Anatomi
II. Fisiologi
a. Alat kelamin luar (genetalia eksterna)
1. Labio mayora
Labio mayora (bibir besar) adalah dua lipatan besar yang membatasi vulva, terdiri atas
kulit, jaringan ikat, lemak dan kelenjar sebasca. Saat pubertas tumbuh rambut di mons
veneris dan pada sisi lateral.
2. Labio minora
Labio minora (bibir kecil) adalah dua lipatan kecil diantara labio mayora, dengan
banyak kelenjar sebasea. Celah diantara labio minora adalah vestibulum.
3. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labio minora), maka
belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum, dalam vestibulum terdapat muara-muara
dari liang senggama (introetus vagina uretra), kelenjar bartholimi dan kelenjar skene
kiri dan kanan.
4. Himen (selaput dara)
Lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dan liang senggama ditengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar, letaknya mulut vagina
pada bagian ini, bentuknya berbeda-beda ada yang seperti bulan sabit, konsistensi ada
yang kaku dan yang lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui
satu jari.
5. Perineum
Terbentuk dari korpus perineum, titik temu otot-otot dasar panggul yang ditutupi oleh
kulit perineum.
1. Vagina
Tabung, yang dilapisi membran dari jenis jenis epitelium bergaris, khusus dialiri
banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai uterus
7½ cm. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan
liang senggama (vagina) 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang. Pada puncak
vagina sebelah dalam berlipat-lipat disebut rugae.
2. Uterus
Organ yang tebal, berotot berbentuk buah Pir, terletak di dalam pelvis antara
rectum di belakang dan kandung kemih di depan, ototnya disebut miometrium. Uterus
terapung di dalam pelvis dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus 7½ cm,
lebar 5 cm, tebal 2 cm. Berat 50 gr, dan berat 30-60 gr.
3. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk kenari, terletak kiri dan kanan uterus dibawah tuba
uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus.
4. Tuba Fallopi
Tuba fallopi dilapisi oleh epitel bersilia yang tersusun dalam banyak lipatan sehingga
memperlambat perjalanan ovum ke dalam uterus. Sebagian sel tuba mensekresikan
cairan serosa yang memberikan nutrisi pada ovum. Tuba fallopi disebut juga saluran
telur terdapat 2 saluran telur kiri dan kanan. Panjang kira-kira 12 cm tetapi tidak
berjalan lurus. Terus pada ujung-ujungnya terdapat fimbria, untuk memeluk ovum
saat ovulasi agar masuk ke dalam tuba (Tambayong, 2002).
III. Definisi
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012). Preeklamsia adalah keadaan
dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat
kehamilan setelah minggu ke-20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat
perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).
Selain itu, Mansjoer (2000) mendefinisikan bahwa preeklamsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Menyrut kamus saku kedokteran Dorland,
preeklamsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh hipertensi, edema,
dan proteiunria. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
preeklamsia( toksemia gravidarum) adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria yang muncul
pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan.
IV. Etiologi
Penyebab preeklamsia sampai skarang belum di ketahui . Tetapi teori yang dapat menjelaskan
tentang penyebab preeklamsi yaitu:bertambahnya frekuensi pada primigravidas,kehamilan
ganda,hidromnion,dan mola hidati dosa.bertambahnya frekuensi yang makin tuanya
kehamilan.dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus.
Timbulnya hipertensi,edema,proteinuria dan koma. Beberapa teori yang mengatakan bahwa
perkiraan etiologi dari kelainan tersebut segingga kelainan ini sering di kenal sebagai the
diseases of theory. Adapun teor-teori tersebut di antara lain : peran protasiklin dan tromboksan.
1. peran faktor imonologis.beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system
komplemen pada pre-eklamsi /eklamsia.
2. peran faktor genetik/familial.terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi
preeklamsia/eklamsia pada anak -anak dari ibu yang menderita preeklamsi/eklamsi.
kecenderungan dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre eklamsia/eklamsia dan bukan
pada ipar mereka.peran renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS).
3. faktor predisposisi
a. Molahidatidosa
b. Diabetes melitus
c. Hidrops fetalis
d. Obesitas
e. Umur yang lebih dari 35 tahun
V. Klasifikasi
Di bagi menjadi 2 golongan,yaitu sebagi berikut:
1) Preekalamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut : tekanan darah 140/90
mmhg atau lebih yang di ukur pada posisi berbaring terlentang ;atau kenaikan
diastolik 15 mmhg atau lebih;atau kenaikan sistolik 30mmhg atau lebih.cara
pengukuran sekurang kurang nya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
pemeriksaan dengan jarak 1 jam ,sebaiknya 6 jam .edema umum,kaki,jari
tangan,dan muka;atau kenaikan berat 1 kg atau lebih perminggu.proteinuria
kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter ; kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau
midstrem
2) Preeklamsia berat
Tekanan darah 160/110 mmhg atau lebih.proteinuria 5 gr atau lebih per liter .
Oliguria,yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam . Adanya gangguan
serebral gangguan visus ,dan rasa nyeri pada epigastrium.terdapat edema paru dan
sianosis
VI. Patofisiologi
Pada preeklamsia terdapat penurunan aliran darah.perubahan ini menyebabkan
prostaglandin plasenta menurun dan menyebabkan iskemia uterus.keadaan iskemia pada
uterus , merangsang pelepasan bahan tropoblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak dan
pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Trombo plastin yang di lepaskan mengakibatkan
pelepasan tomboksan dan aktivasi agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan aktivasi / agregasi
teombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi intravaskuler yang
mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati.
Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah menurun
dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin uterus yang di keluarkan akan
mengalir bersama -sama angiotensinogen menjadi angiotensi 1 dan selanjutnya menjadi
angiotensin2. Angiotensin 2 bersama trombiksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen arteriol yang
menyempit menyebabkan lumen hanya dapat di lewati oleh satu sel darah merah.
Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan segingga
menyebabkan hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, ingiotensin 2 akan
menyerang glanduka suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama
dengan koagulasi intravaskuler akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan
multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh di antaranya otak, darah, paru-paru,
hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema
serebri dan selanjutnyaterjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial
yang meningkat menyebabkan terjadinya perfisusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang
sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cidera. Pada darah akan terjadi
endhiteliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah. Pecahnya
pembuluh darah akan menyebakan terjadinya pendarahan, sedangkan sel darah merah
yang pecah akan menyebabkan terjadinya hemolotik,. Pada paru-paru, LADEP akan
meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan cairan
sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru akan menyebabkan
terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati, vasokontriksi pembuluh darah
akannmenyebabkan gangguan kontraktilitas miokard sehingga menyebabkan payah
jantung dan munculnya diagnosa keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal,
akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsobrsi natrium dan menyebabkan
retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan
diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Selain itu, vasospasme arteriol pada
ginjal akan menyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan
meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus
sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga mennyebabkan terjadinya oligouri
dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa keperawatan gangguan
eleminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan menyebabkan
banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerolus dan menyebabkan proteinuria.
Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola selanjutnya akan menyebabkan oedema diskus
optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan risiko cidera. Pada plasenta penurunan perfusi akan
menyebabkan hipoksia /anoksia sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya intra uterin growth retardation serta
munculnya diagnosa keperawatan risiko gawat janin. Hipertensi akan merangsang
medula oblongata san sistem syaraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf
simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus
gastrointestinal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion h
dan menyebabkan HCI meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik.
Selanjutnya akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya
muntah sehimggan muncul diagnosa keperawatan ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Pada ekstremitas dapat terjadi metabolisme anaerob menyebabkan ATP
di produksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam laktat.
Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang di produksi akan menimbulkan
keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas.
Keadaan hipertensi akan mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan
memunculkan diagnosa keperawatan kurang pengetahuan.
Phatway
Faktor resiko
Preeklamsia
proteinuria
IX. Penatalaksanaan
a. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.
b. Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Ringan
1. Dapat dikatakan tidak mempunyai risiko bagi ibu maupun janin
2. Tidak perlu segera diberikan obat antihipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat
kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmhg).
3. Istirahat yang cukup (berbaring / tiduran minimal 4 jam pada siang hari dan minimal
8 jam pada malam hari)
4. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
5. Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg/hari.
6. Bila tekanan darah tidak turun, dianjurkan dirawat dan diberi obat antihipertensi :
metildopa 3 x 125 mg/hari (max.1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg/hari,
atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg/hari, atau pindolol 1-3 x 5 mg/hari (max.30
mg/hari).
7. Diet rendah garam dan diuretik tidak perlu
8. Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1 minggu
9. Indikasi rawat : jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2 minggu
rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau
pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia berat. Berikan juga obat
antihipertensi.
10. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai pre-eklampsia berat.
Jika perbaikan, lanjutkan rawat jalan
11. Pengakhiran kehamilan : ditunggu sampai usia 40 minggu, kecuali ditemukan
pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia, atau indikasi
terminasi lainnya. Minimal usia 38 minggu, janin sudah dinyatakan matur.
12. Persalinan pada pre-eklampsia ringan dapat dilakukan spontan, atau dengan bantuan
ekstraksi untuk mempercepat kala II.
c. PenatalaksanaanPre-Eklampsia Berat
Dapat ditangani secara aktif atau konservatif. Aktif berarti : kehamilan diakhiri /
diterminasi bersama dengan pengobatan medisinal. Konservatif berarti : kehamilan
dipertahankan bersama dengan pengobatan medisinal. Prinsip : Tetap pemantauan janin
dengan klinis, USG, kardiotokografi.
1. Penanganan aktif.
Penderita harus segera dirawat, sebaiknya dirawat di ruang khusus di daerah
kamar bersalin.Tidak harus ruangan gelap.Penderita ditangani aktif bila ada satu atau
lebih kriteria ini.
Ada tanda-tanda impending eklampsia
Ada hellp syndrome
Ada kegagalan penanganan konservatif
Ada tanda-tanda gawat janin atau iugr
Usia kehamilan 35 minggu atau lebih
Pengobatan medisinal : diberikan obat anti kejang MgSO4 dalam infus dextrose
5% sebanyak 500 cc tiap 6 jam. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak
terpenuhi atau ada kontraindikasi partus pervaginam.Pada persalinan pervaginam kala
2, bila perlu dibantu ekstraksi vakum atau cunam.
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsia dengan keadaan janin baik, dilakukan penanganan konservatif.Medisinal :
sama dengan pada penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambatnya dalam waktu 24 jam.
Menjelaskan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan.Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan
sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet
tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidat, garam dan penambahan berat badan
yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan segera merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat anthipertensi, memang merupakan kemajuan yang
penting dari pemeriksaan antenatal yang baik. (Wiknjosastro H,2006).
X. Komplikasi
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada neonatus berupa
prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta baik akut maupun kronis.
Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada saat kelahiran maupun sesudah
kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering terjadi pada preklampsia berat adalah
(Wiknjosastro, 2006) :
1. Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita hipertensi akut. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 % solusio plasenta terjadi pada pasien
preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia.
Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23% hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis.
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan gejala klinik hemolisis
yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus
tersebut.
4. Perdarahan otak.
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.
5. Kelainan mata.
Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama seminggu dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat dan
akan terjadi apopleksia serebri.
6. Nekrosis hati.
Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia diakibatkan vasospasmus
arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati.
7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
8. Kelainan ginjal.
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat kejang,
pneumonia aspirasi dan DIC.