Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka Bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan

jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air

panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajat (2001) dalam Musliha,

2010). Cedera luka bakar memiliki beragam penyebab dan berpotensi

menyebabkan kematian atau cedera yang berdampak seumur hidup pada

pasien yang mengalami cedera luka bakar yaitu luka bakar yang

disebabkan oleh air panas, luka bakar karena api unggun atau rokok,

radiasi, listrik, zat kimia, pejanan gas panas, ledakan atau tertahan

diruangan yang dipenuhi asap (Muttaqin dan Sari, 2013).

Badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2012 secara global

menyatakan luka bakar termasuk dalam peringkat ke 15, penyebab utama

kematian terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang berusia 5-29

tahun. Angka mortalitas akibat trauma luka bakar sekitar 195.000 jiwa per

tahun (Purnama, Huriatul, Wiwik, 2013). Berdasarkan data dari National

Burn Information Exchangemenyatakan bahwa sebanyak 75% semua

kasus cedera luka bakar, terjadi didalam lingkungan rumah. Di Inggris,

data yang diperoleh dari rumah sakit anak, selama satu tahun terdapat

sekitar 50.000 pasien luka bakar dimana 6400 di antaranya masuk

keperawatan khusus luka bakar (Smeltzer dan Bare, (2009) dalam Majid

dan Prayogi, 2013).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi terhadap kondisi luka bakar?

1
2. bagaimana home program diberikan untuk meningkatkan kualitas

hidup pasien luka bakar?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan fisioterapi terhadap

kondisi luka bakar

2. Untuk mengetahui bagaimana home program diberikan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien luka bakar.

D. Manfaat

1. Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga,

masyarakat, sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran

Luka Bakar dalam pendekatan Fisioterapi.

2. Dapat lebih dalam mengenal Luka Bakar sehingga dapat menjadi bekal

untuk penulis setelah lulus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Luka Bakar

1. Definisi

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan

kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame),

jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda

panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan

kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).

2. Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.

Epidermis merupa- kan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm,

sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari

mesoderm. Di bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu

hipo- dermis, yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan

lemak.

A. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas

epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri

dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limfe

oleh karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada

lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh

banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap

diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara

3
berangsur digeser ke permukaan epitel. Selama perjalanan- nya, sel-sel

ini berdiferensiasi, membesar, dan mengumpulkan filamen keratin

dalam sitoplasmanya. Mendekati permukaan, sel- sel ini mati dan

secara tetap dilepaskan (terkelupas).

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah 20

sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut

sitomorfosis dari sel-sel epider- mis. Bentuknya yang berubah pada

tingkat berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam

potongan histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit.

Gambar 1. Lapisan-lapisan dan apendiks kulit. Diagram lapisan kulit


memperlihatkan saling hubung dan lokasi apendiks dermal (folikel rambut,
kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea). Sumber: Mescher AL, 2010

Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal,

stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum

korneum.

4
1) Stratum basal (lapis basal, lapis benih)

Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel

yang tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada

dermis di bawahnya. Sel- selnya kuboid atau silindris. Intinya besar,

jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan

ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi

untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah

permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial.

Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam

keadaan normal cepat.

2) Stratum spinosum (lapis taju)

Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar

berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila

dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada

dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-

taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan yang

lainnya. Pada taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel

satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin

gepeng.

3) Stratum granulosum (lapis berbutir)

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak

granula basofilik yang disebut granula kerato- hialin, yang dengan

mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran

tetapi dikelilingi ribosom. Mikro- filamen melekat pada permukaan

granula.

5
4) Stratum lusidum (lapis bening)

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya,

dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan

ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi

kurang sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang

memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya.

5) Stratum korneum (lapis tanduk)

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak

berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel- sel yang paling

permukaan merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu

terkelupas.

Gambar 2. Lapisan-lapisan epidermis kulit tebal. Sumber: Mescher AL,


2010.

Sel-sel Epidermis

Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel

Langerhans, dan sel Merkel.

a. Keratinosit

Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari

ektoderm permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami

6
keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung

tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari

proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan

(deskuamasi). Pada tahap akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel

diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti organel lainnya.

Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat

kulit lain.

b. Melanosit

Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil

dengan cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit

di stratum basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum

basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis. Dengan pewarnaan

rutin sulit dikenali. Dengan reagen DOPA (3,4- dihidroksi-

fenilalanin), melanosit akan terlihat hitam. Pembentukan melanin

terjadi dalam melanosom, salah satu organel sel melanosit yang

mengandung asam aminotirosin dan enzim tirosinase. Melalui

serentetan reaksi, tirosin akan diubah menjadi melanin yang berfungsi

sebagai tirai penahan radiasi ultraviolet yang berbahaya.

c. Sel Langerhans

Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler,

ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum.

Tidak berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon

imun kulit, merupakan sel pembawa antigen yang merangsang reaksi

hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.

d. Sel Merkel

7
Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis

dan ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan

membran mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang

sitoplasma pendek. Serat saraf tak bermielin menembus membran

basal, melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah sel

Merkel. Kemungkinan badan Merkel ini merupakan mekano-

reseptor atau reseptor rasa sentuh.

B. Dermis

Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis,

batas antara kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.

a. Stratum papilaris

Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya

papila dermis yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2.

Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam pada daerah di mana

tekanan paling besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar

papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi

nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan

akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di bawah

epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.

b. Stratum retikularis

Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas

kolagen kasar dan sejumlah kecil serat elastin membentuk

jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih dalam, jalinan

8
lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak,

kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot

polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti

folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada

kulit wajah dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat

pada dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi wajah.

Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia

superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang

banyak mengandung sel lemak.

c. Sel-sel dermis

Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis

merupakan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak,

sedikit makrofag dan sel mast.

C. Hipodermis

Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut

hipodermis. Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen

halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan

beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah

tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit

di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke

dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak

lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis

kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul

di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam

jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha,


9
dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak

ini disebut pannikulus adiposus

3. Etiologi Luka Bakar

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:

a) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas

(scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam),

dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas

lainnya (logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).

b) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau

alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer

ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk

keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).

c) Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,

dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh

yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada

pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan

gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh

dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun

grown (Moenadjat, 2001).

d) Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

10
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber

radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan

radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan

industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga

dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

4. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas

langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan

temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan

kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan

temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang

kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah

ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh

darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan

elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas

yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial

menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler

mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan

proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok

(Moenajat, 2001).

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan

oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan

organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang

mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan

11
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga

mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler

menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan

hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya

gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi

jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang

menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak,

kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang

dapat mengakibatkan kegagalan organ multi system.

5. Klasifikasi Luka Bakar

Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman

a) Luka bakar derajat I

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit

kering hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena

ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi

secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).

b) Luka bakar derajat II

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai

lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.

Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung-ujung

syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.

Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).

c) Derajat II Dangkal (Superficial)

- Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.

12
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,

kelenjar sebasea masih utuh.

- Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera,

dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar

derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial

setelah 12-24 jam

- Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah

muda dan basah.

- Jarang menyebabkan hypertrophic scar.

- Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi

secara spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al.,

2005).

d. Derajat II dalam (Deep)

- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis

- Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut,

kelenjar keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.

- Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang


tersisa.

- Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya

tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi

cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah yang

berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit

atau tidak ada sama sekali, daerah yang berwarna merah

muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah )

(Moenadjat, 2001)

13
- Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3-9

minggu (Brunicardi et al., 2005)

e. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)

Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih

dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar

berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah

dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang

dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh

karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.

Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari

dasar luka (Moenadjat, 2001).

f. Luka bakar derajat IV

Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan

ltulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh

dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan

kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang

terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan

kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang

dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-

ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian.

penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan

dan rasa luka (Moenadjat, 2001).

6. Proses Penyembuhan Luka

Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan

menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika

14
penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu.

Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda

untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4–6 minggu.

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap

cedera jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya

luka pada tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti

dekubitus dan ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi,

dan luka bakar, atau luka akibat tindakan bedah. Luka dikatakan

mengalami proses penyembuhan jika mengalami proses fase respon

inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan

fase maturasi. Kemudian disertai dengan berkurangnya luasnya luka,

jumlah eksudat berkurang, jaringan luka semakin membaik.

Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui

proses peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama

yaitu bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses

penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005)

yaitu:

a) Fase Inflamatori

Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses

utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis

(penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di

daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan

jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng)

juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan mencegah

kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel

berpindah dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh

15
dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah

yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang

diperlukan pada proses penyembuhan.

Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama

sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.

Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih

kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme

dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga

mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan

ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama

mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting

bagi proses penyembuhan. Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi

pembekuan darah untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini

adalah tumor, rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat

jika tidak terjadi infeksi.

b) Fase Proliferatif

Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–

21. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,

pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.

Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah

luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis

kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari

setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah

tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah

kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.

Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah

yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.

16
c) Fase Maturasi

Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun.

Fibroblas terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya,

menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil,

kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini

terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan

jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi

vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah

bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan

parut 50–80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian

terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan

vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat,

2005).

D. Anatomi Otot Tungkai Bawah

1. Group Otot Ekstensor Knee dan Fleksor Hip (Quadriceps Femoris)

Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat

pada bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan

ekstensi pada knee (Watson, 2002). Otot quadriceps femoris terdiri atas

empat otot, yaitu:

17
Gambar 3. Group otot quadriceps femoris (Watson, 2002)

a. Otot Rectus Femoris

Terletak paling superfisial pada facies ventalis berada diantara otot

quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo

pada Spina Illiaca Anterior Inferior (caput rectum) dan pada os ilium

di cranialis acetabulum (caput obliquum) dan mengadakan insersio

pada tuberositas tibia dengan perantaran ligamentum patellae. Otot

ini digolongkan ke dalam otot tipe 1 (Watson, 2002).

b. Otot Vastus Lateralis

Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang

mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major

dan labium lateral linea aspera femoris (Watson, 2002).

c. Otot Vastus Medial

Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah)

dan termasuk otot tipe II (Watson, 2002).

d. Otot Vastus Intermedius

Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris

juga merupakan otot tipe II (Watson, 2002).

2. Grup Otot Fleksor knee dan Ekstensor Hip (Hamstring)

Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi

sebagai fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe

otot serabut otot tipe II (Watson, 2002). Hamstring terbagi atas tiga otot

yaitu:

18
Gambar 4. Group otot hamstring (Watson, 2002)

a. Otot Biceps Femoris

Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum

berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus

sedangkan caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera

femoris, insersio otot ini pada capitulum fibula (Watson, 2002).

b. Otot Semitendinosus

Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio

pada facies medialis ujung proximal tibia (Watson, 2002).

c. Otot Semimembranosus

Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi

medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior

condylus medialis tibia (Watson, 2002).

3. Grup Otot Plantarfleksor Ankle

19
Gambar 5. Group otot plantarfleksor ankle (Watson, 2002)

a. Otot Gastrocnemius

Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk

plantarfleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan

otot yang paling superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua

caput pada bagian atas calf. Dua caput tersebut bersamaan dengan

soleus membentuk triceps surae. Bagian lateral dan medial otot masih

terpisah satu sama lain sejauh memanjang kebawah pada middle

dorsal tungkai. Kemudian menyatu dibawah membentuk tendon yang

besar yaitu tendon Achilles (Hamilton, 2002).

b. Otot Soleus

Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan

plantarfleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam

gastrocnemius, kecuali di sepanjang aspek lateral dari setengah bawah

calf, di mana bagian lateral solueus terletak pada bagian atas dari

tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke dalam tendon

calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki serabut

20
slow-twitch (Hamilton, 2002).

4. Group Otot Dorsifleksor Ankle

Gambar 6. Group otot dorsifleksor ankle (Watson, 2002)

a. Tibialis Anterior

Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus

lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar

setengah sampai dua pertiga kebawah tungkai otot ini menjadi

tendinous. Tendon berjalan didepan malleolus medial sampai pada

cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam gerakan dorsifleksi ankle

dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal joint ketika kaki

dorsifleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif pada

setengah orang yang berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean.

(Hamilton, 2002).

b. Extensor Digitorum Longus

Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan

pada gerakan dorsifleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu

21
eversi dan abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di

lateral dari tibialis anterior pada bagian atas tungkai dan lateral dari

extensor hallucis longus pada bagian bawahnya. Tepat didepan ankle

joint tendon ini membagi empat tendon pada masing-masing jari-jari

kaki (Hamilton, 2002).

c. Extensor Hallucis Longus

Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari

kaki. Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan

dorsifleksi ankle dan tarsal joint. Seperti otot di atas, otot ini juga

berbentuk penniform. Pada bagian atas otot ini terletak di dalam

tibialis anterior dan extensor digitorum longus, tetapi sekitar setengah

bawah tungkai tendon ini menyebar diantara dua otot tersebut di atas

sehingga otot ini menjadi superfisial. Setelah mencapai ankle

tendonnya ke arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai

pada ujung ibu jari kaki (Hamilton, 2012).

Otot yang berperan dalam puncak vertical jump selain otot tungkai

adalah otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini

berperan sebagai pembentuk bokong (Lestari, 2015).

a. Gluteus maximus

Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar

ilium membentuk perineum. Fungsinya antagonis dari iliopsoas yaitu

rotasi fleksi dan endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus

adalah untuk menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap atau untuk

mendorong kedudukan pinggul ke posisi yang tepat (Lestari, 2015).

22
Gambar 7. otot gluteus maximus (Watson, 2002)

b. Gluteus medius dan minimus

Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus

maksimus. Fungsinya abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian

medius eksorotasi femur (Lestari, 2015).

B. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi

1. Pengukuran Nyeri

Pengertian Nyeri :

Menurut Asosiasi Internasional untuk penelitian Nyeri

Interniation Assocation for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan

nyeri sebagai “suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional

yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang

actual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian

dimana terjadi kerusakan”. Nyeri dapat merupakan factor utama

yang menghambat kemampuan dan keinginan individu untuk pulih.

Nyeri adalah kondisi perasaan yang tidak menyenangkan dimana

sifat yang sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap

orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya dan hanya orang

23
tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri

yang dialaminya.

Adapun skala pengukuran nyeri yang digunakan yaitu VAS,

merupakan alat ukur yang digunakan untuk memeriksa intensitas

nyeri. setiap ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung

kiri ditandai dengan “no pain” dan ujung kanan di beri tanda “bad

pain” (nyeri hebat)). Pasien diminta untuk menandai sepanjang garis

tersebut sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien.

Gambar 8. VAS

Interpretasi :

0-3 : nyeri ringan

4-6 : nyeri sedang

7-10 nyeri tak tertahankan

2. Tes Sensorik, Koordinasi, dan Proprioceptiv

Sensoris integritas adalah suatu pemrosesan kortikal sensorik, yang

meliputi exteroceptor (sensasi superficial), propriceptor (sensasi dalam).

Exteroceptor menerima stimulan dari lingkungan eksternal via kulit dan

jaringan subcutaneous serta bertanggung jawab untuk persepsi nyeri,

temperature, dan tekanan. Proprioceptor menerima stimulasi dari otot,

tendon, ligament sendi, serta fascia dan bertanggung jawab untuk rasa

posisi, kinesthesia (menyadari gerakan otot) dan vibrasi (rasa getar).

Indikasi tes dan pengukuran didasarkan pada riwayat keluhan pasien

(patient history), meliputi investigasi gejala, atau didasarkan pada

24
pengidentifikasian tanda-tanda oleh fisioterapis selama pemeriksaan

pasien.

Indikasi untuk test dan pengukuran meliputi, namun tidak

terbatas pada :

a. Graphestesia

b. Parasthesia, persepsi sensasi numbness (mati rasa), atau

tingling (seperti berdengung).

c. Peripheral neuropathy

d. Kulit luka yang timbul karena tekanan yang berlebihan,

abrasi, atau terbakar.

3. Tes Keseimbangan

Keseimbangan merupakan kondisi dimana semua force (gaya) beraksi

pada tubuh dalam equilibrium sebagai pusat massa (center of mass)

dengan stabilitas terbatas yang dibatasi ileh dasar tumpuan. Indikasi tes

dan pengukuran didasarkan pada riwayat keluhan pasien (patient

history), meliputi investigasi gejala, atau didasarkan pada

pengidentifikasian tanda-tanda oleh fisioterapis selama pemeriksaan

pasien.

Indikasi untuk test dan pengukuran keseimbangan meliputi, namun tidak

terbatas pada :

a. Kesulitan berdiri dari kursi

b. Gangguan berjalan, seperti langkah pendek, pola berjalan tidak

simetris, atau berjalan sangat lambat.

c. Ketidakmampuan untuk berdiri tanpa bantuan dengan dasar tumpuan

sempit.

25
4. Tes Reflex

Reflex merupakan stereotypic, suatu reaksi involunter terhadap berbagai

jenis stimulasi sensoris. Reflex integrity memerlukan keberadaan

reseptor sensoris yang utuh, jalur saraf, dan sebuah motor atau glandular

output.

Indikasi tes dan pengukuran reflex didasarkan pada riwayat keluhan

pasien (meliputi investigasi gejala), atau didasarkan pada

pengidentifikasian tanda-tanda oleh fisioterapis selama pemeriksaan

pasien, tes dan pengukuran mencakup namun tidak terbatas pada :

a. Abnormalitas postur static.

b. Pola gerak fungsional asimetris.

c. Keterlambatan mencapai perkembangan motor skills.

d. Kapasitas terbatas untuk aktivitas fungsional karena keseimbangan

dan koordinasi terganggu.

e. Kondisi neuromuscular, injury, atau penyakit patologi tertentu.

5. Manual Muscle Test (MMT)

Manual Muscle Testing (MMT) adalah salah satu usaha untuk

menentukan atau mengetahui kemampuan seseorang dalam

mengontraksikan otot atau group otot secara voluntary. MMT standar

sebagai ukuran kekuatan tidak akan sesuai atau cocok untuk seseorang

yang tidak dapat mengkontraksikan ototnya secara aktif dan disadari.

Dengan demikian, seseorang yang mengalami gangguan sisten syaraf

pusat yang memperlihatkan spastisitas otot tidak cocok untuk dilakukan

MMT. Adapun nilai kekuatan otot, yaitu :

No Nilai Keterangan

26
1 Nilai 0 Kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi
2 Nilai 1 Adanya kontraksi otot dan tidak ada pergerakan
sendi
3 Nilai 2 Adanya kontraksi otot dan adanya pergerakan
sendi full ROM
4 Nilai 3 Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi
full ROM dan mampu melawan gravitasi
5 Nilai 4 Adanya kontraksi otot, adanya pergerakan sendi
full ROM, mampu melawan gravitasi dan
tahanan minimal
6 Nilai 5 Mampu melawan tahanan maksimal

7. Pengukuran Range Of Motion (ROM)

ROM adalah besarnya suatu gerakan yang terjadi pada suatu sendi.

Posisi awal untuk mengukur semua ROM kecuali rotasi adalah posisi

anatomis. Dalam menentukan ROM ada tiga sistem pencatatan yang bisa

digunakan yaitu :

a. Pertama, dengan sistem 0 –180 derajat,

b. Kedua, dengan sistem 180 - 0 derajat, dan

c. Ketiga, dengan sistem 360 derajat. Dengan sistem pencatatan 0 -


180 derajat,
Sendi ekstremitas atas dan bawah ada pada posisi 0 derajat untuk

gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi ketika tubuh dalam posisi

anatomis. Posisi tubuh dimana sendi ekstremitas berada pada

pertengahan antara medial(internal) dan lateral (eksternal) rotasi adalah 0

derajat untuk untuk ROM rotasi. ROM dimulai pada 0 derajat dan

bergerak menuju 180 derajat. Sistem pencatatan seperti ini adalah yang

paling banyak digunakan di dunia. Pertama kali dirumuskan oleh Silver

27
pada 1923 dan telah di bantu oleh banyak penulis, termasuk Cave dan

roberts, Moore, American Academy of Orthopaedic Surgeons, dan

American Medical Association. Dua sistem pencatatan yang lainnya

yaitu sistem 180 - 0 derajat yang diukur pada posisi anatomis, ROM

dimulai dari 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat. Sistem

360derajat juga diukur pada posisi anatomis, gerakan fleksi dan abduksi

dimulai pada 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat, gerakan

ekstensi dan adduksi dimulai pada 180 derajat dan bergerak menuju 360

derajat. Kedua sistem pencatatan tersebut lebih sulit dimengerti

dibandingkan sistem pencatatan 0 - 180 derajat dan juga kedua sistem

pencatatan tersebut jarang digunakan.

C. Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1. Radial Shockwave Therapy (RSWT)

Shockwave adalah gelombang akustik yang membawa energi

tinggi ke area yang menyakitkan dan jaringan myoskeletal dengan

kondisi subakut, subkronik dan kronis. Energi tersebut mendorong

proses regenerasi dan reparatif tulang, tendon, dan jaringan lunak

lainnya. Gelombang kejut dicirikan oleh perubahan lompatan dalam

tekanan, amplitudo tinggi dan non-periodisitas. Energi kinetik dari

proyektil, dibuat oleh udara terkompresi, ditransfer ke pemancar di

ujung aplikator dan selanjutnya ke jaringan.

Karakteristik gelombang kejut adalah (biasanya):

a. Tekanan puncak - biasanya 50-80MPa (menurut Ogden et al,

2001) dan 35 - 120Mpa (menurut Speed, 2004)

b. Peningkatan tekanan cepat (biasanya kurang dari 10 ns


28
(nanosecond)

c. Durasi pendek (biasanya sekitar 10 mikrosecond)

d. Sinar efektif sempit (diameter 2-8mm)

(deskripsi lebih rinci dapat ditemukan di Ogden et al 2001, Speed, 2004)

Efek pengobatan yang paling kuat pada tingkat terapi gelombang kejut,

diantaranya :

a. Stimulasi mekanik.

b. Peningkatan aliran darah lokal.

c. Peningkatan aktivitas seluler - pelepasan zat P, prostaglandin

E2, NO, TGF β, VEGF, dan hampir pasti sitokin inflamasi

lainnya.

d. Efek analgesik transien pada saraf aferen.

e. Memecah simpanan kalsifikasi (terutama, tetapi tidak eksklusif

dalam tendon).

2. Lower Level Laser Therapy (LLLT)

Laser adalah singkatan untuk light amplification by stimulated

emission of radiation (amplifikasi sinar oleh pancaran radiasi yang

terstimulasi). Laser terapeutik atau LLLT atau laser dingin adalah

sinar laser berintensitas rendah yang digunakan untuk memengaruhi

urutan komunikasi dan efek biostimulasi ditingkat sel pada jaringan

dan merupakan tipe aplikasi laser yang saat ini digunakan pada terapi

fisik. Tujuan laser adalah untuk menghasilkan respon fisiologis di

dalam jaringan target. Sinar laser terdiri atas foton energi cahaya

dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu. Fotoakseptor

dalam mitokondria mengubah energi foton menjadi energy

29
elektrokimia. Fotoakseptor disebut “akseptor” karena menerima

electron untuk meningkatkan sel yang terstimulasi.respon ini terjadi di

dalam mitokondria dan membrane sel serta mengaktifkan respon

poliferasi sel.

Laser dapat memengaruhi system imun , metabolisme sel, system

penghambatan nyeri, dan respons inflamasi yang juga memengaruhi

persepsi nyeri serta respon penyembuhan terhadap cedera. Respon

fisiologis umum pada jaringan dan manfaat penggunaan laser yaitu :

a. Peningkatan energi sel dengan meningkatkan produksi ATP.

b. Peningkatan pada penyembuhan jaringan dengan

meningkatnya poliferasi sel.

c. Peningkatan sirkulasi darah

d. Penurunan nyeri

e. Peningkatan pelepasan endorphin

f. Relaksasi otot

g. Bersifat antiinflamasi

Indikasi khusus untuk Low Level Laser Therapy yaitu :

a. Carpal Tunnel Syndrome

b. Penyembuhan luka

c. Fibromyalgia

d. Osteoarthritis

e. Tendinitis Achilles

f. Sprain Ankle

g. Sindrom Nyeri Myofascial

h. Regenerasi Saraf Pascatrauma

30
Kontraindikasi untuk Low Level Laser Therapy yaitu :

a. Area lesi perdarahan aktif

b. Kelenjer tiroid atau kelenjar endokrin

c. Gangguan sensasi.

d. Tumor/kanker

e. Terpapar langsung pada mata

3. Myofascial Release Technique (MRT)

Myofascial release adalah terapi manual yang memanfaatkan

kekuatan mekanik untuk mengurangi dan memanipulasi keterbatasan

otot atau disfungsi somatik. Myofascial release ini difokuskan untuk

treatment otot dan jaringan lunak/fascia dengan tujuan pengembalian

kualitas cairan pada jaringan fascia, otot dan fungsi sendi karena

adanya peregangan pada struktur otot dan fascia. Terapi ini sangat

efektif untuk mengurangi keterbatasan gerak yang disebabkan oleh

kekakuan otot dan nyeri (Werenski, 2011).

Indikasi Myofascial release

- adanya jaringan parut sprain, strain, overuse, luka ringan,

- ketegangan postur kronis,

- nyeri myofascial syndrome

- fibromialgya,

- low back pain,

- nyeri leher,

- tenosinovitis dan

- tendinosis (pada daerah otot yang tegang akibat strain pada

tendon),

31
- osteoarthritis,

- myofasitis.

Kontra Indikasi dari myofascial Release dalam daerah lokal tubuh,

yaitu (Riggs dkk, 2008):

- Pasien yang mengkonsumsi obat koagulan, pemantauan terhadap

kedalaman dan tekanan, pemberian myofascial release harus

disesuaikan dengan kebutuhan pasien,

- sesulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri,

- riwayat aneurisma,

- fraktur tulang,

- gejala serangan jantung,

- osteomilitis,

- riwayat diseksi arteri,

- trombosis vena,

- peradangan akut,

- oedema yang parah,

- akut strain atau keseleo.

4. Stretching

Latihan peregangan dilakukan untuk mencegah kontraktur atau

penarikan anggota gerak. Latihan peregangan ini biasa sangat efektif

jika dilakukan secara perlahan-lahan sampai skar memutih atau

memucat. Jika luka bakar mengenai lebih dari satu persendian, skar

akan terihat lebih memanjang apabila latihan ini berjalan baik.

5. Passive ROM Exercise

32
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan

untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan

kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap

untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot.

6. Strengthening

Latihan penguatan dilakukan untuk mencegah kelemahan pada

alat gerak akibat immobilisasi yang lama. Latihan ini diakukan dengan

memberikan latihan gerakan aktif secara rutin kepada pasien untuk

melatih otot-otot ekstremitas, misalnya jalan biasa, jalan cepat, sit up

ringan dan mengangkat beban. Latihan ini sebaiknya dilakukan segera

mungkin pada masa penyembuhan luka bakar untuk mengurangi rasa

sakit dan tidak nyaman pada pasien.

8. Latihan Keseimbangan

Latihan keseimbangan adalah latihan yang diresepkan oleh ahli

fisioterapi untuk menantang keseimbangan pasien untuk

memperbaikinya. Latihan keseimbangan akan menantang sistem

vestibular tubuh dan sistem muskuloskeletal. Mereka bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan tubuh untuk mempertahankan postur dan

pusat gravitasi dan untuk meningkatkan waktu reaksi otot dan

proprioception sendi (kemampuan tubuh untuk mengenali di mana

sendi dan anggota badan berada di ruang gerak).

33
BAB III

PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien

1. Nama : Ny. R

2. Umur : 41 th

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : IRT

5. Alamat : Kandea Raya

B. Anamnesis Khusus (History Taking)

1. Keluhan Utama :

Mengeluhkan rasa bebal pada kedua betis bagian belakang, serta kesulitan

untuk mengangkat dan menggerakkan kedua kaki, riwayat luka bakar

akibat gas meledak pada tahun 2017 dan mendapatkan 3 kali operasi,

operasi ketiga dilakukan pada bulan Agustus tahun 2018, pada daerah

betis bagian belakang.

2. Riwayat penyakit : tidak ada

C. Inspeksi /observasi

a. Statis :

wajah tampak lesu, duduk di kursi roda, kedua kaki tampak semifleksi

knee.

b. Dinamis :

pasien datang dengan kursi roda, memerlukan bantuan pada saat naik di

bed tindakan, dan masih memegang pada saat berdiri, keseimbangan

terganggu

c. Palpasi : kontraktur kulit area sekitar luka bakar,

34
D. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar

 Kanan

Gerak Aktif Pasif TIMT


Fleksi knee Normal, Tidak Normal (soft Tahanan
full ROM endfeel) minimum
Ekstensi knee terbatas, tidak full Terbatas (springy Tahanan
ROM endfeel) minimum
Dorsofleksi ankle Terbatas, tidak Terbatas (springy Tahanan
full ROM endfeel) minimum
Plantar fleksi ankle Normal Normal (elastic Tahanan
endfeel) minimum
Inversi ankle Terbatas Terbatas (firm Tahanan
endfeel minimum
Eversi ankle Terbatas Terbatas (firm Tahanan
endfeel) minimum
Fleksi Normal Normal (elastic Tahanan
Metatarsophalangeal endfeel) minimum
Ekstensi Normal Normal (elastic Tahanan
Metatarsophalangeal endfeel) minimum
Fleksi Normal Normal (soft Tahanan
Interphalangeal endfeel) minimum
Ekstensi Normal Normal (elastic Tahanan
Interphalangeal enfeel) minimum

 Kiri

Gerak Aktif Pasif TIMT


Fleksi knee Terbatas, Tidak Terbatas (springy Tahanan
full ROM endfeel) minimum
Ekstensi knee terbatas, tidak full Terbatas (springy Tahanan
ROM endfeel) minimum
Dorsofleksi ankle Terbatas, tidak Terbatas (springy Tahanan
full ROM endfeel) minimum
Plantar fleksi ankle Normal Normal (elastic Tahanan
endfeel) minimum
Inversi ankle Terbatas Terbatas (firm Tahanan
endfeel minimum
Eversi ankle Terbatas Terbatas (firm Tahanan
endfeel) minimum
Fleksi Normal Normal (elastic Tahanan
Metatarsophalangeal endfeel) minimum

35
Ekstensi Normal Normal (elastic Tahanan
Metatarsophalangeal endfeel) minimum
Fleksi Normal Normal (soft Tahanan
Interphalangeal endfeel) minimum
Ekstensi Normal Normal (elastic Tahanan
Interphalangeal enfeel) minimum

E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran Fisioterapi

1. Tes Sensorik dan Koordinasi dan Proprioceptive

a. Tes tajam tumpul (Algesia) : Normal

b. Tes Rasa Raba (Thigmestesia) : Normal

c. Tes Posisi Sendi (Kinesthesia) : Normal

d. Tes Two Point Discrimination : Tidak mampu mengenali

2. Tes Keseimbangan

Hasil : Tidak mampu melakukan

3. Tes Refleks

a. Refleks tendon Patella : Normal

b. Refleks tendon Achilles : Hipoaktif

4. Tes Kekuatan Otot ( Manual Muscle Testing)

- Tungkai kanan

Gerakan /Grup otot Nilai MMT

Fleksi Knee (hamstring) 3 (cukup)

Ekstensi knee (quadriceps femoris) 2 (kurang)

Dorsofleksi (tibialis anterior) 3 (cukup)

Plantarfleksi (gastrocnemius dan soleus) 3 (cukup)

Inversi (tibialis anterior dan posterior) 2 (kurang)

Eversi (peroneus longus dan peroneus brevis) 2 (kurang)

Fleksi MTP, IP (Lumbrikal dan fleksor hallucis brevis ) 2 (kurang)

36
Ekstensi MTP, IP (Ekstensor digitorum longus dan brevis, 2 (kurang)

Ekstensor hallucis longus)

- Tungkai kiri :

Gerakan /Grup otot Nilai MMT

Fleksi Knee (hamstring) 3 (cukup)

Ekstensi knee (quadriceps femoris) 2 (kurang)

Dorsofleksi (tibialis anterior) 3 (cukup)

Plantarfleksi (gastrocnemius dan soleus) 3 (cukup)

Inversi (tibialis anterior dan posterior) 2 (kurang)

Eversi (peroneus longus dan peroneus brevis) 2 (kurang)

Fleksi MTP, IP (Lumbrikal dan fleksor hallucis brevis ) 2 (kurang)

Ekstensi MTP, IP (Ekstensor digitorum longus dan brevis, 2 (kurang)

Ekstensor hallucis longus)

5. Range Of Motion (ROM)

ROM
Gerakan
Kanan Kiri

Ekstensi /Fleksi knee Aktif = S: 5º-0-135º Aktif= S: 10º-0-105º

Pasif = S : 0º-0-135º Pasif = S : 5º-0-115º

Plantar Aktif = S: 15º-0-15º Aktif= S: 20º-0-20º

fleksi/Dorsofleksi Pasif = S: 20º-0-30º Pasif = S : 20º-0-35º

Eversi/Inversi Aktif= R: 20º-0-20º Aktif= R: 25º-0-20º

Pasif = R : 30º-0-20º Pasif = R : 30º-0-20º

Ekstensi/Fleksi MTP Aktif = S: 20º-0-20º Aktif = S: 20º-0-15º

Pasif = S: 30º-0-25º Pasif = S: 25º-0-30º

37
F. Diagnosa

Diagnosa Fisioterapi

“ Ketertabatasan Gerak Lutut dan Pergelangan Kaki Bagian Belakang

Disebabkan Kontraktur Hamstring Akibat Luka Bakar Derajat III”

G. Problematik Fisioterapi

Problematik Fisioterapi

Anatomical Impairnment :

- Keterbatasan Range Of Motion (ROM) lutut dan pergelangan kaki

- Kontraktur kulit sekitar popliteal

- Kontraktur otot hamstring

- Spasme otot quadriceps, gastrocnemius, soleus,

Functional Limitation

- Kesulitan untuk berdiri dan mempertahankan keseimbangan

- Kesulitan untuk menggerakkan kedua kaki

- Kesulitan untuk berjalan

Participation Restriction

- Terbatas dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan bersosialisasi dengan

lingkungan sosial

H. Tujuan Intervensi Fisioterapi

1. Tujuan jangka pendek

a) Menambah dan memelihara ROM

b) Mencegah kekakuan sendi akibat kontraktur

c) Mengurangi spasme otot

2. Tujuan jangka panjang

38
Memperbaiki kemampuan fungsional pasien yang berhubungan dengan

kegiatan yang melibatkan gerakan extremitas inferior seperti, berdiri,

berjalan secara mandiri dalam jangka waktu yang lama, serta

memperbaiki keseimbangan

I. Program Intervensi Fisioterapi

1. Radial Shockwave Terapy

Tujuan :

Mendorong proses regenerasi dan reparatif tulang, tendon, dan jaringan

lunak lainnya.

Teknik pelaksanaan :

Posisikan pasien dalam keadaan tengkurap, fisioterapis berada pada sisi

yang akan diterapi. Identifikasi area yang akan diterapi, gunakan gel

transmisi secukupnya pada seluruh area tenderness, Pastikan bahwa

selalu tersedia gel transmisi yang cukup antara permukaan kulit dan

aplikator.

Dosis

F : 10-15 Hz

I : Pressure dengan 2.5-3 bars

T : 3-5 menit

T : shocks 2000

2. Low Level Laser Therapy (LLLT)

Tujuan:

Memengaruhi system imun , metabolisme sel, system penghambatan

nyeri, dan respons inflamasi yang juga memengaruhi persepsi nyeri serta

respon penyembuhan terhadap cedera.

39
Teknik pelaksanaan :

Posisikan pasien dalam keadaan tengkurap. Posisi Fisioterapis berada

pada sisi yang akan diterapi. Identifikasi area yang akan diterapi,

pastikan bebas dari pakaian. Tempelkan kepala aplikator laser secara

langsung ke area kulit. Pegang kepala laser tegak lurus pada permukaan

kulit untuk mengurangi persebaran berkas yang menyimpang dari area

Dosis

F : 500mW

I : 0,1-12,0 J/cm2

T : 45 detik

T: super luminous diode

3. Passive ROM Exercise

Tujuan : untuk menambah ROM

a. Fleksi Knee

Teknik Pelaksanaan :

Pasien baring terlentang, tangan Fisioterapis meraba garis sendi

pada knee dan tangan yang satunya mengambil tepat di atas pergelangan

kaki pasien, Lakukan gerakan fleksi sejauh mungkin hingga menyentuh

pantat pasien.

b. Ekstensi Knee
Teknik pelaksanaan :
pasien baring terlentang, tangan fisioterapis memfiksasi femur

dan tangan yang satunya berada di bagian distal posterior kaki, lakukan

gerakan full ekstensi secara pasif.

4. Myofascial Release Technique (MRT)

40
Tujuan : memungkinkan otot untuk rileks dan juga membantu memecah

jaringan parut yang dapat terbentuk dari otot yang tegang

Teknik pelaksanaan :

- Otot Gastroc dan soleus.

Menggunakan falang proksimal posterior dari "tangan lembut,

menyesuaikan, tangan terbuka" untuk stroking mulai 1-1 ½ "distal ke

lutut yang berakhir di pergelangan kaki. Stroking ini dilakukan

dengan menyandarkan berat badan di lengan Anda sampai tangan

Anda meluncur ke arah yang diinginkan. Saat kaki menyempit

meruncingkan stroke Anda dan fokus ke jari telunjuk.

- Otot Hamstring

Dengan menggunakan tiga jari dari masing-masing tangan, letakkan

ujung jari Anda ke dalam “lembah” antara paha belakang medial dan

lateral. Lakukan gerakan gesekan meluncur dalam ke arah superior

kemudian inferior.

Area Perawatan : Biceps femoris, semitendinosus,

semimembranosus. Stroke dari tuberositas iskia ke aspek lateral lutut

dengan cara yang sama yang digunakan sebelumnya untuk otot betis.

Jangan membelai ruang poplitea (di belakang lutut).

Dosis : 8-10 kali gerakan


5. Stretching

Tujuan : untuk mencegah kontraktur atau penarikan anggota gerak

Teknik pelaksanaan

Pasien Berbaring telentang dengan kaki lurus. Fisioterapis meletakkan

satu tangan di bawah lutut pasien dan yang lain di bawah pergelangan

kaki pasien. Fisioterapis meninggikan kaki pasien, jaga lutut tetap lurus.

41
Mungkin lebih nyaman bagi fisioterapis untuk duduk di ujung tempat

tidur dan mempertahankan posisi tersebut.

Dosis : 8-10 kali gerakan


6. Strengthening

Tujuan :

untuk mencegah kelemahan pada alat gerak akibat immobilisasi yang

lama

Teknik pelaksanaan :

Posisi pasien berbaring telentang dengan nyaman, fisioterapis secara

aktif memberikan aba-aba untuk melakukan gerakan.

Gerakan 1 :

Tekuk kedua lutut dan jaga agar telapak kaki rata di atas matras,

tempat tidur, atau lantai. Angkat bagian bawah ke atas dan ke

bawah.

Gerakan 2

Tekuk satu kaki dan luruskan kaki lainnya. Angkat kaki lurus ke

atas dan ke bawah menjaga lutut tetap lurus.

Gerakan 3

Tekuk kedua lutut dan jaga agar telapak kaki rata di atas matras,

tempat tidur, atau lantai. Pertahankan satu kaki di tempat dan

perlahan-lahan turunkan kaki lainnya ke samping. Bawa kaki Anda

kembali ke tengah.

Dosis : 8-10 kali gerakan

7. Latihan Keseimbangan

42
Menurut Glenn (2007) Gerakan Balance Exercise terdiri dari 5 macam,

yaitu plantar flexion, hip flexion, hip extention, knee flexion dan side leg

raise.

a. Plantar flexion
- Berdiri tegak dengan salah satu tangan berpegangan pada kursi.
- Perlahan angkat tumit ke atas (berdiri dengan ujung kaki).
- Pertahankan posisi.
- Kembalikan kaki pada posisi semula.
- Gerakan dilakukan sebanyak 10 x.
b. Hip flexion
- Berdirir tegak dengan salah satu tangan berpegangan pada kursi.
- Angkat lutut kanan ke atas tanpa menggerakkan atau menekuk
pinggang.
- Pertahankan posisi.
- Perlahan turunkan lutut dan kembali ke posisi semula.
- Ulangi dengan menggunakan lutut kiri.
- Gerakan dilakukan sebanyak 10 x.
c. Hip extention
- Berdiri dengan jarak ± 30 cm dari kursi.
- Perlahan gerakkan kaki kanan kearah belakang (sampai pinggang
dalam keadaan lurus).
- Pertahankan posisi.
- Perlahan kembalikan kaki pada posisi semula.
- Ulangi dengan menggunakan kaki kiri.
- Gerakan dilakukan sebanyak 10 x.

d. Knee flexion
- Berdiri tegak dengan salah satu tangan berpegangan pada kursi.
- Perlahan tekuk lutut kanan kearah belakang sehingga kaki kanan
terangkat dibelakang tubuh.
- Pertahankan posisi.
- Perlahan kembalikan kaki kanan pada posisi semula.
- Ulangi dengan menggunakan kaki kiri.
43
- Gerakan dilakukan sebanyak 10 x.
e. Side leg raise
- Berdiri tegak dengan salah satu tangan berpegangan pada kursi.
- Perlahan angkat kaki kanan kearah samping (sampai pinggang
dalam keadaan lurus).
- Pertahankan posisi.
- Perlahan kembalikan kaki kanan pada posisi semula.
- Ulangi dengan menggunakan kaki kiri
- Gerakan dilakukan sebanyak 10 x.

J. Home Program

- Latihan menjaga keseimbangan di rumah

- Pasien dianjurkan untuk menggerakakan setiap persendiaan bisa

gerakan menekuk-kan meluruskan sesuai yang sudah diajarkan oleh

terapis.

- Edukasi ke keluarga pasien untuk selalu memberikan motivasi ke

pasien untuk semangat menjalani terapi dan penyembuhan

K. Prognosis

- Quo ad Vitam : baik

- Quo ad functionam : terganggu

- Quo ad sanam : ragu-ragu

- Quo ad Cosmeticam : buruk

L. Evaluasi Fisioterapi

- Belum ada peningkatan ROM yang signifikan

- Pasien masih belum bisa secara sempurna mengangkat dan

mempertahankan keseimbangan

- Otot hamstring masih kontraktur.

44
BAB IV

PENUTUP

B. Kesimpulan

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).
Adapun intervensi yang diberikan yaitu :
a. Radial Shockwave Therapy (RSWT)
b. Low Level Laser Therapy (LLLT)
c. Passive ROM exercise
d. Myofascial Release Technique
e. Stretching
f. Strengthening
g. Latihan keseimbangan
Home program yang diberikan berupa :

1) Latihan menjaga keseimbangan di rumah


2) Pasien dianjurkan untuk menggerakakan setiap persendiaan bisa gerakan
menekuk-kan meluruskan sesuai yang sudah diajarkan oleh terapis.
3) Edukasi ke keluarga pasien untuk selalu memberikan motivasi ke pasien
untuk semangat menjalani terapi dan penyembuhan
C. Saran
Diharapkan fisioterapis untuk lebih mengetahui betul dan memahami tentang
kasus “kontraktur hamstring akibat luka bakar” sebelum memberikan tindakan
terapi agar terapi yang dilakukan dapat memberikan dampak perbaikan yang
signifikan.

45
DAFTAR PUSTAKA

Aras Djohan, Hasnia Ahmad, Andy Ahmad. 2016. The new concept of physical therapist test

and measurement. Physio Care publishing.

Brunicardi F C, Anderson D, Dunn DL. 2005. Schwartz’s Principles of surgery. 8 edition. New
York: McGraw-Hill Medical Publishing.

Cho M K, Sung M A, Kin D S, Park H G, Jew S S, et al., 2003. 2- Oxo-3,23 isopropylidene-


asiatate (AS2006A), a wound-healing - asiatate derivative, exerts anti-inflammatory
effect by apoptosis of macrophages International Immunopharmacology. 3: 1429-1437.
Cooper R A, Halas, P C Molan. 2002. The efficacy of honey in inhibiting strains of
pseudomonas auroginosa from infected burns. J Burn Care Rehabil.; 23:366-70.

Gethin G T. Seamus C, and Ronan M C. 2008. The impact of manuka honey dressing on the
surface pH of chronic wounds. International Wound Journal. 5: 185-194.

Guyton dan Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta

Hayes Karen. W, Kathy D. Hall. 2014. Manual for physical agents 6th edition.. 7:115-131.
Penerbit buku kedokteran EGC.

Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta: Komite
Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia. hlm.60

https://us.physitrack.com/home-exercise-video/passive-hamstring-stretch-in-supine---
single-leg

Smeltzer 2002 . Keperawatan Medikal Bedah . ECG : Jakarta. Hlm 60-75

Watson.R. 2002. Anatomi Dan Fisiologi. Ed 10. Buku Kedokteran ECG. Jakarta.

Yapucu 2007. Effectiveness of a honey dressing for healing preassure ulcers. Journal of Wound.
34(2).Hlm. 145

46
Lampiran
Lembar Alghoritma Assesment

Nama Pasien :Ny. R Umur : 41 Th JenisKelamin : Perempuan

History Taking :

Mengeluhkan rasa bebal pada kedua betis bagian belakang, serta kesulitan untuk mengangkat
dan menggerakkan kedua kaki, riwayat luka bakar pada tahun 2017 dan mendapatkan 3 kali
operasi, pada daerah betis bagian belakang akibat gas meledak

PemeriksaanFisik

Inspeksi :

a. Statis : wajah tampak lesu, duduk di kursi roda, kedua


kaki tampak semifleksi knee
b. Dinamis : pasien datang dengan kursi roda,
memerlukan bantuan pada saat naik di bed tindakan,
dan masih memegang pada saat berdiri, keseimbangan
terganggu
c. Palpasi :kontraktur kulit area sekitar luka bakar,

Pemeriksaan Spesifik Pengukuran Fisioterapi


TesKognitif, ROM
TesSensasi MMT
Tes Reflex Nyeri dengan NRS
TesKoordinasi

Memperkuat diagnose dengan pemeriksaan CT-Scan (bila ada)

Diagnosis :

ketertabatasan gerak lutut dan pergelangan kaki bagian


belakang disebabkan kontraktur hamstring akibat luka
bakar derajat 3

47
Lembar Bagan ICF

Nama : Ny. R Umur : 41 Th. Jenis Kelamin : Perempuan

Kondisi /Penyakit :

ketertabatasan gerak lutut dan pergelangan kaki bagian belakang disebabkan


kontraktur hamstring akibat luka bakar derajat 3

Anatomical Impairment : Fungtional Limitation : Participation Retriction :

- Keterbatasan Range Of a. kesulitan untuk berdiri terbatas dalam melakukan


Motion (ROM) lutut dan dan mempertahankan aktivitas sehari-hari dan
pergelangan kaki keseimbangan bersosialisasi dengan
- Kontraktur kulit sekitar b. kesulitan untuk lingkungan sosial
popliteal menggerakkan kedua
- Kontraktur otot hamstring kaki
- Spasme otot quadriceps, c. kesulitan untuk berjalan
gastrocnemius, soleus,

48
Lembar Intervensi Fisioterapi
Intervensi Tujuan Alasan Klinis
Radial Shockwave mendorong proses Gelombang kejut dicirikan oleh perubahan
Therapy (RSWt) regenerasi dan reparatif lompatan dalam tekanan, amplitudo tinggi
tulang, tendon, dan jaringan dan non-periodisitas. Energi kinetik dari
lunak lainnya. proyektil, dibuat oleh udara terkompresi,
ditransfer ke pemancar di ujung aplikator
dan selanjutnya ke jaringan
Lower Level Laser untuk menghasilkan respon Sinar laser terdiri atas foton energi cahaya
Therapy (LLLT) fisiologis di dalam jaringan dengan panjang gelombang dan frekuensi
target, dapat memengaruhi tertentu. Fotoakseptor dalam mitokondria
system imun , metabolisme mengubah energi foton menjadi energy
sel, system penghambatan elektrokimia. Fotoakseptor disebut
nyeri, dan respons inflamasi “akseptor” karena menerima electron untuk
yang juga memengaruhi meningkatkan sel yang terstimulasi.respon
persepsi nyeri serta respon ini terjadi di dalam mitokondria dan
penyembuhan terhadap membrane sel serta mengaktifkan respon
cedera poliferasi sel
Myofascial Release treatment otot dan jaringan terapi manual yang memanfaatkan kekuatan
Technique (MRT) lunak/fascia dengan tujuan mekanik untuk mengurangi dan
pengembalian kualitas cairan memanipulasi keterbatasan otot atau
pada jaringan fascia, otot disfungsi somatic. Terapi ini sangat efektif
dan fungsi sendi karena untuk mengurangi keterbatasan gerak yang
adanya peregangan pada disebabkan oleh kekakuan otot dan nyeri.
struktur otot dan fascia
Stretching Mencegah kontarktur atau Latihan peregangan dilakukan untuk
penarikan anggota gerak mencegah kontraktur atau penarikan
anggota gerak. Latihan peregangan ini biasa
sangat efektif jika dilakukan secara
perlahan-lahan sampai skar memutih atau
memucat. Jika luka bakar mengenai lebih
dari satu persendian, skar akan terihat lebih
memanjang apabila latihan ini berjalan baik
Passive ROM exercise Memelihara lingkup gerak mempertahankan atau memperbaiki tingkat
sendi kesempurnaan kemampuan menggerakan
persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus
otot

49
Strengthening Mencegah kelemahan Latihan penguatan dilakukan untuk
mencegah kelemahan pada alat gerak akibat
immobilisasi yang lama. Latihan ini
diakukan dengan memberikan latihan
gerakan aktif secara rutin kepada pasien
untuk melatih otot-otot ekstremitas,
misalnya jalan biasa, jalan cepat, sit up
ringan dan mengangkat beban. Latihan ini
sebaiknya dilakukan segera mungkin pada
masa penyembuhan luka bakar untuk
mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman
pada pasien
Latihan Keseimbangan Mempertahankan Latihan keseimbangan menantang
keseimbangan keseimbangan pasien untuk
memperbaikinya. Latihan keseimbangan
akan menantang sistem vestibular tubuh dan
sistem muskuloskeletal. Mereka bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan tubuh
untuk mempertahankan postur dan pusat
gravitasi dan untuk meningkatkan waktu
reaksi otot dan proprioception sendi
(kemampuan tubuh untuk mengenali di
mana sendi dan anggota badan berada di
ruang gerak)

50

Anda mungkin juga menyukai