Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kecemasan dapat didefinisikan sebagai perasaan ketakutan yang
disebabkan oleh dugaan bahaya, yang mungkin berasal dari dalam atau
luar.1 Penderita gangguan cemas menyeluruh harus menunjukkan anxietas
sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa
minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”).2 Kecemasan yang mengambang bebas adalah rasa takut
yang meresap dan tidak terpusatkan yang tidak berhubungan dengan suatu
gagasan.1
Sejarah tentang penemuan istilah gangguan cemas menyeluruh
dimulai dari abad ke-19 dan ke-20, dimana istilah yang digunakan adalah
“pantophobia” dan “anxiety neurosis”. Istilah tersebut mendeskripsikan
manifestasi paroksismal (serangan panik) dan fenomena interparoksismal
(apprehensive mental state). Istilah gangguan cemas menyeluruh pertama
kali digunakan pada DSM III pada tahun 1980, sewaktu “anxiety neurosis”
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi gangguan cemas menyeluruh dan
gangguan panik.3
Gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan yang lazim,
perkiraan yang masuk akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8
persen. Orang yang tampaknya cemas patologis mengenai hampir semua hal
cenderung digolongkan memiliki gangguan cemas menyeluruh.
Kekhawatiran ini sulit dikendalikan dan berkaitan dengan gejala somatik
seperti otot tegang, irritabilitas, sulit tidur, dan gelisah. Ansietas ini sulit
dikendalikan, secara subjektif menimbulkan penderitaan, dan
mengakibatkan hendaya pada area penting kehidupan seseorang.4

1
1.2. Tujuan Pembuatan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis,
diagnosa banding, terapi, dan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
2. Sebagai tugas makalah yang diberikan selama menjalankan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Psikiatri.

1.3. Manfaat Pembuatan Makalah


Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah menambah ilmu pengetahuan
tentang gangguan jiwa khususnya gangguan cemas menyeluruh.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gangguan cemas menyeluruh adalah keadaan yang tampaknya
cemas patologis mengenai hampir semua yang dialami selama sedikitnya 6
bulan. Kekhawatiran ini sulit dikendalikan dan berkaitan dengan gejala
somatik seperti ketegangan otot, irritabilitas, sulit tidur, dan gelisah.
Ansietas ini sulit dikendalikan, secara subjektif menimbulkan penderitaan,
dan mengakibatkan hendaya pada area penting kehidupan seseorang.4

2.2. Epidemiologi
Gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan yang lazim,
perkiraan yang masuk akal untuk prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8
persen. Rasio perempuan banding laki-laki yang dirawat inap di rumah sakit
untuk gangguan ini sekitar 1 banding 1. Prevalensi seumur hidupnya adalah
45 persen.4

2.3. Etiologi
Seperti pada kebanyakan gangguan jiwa, penyebab gangguan
ansietas menyeluruh tidak diketahui. Sebagaimana yang baru-baru ini
didefinisikan, gangguan ansietas menyeluruh mungkin memengaruhi suatu
kelompok orang yang heterogen. Mungkin karena suatu derajat ansietas
tertentu bersifat normal dan adaptif, membedakan ansietas normal dan
ansietas patologis serta membedakan faktor penyebab biologis dan faktor
psikologis sulit dilakukan. Faktor biologis dan psikologis mungkin bekerja
bersama.4

3
2.3.1. Faktor Biologis
Hanya studi pencitraan otak dalam jumlah terbatas telah dilakukan
pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh. Satu studi positron
emission tomography (PET) melaporkan laju metabolik di ganglia basalis
dan substansia alba pasien gangguan cemas menyeluruh yang lebih rendah
daripada subjek kontrol normal. Satu studi menemukan bahwa hubungan
genetik bisa terdapat antara gangguan ansietas menyeluruh dan gangguan
depresif berat pada perempuan. Studi lain menunjukkan komponen genetik
yang khas, tetapi sulit diukur pada gangguan ansietas menyeluruh. Kerabat
laki-laki cenderung memiliki gangguan penggunaan alkohol. Sejumlah studi
kembar melaporkan adanya angka kejadian bersama 50 persen pada kembar
monozigot dan 15 persen pada kembar dizigot.4
Berbagai kelainan elektroensefalogram (EEG) telah diperhatikan
pada ritme alfa dan evoked potential. Studi EEG tidur melaporkan
diskontinuitas tidur yang meningkat, penurunan tidur delta berkurangnya
tidur tahap I, dan berkurangnya tidur REM. Perubahan struktur tidur ini
berbeda dengan perubahan yang terlihat pada gangguan depresif.4

2.3.2. Faktor Psikososial


Kelompok perilaku kognitif
Pasien dengan gangguan ansietas menyeluruh memberikan respons
pada hal-hal yang secara tidak benar dan tidak akurat dianggap sebagai
bahaya. Ketidakakuratan ini ditimbulkan melalui perhatian selektif terhadap
hal kecil negatif di lingkungan dengan distorsi pemrosesan informasi dan
pandangan yang sangat negatif terhadap kemampuan beradaptasi diri
sendiri.4
Kelompok psikoanalitik
Ansietas adalah gejala konflik yang tidak disadari dan tidak
terselesaikan. Teori psikologis ini pertama kali disampaikan Sigmund Freud
pada tahun 1909 dengan deskripsi mengenai Litte Hans; sebelumnya, Freud
telah melakukan konseptualisasi ansietas yaitu memiliki dasar fisiologis.4

4
2.4. Gambaran Klinis
Gejala utama gangguan ansietas menyeluruh adalah ansietas,
ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kesiagapan kognitif.
Ansietasnya berlebihan dan mengganggu aspek kehidupan lain. Ketegangan
motoric paling sering tampak sebagai gemetar, gelisah, dan sakit kepala.
Hiperaktivitas otonom sering bermanifestasi sebagai napas pendek, keringat
berlebihan, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal. Kesiagan kognitif
terlihat dengan adanya iritabilitas dan mudahnya pasien merasa terkejut.4
Pasien dengan gangguan ansietas menyeluruh biasanya mencari
dokter umum atau dokter penyakit dalam untuk membantu gejala somatik
mereka. Selain itu, pasien pergi ke dokter spesialis untuk gejala spesifik-
contohnya diare kronis. Gangguan medis spesifik non psikiatri jarang
ditemukan dan perilaku pasien bervariasi saat mencari dokter. Sejumlah
pasien menerima diagnosis gangguan ansietas menyeluruh dan terapi yang
sesuai; lainnya mencari konsultasi medis tambahan untuk masalah mereka.4

2.5. Diagnosis
Untuk mendiagnosa gangguan ansietas menyeluruh digunakan
DSM V dan pedoman PPDGJ III
DSM V
 Kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan yang terjadi setiap
hari selama minimal 6 bulan, tentang beberapa acara atau aktivitas.
 Pasien kesulitan dalam mengontrol kekhawatirannya.
 Kecemasan dan kekhawatiran pasien dihubungkan dengan minimal.
3 dari 6 gejala (dialami selama 6 bulan) berikut:

1. Kecemasan, merasa berada di ujung tanduk.


2. Mudah lelah.
3. Konsentrasi yang terganggu, kekosongan pikiran.
4. Iritabilitas.
5. Ketegangan otot.
6. Gangguan tidur (Kesulitan jatuh tidur, mempertahankan
tidur, atau bangun pada dini hari).

5
 Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan hendaya
sosial dan pekerjaan yang signifikan.
 Gejala tidak berhubungan dengan penyalahgunaan zat atau kondisi
medis, seperti hipertiroid.
 Gangguan tidak dapat dijelaskan dengan kondisi medis lainnya.5

PPDGJ III
 Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”)
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti
di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb.);
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran,
tidak dapat santai); dan
c) Overaktivitas motorik (Kepala terasa ringan,
berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak nafas,
keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb.).
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang
yang menonjol.
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa
hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama
gangguan cemas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi
kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan ansietas
fobik (F40.-), gangguan panik (F41.-), atau gangguan obsesif-
kompulsif (F42.-).2

2.6. Diagnosa Banding


Diagnosis banding gangguan cemas menyeluruh mencakup semua
gangguan medis yang dapat menyebabkan ansietas. Pemeriksaan medis
harus mencakup uji kimia darah standar, elektrokardiogram, dan uji fungsi
tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,
penyalahgunaan stimulan, putus alkohol, dan putus obat sedative hipnotik
atau ansiolitik. Pemeriksaan status mental dan anamnesis harus menggali

6
kemungkinan diagnosis gangguan panik, fobia, dan gangguan obsesif
kompulsif. Umumnya, pasien dengan gangguan panik mencari terapi lebih
dini lebih dibuat tidak mampu oleh penyakitnya, memiliki awitan gejala
mendadak, dan tidak terlalu direpotkan gejala somatik dibandingkan pasien
dengan gangguan ansietas menyeluruh. Membedakan gangguan ansietas
menyeluruh dengan gangguan depresif berat serta gangguan distimik dapat
sulit dilakukan: kenyataannya, kedua gangguan ini sering muncul
bersamaan. Kemungkinan diagnostik lain adalah gangguan penyesuaian
dengan ansietas, hipokondriasis, gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas
dewasa, gangguan somatisasi, dan gangguan kepribadian.4

2.6. Terapi
Terapi yang paling efektif untuk gangguan ansietas menyeluruh
mungkin adalah terapi yang menggabungkan pendekatan psikoterapeutik,
farmakoterapeutik, dan suportif. Terapi ini dapat memakan waktu yang
cukup lama bagi klinisi yang terlibat, baik bila klinisi tersebut adalah
seorang psikiater, dokter keluarga, atau spesialis lain.4

Psikoterapi
CBT (Cognitive-Behavioral Therapy)
 Dewasa
Biasanya dilakukan dengan cara mengombinasikan beberapa cara
seperti: psikoedukasi, worry exposure¸ applied relaxation, pemecahan
masalah, cognitive re-structuring, dan psikoterapi interpersonal.
Diberikan per individual
Biasanya dilakukan dalam 12-20 sesi
 Anak-anak (umur 6-17 tahun)
Diberikan kepada anak dan orang tua mereka.
Anak: psikoedukasi, coping skills training (relaxation skills, positive
self talk, dan thought challenging)

7
Orang tua: menurunkan potensi mencemaskan anak dan mencegah
terjadinya konflik dalam rumah tangga, mengatasi kecemasan dalam
diri mereka sendiri
Biasanya dilakukan dalam 12-20 sesi (dapat pula hanya 8 sesi).6

CT (Cognitive therapy)
Mengajarkan pasien untuk mengevaluasi kecemasan mereka secara
objektif. Variasi meliputi pure cognitive therapy, cognitive
restructuring, meta-cognitive therapy, dan intolerance of uncertainty
therapy. Diberikan per individual dan biasanya dilakukan dalam 15-20
sesi.6

Applied Relaxation
Mengajarkan pasien kemampuan coping skill yang dapat membuat
mereka menjadi tenang dengan cepat, dalam hal mengatasi dan
menghentikan reaksi kecemasan dengan lebih baik. Terapi ini
mengajarkan pasien bagaimana cara untuk tenang pada situasi yang
membuat cemas yang sesungguhnya. Diberikan per individual dan
biasanya dilakukan dalam 15 sesi.6

Farmakoterapi
Lini pertama7

1. SSRI
 Duloxetine (diakui oleh FDA untuk orang dewasa dan anak-anak)
 Paroxetine
 Escitalopram
2. SNRI
 Venlafaxine XR
Lini kedua

Penggolongan obat 7:

8
1. Benzodiazepine
 Diazepam (dosis anjuran sebesar 10-30 mg/hari dengan penggunaan
2-3x sehari)
 Chlordiazeposide (dosis anjuran sebesar 15-30 mg/hari dengan
penggunaan 2-3x sehari)
 Lorazepam (dosis anjuran sebesar 1 mg/hari dengan penggunaan 2-3x
sehari)
 Clobazam (dosis anjuran sebesar 10 mg/hari dengan penggunaan 2-3x
sehari)
 Bromazepam (dosis anjuran sebesar 1,5 mg/hari dengan penggunaan
3x sehari)
 Alprazolam (dosis anjuran sebesar 0,25-0,5 mg/hari dengan
penggunaan 3x sehari)

2. Non-benzodiazepine
 Sulpiride (dosis anjuran sebesar 100-200 mg/hari)
 Buspirone (dosis anjuran sebesar 15-30 mg/hari)
 Hydroxyzine (dosis anjuran sebesar 25 mg/hari dengan penggunaan
3x sehari)
Mekanisme kerja adalah dengan cara bereaksi dengan reseptor
benzodiazepine akan mengreinforce “the inhibitory action of GABA-ergic
neuron”, sehingga hiperaktivitas tersebut diatas mereda. Efek samping obat
dapat berupa: sedasi dan relaksasi otot, serta ketergantungan apabila terjadi
pada individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat, atau
“unstable properties” (untuk mengurangi resiko ketergantungan obat,
maksimum lama pemberian adalah 3 bulan (100 hari) dalam rentang dosis
terapeutik).7
Benzodiazepine dikontraindikasikan pada pasien dengan
hipersensitif terhadap benzodiazepine, glaukoma, myasthenia gravis,
chronic pulmonary insufficiency, penyakit ginjal kronis, dan penyakit hati.
Benzodiazepine memiliki efek teratogenik (khususnya pada trimester I)
yang berkaitan dengan kemampuan obat melewati plasenta dan
memengaruhi janin. Pemberian obat golongan benzodiazepine pada saat
persalinan (khususnya dosis tinggi) harus dihindarkan oleh karena dapat

9
menyebabkan hipotonia, depresi nafas, dan hyperthermia pada anak yang
dilahirkan.7
Pada penderita usia lanjut dan anak, dapat terjadi reaksi yang
berlawanan (paradoxical reaction) berupa : kegelisahan, iritabilitas,
disinhibisi, peningkatan spastisitas otot, dan gangguan tidur.7
Gejala overdosis benzodiazepine adalah penurunan kesadaran,
lemas, sedikit penurunan frekuensi nafas, sedikit penurunan tekanan darah,
sedikit penurunan denyut nadi, ataksia, disartria, confusion, dan penurunan
reflex fisiologis. Intoksikasi dapat diatasi dengan terapi suportif dengan cara
tatalaksana terhadap depresi nafas dan shock dan terapi kausal dengan
menggunakan antagonis benzodiazepine, yakni flumazenil (Anexate) ampul
0,5 mg/5 cc yang diberikan secara intra vena.7

2.8. Prognosis
Biasanya kronis dengan sedikit angka remisi, rerata durasi penyakit
adalah sekitar 20 tahun dan tanpa pengobatan hasil akhir untuk 3 tahun ke
depan adalah buruk, hanya 1 diantara 4 pasien menunjukkan remisi gejala
GAD. Proporsi pasien yang bebas dari semua gejala psikiatri adalah sebesar
1 dari 6 pasien. Dapat ditemui relapse pada tahun berikutnya setelah remisi
sebesar 15%, pada pasien dengan remisi parsial ditemui angka relapse yang
lebih tinggi yaitu 30%.8 Penyalahgunaan zat dan gejala depresi
memperburuk prognosis.7

10
BAB III
KESIMPULAN
Kecemasan dapat didefinisikan sebagai perasaan ketakutan yang
disebabkan oleh dugaan bahaya, yang mungkin berasal dari dalam atau
luar.1 Penderita gangguan cemas menyeluruh harus menunjukkan anxietas
sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa
minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol
pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”).2 Kecemasan yang mengambang bebas adalah rasa takut
yang meresap dan tidak terpusatkan yang tidak berhubungan dengan suatu
gagasan.1
Gangguan cemas menyeluruh adalah keadaan yang tampaknya
cemas patologis mengenai hampir semua yang dialami selama sedikitnya 6
bulan. Gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan yang lazim
dengan prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8 persen. Rasio perempuan
banding laki-laki yang dirawat inap di rumah sakit untuk gangguan ini
sekitar 1 banding 1. Prevalensi seumur hidupnya adalah 45 persen.4
Gangguan cemas menyeluruh dapat diobati dengan menggunakan
metode psikoterapi dan farmakoterapi. Metode psikoterapi terbagi atas
metode cognitive behavioral therapy, cognitive therapy, dan applied
relaxation.6 Metode farmakoterapi dengan menggunakan SSRI dan SNRI
sebagai obat lini pertama dan benzodiazepine dan non-benzodiazepin
sebagai obat lini kedua.7 Pasien gangguan cemas menyeluruh biasanya
kronis dan memiliki sedikit angka remisi.8 Prognosis yang buruk sering
dijumpai pada pasien dengan penyalahgunaan zat dan gejala depresi.7

11
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Ed 7. Binarupa Aksara Publisher.
Jakarta. 2010 : hal.470
2. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. Jakarta. 2001 : hal.74
3. Crocq MA. The history of generalized anxiety disorder as a diagnostic
category. Dialogues in Clinical Neuroscience.2017; 19(2): 107,110p.
4. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Saddock: Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed. 2.
EGC. Jakarta. 2016 : hal.259-261
5. Reynolds CR, Kamphaus RW. Generalized Anxiety Disorder. Pearson. 2013
6. Powers M, Becker E, Gorman J, Kissen D, Smits J. Clinical Practice Review
for GAD. ADAA. 2015
7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Jakarta. 2002 : hal.36-39,41
8. Cope J, Kendall T, Bhatti H, Buszewicz M, Chan M, et al. Generalized
Anxiety Disorder in Adults. The British Psychological Society and The Royal
College of Psychiatrists. 2011 : 14p.

12

Anda mungkin juga menyukai