2) Perkusi jantung dilakukan hanya dalam keadaan yang sangat diperlukan.

3) Perkusi dilakukan dengan meletakkan jari tengah tangan kiri sebagai plesimeter

(landasan) rapat-rapat di dinding dada.

4) Perkusi dapat dikerjakan dari semua arah menuju letak jantung.

5) Untuk menentukan batas sisi kanan dan kiri, perkusi dikerjakan dari arah

samping ke tengah dada. Batas atas jantung diketahui dengan perkusi dari atas

ke bawah.

6) Pemeriksa hendaknya mengetahui lokasi redup jantung. Batas kiri umumnya

tidak lebih dari 4,7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada spasium

interkostalis ke 4,5 dan 8.

7) Perkusi dapat pula dilakukan dariarah sternum keluar dengan jari yang

stasioner secara paralel pada spasium interkostalis sampai suara redup tidak

terdengar. Ukurlah jarak dari garis midsternal dan tentukan dalam cm.
8) Dengan adanya foto rontogen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan

karena gambaran jantung dapat diihat pada foto thorak antero posterior.

 Auskultasi

1. Jantung dapat didengar dengan auskultasi.

2. Bunyi jantung dihasilkan oleh penutupan katup-katup jantung.

3. Bunyi jantung I (s1) timbul akibat penutupan katub mitralis trikuspidalis.

4. Bunyi jantung ii (s2) timbul akibat penutupan katup aorta dan pulmonalis.

5. Biasanya s1 terdengar lebih keras dari pada s2, namun nada s1 lebih rendah

sedangkan s2 tinggi.

6. S1 didiskripsikan sebagai bunyi “lub” dan s2 bunyi “dub”. Jarak kedua bunyi

adalah 1 detik/kurang.

7. Periode yang berkaitan dengan bunyi jantung s1 dan s2 adalah periode sistole

dan diastole.

8. Periode sistole adalah periode saat ventrikel berkontraksi, yang dimulai dari s1

sampai s2.

9. Periode distole adalah periode saat ventrikel relaksasi, yang dimulai dari s2 dan

berakhir pada saat/mendekati s1. Sistole biasanya lebih pendek dari diastole.

10. Secara normal tidak ada bunyi lain yang terdengar selama periode-2 diatas,

tetap pemeriksa yang sudah berpengalaman dapat mendengar bunyi tambahan

(s3 dan s4) selama periode diastole.

11. S3 dan s4 dapat didengar lebih jelas pada area aplikal dengan menggunakan

bagian sungkup (bell) stetoskop.

12. S3 timbul pada awal diastole yang terdengar seperti “lub-dub-ee”. S3 normal

terdengar pada anak-anak dan dewasa muda. Bila didapatkan pada orang

dewasa, maka dapat pertanda adanya kegagalan jantung.


13. S4 jarang terdengar pada orang normal. Bila ada, ini terdengar saat mendekati

akhir diastole sebelum s1 dan dinyatakan kira2 seperti “dee-lub-dub” (s4-s1-

s2). S4 dapat sebagai tanda adanya hipertensi

14. Aukultasi harus dilakukan paada area auskultasi utama dengan menggunakan

stetoskop bagian diafragma kemudian dengan bagian bell. Gunakan tekanan

yang lembut sewaktu menggunakan bagian diafragma dan tekanan yang

mantap sewaktu menggunakan bagian bell.

BUNYI/ CIRI AORTA PULMONAL TRIKUSPIDALI APIKAL


FASE IS S
S1 Tumpul,nad Intensitas > Intensitas > s2 Lebih keras/ = Lebih
a < s2 “lub” s2 s2 keras/=s2
S2 Nada tinggi Lebih keras Lebih keras Intensitas Intensitas
> pendek dari pada s1 dari pada s1 kurang/=s1 kurang/=s1
dari s1
“dub”
SISTOLE PD INTERVAL S1 & S2
DISTOLE ANTARA S2 & S1
15. Lima area utama yang digunakan untuk mendengarkan bunyi jantung : katup

aorta, pulmonalis, trikus pidalis, apikal dan epigastrik.

CARA KERJA :

1. Kaji ritme dan kecepatan jantung secara umum, perhatikan dan tentukan area

aukutasi

2. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal dan kemudian tahan nafas saat

ekspirasi. Dengarkan s1 sambil melakukan palpasi nadi karotis. Bunyi s1 seirama

dengan saat nadi korotis berdenyut. Perhatikan intensitas, adanya

kelainan/variasi, pengaruh respirasi, dan adanya spilittin s1 (bunyi s1 ganda yang

terjadi dalam waktu yang sangat berhimpitan).


3. Konsentrasikan pada sistole, dengarkan secara saksama untuk mengetahui

adanya bunyi tambahan/murmur s1 pada awal sistole.

4. Konsentrasikan pada sistole, yang mirip interval yang lebih panjang dari sistole,

perhatikan secara seksama untuk mengetahui adanya bunyi tambahan/murmur

(durasi sistole dan diastole adalah sebanding pada saat kecepatan jantung

meningkat).

5. Anjurkan pasien bernafas secara normal, dengarkan s2 secara seksama untuk

mengetahui apakah ada spilitting s2 saat inspirasi.

6. Anjurkan pasien untuk menghembuskan dan menahan nafas, kemudian

menghirup/inhalasi dan menahan. Dengarkan s2 untuk mengetahui apakah s2

menjadi bunyi tunggal.

10. PEMERIKSAAN FISIK PAYUDARA

a. Dalam pemeriksaan payudara wanita, harus dipertimbangkan aspek psikososial dan

aspek fisik saja

b. Karena payudara merupakan organ yang sensitif, maka kesopanan tetap dijaga selama

pemeriksaan sehingga paien tidak merasa malu.

c. Bidan perlu melakukan penyuluhan tentang perawatan payudara dan deteksi kanker

payudara.

d. Pada wanita hamil, payudara juga mengalami peubahan. Payudara menjadi lebih besar

akibat floriferasi dan hipertrofi sel-sel acini dan kelenjar susu(duktus laktiferus).

Perubahan ini terjadi sebagai respon terhadap hormon dari kropus luteum dan

plasenta.

 INSPEKSI:

1. Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap kedepan,

telanjang dada dengan kedua tangan rileks di sisi tubuh.


8. Mulai inspeksi mengenai ukuran, bentuk dan kesimentrisan payudara.

Payudara normalnya melingkar dan agak simetris dan dapat didiskripsikan

kecil, sedang, dan besar.

9. Inspeksi warna areola. Pada wanita hamil pada umumnya berwarna lebih

gelap.

10. Inspeksi payudara dan putting susu mengenai setiap adanya

penonjolan/retraksi akibat adanya skar/lesi.

11. Inspeksi puting susu mengenai setiap adanya keluaran, ulkus,

pergerakan/pembengkakan amati juga posisi kedua putting susu yang

normalnya mempunyai arah yang sama.

12. Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui. Adanya pembengkakan/tanda

kemerah-merahan.

 PALPASI :

1. Lakukan palpasi di sekeliling puting susu untuk mengetahui adanya keluaran.

Bila ditemukan keluaran maka identifikasikan keluaran tersebut mengenai

sumber, jumlah, warna, konsistensi dan kaji terhadap adanya nyeri tekanan.

2. Palpasi daerah klavikula dan ketiak itu. Pada area limfe nodi.

3. Lakukan palpasi setiap payudara dengan tehnis bimanual tu payudara yang

berukuran besar dengan cara : tekankan telapak tangan/tiga jari tengah ke

permukaan payudara pada kuadran samping atas. Lakukan palpasi dengan

gerakan memutar terhdap dinding dada dari tepi menuju areola dan memutar

searah jarum jam.

4. Lakukan palpasi payudara sebelahnya.


5. Bila diperlukan lakukan pula pengkajian dengan posisi pasien supoinasi dan

diganjal bantal/selimut dibawah bahunya.

11. PEMERIKSAAN FISIK ABDOMEN

a. Perut abdomen merupakan suatu bagian tubuh yang menyerupai rongga tempat

beberapa organ-organ penting tubuh, yaitu; lambung,usus, hati, limpa, serta ganjil.

b. Bentuk perut yang normal adalah. Simetris baik pada orang yang gemuk maupun

kurus.

c. Perut menjadi besar dan tidak simetris pada beberapa keadaan, misalnya :

kehamilan, tumor dalam rongga perut, tumor ovarium/tumor kandung kemih.

d. Perut menjadi besar dan tidak simetris pada beberapa keadaan, misalnya : kehamilan,

tumor dalam rongga perut, tumor ovarium/tumor kandung mesih.

e. Perut dapat membesar setempat, misalnya : pada pembengkakan hati ginjal,

limpa/kandung empedu.

f. Permukaan perut normal nampak halus, lembut dengan kobntur datar,

melingkar/cekung.

g. Apabila ada pembesaran, maka kulit perut menjadi tegang, licin dan tipis.

h. Pada keadaan setelah distensi berat, kulit perut menjadi berkeriput, dan pada keadaan

ikterik, kulit perut akan nampak kuning.

INSPEKSI :

1. Anjurkan pasien membuka baju untuk menampakkan daerah perut

2. Pasien diatur berbaring ditempat permukaan datar dengan kepala pasien diatur

sedikit ke atas pada bantal.

3. Pasien dianjurkan relaks dengan kedua tangan diletakkan disamping tubuhnya

serta dianjurkan bernafas secara bebas.

4. Pemeriksaan dapat berdiri/ duduk disebelah kanan pasien.


5. Lakukan pengamatan mengenai bentuk perut secara umum, kontur permukaan

perut dan adanya retraksi, penonjolan dan adanya ketidaksimetrisan.

6. Amati gerkan-gerakan kulit pada perut saat inspirasi dan ekspirasi.

7. Amati keadaan kulit secara lebih teliti mengenai pertumm-buhn rambut dan

pigmentasi.

AUSKULTASI :

1. Siapkan stetoskop,hangatkan tangan dan bagian diagfragma stetoskop.

2. Tanya pasien tentang waktu terakhir makan. Suara usus meningkat pada orang

setelah makan.

3. Tentukan bagian stetoskop yang akan digunakan. Bagian diafragma digunakan

untuk mendengarkan suara usus, sedangkan bagian bell untuk mendengarkan

suara pembuluh darah.

4. Letakkan diafragma stetoskop dengan tekanan ringan pad setiap area 4 kuadran

perut dan dengar suara peristalik aktif dan suara mendeguk (gurgling) yang

secara normal terdengar setiap 5-20 detik dengan durasi </> 1 detik frekw suara

tergantung pada status pencernaan/ada dan tidaknya makanan dalam sel cerna.

Suara usus dapat di nyatakan dengan : terdengar tidak ada/hipoaktif, sangat

lambat (misalnya : hanya terdengar 1x/mnt) dan hiperaktif/meningkat (misalnya :

terdengar setiap 3 detik). Bila suara usus terdengar jarang sekali/tidak ada maka

sebelum di pastikan dengarkan dulu selama 3-5.

5. Letakkan bagian bell stetoskop di atas aorta , arteri renale dan arteri iliaka.

Dengarkan suara-2 arteri/bruit. Auskultasi pada aorta dilakukan dari arah

superior ke umbilikus. Auskultasi arteri renale di lakukan dengan cara

meletakkan stetoskop pada garis tengah perut/kearah kanan kiri dari garis perut

bag atas mendekati panggul. Auskultasi arteriiliaka di lakukan dengan cara


meletakkan stetoskop pada area bawah umbilikus di sebelah kanan dan kiri garis

tengah perut.

6. Letakkan bagian bell stetoskop di atas area preumbilikal untuk mendengarkan

bising vena (jarang terdengar).

7. Dalam melakukan auskultasi pada setiap tempat khususnya pada area hepar dan

lien , kaji pula kemungkinan terdengar suara-2 gesekan seperti suara gesekan 2

benda. untuk mengkaji suara gesekan pada area lien maka letakkan stetoskop

pada area bawah tulang rusak di garis aksilaris anterior dan suruh pasien menarik

nafas dalam. Untuk mengkaji suara gesekan pada area hepar, letakkan stetoskop

pada sisi bawah kanan tulang rusuk.

PERKUSI

1. Perkusi di mulai dari kuadran kanan atas kemudian bergerak searah jarum jam

(dari sudut pandang/perspektif pasien).

2. Perhatikan reaksi pasien dan catat bila pasien merasa nyeri/nyeri tekan

3. Lakukan perkusi pada area timpani dan redup. Suara timpani mempunyai ciri

nada>tinggi daripada resonan , yang mana suara ini dapat di dengarkan pada

ronggan/organ yang berisi udara. Suara redup mempunyai ciri nada> rendah / >

datar daripada resonan . suara ini dapat di dengarkan pada massa yang padat ,

mis : keadaan asites , keadaan distensi kandung kemih serta pada pembesaran atau

tumor hepar dan limfe.

PALPASI

1. Hangatkan tangan. Tangan yang dingin bila dirabakan pada perut akan membuat

pasien secara refleks mengencangkan otot-otot perutnya sehingga akan

menyulitkan pemeriksaan.
2. Pada palpasi ringan, letak telapak tangan pada perut pasien dengan jari-jari paralel

terhadap perut. Jari-jari digerakan secara agak melingkar dan ditekankan ke

bawah kira-kira sedalam 1cm / sedalam jar subkutan. Selama melakukan palpasi

ringan, tetap perhatikan ekspresi wajah pasien dan anjurkan pasien untuk

memberitahu area-area yang nyeri tekan.

3. Pada palpasi dalam, tekankan ¼ distal permukaan tangan pada tangan yang lain

yang diletakkan di dinding perut pasien. Penekanan ke bawah dilakukan sedalam

4-5 cm/ mendekati jar subkutan. Raba adanya massa dan jelaskan menurut

uukuran, letak, mobilisasi, kontur, konsisten, dan nyeri tekan. Harus teliti dalam

mendeterminasi massa untuk menghindari kekeliruan. Struktur-struktur dalam

rongga perut normal yang sering dikira massa adalah batas lateral otot rektus

abdominal dan feses yang terdapat dalam kolon ascende, desenden dan sigmoid.

12. PEMERIKSAAN FISIK GENETALIA WANITA

1. Berbagai masalah yang berkaitan dengan sistem reproduksi wanita dapat terjadi

misalnya: masalah kotrasepsi, infertilasi, gangguan menstruasi, maupun menupause.

2. Sistem reproduksi wanita terbagi 2 bagian utama, yaitu: alat kelamin luar dan alat

kelamin dalam yang berkembang dan berfungsi sesuai dengan pengaruh hormon-

hormon yang juga mempengaruhi fertilasi, kehamilan, melahirkan, dan kemampuan

mencapai kepuasan seksual.

3. Alat kelamin luar tidak : mons plubis, klitoris, labia mayora, labia minora, kelenjar

bartholini, kelenjar skene’s, dan meatus urethra.

4. Alat kelamin keluar tidak : vagina, uretus, ovarium, tuba faloppi.

PEMERIKSAAN BAGIAN LUAR :


1. Beri kesempatan pada pasien untuk mengosongkan kandungan kemih sebelum

pemeriksaan dimulai. Bila diperlukan urine untuk/specimen lab, kumpulkan pada saat

ini.

2. Anjurkan pasien membuka celana, bantu mengatur posisi litotomi dan selimut bagian

yang tidak diamati.

3. Mulai dengan mengamati rambut pubis, perhatikan distribusi dan jumlahnya dan

bandingkan sisi usia perkembangan pasien.

4. Amati kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia, dan

eksoriasi.

5. Buk labia mayora dan amati bagian dalam labia mayora, labia minora, klitoris, dan

meatus urethar. Perhatikan setiap ada pembengkakan ulkus, keluaran, pembengkakan

atau nodula.

PEMERIKSAAN BAGIAN DALAM :

1. Atur posisi pasien

2. Lumasi jari telunjuk anda dengan air steril dan masukkan kedalam vagina dan

identifikasi serviks mengenai kelunakannya, serta permukaannya, Tindakan ini

berguna untuk mempergunakan dan memilih spekulum yang tepat. Cabut jari bila

sudah selesai.

3. Siapkan spekulum dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dan lumasi dengan air

hangat. Bila akan diambil specimen.

4. Letakkan 2 jari pada pintu vagina dan tekankan ke bawah ke arah perianal.

5. Yakinkan tidak ada rambut pubis pada pintu vagina dan dengan tangan satunya

masukkan spekulum dengan sudut 45o dan hati-hatilah sehingga tidak menjepit

rambut pubis/labia.
6. Bila spekulum sudah berada di vagina, keluarkan 2 jari anda, dan putar spekulum ke

arah posisi horizontal dan pertahankan penekanan tetap pada sisi bawah/posterior.

7. Buka paru spekulum, lokasikan pada serviks dan kunci paru sehingga tetap membuka.

8. Bila serviks sudah terlihat, atur lampu untuk memperjelas penglihatan dan

amatiserviks mengenai ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran, dan warnanya.

Normalnya pada nulipara bentuk serviks melingkar / oval, sedang pada para

membentuk celah.

9. Bila diperlukan spesimen sitologi, maka ambillah dengan cara usapan menggunakan

aplikator dari kapas.

10. Bila sudah selesi, kendorkan screw spekulum, tutup spekulum dan tarik keluar secara

perlahan-lahan.

PEMERIKSAAN BAGIAN DALAM :

1. Lakukan palpasi secara bimanual bila diperlukan dengan cara keanakan sarung tangan

steril, lumasi jari telunjuk dan jari tengah kemudian masukkan ke lubang vagina

dengan penekanan ke arah posterior dan raba dinding vagina untuk mengetahui

adanya nyeri tekan dan nodul. Dan raba dinding vagina untuk mengetahui adanya

nyeri tekan dan nodul.

2. Palpasi serviks dengan 2 jari dan perhatikan posisi, ukuran, konsistensi, regularitasi,

mobilitasi, dan nyeri tekan. Normalnya serviks dapat digerakkan tanpa terasa nyeri.

3. Palpasi uterus dengan cara geser 2 jari menghadap ke atas. Tangan yang diluar taruh

di perut dan tekankan ke bawah. Palpasi uterus mengenal ukuran, bentuk, konsistensi,

dan mobilitasi.

4. Palpasi ovarium dengan cara geser 2 jari yang ada dalam vagina pada forniks lateral

kanan, Tangan yang di perut tekankan ke bawah kearah kuadran kanan bawah. Palpasi
ovarium kanan mengenal ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi, dan nyeri tekan

(normalnya tak teraba). Ulangi untuk ovarium sebelahnya.

13. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM MUSKULSKELETAL

a. Tujuan : untukk memperoleh dari dasar tentang oto, tulang, dan persendian serta untuk

mengetahui adanya mobilitas,kekuatan, atau adanya gangguan pada bagian 2 tertentu.

- OTOT

1) Lakukan inspeksi mengenai ukuran otot, misalnya : pada lengan dan paha.

Bandingkan 1 sisi dengan sisi yang lain serta amati mengenai ada dan tidaknya

atrofi maupun hipertrofi.

2) Bila didapatkan perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan

meteran.

3) Amati otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan mengalami kontraktur yang

ditunjukka dengan terjadinya mal posisi suatu bagian tubuh.

4) Amati otot untuk mengetahui kemungkinan terjadi kontraksi normal dan tremmor.

5) Lakukan palpasi pada oto saat istirahat untuk mengetahui tonus otot.

6) Lakukan palpasi otot pada sat bergerak secara aktif dan pasif untuk mengetahui

adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spasitas) dan

kehalusan gerakan.

7) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh pasien menarik/mendorong tangan

pemeriksa, dan bandingkan kekuatan otot anggota gerak kanan dan anggota gerak

kiri. Kekuatan otot juga dapat diuji dengan cara pasien disuruh menggerakkan

kepala/lengan. Normalnya pasien dapat menggerakkan anggota tubuh ke arah

horisontal terhadap gravitasi.


8) Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara resisten.

Secara normal kekuatan otot dinilai dalam 5 tingkatan gradiasi seperti terlihat pada

tabel di bawah ini :

KENORMALAN
SKALA CIRI-CIRI
KEKUATAN (%)
0 0 Paralisis total
Tidak ada gerakan, teraba / terlihat
1 10
adanya kontraksi otot.
Gerakan otot penuh menentang
2 25
gravitasi, dengan sokongan.
Gerakan normal menentang
3 50
gravitasi.
Gerakan normal penuh menentang
4 75
gravitasi dengan sedikit penahanan.
Gerakan normal penuh menentang
5 100
gravitasi dengan penahanan penuh.

22. TULANG

1. Amati kenormalan susunan tulang dan deformitas.

2. Lakukan palpasi tulang untuk mengetahui adanya oedema /nyeri

tekan.

3. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan.

23. PERSENDIAN

1. Lakukan inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.

2. Lakukan palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan,

bengkak, kapitasi dan nodula.

3. Periksa rentang gerak persendian (rang of motion).


4. Catat hasil pemeriksaan.

14. PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

a. Tujuan dari perspektif medis : Untuk mendiagnosa, mendeterminasi adanya

penyakit, lokasi, perkembangan penyakit saraf serta sebagai upaya penentuan

pengobatan.

b. Dalam pelaksanaannya dibagi menjadi : Status mental, nervus carniall, motor,

cerebellar, sensori dan refleks.

c. Tujuan dari segi perawatan : Untuk membantu manusia mengatasi secara efektif

tentang perubahan kehidupan sehari-hari dan perawatan diri baik aktual maupun

potensial yang disebabkan karena adanya masalah kesehatan/penyakit.

d. Dalam pelaksanaannya dibagi menjadi : Kesadaran, mentasi gerakan, sensasi, fungsi

regulasi integrasi dan pola pengatasan masalah terhadap kecacatan/masalah.

e. Kesadaran

1) Mempunyai 2 komponen : kewaspadaan dan kesadaran diri.

2) Kewaspadan → memperhatikan respon seseoraang terhadap rangsangan

lingkungan, rangsangn verbal, rangsangan nyeri.

3) Kesadaran → Memberi pertanyaan pada pasien tentang siapa namanya, sekarang

hari/tahun berapa, dan lain-lain.

4) Skala koma glasgow (gcs/glasow coma scale).

PARAMETER NILAI
Mata Membuka secara spontan 4
Terhadap suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak berespon 1
Respon Verbal Orientasi baik 5
Bingung 4
Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 1
Respon Mengikuti perintah 6
motorik/gerak Gerakan lokal 5
Fleksi, menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1

24. MENTASI

a. Merupakan segala aktivitas yang memerlukan penyatuan/integrasi perhatian,

memori dan proses berpikir yang tergantung pada kondisi korteks serebri yang di

aktivasi oleh sistem aktifasi retikular.

b. Pengujian mentasi meliputi : perhatian/atensi, mengingat, perasaan/afektif,

bahasa, berpikir dan persepsi spasial.

c. Perhatian/atensi : mengulang sederetan angka.

d. Mengingat : jangka pendek dan jangka panjang

e. Perasaan/afektif : perasaan pasien, ekspresi wajah dan gerakan tubuh

f. Bahasa : perhatikan isi dan kuantitas bicara secara spontan

g. Berpikir : menjawab beberapa pertanyaan sederhana

h. Persepsi spasial : meniru gambaran kubus, tanda silang, peta ruangan,

menunjukkan sisi kanan dan kiri/menggunakan sikat gigi

25. PERGERAKAN

a. Merupakan fungsi keseluruhan yang mengacu pada koordinasi aktivitas

muskulokeletal secara volunter dan otomatis

b. Meliputi : cara melihat, berbicara, makan, bergerak dan berjalan pasien


c. Uji saraf kranial : anjurkan pasien memutar kepala menentang penahanan dari

tangan pemeriksa, lakukan palpasi pada otot sterno-kleidomastoid

d. Uji kekuatan otot : anjurkan pasien menaikkan kedua lengan melawan penahanan

dari pemeriksa

e. Uji bisep dan trisep (fleksor dan ekstensor) : pasien di suruh menarik dan

mendorong lengan melawan penahanan pemeriksa

f. Uji fleksor dan ekstensor pergelangan tangan : suruh pasien memfleksikan dan

mengekstensikan pergelangan tangan menentang penahanan

g. Uji kekuatan otot tangan : suruh pasien membuka jari-jari menentang penahanan

pemeriksa

h. Uji fleksi dan ekstensi bawah serta kekuatan tulang panggul : suruh pasien

mengangkat kaki menentang penahanan dari pemeriksa

i. Uji kekuatan tungkai atas : suruh pasien mefleksikan dan ekstensikan lutut

menentang penahan dari pemeriksa

j. Uji kekuatan tungkai bawah : suruh pasien memfleksikan dan ekstensikan

pergelangan kaki menentang penahanan dari pemeriksa

k. Koordinasi ekstremitas atas : suruh pasien menyentuh hidungnya dengan jari

penunjuk, kemudian menyentuh jari pemeriksa

l. Koordinasi ekstremitas bawah : suruh pasien jalan lurus ke depan setapak demi

setapak dengan tumit dan jempol kaki bersinggungan

m. Kestabilan batang tubuh : suruh pasien berdiri lurus dengan mata tertutup

(seharusnya dapat berdiri tegak dan tidak jatuh)

n. Refleks : berikan stimulus (input sensori) dan mengamati respon yang

ditimbulkan, terjadi pada tulang/otot lunak


o. Muscle stretc refleks : suatu pukulan cepat dengan refleks hammer pada tendon-

tendon suatu kelompok otot

 Tidak adanya reflek menunjukkan adanya gangguan pada penghantar/serabut

reflek

 Refleks menjadi hiperaktif pada keadaan adanya lesi pada neuron motorik ata

 Skala untuk reflek :

 0 : Tidak ada

 1 : Ada tapi melemah

 2 : Normal

 3 : Meningkat tapi tidak patologis

 4 : Hiperaktif

1) Reflek Babinski → menggoreskan suatu benda agak tajam pada telapak

tangan dari tumit ke atas menuju bawah jempol

Reflek normal : adanya fleksi pergelangan kaki

2) Reflek snout → mengetuk bibir atas atau mengusap bibir dengan spatel

lidah. Respon abnormal : bibir mengerut atau menonjol

3) Reflek menghisap → menstimulasi bibir

4) Reflek Glabellar → mengetuk – ngetuk dahi tepat di atas hidung. Reflek

positif bila mata terus berkedip tidak berhenti

26. SENSASI

 Merupakan fenomena subyektif

 Meliputi : sensasi khusus (penglihatan, pembauan dan pendengaran), sensasi

somatis (perasaan) dan sensasi kortikal.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan yang lengkap dari penderita untuk mengetahui

keadaan atau kelainan dari penderitaan. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana

kesehatan umum ibu (bila keadaan umumnya baik agar di pertahankan jangan sampai daya

tahan tubuh menurun), untuk mengetahui adanya kelainan, bila ada kelainan, kelainan itu

lekas diobati dan disembuhkan agar tidak menganggu. Prinsip umum dari pemeriksaan fisik

adalah dilakukan secara komprehensif.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik dasar yang perlu dipahami,

antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi (ketukan), dan auskultasi

(mendengar).

Pada pemeriksaan fisik, yang diperiksa mulai dari pemeriksaan keadaan umum hingga

pemeriksaan fisik head to toe ( pemeriksaan fisik kepala hingga kaki).

3.2 Saran

Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan

dapat memberikan pengetahuan sedikit tentang pemeriksaan fisik pada ibu. Kami mengetahui

bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi

penulisannya, bahasa dan lain sebagainnya. Untuk itu saran dari pembaca yang bersifat

membangun sangat kami harapkan agar dapat terciptanya makalah yang baik sehingga dapat

memberi pengetahuan yang benar kepada pembaca.

Anda mungkin juga menyukai