Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Aritmia adalah kondisi dimana jantung berdenyut dalam irama yang tidak
normal. Aritmia dapat bersifat primer, merupakan penyakit tersendiri atau bersifat
sekunder, akibat dari penyakit tertentu seperti stenosis mitral, penyakit jantung
koroner, atau karena obat-obatan. Pada waktu terjadinya aritmia, jantung
berdenyut tidak teratur, terlalu cepat (takikardia), terlalu lambat (bradikardia),
bahkan tidak berdenyut sama sekali (asistol). Secara klinis, aritmia dapat ringan
tanpa keluhan, hingga berat mengancam hidup.1
Di Amerika, lebih dari 850.000 orang dirawat di rumah sakit karena
aritmia setiap tahunnya. Di Amerika Utara, prevalensi Atrial Fibrilasi
diperkirakan meningkat dua sampai tiga kali lipat pada tahun 2050. Ini
menunjukan bahwa kejadian aritmia semakin meningkat setiap tahunnya. Di
Indonesia epidemiologi aritmia tidak berbeda jauh dengan negara lain. Fibrilasi
atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering didapatkan di klinik.
Prevalensi FA 1-2% dan akan terus meningkat dalam 50 tahun mendatang.2
Gangguan irama jantung dapat mengenai siapa saja di dunia tanpa
membedakan suku atau ras. Kematian mendadak yang berasal dari gangguan
irama jantung diperkirakan mencapai angka 50% dari seluruh kematian karena
penyakit jantung. Gangguan irama jantung dapat berupa atrial fibrilasi, atrial
flutter, blok jantung, ventrikel fibrilasi, ventrikel takikardi serta gangguan irama
lainnya.3
Kebanyakan aritmia tidak disadari dan ditemukan secara tidak sengaja
lewat pemeriksaan fisik rutin atau EKG. Namun, aritmia sering kali
menampakkan salah satu dari beberapa gejalnya yang khas. Gejala pertama dan
terpenting adalah palpitasi, nyeri dada, sesak nafas, penurunan curah jantung,
pusing dan sinkop.Spektrum gejala aritmia cukup luas mulai dari berdebar,
keleyengan, pingsan, stroke bahkan kematian mendadak, namun berdebar adalah
gejala aritmia tersering. Sekalipun berdebar merupakan alasan kedua tersering
pasien berobat ke dokter spesialis jantung dan sedikitnya 41% pasien yang
mengeluh berdebar terbukti memiliki aritmia, penyakit aritmia tidak sepopuler

1
PJK atau sindrom gagal jantung. Hal itu terjadi karena pemahaman masyarakat
yang masih rendah, dokter ahli aritmia masih sedikit, dan fasilitas kesehatan yang
menyediakan pelayanan khusus aritmia masih terbatas.2-3
Pada prinsip tujuan terapi aritmia adalah, mengembalikan irama jantung
yang normal, menurunkan frekuensi denyut jantung, dan mencegah terbentuknya
bekuan darah.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Konduksi Jantung


Dibawah kondisi normal alat fungsi pacu jantung (pace maker)
dilakukan oleh nodus sinoatrial (Nodus SA) yang terletak pada perbatasan
atrium kanan dan vena cava superior. Nodus SA kira-kira berukuran
panjang 1,5 cm dengan lebar 2-3 mm dan disuplai oleh arteri nodus sinus
yang bercabang dari arteri koronaria kanan (60%) atau arteri koronaria
sirkumfleks kiri (40%). Jika impuls sudah keluar dari nodus SA dan
jaringan perinodus, implus akan berjalan sepanjang atrium hingga
mencapai nodus atrioventrikuler (nodus AV). Suplai darah dari nodus AV
diturunkan dari arteri koronari posterior desenden (90%). Nodus AV
terletak pada basis septum intertatrium tepat diatas annulus trikuspidalis
dan anterior terhadap sinus koronari. Elektrofisiologis nodus AV
menyebabkan konduksi lambat yang bertanggung jawab terhadap
penundaan normal konduksi atrioventrikular (pada EKG dicatat sebagai
interval PR).4

Gambar 2.1 Anatomi sistem konduksi jantung.4

Berkas his (His Bundle) keluar dari nodus AV memasuki skeleton


fibrosa dari jantung dan berjalan ke anterior melewati septum

3
interventrikuler membranosa. Struktur ini mempunyai suplai darah ganda
dari arteri nodus AV dan cabang dari arteri koronari anterior desendens.
Bagian percabangan (distal) dari berkas His membuat cabang-cabang yang
luas dan serabut-serabutnya berjalan sepanjang sisi kiri septum
interventrikuler untuk membentuk cabang berkas kiri dan struktur sempit
serupa kabel pada sisi kanan yang membentuk right bundle branch.
Arborisasi cabang-cabang berkas kanan dan kiri mempercabangkan
system His purkinje distal, yang akhirnya meluas melewati endokardium
ventrikel kanan dan kiri.4
Nodus SA, atrium, dan nodus AV secara signifikan dipengaruhi
oleh tonus otonom. Pengaruh vagus menurunkan otomatisasi nodus SA,
menurunkan konduksi, dan memperpanjang keadaan refrakter pada
jaringan yang mengelilingi nodus SA. Secara indohomogen pengaruh
vagus menurunkan keadaan refrakter atrium, memperlambat konduksi
atrium, serta memperpanjang konduksi dan keadaan refrakter nodus AV.
4
Pengaruh simpatis memberikan efek yang sebaliknya.

.
Gambar 2.2 Gambar jalur konduksi jantung dan waktu aktivasi relatif masing-masing
bagian mengikuti depolarisasi inisial SA node.4

4
Berikut adalah kecepatan konduksi dan laju pacemaker instrinsik di
berbagai sistem konduksi jantung.

Tabel 2.1 Rangkuman kecepatan konduksi dan laju pacemaker instrinsik di berbagai
sistem konduksi jantung.4

2.2 Elektrofisiologi Jantung Normal


Melalui studi elektrofisiologi diketahui ada tiga jenis kumpulan sel-sel
jantung yang dapat membangkitkan arus listrik, yakni; (1) sel-sel pacemaker
(nodus SA, nodus AV), (2) jaringan konduksi khusus (serat-serat purkinje),
dan (3) sel-sel otot ventrikel dan atrium. Stimulasi listrik atau potensial aksi
yang terjadi pada ketiga sel-sel khusus ini dihasilkan oleh interaksi ionik
transmembran, yaitu berupa transport berbagai ion utama melalui kanal-kanal
khusus yang melewati membran sarcolema (suatu membran bilayer
fosfolipid). Transportasi ionik ini mempertahankan gradien konsentrasi dan
tegangan antara intra dan ekstra sel. Dalam keadaan normal, konsentrasi Na+
dan Ca++ lebih tinggi diluar sel, sedangkan konsentrasi K+ lebih tinggi
didalam sel.3

Gambar 2.3Aliran ion selama fase potensial aksi jantung.4

5
1) Pembentukan Potensial Aksi
Seperti sel-sel hidup lainnya, sisi dalam sel-sel jantung memiliki
muatan negatif dibandingkan sisi luarnya, sehingga menghasilkan
perbedaan tegangan di kedua sisi membran yang disebut sebagai
potensial transmembran.
Potensial transmembran saat istirahat (-80 s/d -90 mV pada otot
jantung dan -60 pada sel pacemaker) terjadi akibat adanya akumulasi
molekul-molekul bermuatan negatif (ion-ion) didalam sel. Potensial
aksi paada sel jantung memberikan pola yang khas, dan mencerminkan
aktivitas listrik dari satu sel jantung. Sebagaimana diilustrasikan pada
gambar 4 dan 5. Secara klasik aksi potensial dibagi dalam 5 fase,
namun untuk memudahkan pemahaman terhadap potensial aksi dapat
disederhanakan menjadi 3 fase umum, yakni : fase depolarisasi, fase
repolarisasi, dan fase istirahat.4
1. Fase Depolarisasi
Fase depolarisasi (fase 0) adalah fase awal dari potensial aksi
yang timbul pada saat kanal Na+ membran sel terstimulasi untuk
membuka. Bila hal ini terjadi, maka ion Na+ yang bermuatan positif
akan serentak masuk kedalam sel, sehingga menyebabkan potensial
transmembran beranjak positif secara cepat. Perubahan resultan
tegangan ini disebut depolarisasi. Depolarisasi satu sel jantung akan
cenderung menyebabkan sel-sel yang berdekatan ikut berdepolarisasi
dan membuka kanal Na+ sel sebelahnya. Sekali sel berdepolarisasi,
gelombang depolarisasi akan dihantarkan dari sel ke sel ke seluruh sel
jantung. Kecepatan depolarisasi suatu sel menentukan cepatnya impuls
listrik dihantarkan ke seluruh sel miokard. Bila kita melakukan sesuatu
terhadap fase 0, berarti akan mempengaruhi kecepatan konduksi dari
miokard.4
2. Fase Repolarisasi
Sekali suatu sel berdepolarisasi maka tidak akan berdepolarisasi
kembali hingga aliran ionik kembali pulih selama depolarisasi. Proses

6
mulai kembalinya ion-ion ketempat semula seperti saat sebelum
depolarisasi disebut repolarisasi. Fase repolarisasi ini ditunjukkan oleh
fase 1-3 kurva potensial aksi. Karena depolarisasi berikutnya tidak
dapat terjadi hingga repolarisasi,rentang waktu sejak akhir fase0 hingga
akhir fase 3 disebut sebagai periode refrakter. Fase 2 dimediasi oleh
terbukanya kanal lambat kalsium, yang akan menyebabkan ion kalsium
yang bermuatan positif masuk kedalam sel.4
3. Fase Istirahat
Pada hampir semua sel jantung, fase istirahat (rentang waktu antara
2 potensial aksi sebagai fase 4) merupakan fase dimana tak ada
perpindahan ion di membran sel. Namun pada sel-sel pacemaker tetap
terjadi perpindahan ion melewati membran sel pada fase 4 ini dan
secara bertahapmencapai ambang potensial, kemudian kembali
berdepolarisasi membangkitkan impuls listrik yang dihantarkan ke
seluruh jantung. Aktifitas fase 4 yang kemudian berdepolarisasi spontan
disebut automatisitas.4
4. Perbedaan Lokal Pola Potensial Aksi
Pola potensial aksi tidaklah sama pada setiap sel-sel yang
menyusun sistem listrik jantung. Pola potensial aksi sel-sel Purkinje
sangat berbeda dengan sel-sel nodus SA dan nodus AV. Perbedaan ini
terjadi pada fase 0 yaitu depolarisasi lambat sel nodus SA dan AV,
dikarenakan tidak adanya kanal cepat Na+ yang bertanggung jawab
pada fase depolarisasi cepat sel otot jantung yang lain (fase 0) 4

5. Perbedaan Lokal Persarafan Otonom


Secara umum, peningkatan tonus simpatik akan meningkatkan
automatisitas (sel-sel pacemaker akan terpacu lebih cepat),
meningkatkan kecepatan konduksi (impuls listrik akan dihantarkan
lebih cepat), dan berkurangnya masa potensial aksi / memendeknya
masa refrakter (sel akan siap secara cepat untuk berdepolarisasi kembali
). Sebaliknya dengan bertambahnya tonus parasimpatik, automatisitas
ditekan, kecepatan konduksi berkurang, dan masa refrakter meningkat.

7
Serabut-serabut simpatik dan parasimpatik banyak mempersarafi nodus
SA maupun AV. Selain itu, sel-sel pacemaker persarafan parasimpatik,
itulah sebabnya mengapa perubahan pada tonus parasimpatis relatif
lebih besar penngaruhnya terhadap nodus SA dan AV dibandingkan
jaringan jantung lainnya.4

2.3 Definisi Aritmia


Aritmia adalah variasi–variasi di luar irama normal jantung berupa
kelainan pada kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls atau urutan
aktivasi dengan atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang
mendasari. Berdasarkan definisi tersebut, maka kondisi yang termasuk
aritmia antara lain :
- Laju dengan frekuensi terlalu cepat (lebih dari 100 kali/menit)
yang disebut takikardi atau terlalu lambat (kurang dari 60
kali/menit) yang disebut bradikardia
- Irama yang tidak teratur
- Irama yang bukan dari nodus SA
- Terdapat hambatan impuls supra atau intra ventrikular.4

2.4 Epidemiologi Aritmia


Di Amerika, lebih dari 850,000 orang dirawat di rumah sakit
karena aritmia setiap tahunnya. Atrial fibrilasi mengenai± 2,3 juta orang di
amerika utara dan 4,5 juta orang di eropa, terutama yang berusia lanjut. Di
amerika, kira-kira 75 % orang yang terkena atrial fibrilasi berusia 65 tahun
atau bahkan lebih tua. AF merupakan aritmia yang paling sering terjadi
dengan prevalensi 0,4 % pada golongan usia<65 tahun dan meningkat 10
% pada kelompok usia > 75 tahun. Di Amerika Utara, prevalensi AF
diperkirakan meningkat dua sampai tiga kali lipat pada tahun 2050.Studi
epidemiologik jangka panjang menunjukkan bahwa pria mempunyai
resiko gangguan irama ventrikel 2-4 kali lipat dibandingkan dengan
wanita. Data epidemiologi dari New England Medical Journal (2001)
menyebutkan bahwa kelainan struktur arteri koroner merupakan penyebab

8
80% gangguan irama jantung yang dapat berakhir dengan kematian
mendadak. Data Framingham (2002) menunjukkan angka kejadian
gangguan irama akan meningkat dengan pertambahan usia. Diperkirakan,
populasi geriatri (lansia) akan mencapai 11,39% di Indonesia atau 28 juta
orang di Indonesia pada tahun 2020. Makin bertambah usia, persentase
kejadian akan meningkat yaitu 70% pada usia 65-85 tahun dan 84% di atas
85 tahun.2
Framingham Heart Study yang melibatkan 5209 subjek penelitian
sehat mendapatkan bahwa dalam waktu 20 tahun, angka kejadian FA
adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan. Studi observasional
(MONICA, multinational MONItoring of trend and determinant in
Cardiovasculardisease) pada populasi urban di Jakarta mendapatkan angka
kejadian FA 0,2% dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:2. Karena akan
terjadi peningkatan populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% pada
tahun 2000 menjadi 28,68% tahun 2050, maka angka kejadian FA juga
akan meningkat secara signifkan. Pada skala lebih kecil, hal itu tercermin
pada data di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita bahwa
kejadian FA pada pasien rawat selalu meningkat setiap tahunnya, yaitu
7,1% pada tahun 2010, meningkat menjadi 9,0% (2011), 9,3% (2012) dan
9,8% (2013).2
Aritmia ventrikular merupakan sebagian besar gambaran yang
ditemukan pada kematian mendadak. Lebih dari 80% aritmia pada
kematian mendadak adalah takiaritmia ventrikel, yang terdiri atas fibrilasi
ventrikel, takikardia ventrikel dan torsades de pointes.16 Jika fibrilasi
berlanjut maka kematian dapat terjadi karena laju jantung sangat cepat
yaitu lebih dari 250 kpm sehingga fungsi mekanik jantung untuk
memompa darah tidak terjadi karena jantung hanya bergetar, seolaholah
berhenti. Henti jantung lebih dari 4 menit menyebabkan kerusakan otak
permanen dan fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel tanpa denyut
selama 30 detik dapat menyebabkan kematian mendadak.2
Jenis gangguan irama jantung lainnya yang sering menyebabkan
kematian menadadak adalah ventrikel fibrilasi yng sering terjadi bersama

9
ventrikel takikardi. Hal ini menyebabkan sekitar 300.000 kematian
pertahunnya di Amerika serikat. Kelainnya juga ditemukan sebanyak 0,06-
0,08% persen pertahunnya pada populasi dewasa. Ventrikel fibrilasi dan
ventrikel takikardi merupakan kelainan pertama yang paling sering terjadi
karena sindrom koroner akut dan merupakan penyebab 50% kematian
mendadak, yang biasanya terjadi 1 jam setelah onset infark miokard.2

2.5 Patofisiologi Aritmia


Mekanisme aritmogenik dapat dibagi menjadi : ganguan
pembentukan impuls dan gangguan konduksi: 3
1. Gangguan pembentukan impuls
Gangguan ini dapat dibagi menjadi:
a. Kelainan Automatisasi
Pada keadaan normal, automatisasi (depolarisasi spontan)
hanya terjadi pada nodus SA. Hal ini disebabkan karena impuls-
impuls yang dicetuskan di nodus SA sedemikian cepatnya sehingga
menekan proses automatisasi di sel lain.Apabila terjadi perubahan
tonus susunan saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit di
Nodus SA sendiri maka dapat terjadi aritmia
b. Trigger Automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early
dan delayed after-depolarisation yaitu suatu voltase kecil yang
timbul sesudah sebuah potensial aksi,apabila suatu ketika terjadi
peningkatan tonus simpatis misalnya pada gagal jantung atau
terjadi penghambatan aktivitas sodium-potassium-ATP-ase
misalnya pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau
hipomagnesemia atau terjadi reperfusi jaringan miokard yang
iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka keadaan-
keadaan tersebut akan mnegubah voltase kecil ini mencapai nilai
ambang potensial sehingga terbentuk sebuah potensial aksi
prematur yang dinamakan “trigger impuls”. trigger impuls yang
pertama dapat mencetuskan sebuah trigger impuls yang kedua

10
kemudian yang ketiga dan seterusnya samapai terjadi suatu irama
takikardia.
2. Gangguan konduksi
a. Re-entry
Bilamana konduksi di dalam satu jalur terganggu sebagai
akibat iskemia atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi
yang berjalan pada jalur tersebut akan berhenti, sedangkan
gelombang pada jalur B tetap berjalan sepertisemula bahkan dapat
berjalan secara retrograd masuk dan terhalang di jalur A. Apabila
beberapa saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A atau
masa refrakter sudah lewat maka gelombang depolarisasi dari jalur
B akan menembus rintangan jalur A dan kembali mengkatifkan
jalur B sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau reentri
loop. Gelombang depolarisasi yang berjalan melingkar ini
bertindak sebagai generator yang secara terus-menerus
mencetuskan impuls.
Reentry loop ini dapat berupa lingkaran besar melalui jalur
tambahan yang disebut macroentrant atau microentrant.
b. Concealed Conduction (konduksi yang tersembunyi)
Impuls-impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat
menghambat dan menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini
disebut concealed conduction. Contoh concealed conduction ini
ialah pada fibrilasi atrium, pada ekstrasistol ventrikel yang
dikonduksi secara retrograd. Biasanya gangguan konduksi jantung
ini tidak memiliki arti klinis yang penting.
c. Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi
sehingga dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan
konduksi pada perinodal zone di nodus SA); blok AV (jika
hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA sampai berkas
His); blok cabang berkas (bundle branch block=BBB) yang dapat
terjadi di right bundle branch block atau left bundle branch block.

11
Tabel 2.2Mekanisme aritmogenesis.4

2.6 Etiologi Aritmia


Aritmia dapat terjadi karena hal-hal yang mempengaruhi kelompok
sel-sel yang mempunyai automatisitas dan system penghantarannya:
1. Persarafan autonom dan obat-obat
2. Lingkungan sekitar : beratnya iskemia, pH dan berbagai elektrolit dalam
serum,
3. obat-obatan
4. Kelainan jantung  fibrotis dan sikatriks, metabolit-metabolit dan jaringan-
jaringan abnormal/degeneratif dalam jantung (amilodosis, kalsifikasi, dll)
5. Rangsangan dari luar jantung seperti pace maker
Berbagai etiologi ini dapat saling memberatkan, artinya bila telah
ada hipertrofi otot jantung misalnya, kemudian timbul pula iskemia dan
gangguan balans elektrolit maka aritmia akan lebih mudah timbul,
sedangkan mengontrolnyapun lebih sulit pula. Karena itu sebaiknya
sudah ada data struktur jantung pasien waktu ia dirawat, sehingga
sudah dapat diantisipasi atau bahkan sudah dapat mulai diberikan
pencegahan timbulnya aritmia.
Aritmia dapat disebabkan oleh disfungsi nodus SA atau hambatan
dalam sistem konduksi. Etiologi disfungsi nodus SA yang tepat biasanya
tidak teridentifikasi. Sebagian besar kasus diyakini disebabkan oleh

12
berbagai kombinasi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Penyebab intrinsik
paling umum yaitu perubahan nodus sinus pada jantung yang terkait
dengan penuaan dan penyakit arteri koroner. Penyebab ekstrinsik yang
biasa terjadi ialah pengaruh pengobatan yang diberikan kepada pasien,
seperti penggunaan obat calcium channel blockers (CCBs).5

Tabel 2.3. Penyebab Disfungsi nodus SA4

Ekstrinsik Intrinsik
Otonom Sick sinus syndrome
Hipersensitivitas sinus carotid Infark miokard
Stimulasi vasovagal Amiloidosis senilis
Obat-obatan Inflamasi (perikarditis, miokarditis,
B blocker, CCB, digoksin, anti aritmia penyakit jantung rematik, penyakit
kelas I dan III, adenosine, clonidine, vaskular kolagen)
amitriptilin, pentamidine
Hipotermi penyakit jantung kongenital
Peningkatan tekanan intrakranial Iatrogenik
Terapi radiasi
Trauma dada

2.7 Manifestasi Klinis Aritmia


Berikut beberapa manifestasi klinis yang mungkin didapatkan pada
aritmia:
a. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur;
defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin
menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi,
perubahan pupil.
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah.

13
d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan;
bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri
(edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
Secara klinis, gejala bradiaritmiabervariasi, dari asimtomatik
hingga muncul gejala-gejalaseperti sinkop/hampir sinkop, dispneu,
nyeri dada, lemah,pusing, dan sebagainya.Biasanya untuk sinus
tachycardia ini disertai dengan rasapusing, berdebar-debar, sinkop,
nyeri dada, nyerikepala, dan gangguan Gl.4

2.7 Klasifikasi Aritmia


Berdasarkan mekanismenya, aritmia dibagi menjaditakiaritmia dan
bradiaritmia, sedangkan berdasarkanletaknya aritmia dibagi menjadi
supraventrikular aritmia dan ventrikular aritmia.
Takiaritmia adalah bentuk takikardia nonsustained(berlangsung <30 detik)
dan sustained (berlangsung >30detik) yang berasal dari fokus miokardium atau
sirkuitreentran. Definisi standar dari takikardia adalah irama yangmenghasilkan
kecepatan ventrikel >100 denyut per menit. Bradiaritmia adalah seluruh gangguan
pada iramajantung yang lambat secara abnormal. Secara kasar, bradiaritmiat
didefinisikan sebagai denyut jantung di bawah 60 kali per menit (bpm).
Sedangkan menurut Dresing, bradiaritmia adalah bradikardia (denyut jantung
kurang dari 60 kali per menit) yang disertai dengan gejala sinkop atau hampir
sinkop, gagal jantung kongestif,intoleransi olahraga, fatigue, atau status mental
yangmembaik dengan membaiknya bradikardia.4
Berdasarkan letaknya, aritmia dibagi menjadi supraventikular aritmia dan
ventrikular aritmia. Jenisaritmia yang masuk ke dalam supraventrikular aritmia
antara lain:4

14
1) Sinus tachyarrhythmia
Sinus tachycardia fisiologis, inappropriatesinus
tachycardia,sindrom takikardi aorta statik, Sinus Node Re-
entryTachycardia (SNRT);
2) Atrioventricular Nodal ReciprocatingTachycardia (AVNRT);
3) Focal dan nonparoxysmalJunctional tachycardia
4) Atrioventricularreciprocating tachycardia;
5) Focal atrial tachycardias.

Jenis aritmia yang masuk ke dalam ventrikular aritmia berdasarkan hasil


EKG antara lain : NonsustainedVT, sustained VT, bundle-branch re-entrant
tachycardia,bidirectional VT, torsades de pointes, ventricular flutter,
danventricular fibrillation.4
Berdasarkan kompleks QRS, takikardia terbagi menjadi kompleks QRS
sempit (<0,12) dan lebar (>0,12). Takikardia kompleks QRS sempit (SVT)
diurutkan dari yang paling sering: 7

 Sinus Tachycardia
 Atrial Fibrilation
 Atrial Flutter
 Re-entery nodus AV
 Takikardia dimediasi jalur aksesoris
 Takikardia atrium (termasuk bentuk otomatisasi dan re-entery)
 Multifocal Atrial Tachycardia (MAT)
 Junctional Tachycardia (jarang pada dewasa)

Takikardia kompleks QRS lebar (QRS ≥ 0,12 detik)

 Ventricular Tachycardia (VT) dan Ventricular Fibrillation (VF)


 SVT dengan aberan
 Takikardia pre-eksitasi (Wolf Parkinson White / WPW Syndrome)
 Irama pacu vantrikel

15
Gambar 2.4 Klasifikasi Takikardia.4

16
Aritmia secara mekanismeterbagi menjadi dua, yaitu Gangguan
Pembentukan Impuls danGangguan Penghantaran Impuls :5
1. Gangguan Pembentukan Impuls
a. Aritmia Nodus Sinus
1) Sinus Bradikardi
Sinus Bradikardi adalah irama sinus yang lambat denan
kecepatan kurang dari 60 denyut/menit. Hal ini sering terjadi
pada olahragawan dan seringkali menunjukkan jantung yang
terlatih baik. Bradikardia sinus dapat juga disebabkan karena
miksedema, hipotermia, vagotoni, dan tekanan intrakarnial yang
meninggi. Umumya bradikardia tidak perlu di obati kalau tidak
menimbulkan keluhan pada pasien. Tetapi bila bradikardi <
40/menit dan menyebabkan keluhan pada pasien maka
sebaikkan di obati dengan pemberian sulfasatrofin yang dapat
diiberikan pada intra vena. Sampai bradikardia dapat
diatasi.pada gambaran EKG semua komplek normal.

Gambar 2.5Sinus bradikardia5

 Karakteristik :

- Frekuensi : 40 sampai 60 denyut per menit


- Gelombang P : mendahului setiap kompleks QRS;
interval PR normal
- Kompleks QRS : biasanya normal
- Hantaran : biasanya normal
- Irama : regular

17
2) Sinus Takikardi
Ialah irama sinus yang lebih cepat dari 100/menit.
Biasanya tidak melebihi 170/menit. Keadaan ini biasanya terjadi
akibat kelainan ekstrakardial seperti infeksi, febris, hipovolemia,
gangguan gastrointestinal,anemia, penyakit paru obstruktif
kronik, hipertiroidisme. Dapat terjadi pada gagal jantung.

Gambar 2.6 Sinus takikardia5

- Karakteristik :

- Frekuensi : 100 sampai 160-180 denyut / menit


- Gelombang P : mendahului setiap kompleks QRS, dapat
tenggelam dalam gelombang T yang mendahuluinya;
interval PR normal
- Kompleks QRS : biasanya mempunyai durasi normal
- Hantaran : biasanya normal
- Irama : regular
3) Sinus Aritmia
Ialah kelainan irama jantung dimana irama sinus menjadi
lebih cepat pada watu inspirasi dan menjadi lambat pada waktu
ekspirasi. Pada gambaran EKG semua komplek normal tetapi
irama ireguler.gelombang P lebih panjang dan pada PR interval
lebih pendek dengan kecepatan lebih dari 0,16 detik.

Gambar 2.7Sinus Aritmia5

18
4) Henti sinus (sinus arrest)
Terjadi akibat kegagalan simpul SA, setelah jedah, simpul
SA akan aktif kembali. Pada gambaran EKG terdapat jeda
selama 3 detik.

Gambar 2.8Sinus arrest5

Karakteristik:
- Gel P dan komplek QRS normal
- Adanya gap yang panjang tanpa adanya gelombang
yang muncul.
- Gap ini jaraknya melebihi 2 kali RR interval.
b. Aritmia Atrium
1) Kontraksi prematur atrium (Ekstrasistole Atrial)
Secara klinis ekstrasistol nodal hampir tidak dapat
dibedakan dengan ekstrasistol ventrikular ataupun ekstrasistol
atrial. Pada gambaran EKG ialah adanya irama jantung yag
terdiri atas gelombang T yang berasal dari AV node di ikuti
kompleks QRS, biasanya dengan kecepatan 50-60/menit. Hal ini
timbul akibat impuls yang berasal dari atrium timbul premature .
kelainan ini biasanya tidak memiliki arti klinis penting dan
biasanya tidak butuh terapi

Gambar 2.9Kontraksi prematur atrium5

19
Karakteristik :

- Frekuensi : 60 sampai 100 denyut per menit


- Gelombang P : biasanya mempunyai konfigurasi
yang berbeda dengan gelombang P yang berasal dari
nodus SA. Tempat lain pada atrium telah menjadi
iritabel (peningkatan
otomatisasi) dan melepaskan impuls sebelum nodus SA
melepaskan impuls secara normal
- Kompleks QRS: bisa normal, menyimpang atau tidak
ada. Bila ventrikel Sudah menyelesaikan fase
repolarisasi, mereka dapat merespons stimulus atrium
ini dari awal.
- Hantaran : biasanya normal
- Irama :regular, kecuali bila terjadi PAC.
Gelombang P akan terjadi lebih awal dalam siklus dan
biasanya tidak akan mempunyaijeda kompensasi yang
lengkap.
2) Paroksimal Takikardi Atrium
Disebut juga takikardia supra ventrikular. Merupakan
sebuah takikardia yang berasal dari atrium atau AV node.
Biasanya disebabkan karena adanya re-entry baik di atrium, AV
node atau sinus node. Pasien yang mendapatkan serangan ini
merasa jantungnya berdebar cepat sekali, gelisah, keringat
dingin, dan akan merasa lemah. Kadang timbul sesak nafas dan
hipotensi. Pada pemeriksaan EKG akan terlihat gambaran
seperti ekstrasistol atrial yag berturut-turut > 6.5
Terdapat sederetan denyut atrial yg timbul cepat berturut-
turut dan teratur.

Gambar 2.10Paroksimal takikardia atrium5

20
Karakteristik :
- Frekuensi jantung 150-250 kali permenit
- Irama teratur
- Gelombang P : ektopik dan mengalami distorsi
dibanding gelombang P normal; dapat ditemukan pada
awal gelombang T; interval PR memendek (kurang
dari 0,12 detik)
- Kompleks QR : biasanya normal, tetapi dapat
mengalami distorsi apabila terjadi penyimpangan
hantaran
- Apabila gambaran EKG dari normal tiba tiba berubah
menjadi Atrial takikardia maka gambaran ini
dinamakan paroksimal atrial takikardia (PAT).

3) Flutter atrium
Irama atrial pada atrial Flutter (jumlah gel.P banyak)
gambaran terlihat baik pada sadapan II, III, dan aVF seperti
gambaran gigi gergaji , kelaianan ini dapat terjadi pada kelainan
katub mitral atau tricuspid, cor pulmonal akut atau kronis,
penyakit jantung koroner dan dapat juga akibat intoksikasi
digitalis.

Gambar 2.11Fluter atrium5

- Pelepasan impuls dari fokus ectopic di atrium cepat dan


teratur
- Frekuensi : frekuensi atrium antara 250 sampai 350 denyut
per menit

21
- Gelombang P : tidak ada, melainkan diganti oleh pola
gigi gergaji yang dihasilkan oleh focus di atrium yang
melepaskan impuls dengan cepat. Gelombang ini disebut
sebagai gelombang F
- Kompleks QRS : konfigurasinya normal dan waktu
hantarannya juga normal.
- Gelkombang T : ada namun bisa tertutup oleh gelombang
fluter
- Irama : regular atau ireguler, tergantung jenis
penyekatnya (mis., 2:1 , 3:1, atau kombinasinya)
4) Fibrilasi atrium
Pada fase ini di EKG akan tampak gelombang fibrilasi
(fibrillation wave) yag berupa gelombang yang sangat tidak
teratur dan sangat cepat dengan frekuensi 300/ menit. Pada
pemeriksaan klinis akan ditemukan irama jantung yang tidak
teratur dengan bunyi jantung yang intensitasnya juga tidak
sama.Disini sudah tidak terlihat gelombang P, QRS dan T.

Gambar 2.12Fibrilasi atrium5

Karakteristik :
- Frekuensi > 350 kali permenit
- Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG
permukaan. Kadang-kadang dapat terlihat aktivitas atrium
yang ireguler pada beberapa sadapan EKG, paling sering
pada sadapan V1.
- EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang
ireguler
- Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut
biasanya bervariasi,

22
c. Aritmia Ventrikel
1) Kontraksi prematur ventrikel
Terjadi akibat peningkatan otomatis sel ataupun ventrikel
PVC biasa di sebabkan oleh toksisitas digitalis, hipoksia,
hipokalemia, demam, asedosis atau peningktan sirkulkalasi
katekolamin. Pada kontraksi premature ventrikel mempunyai
karakter sebagai berikut

Gambar 2.13 Kontraksi prematur ventrikel5

- Frekuensi:60-100 x/menit
- Gelombang p: tidak akan muncul karena impuls berasal dari
ventrikel
- Gelombang QRS: biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih
dari 0,10 detik
- Hantaran: terkadang retrograde melalui jaringan
penyambung atrium
- Irama ireguler bila terjadi denyut premature

2) Takikardi ventrikel
Ialah ekstrasistole ventrikel yang timbul berturut-turut 4
atau lebih. Ekstrasistole ventrikel dapat berkembang menjadi
fibrilasi ventrikel dan menyebabkan cardiac arrest. Penyebab
takikardia ventrikel ialah penyakit jantung koroner, infark
miokard akut, gagal jantung. Diagnosis ditegakkan apabila
takikardia dengan kecepatan antara 150-250/menit, teratur, tapi
sering juga sedikit tidak teratur. Pada gambaran EKG kompleks

23
QRS yang lebar dari 0,12 detik dan tidak ada hubungan dengan
gelombang P.

Gambar 2.14 takikardia ventrikel5

Karakteristik :
- Irama : regular
- Frekwensi : 150-250x/menit
- Tidak ada gelombang P
- Komplek QRS lebar atau lebih dari normal
3) Fibrilasi ventrikel
Ialah irama ventrikel yang khas dan sama sekali tidak teratur.
Hal ini menyebabkan ventrikel tidak dapat berkontraksi dengan
cukup sehingga curah jantung menurun atau tidak ada, tekanan darah
dan nadi tidak terukur, penderita tidak sadar dan bila tidak segera
ditolong akan menyebabkan mati. Biasanya disebabkan oleh
penyakit jantung koroner, terutama infark miokard akut. Pengobatan
harus dilakukan secepatnya, yaitu dengan directed current
countershock dengan dosis 400 watt second. Pada gambaran EKG
Fibrilasi ventrikel tidak ada kompleks QR.

Gambar 2.15fibrilasi ventrikel5

Karakteristik :
- Laju : tidak dapat ditentukan

24
- Irama chaotic atau kacau balau
- Gelombang P : Tidak ada
- Interval PR : Tidak ada
- Durasi QRS : Tidak ada

2. Gangguan Penghantaran Impuls


1) AV Block derajat 1
Umumnya disebabkan karena gangguan konduksi di
proximal His bundle , sering terjadi pada intoksitas digitalis,
peradangan , proses degenerasi maupun varian normal . Gambar
yang muncul pada EKG adalah interval PR yang melebar > 0,22
detik dan interval PR tersebut kurang lebih sama disetiap
gelombang

Gambar 2.16AV blok derajat 15

Frekuensi :
- Irama teratur
- Gel P normal, PP interval regular
- Komplek QRS normal, RR interval regular
- PR interval > 0,20 detik atau > 5 kotak kecil
- Panjang PR interval harus sama di setiap beat. Misalkan panjang
PR intervalnya 0,24detik, maka di tiap beat PR intervalnya harus
sama yaitu 0,24detik.

2) AV Block derajat II
Dibagi menjadi 2 tipe :

25
a) Mobitz tipe 1 ( wenckebach block)
Interval PR secara progresif bertambah panjang sampai suatu
ketika implus dari atrium tidak sampai ke ventrikel dan denyut
ventrikel ( gelombang QRS)tidak tampak , atau gelombang P tidak
diikuti oleh QRS. Hal ini disebabkan karena tonus otot yang
meningkat , keracunan digitalis atau iskemik

Gambar 2.16 AV blok derajat II mobitz tipe 1 5

Karakteristik :
- Irama irregular
- Gel P normal, PP interval regular
- Komplek QRS bisa normal juga bisa tidak normal, RR interval
irregular
- PR interval mengalami perpanjangan, mulai dari normal PR
interval danmemanjang pada beat berikutnya, sampai ada gel P
yang tidak diikutikomplek QRS, kemudian kembali lagi ke
normal PR interval dan seterusnya.
- Misalkan awalnya PR interval 0,16 detik, kemudian memanjang
dibeat berikutnya 0,22 detik, terus memanjang lagi menjadi 0,28
detik,
- gel P yang tidak diikuti oleh QRS, setelah itu kembali lagi ke
normal PR interval yaitu 0,16 detik, dan seterusnya.

b) Mobitz tipe 2
Interval PR tetap sama tetapi didapatkan denyut ventrikel yang
berkurang. Dapat terjadi pada infrak miocard akut, miocarditis, dan
proses degenerasi.

26
Gambar 2.17 AV blok derajat II mobitz tipe 25
Ciri-cirinya :
- Irama irregular
- Gel P normal, lebih banyak gelombang P dibandingkan kompleks
QRS
- Komplek QRS biasanya memanjang (>0,12 detik)
- PR interval normal atau memanjang tapi konstan
3) AV Block derajat III
Disebut juga block jantung komplit , dimana implus dari
atrium tidak bisa sampai pada ventrikel , sehingga ventrikel berdenyut
sendiri karena implus yang berasal dari ventrikel sendiri .gambaran
EKG memperlihatkan adanya gelombang P teratur dengan kecepatan
60 – 90 kali permenit , sedangkan komplek QRS hanya 40 – 60 kali
permenit . hal ini disebabkan oleh infrak miocard akut, peradangan,
dan proses degenerasi. Jika menentap diperlukan pemasangan pacu
jantung.

Gambar 2.18 AV blok derajat III5

Karakteristik :

- gelombang P teratur dengan kecepatan 60 – 90 kali


permenit , sedangkan komplek QRS hanya 40 – 60
kali permenit
- Irama : atrial reguler, ventrikular irreguler

27
- Interval PR : Normal atau memanjang tetapi
konstan
- Kompleks QRS : biasanya lebar (>0,12 detik)
LBBB dan RBBB
Bundle Branch Block menunjukan adanya gangguan konduksi
dicabang kanan atau kiri sistem konduksi , atau divisi anterior atau
posterior cabang kiri. Dimana pada EKG ditemukan komplek QRS
yang melebar lebih dari 0,11 detik disertai perubahan bentuk komplek
QRS dan aksis QRS. Bila cabang kiri yang terkena disebut sebagai
Left Bundle Branch Block (LBBB) dan jika kanan yang terkena
disebut Right Bundle Branch Block (RBBB)
1) LBBB
Pada EKG akan terlihat bentuk rsR’ atau R di lead I, aVL, V5
dan V6 yang melebar. Gangguan konduksi ini dapat menyebabkan
aksis bergeser ke kiri yang ekstrim, yang disebut sebagai left anterior
hemiblock (jika gangguan dicabang anterior kiri ) dan left posterior
hemiblock (jika gangguan dicabang posterior kiri )

Gambar 2.19 LBBB5


Ciri-cirinya :
- Adanya kuping kelinci di lateral lead dengan tidak adanya gel Q
- Komplek QRS lebar
- Tidak ada gelombang R kecil di V1
- Aksis jantung ke kiri (LAD)

28
2) RBBB

Pada EKG akan terlihat kompleks QRS yang melebar lebih dari
0,12 detik dan akan tambapk gambaran rsR’atau RSR’ di V1, V2 ,
sementara itu di I, aVL , V5 didapatkan S yang melebar karena
depolarisasi ventrikel kanan yang terlambat.

Gambar 2.20 RBBB5


Karakteristik :
- Adanya M shape di lead V1 (RSR)
- Gelombang S di lateral lead (V6, I, aVL)
- Komplek QRS yang lebar.
- Aksis jantung bisa normal atau RAD
- Karena terjadi blok di bundle his kanan, maka dari bundle his kiri
impuls
- mengarah ke kanan (gel R di V1)dengan singkat kemudian ke kiri
(gel S di V1) dan balik lagi ke kanan (gel R lagi di V1) dan (gel S
yang lebar di lateral lead)

2.8 Diagnosis
Permukaan elektrokardiogram (EKG) adalah landasan diagnosis
untuk gangguan irama jantung. Untuk deteksi awal perubahan kualitatif
dan kuantitatif detak jantung, sering digunakan metode auskultasi
langsung dimana metode ini dapat menentukan denyut teratur dan tidak
teratur yang merupakan karaksteristik fibrilasi atrium.4

29
Untuk mendiagnosa Proarrhythmia sulit dilakukan karena s
ifat variabel dari aritmia yang mendasarinya. TDP ditandai dengan
interval QT panjang atau gelombang U menonjol pada permukaan
EKG.4
Manuver tertentu mungkin diperlukan untuk menjelaskan
etiologi berhubungan dengan sinkop bradiaritmia. Diagnosis
hipersensitivitas sinus karotis dapat dikonfirmasi dengan melakukan
pemijatan sinus karotis dengan EKG dan pemantauan tekanan darah.
Sinkop vasovagal dapat didiagnosis dengan menggunakan uji
kemiringan tubuh tegak (upright body-tilt test).4
Atas dasar temuan EKG, blok AV biasanya dikategorikan
menjadi tiga jenis yang berbeda (pertama, kedua, atau derajat ketiga
blok AV.4
Berikut adalah rangkuman gambaran EKG berbagai tipe
aritmia

Tabel 2.3. Karakteristik aritmia4

30
2.9 Terapi Aritmia
2.9.1 Tujuan Terapi
Hasil yang diharapkan tergantung dari jenis aritmianya.
Sebagai contoh, tujuan akhir penanganan fibrilasi atrium adalah
mengembalikan ritme sinus, mencegah komplikasi tromboemboli, dan
menjegah kejadian berulang 7
2.9.2 Terapi Non Farmakologi

a. Penderita dianjurkan untuk merubah gaya hidup seperti


pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita
yang menderita obesitas.
b. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai
efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel
serta neurohormonal, meskipun efek terhadap kelengsungan
hidup belum dapat dibuktikan.7
2.9.3 Terapi Farmakologi

Penggolongan antiaritmia dilakukan menurut klasifikasi


Vaughn Williams atas dasar sifat-sifat elekrtofisiologisnya yang diukur
di sel-sel myocard tertentu dalam 4 kelas sebagai berikut: 8

1. Zat-zat stabilisasi membrane juga disebut efek kinidin dan efek


anastesi lokal. Zat-zat ini sangat mengurangi kepekaan membrane
sel jantung untuk rangsangan akibat penghambatan pemasukan
ion Na ke membrane dan perlambatan depolarisasinya. Efeknya
ialah frekuensi jantung berkurang dan ritmenya menjadi normal
kembali. Zat-zat stabilisasi membrane dapat dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu :8
 Kelompok kinidin : kinidin, disopiramida, β-bloker, dan
prokainamida. Zat-zat ini antara lain memperpanjang masa
refrakter dan aksipotensial sel-sel myocard.
 Kelompok lidokain : lidokain, mexiletin, fenitoin, aprindin
(Fiboran), dan tocainide (Tonocard). Zat-zat ini antara lain
mempersingkat masa refrakter dan aksi potensial sel-sel

31
myocard, hanya efektif pada aritmia bilik. Obat epilepsi
fenitoin khusus digunakan pada aritmia akibat keracunan
digoksin.
 Kelompok Propafenon : propafenon dan flecainida (Tambocor)
memperpanjang sedikit masa refrakter dan oksipotensial.
2. Beta-blockers terdiri dari etenolol, bisoprolol, nadolol, dan
karteolol. Mengurangi hiperaktifitas adrenergik di myocard
dengan penurunan frekuensi dan daya kontraksinya. Beberapa β-
bloker (antara lain propanolol. esebutolol, alprenolol, dan
oxprenolol) memiliki pula efek kelas IA, sedangkan setolol
termasuk kelas III. Propanolol, metoprolol, dan timolol digunakan
sebagai profilaktis setelah infark untuk mencegah infark kedua.
3. K-chanels blokers terdiri dari amiodaron, setalol, dan bretylium.
Akibat blockade saluran kalium, masa refrakter dan lamanya aksi
potensial diperpanjang. Amiodaron efektif terhadap aritmia
serambi dan bilik dan setalol terutama efektif terhadap aritmia
bilik.
4. Antagonis kalsium terdiri dari verapamil dan diltiasem.
Mengakibatkan penghambatan pemasukan ion Ca, antara lain
penyaluran impuls AV diperlambat dan masa refrakter
diperpanjang8

2.9.3.1 Klasifikasi Antiaritmia


Obat-obatan antiaritmia dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:
1. Kelas I ( Penghambat Kanal Na+)
Obat-obat antiaritmia dapat digolongkan berdasarkan efek
kecenderungan obat tersebut terhadap potensial aksi. meskipun
klasifikasi ini cukup baik, tidak seluruhnya mudah atau benar karena
banyak obat yang kerjanya berhubungan lebih dari satu kelas atau
dapat memiliki metabolit aktif dengan cara kerjanya menghambat
kanal natrium sensitive-voltase oleh mekanisme yang sama dengan
kerja anestesi local. penurunan kecepatan masuknya natrium

32
memperlambat kecepatan kenaikan fase 0 potensi aksi. contoh
obatnya yaitu dysopyramide (IA), flecainide (IC), lidocaine (IB),
Mexiletine (IB), Procainamide (IA), propafenone (IC), quinidine (IA),
tocainide (IB).8
Klas IA. Kinetik kerjanya intermediate, memperpanjangmasa
repolarisasi potensial aksi. Menurunkan Vmakspada semua heart rate.
Contoh: kuinidin, prokainamid,disopiramid.4
Klas I B. kinetik kerjanya cepat dan
memperpendekrepolarisasi potensial aksi hanya ringan saja.
Mempunyaiefek yang ringan terhadap kasus dengan heart rate
rendah,tetapi mempunyai efek lebih besar pada kasus dengan heart
rate tinggi. Contoh: lidokain, meksiletin, fenitoin, tokainid.4
Klas IC. kinetik kerjanya lambat dan mempunyai efek
kecilterhadap repolarisasi potensial aksi. Contoh:
Propafenon,flekainid, lorkainid.4
Pada penelitian-penelitian obat-obatan kelas I initidak
menunjukkan penurunan angka kematian secarasignifikan
dibandingkan dengan kontrol. Bila diberikanpada pasien usia lanjut
dengan penyakit jantung seringterjadi proaritmia..4
2. Kelas II (Penghambat Adrenoreseptor-B)
Obat-obat kelas II merupakan antagonis adrenergic-B. obat-
obat ini mengurangi depolarisasi fase 4 sehingga mendepresi
otomatisasi, memperpanjang konduksi AV, dan dapat menurunkan
denyut jantung dan kontraksi. obat kelas II berguna untuk pengobatan
takiaritmia yang disebabkan peningkatan aktivasi simpatis. obat ini
juag digunakan untuk fibrilasi dan flutter atrium, serta takikardia re-
entrant nodus AV. contoh obat nya : Esmolol, metoprolol dan
propranolol.8
3. Kelas III (Penghambat kanal K+)
Obat kelas III menghambat kanal kalium sehingga mengurangi
arus kalium keluar selama repolarisasi sel jantung. obat ini
memperpanjang lama potensial aksi tanpa mengaggu depolarisasi fase

33
0 atau membrane istirahat. contoh obatnya : Amiodarone, dofetilide,
dan sotalol).8
4. Kelas IV (Penghambat Kanal Ca+)
Obat-obat kelas IV adalah penghambata kanal kalsium. obat
ini mengurangi arus masuk yang di bawa kalsium, menyebabkan
penurunan kecepaan depolarisasi spontan fase 4. obat ini juga
memperlambat konduksi oada jaringan yang tergantung pada arus
kalsium, seperti nodus AV. Meskipun kanal kalsium yang sensitive-
voltase terdapat pada berbagai jaringan, efek utama penghambat kanal
kalsium adalah pada otot polos vascular dan jantung. contoh obatnya :
Verapamil dan diltiazem.8
Tatalaksana takiaritmia dan bradiaritmia menurut algoritma
ACLS 2018: 6

Gambar 2.21 Algoritma Takikardia 6

34
Catatan:
 Kardioversi rekomendasi dosis inisial
o QRS sempit teratur: 50-100J
o QRS sempit tidak teratur: 120-200J bifasik atau 200J monofasik
o QRS lebar teratur: 100J
o QRS lebar tidak teratur: dosis defibrilasi (tidak disinkronisasi)
 Adenosin IV
o Dosis pertama 6 mg IV bolus cepat, diikuti dengan flush NS
o Dosis kedua: 12 mg IV jika diperlukan
 Obat antiaritmia IV untuk takikardia QRS lebat teratur
o Amiodaron IV: dosis inisial 150 mg dalam 10 menit. Dapat diulang
bila terulang kembali. Diikuti dosis rumatan 1 mg/menit untuk 6
jam pertama.

Gambar 2.22 Algoritma Bradikardia6

35
BAB III
KESIMPULAN

Aritmia adalah variasi–variasi di luar irama normal jantung berupa


kelainan pada kecepatan, keteraturan, tempat asal impuls atau urutan aktivasi
dengan atau tanpa adanya penyakit jantung struktural yang mendasari.

Aritmia dapat disebabkan oleh disfungsi nodus SA atau hambatan dalam


sistem konduksi Etiologi disfungsi nodus SA yang tepat biasanya tidak
teridentifikasi. Sebagian besar kasus diyakini disebabkan oleh berbagai kombinasi
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Penyebab intrinsik paling umum yaitu perubahan
nodus sinus pada jantung yang terkait dengan penuaan dan penyakit arteri
koroner. Penyebab ekstrinsik yang biasa terjadi ialah pengaruh pengobatan yang
diberikan kepada pasien, seperti penggunaan obat calcium channel blockers
(CCBs).

Kebanyakan aritmia tidak disadari dan ditemukan secara tidak sengaja


lewat pemeriksaan fisik rutin atau EKG. Namun, aritmia sering kali
menampakkan salah satu dari beberapa gejalnya yang khas. Gejala pertama dan
terpenting adalah palpitasi, nyeri dada, sesak nafas, penurunan curah jantung,
pusing dan sinkop.

Pada prinsip tujuan terapi aritmia adalah, mengembalikan irama jantung


yang normal, menurunkan frekuensi denyut jantung, dan mencegah terbentuknya
bekuan darah.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Rilantono, Lily l. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta:


Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
2. Yuniadi, yoga. Mengatasi Aritmia, Mencegah Kematian Mendadak. eJKI.
DOI: 10.23886/ejki.5.8192; 2017
3. Thaler, Malcolm S. Satu-satunya buku EKG edisi 7. Jakarta: EGC. 2015
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
5. Dharma, Surya. Cara mudah membaca EKG. Jakarta: EGC. 2015
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Buku Ajar Kursus
Bantuan Hidup Jantung Lanjut (ACLS). Jakarta : PERKI ; 2018
7. PERKI. 2014. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
8. Burns, M.A.C., B.G. Wells., T.L. Schwinghammer., P.M. Malone., J.L.
Koselar., J.C. Rotschafer dan J.T. Dipiro. Pharmacotherapy Principles &
Practice. USA: McGraw-Hill Companies, Inc.2008.

37

Anda mungkin juga menyukai