Anda di halaman 1dari 9

PERAN BAHAN ORGANIK DALAM REHABILITASI

LAHAN BEKAS TAMBANG NIKEL DI SULAWESI TENGGARA


(Suatu Kajian Dalam Upaya Pemulihan Kesuburan Tanah
Untuk Pertanian Berkelanjutan) *)

Oleh: Prof. Ir. H. Sahta Ginting, M.Agr.Sc., Ph.D **)

*) Disampaikan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah Nasional (PILMITANAS) yang diselenggarakan oleh
Forum Komunikasi Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (FOKUSHIMITI) pada tanggal 2 Mei 2019 di Aula Fakultas
Pertanian, Universitas Halu Oleo, Kendari

**) Guru Besar Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo.
(e-mail: sahta_ginting55@yahoo.co.id)

Abstrak

Kegiatan penambangan telah menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan biofisik. Dampak negatif
terbesar adalah terjadinya degradasi lahan dan tanah yeng menyebabkan: meluasnya lahan kritis,
hilangnya lapisan permukaan, hilangnya bahan organik tanah, terkikisnya unsur hara tanaman, punahnya
flora dan fauna tanah, meluasnya erosi tanah dan rusaknya eksositem lingkungan. Degradasi lahan adalah
berubahnya kondisi lingkungan biofisik akibat faktor alam atau aktivitas manusia yang menurunkan
produktivitas potensial dan aktual suatu lahan. Upaya rehabilitasi lahan dan tanah perlu dilakukan untuk
memulihkan potensi sumber daya tanah kembali seperti semula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan pemberian atau perlakukan bahan organik ke dalam tanah-tanah yang terdegradasi.
Beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa dengan pemberian bahan organic melalui: remediasi tanah,
fito remediasi, bio remediasi, dan adaptasi tumbuhan potensil lokal dapat secara perlahan memulihkan
kondisi tanah sehingga secara perlahan layak menjadi areal pertanian. Aplikasi pemberian bahan organik
ini merupakan salah satu cara untuk mengembalikan sistem pertanian ekologis yang mampu memulihkan
kondisi tanah bekas tambang: mulai dari kehidupan mikro-flora dan mikro-fauna tahap awal ke tahap
kehidupan yang lebih kompleks, menghasilkan produk akhir sebagai penghasil unsur hara dan enersi, dan
menjaga ekosistem alam dan sekitarnya. Tata cara ini memberikan kontribusi untuk mengarah ke sistem
pertanian ekologis yang merupakan sistem pertanian berkelanjutan bertumpu pada interaksi organisme
tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang mempunyai potensi dan peluang signifikan dalam upaya
rehabilitasi lahan bekas tambang di Sulawesi Tenggara.

Kata kunci: lahan, degradasi, tambang, nikel, bahan organik, pertanian, ekologis

A. PENDAHULUAN
Aktivitas pertambangan nikel dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif
adalah meningkatnya pendapatan daerah, perluasan lapangan kerja dan devisa Negara;
sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya degradasi lingkungan tanah dan air sebagai
sumber kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Dampak buruk dari kegiatan pertambangan
nikel di Sulawesi Tenggara telah mengakibatkan penurunan muka bumi (land subsidence),
kerusakan tanah dan lahan (soil and land degradation), ampas buangan (tailing), dan pemadatan
tanah (soil compaction). Degradasi lahan dan tanah akibat pertambangan nikel telah
menimbulkan meluasnya lahan kritis, menurunnya kesuburan tanah, hilangnya jenis flora dan

1
fauna tanah serta menyempitnya luas lahan pertanian produktif. Permasalahan utama lahan
tambang nikel terdegradasi adalah: kerusakan tanah (tanpa top soil), hilangnya bahan organik,
tidak tersedianya unsur hara yang sangat diperlukan tanaman, dan kerusakan ekosistem yang
menyebabkan erosi, banjir dan longsor.

Keberadaan bahan organik merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
pemulihan kondisi tanah. Kandungan bahan organik dapat mempengaruhi sifat fisik tanah,
kimia dan biologi tanah. Pada lahan bekas tambang, kandungan bahan organik sangat rendah
sebagai akibat hilangnya lapisan atas tanah (top soil). Oleh karena itu, penambahan atau
perlakuan bahan organik untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan mengembalikan potensi lahan
bekas tambang untuk pertanian sangat perlu dilakukan.

Tulisan ini bermaksud untuk menyajikan suatu pemikiran solusi peran bahan organik dalam
rangka memulihkan kesuburan tanah untuk pertanian berkelanjutan pada lahan bekas tambang
nikel di Sulawesi Tenggara.

B. SEKILAS PERTAMBANGAN NIKEL DI SULWESI TENGGARA

Nikel merupakan komoditas utama sektor pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Potensi
sumber daya mineral nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara cukup besar, yaitu sebesar 97,4 miliar
ton yang tersebar dalam luas 480 ribu Ha. Periode telah dilakukan penambangan mineral nikel
sebanyak 56,9 juta ton sehingga sumber daya yang tersedia saat ini sebanyak 97,3 miliar ton
mineral nikel. Jumlah perusahaan yang mengusahakan penambangan mineral nikel sebanyak 2
KK dan 438 IUP, tersebar di beberapa Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara
(Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, 2015).

2
Proses penambangan nikel di Sulawesi Tenggara dilakukan di daratan dengan penggalian
terbuka (open pit). Penggalian dilakukan untuk mengupas material di atas lapisan deposit nikel
dengan kedalaman dangkal sampai puluhan meter, kemudian yang diangkut ke penimbunan
(stockpile). Pada tahap ini adalah proses pengupasan lahan dan lapisan permukan tanah (land
clearing and top soil removal) untuk mendapatkan material (ore) nikel. Pasca penambangan,
pada lokasi bekas tambang akan terdapat kolam-kolam (berisi air atau kering dangkal atau
dalam), kawasan penimbunan (stockpile) dan hasil buangan (tailing). Banyak perusahaan
tambang tidak melaksanakan jaminan reklamasi (jamrek) sehingga lahan-lahan bekas tambang
berubah menjadi lahan kritis dan tandus.

C. METODOLOGI KAJIAN

Dalam kajian ini metodologi yang digunakan adalah kajian pustaka (literature review) yang
diintegrasikan dengan beberapa hasil penelitian.

Istilah dan pengertian:


Lahan (land) merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer
yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut,
termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala
akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang (FAO, 1976).

Tanah (soil) adalah lapisan permukaan bumi (bebatuan) yang telah mengalami pelapukan
membentuk lapisan tanah (geologi); atau bahan padat di permukaan bumi yang proses
pembentukannya dipengaruhi oleh bahan induk, iklim, organisme, topografi dan waktu
(pedologi); atau media tumbuh tanaman yang mengandung unsur hara (edaphologi).

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang (UU No. 4/2009). Pertambangan terdiri dari 4
(empat) kegiatan: eksplorasi, pengembangan dan kontruksi, produksi dan pengolahan.

Degradasi lahan atau tanah adalah suatu proses dimana kondisi lingkungan biofisik berubah
akibat faktor alam atau aktivitas manusia yang menurunkan produktivitas potensial dan aktual
suatu lahan (Arsyad, 2010; Wahyunto dan Dariah (2014).

Selanjutnya, dalam tulisan ini degradasi lahan yang dimaksud adalah degradasi tanah, yaitu:
degradasi yang menyebabkan tanah tidak berfungsi lagi sebagai tempat berjangkarnya tanaman
(media pertumbuhan) dan sebagai penyedia sumber unsur hara dan air.

3
Rehabilitasi tanah bekas tambang adalah upaya pemulihan kembali tanah bekas tambang sesuai
kondisi awal untuk dapat digunakan sebagai tanah pertanian.

Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia
sperti bahan hijauan, kotoran ternak dan kompos yang bersifat padat dan cair.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Dampak Degradasi Tanah Bagi Pertanian


Dampak degaradasi tanah akibat pertambangan dapat terjadi dan menyebar di wilayah
pedesaan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Ciri-ciri tanah yang telah mengalami degradasi
ditunjukkan dengan terjadinya perubahan fisik, kimia dan biologi tanah yang mengakibatkan
penurunan produktivitas tanah. Degradasi sifat fisik tanah pada umumnya disebabkan karena
memburuknya struktur dan stabilitas agregat tanah sehingga terjadi erosi tanah (Leomo et al,
2016). Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan dengan penurunan kandungan bahan
organik tanah dan mikroorganisme tanah. Degradasi sifat kimia tanah biasanya terjadi akibat
penurunan atau penaikan pH tanah, penurunan bahan organik tanah dan ketersediaan unsur
hara sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman (Ginting, 2019 in press). Akibatnya,
terjadi tanah-tanah masam atau alkalis dan defisiensi unsur hara. Degradasi sifat biologi
tanah pada umumnya terjadi akibat mahluk hidup (organisme) dalam tanah tidak mampu
beraktivitas untuk keberlangsungan siklus hidupnya karena ketiadaan sumber enersi (Muhlis
et al, 2015).

Kondisi ekstrim akibat dari aktivitas penambangan meliputi lahan bekas tambang menjadi
miskin hara, tanah bersifat toksik karena kandungan logam berat, sifat fisik tanah rusak
sehingga kapasitas menahan air rendah, kandungan bahan organik rendah dan kondisi lahan
tidak stabil (Mansur, 2010)

Permasalahan utama yang ditemukan pada aeral tambang untuk kepentingan pertanian adalah
pH yang sangat rendah, kelarutan Ni yang tinggi dan ketersediaan unsur hara yang rendah
sehingga menjadi faktor pertumbuhan tanaman (Widiatmaka, 2010 dan Ikbal et al., 2016).

2. Upaya Rehabilitasi Dengan Pemberian Bahan Organik


a). Pemberian kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik
yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobikhttps (https://id.wikipedia.org).
Bahan kompos dapat berasal dari limbah pertanian, industri, pasar dan rumah tangga.

4
Manfaat dari penggunaan kompos bagi pertanian, antara lain: meningkatkan kesuburan tanah,
memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya ikat air dan meningkatkan aktivitas mikroba
tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos 125-725 g per polybag tanah
bekas tambang nikel sebagai media tumbuh sengon (Paraserianthes falcataria) dapat
meningkatkan pH tanah, kapasitas tukar kation (KTK), N-total, P-tersedia dan K-tersedia
pada lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Wijaya Inti Nusantara di Desa Torobulu,
Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Indriyani et al, 2015). Hasil yang serupa
ditunjukkan pada perlakuan kompos (1.0-2.5 kg per tanaman) dan asam humat (0.5-1.0 ml
per tanaman) di contoh tanah bekas tambang PT. Aneka Tambang Pomalaa, Kabupaten
Kolaka, Sulawesi Tenggara (Ikbal et al., 2016). Pemanfaatan kompos dan mikoriza dengan
ratio media tanah yang diinokulasi dan kompos 25:75 memberikan hasil terbaik pada
pertumbuhan bibit longkida (Nauclea orientalis) pada tanah bekas tambang PT. Aneka
Tambang Pomalaa (Ekawati et al., 2016).

b). Pemberian pupuk kandang


Pupuk kandang ialah olahan kotoran hewan, biasanya ternak, yang diberikan pada lahan
pertanian untuk memperbaiki kesuburan dan struktur tanah. Pupuk kandang adalah pupuk
organik, sebagaimana kompos dan pupuk hijau (https://id.wikipedia.org). Unsur hara yang
dikandung tergantung pada bahan bakunya yang mengandung N, P, K, dan Ca sehinga dapat
memberikan nutrisi dan memperbaiki sift fisik tanah bagi pertumbuhan akar. Hasil penelitian
Ambardini et al. (2018) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi (150 g per 10
kg tanah) lebih baik dalam mendukung pertumbuhan tanaman dan biomassa mahoni
(Swetenia mahagoni) dibanding pupuk kandang ayam, pupuk kandang kambing dan kontrol
yang diperlakukan pada tanah bekas tambang.

c). Pemberian bokashi


Bokashi adalah sebuah metode pengomposan yang dapat menggunakan starter aerobik
maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa campuran
molasses, air, starter mikroorganisme, dan sekam padi (https://id.wikipedia.org). Manfaat
pemberian bokashi dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, serta
meningkatkan produksi tanaman. Hasil penelitian Daniel et al. (2008) menunjukkan bahwa
penggunaan bokashi ampas tahu dapat menurunkan konsentrasi Ni dari 87 menjadi 52 ppm,
Al-dd dan Fe-dd dan meningkatkan tinggi tanaman dari 81 cm menjadi 92 cm yang
ditumbuhkan pada tanah bekas tambang nikel Sorowako. Penggunaan terbaik bokashi ampas
tahu terbaik adalah 6 ton/ha.

d). Pemberian bahan organik


Hasil penelitian Sariwahyuni (2012) menunjukkan bahwa perlakuan bahwa pemberian bahan
organik 400 g/polybag (19 ton/ha) bersamaan dengan bakeri pelarut fosfat dan bakteri

5
pereduksi logam mampu meningkatkan fosfat tersedia 42 %, mengurangi konsentrasi Ni(II)
26 %, meningkatkan pH tanah dari 4,2 menjadi 7,5 serta memberikan peningkatan berat biji
tanaman jagung sebesar 100 % dalam upaya merehabilitasi lahan bekas tambang nikel PT.
Inco Sorowako. Perlakuan Rhizobacteria pada tanaman penutup tanah Crotalaria sp
memberikan pengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman dan jumlah cabang yang
ditumbuhkan pada tanah bekas tambang nikel. Juga perlakuan tersebut meningkatkan C-
organik, N-total P-tersedia dan K-tertukar (Leomo et al., 2013).

e). Aplikasi teknologi ”briket coco peat”


Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) bekerja sama dengan Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menguji coba teknik reklamasi dan revegetasi lahan
pasca tambang dengan sabut kelapa yang dikenal dengan teknologi “briket coco peat”
sebagai media tanam paling efektif di lahan kritis dan pasca tambang (Kompas.com, 2012).
Teknologi ini sudah diuji coba pada tanaman albasia (Albizia falcataria) yang ditanam
dimana pada usia 6 bulan dapat mencapai tinggi 1,5 m dan 18 bulan 4 m. BPPT juga
merekomendasikan penggunaan “media coco mesh” yang terbuat dari serat sabut kelapa dan
“briket coco peat” yang terbuat dari serbuk sabut kelapa. Selain sifatnya mudah menyerap
dan menahan air, “coco mesh” dan “coco peat” juga memiliki unsur hara yang mempercepat
pertumbuhan tanaman. Progaram kegiatan reklamasi ini diberi nama BiTumMan (Biji
Tumbuh Mandiri).

3. Upaya Rehabilitasi Dengan Fitoremediasi


Fitoremediasi adalah tehnik rehabilitasi lahan dengan menggunakan tumbuhan untuk
mengekstrak dan merombak bahan pencemar dalam tanah. Muhlis et al. (2015) telah menguji
tumbuhan pionir lokal (pioneer plants) yang tumbuh pada tanah bekas tambang PT Antam
Pomalaa. Hasilnya menunjukkan bahwa kelima tumbuhan yang diuji (Scleria lithosperma,
Machaerina glomerata, Trema cannabina, Alstonia macrophylla dan Scleria purpurascens)
toleran terhadap konsentrasi logam berat pada kisaran 735-752 mg/L untuk Ni, 0.4-2.1 untuk
Fe, 0.46-1.11 mg/L untuk Co dan 0.11-0.15 mg/L untuk Pb. Trema cannabina dan Alstonia
macrophylla masuk dalam kategori sebagai tumbunhan “phyto-extraction”. Selanjutnay, hasil
penelitian Ekawati et al. (2016) di PT. Antam Pomalaa menggunakan tanaman fitoremediasi
Nauclea oriental, Desmodium ovalifolium, Setaria splendida dan Brachiaria humidicola
terbukti mampu mengakumulasi logam berat baik di akar maupun di daun. Tuheteru et al.
(2017) melakukan penelitian di lahan bekas tambang PT. Vale Pomalaa dengan
mengidentifikasi jenis tumbuhan adaptif dan analisis kadar Ni pada tanah dan daun. Hasilnya
menunjukkan bahwa jenis habitus pohon paling sering ditemui adalah Gymnostoma
sumatrana, Sarcotheca celebica, Parinaria corymbosa, Timonius celebicus, Weinnmania
fraxinea, Weinnmania fraxinea, Alstonia macrophyll yang dikategorikan sebagai high to low
accumulator. Tumbuhan Sarcotheca celebica merupakan jenis yang paling tinggi menyerap
kandungan Ni sebesar 595 mg/kg berat kering daun. Tumbuhan ini potensial dikembangkan

6
sebagai jenis fitoremediasi nikel. Mangopang (2016) menemukan bahwa tumbuhan Trema
orientalis adalah salah satu jenis “fast growing” yang potensial digunakan sebagai tumbuhan
pionir untuk merestorasi lahan kritis khususnya lahan bekas tambang nikel.

4. Upaya Rehabilitasi Dengan Bioremediasi


Bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi permasalahan kontaminasi logam berat di
dalam tanah, yaitu melalui penggunaan agensi hayati (mikroba). Kegiatan rehabilitasi lahan bekas
tambang dapat ditingkatkan dengan bantuan mikroba tanah yang dapat menggunakan logam
sebagai aktivator enzim atau aseptor elektron untuk pertumbuhannya sehingga logam
menjadi tidak berbahaya di lingkungan. Berbagai jenis fungi mikoriza arbuskula (AMF)
mampu membangun simbiose dengan tanaman untuk mengikat logam berat (Suharno dan
Sancayaningsih, 2013). Fungi Mikoriza Arbuskula dapat menjadi alternatif dalam
mengembangkan tanaman untuk revegetasi lahan-lahan bekas tambang. Mikroba berperan
pada proses bioremediasi yang memberikan lingkungan tanah yang lebih baik untuk
mendukung pertumbuhan tanaman. Mikroba tanah juga aktif bersimbiose dengan tanaman
pada lahan tersebut sehingga tanaman menjadi lebih tahan tumbuh pada lahan bekas tambang
yang mempunyai kandungan logam-logam tinggi.

5. Sistem Pertanian Berkelanjutan


Dalam melakukan rehabilitasi lahan terdegradasi bekas tambang (Langi, 2014), yang perlu
diperhatikan adalah: (a) pertimbangan media tumbuh, (b) fitoremediasi, (c) bioremediasi, dan
(d) low input technology. Pelaku rehabilitasi perlu mengenali media tumbuh tanaman yang
mencerminkan indeks tingkat kesuburan meliputi: (a) sifat fisik tanah (tekstur, struktur
porositas, solum tanah); (b) sifat kimia tanah (pH, ketersediaan hara, KTK, koloid tanah,
unsur beracun); dan (d) sifat biologi tanah (bahan organik, tutupan vegetasi, mikroba tanah).
Pemberian bahan pembenah tanah (soil conditioner) menjadi sangat penting dalam upaya
merehabilitasi lahan bekas tambang nikel di Sulawesi Tenggara.

Penerapan mekanisme fitoremediasi atau revegetasi harus mempertimbangkan pemilihan


jenis tumbuhan atau tanaman yang: (a) relatif cepat tumbuh , (b) kebutuhan hara minimalis,
(c) tahan cahaya penuh, (e) berperan menjadi katalis jenis lain, (f) mudah memperbanyak
diri, (g) murah, dan (h) mudah dikelola dan dipelihara.

Sistem pertanian berkelanjutan merupakan suatu sistem pertanian yang mengutamakan


pendekatan ekologis (kesimbangan lingkungan) melalui pemeliharaan dan pengayaan
keanekaragaman hayati (biodiversity) serta pelestarian sumber daya dan teknologi lokal
(local resources and technology) (Ginting, 2011). Sistem pertanian ekologis dengan low input
technology (LIT) bertumpu pada pemanfaatan bahan organik lokal dan penambahan mikroba
yang mampu beradaptasi dengan lingkungan terdegradasi (kritis).

7
E. PENUTUP
1. Pemberian bahan organik (kompos, pupuk kandang, bokashi) merupakan salah satu alternatif
solusi sebagai awal (starter) kehidupan dalam tanah untuk memulihkan lahan bekas tambang
Ni terdegradasi di Sulawesi Tenggara.
2. Aplikasi bahan organik yang bersumber lokal merupakan suatu sistem pertanian ekologis
yang selayaknya dapat dilaksanakan secara teknis, ekonomis dan sosiologis.
3. Sistem pertanian ekologis juga mendukung pertanian berkelanjutan sekaligus untuk
mengembalikan fungsi ekologis, ekonomi dan sosial yang diwajibkan kepada para pengusaha
tambang sesuai Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Sultra sebagai pusat industri
pertambangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ambardini, S., Ningsih, R., dan Kali, Y. R. (2018). Petumbuhan dan alokasi biomassa organ tanaman
mahoni (Swetenia mahagoni L.) yang ditanam pada tanah bekas tambang emas dengan perlakuan
pupuk kandang. Prosiding Seminar Nasional Biologi dan Pembelajarannya, hal. 83-89.

Anonim. (2015). Sejarah Pertambangan Nikel di Sulawesi Tenggara. Laporan: Dinas Pertambangan dan
Energi Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari.

Anonim. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, Jakarta.

Arsyad, S. (2010). Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. IPB, Press. 382 hal., Bogor

Danial M., Anny, N. S., Taufieq, dan Sanusi, W. (2008). Pemanfaatan zeolit dan bokashi ampas tahu
untuk menekan konsentrasi nikel dan meningkatkan pertumbuhan bby corn pada tanah tambang di
Soroako. J. Chem. 9 (2): 12-19.

Ekawati, Mansir, I, dan Dewi P. (2016). Pemanfaatan kompos dan mikoriza arbuskula pada longkida
(Nauclea orientalis) di tanah pasca tambang nikel Pt. Antam Pomalaa. J. Silvikultur Trop. 7 (1): 1-7.

Ginting, S. (2011). Rehabilitasi lahan pasca tambang dengan aplikasi bahan organik (Suatu pendekatan
pertanian ekologis melalui “low input technology” di Sultra). 128-137.Prosiding Seminar Nasional
“Benarkah Tambang Mensejahterakan: Telaah Sulawesi Tenggara Menjadi Pusat Industri
Pertambangan Nasional”, hal. 128-137. Kendari, 24-25 Juni 2011.

Ginting, S., Syaf, H. Alam, S., Muhidin, and Leomo, S. (2019). Application offarm yard manure on post
nickel-mining land: Effects on soil chemicals, growth and elemental contents in leaf pioneer plants.
(submitted for publication).

Ikbal, Iskandar, Sri Wilarso, dan Budi, R. (2016). Penggunaan bahan humat dan kompos untuk
meningkatkan kualitas tanah bekas tambang nikel sebagai media pertumbuhan sengon
(Paraserianthes falcataria). J. Pengel. Sumb. Daya Alam dan Lingk. 6 (1): 53-60.

8
Indriyani, L., Syaf, H., dan Albar, P. (2015). Sifat kimia tanah dan pertimbuhan bibit sengon
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen yang diberi kompos di tanah sub soil tambang nikel.
Ecogreen, 1 (1): 11-12.

Langi, M. A. (2014). Restorasi ekosistem hutan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian “Rehabilitasi
dan Restorasi Kawasan Hutan” Menyongsong 50 Tahun Sulawesi Utara, hal. 1-8. Balai Penelitian
Kehutanan. Manado, 9 Oktober 2014.

Leomo, S., Mudi, L., dan Alam, S. (2013). Aplikasi rizobakteri pada cover crop dalam mempengaruhi
sifat kimia tanah bekas tambang nikel. J. Agroteknos 3 (1): 26-33.

Leomo, S., Ginting, S., Sabaruddin, L., dan Tufaila, M. (2016). Estimation of erosion hazard level using
Universal Soil Loss Equation (USLE) Method in Endanga Watershed, Southeast Sulawesi, Indonesia.
Adv. Environ. Biol. 10 (1): 101-106.

Mangopang, A. D. (2016). Morfologi Trema orientalis (L.) Blume dan manfaatnya sebagai tanaman
pionir restorasi tambang nikel berat. Prosiding Seminar Nasional Basic Science to Comprehensive
Education, hal. 12-126.

Mansur, (2010). Teknik Silvikultur Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Seameo Biotrop. Bogor,
Indonesia.

Muhlis, Ginting, S, Tufaila, H., Suaib, and Hewindati, Y.T. (2015). Plant adaptives at ferro-nickel post
mining land in Pomalaa Southeast Sulawesi. Adv. Studies Biol. 7 (3): 97-109.

Nara, N. (2012). Sabut Kelapa Layak Mereklamasi Bekas Tambang.


https://ekonomi.kompas.com/read/2012/08/28/00052174/sabut.kelapa.layak.mereklamasi.bekas.tamb
ang..

Sariwahyuni, (2012). Rehabilitasi lahan bekas tambang PT. Incosorowako dengan bahan organic, bakteri
pelarut fosfat dan bakteri pereduksi nikel. J. Riset Industri, VI (2): 149-155.

Suharno, dan Sancayaningsih, R. P. (2013). Fungi Mikoriza Arbuskula: Potensi teknologi


mikorizoremediasi logam berat dalam rehabilitasi lahan tambang. Bioteknologi 10 (1): 31-42.

Tuheteru, F. D., Arif, A., dan Rajab, M. F. (2017). Potensi fitoremediasi nikel (Ni) pada jenis adaptif di
lahan revegetasi PT. Vale Indonesia Tbk site Pomalaa Kabupaten Kolaka. J. Wasian 4 (2): 89-96.

Wahyunto, dan Dariah. A. (2014). Degradasi lahan di Indonesia: Kondisi existing, karakteristik, dan
penyeragaman definisi mendukung gerakan satu peta. J. Sumber Daya Lahan 8 (2): 81-93.

Widiatmaka, Suwarno, dan Kusmaryandi, N. (2010). Karakteristik pedologi dan pengelolaan revegetasi
lahan bekas tambang nikel pomalaa, Sulawesi Tenggara. J. Tanah Lingk. 12 (2): 1-10.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_kandang)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kompos#Jenis-jenis_kompos

Anda mungkin juga menyukai