KELOMPOK 3
Nama NIM
Hairiah Ulya S21901367
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ Pemberian Perlindungan Hukum Kepada Pegawai Negeri Sipil
Melalui Sistem Peradilan Tata Usaha Negara” Pada makalah ini saya banyak
mengambil dari berbagai sumber dan refrensi serta pengarahan dari berbagai pihak
.oleh sebab itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih sebesar-
sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penyusunan menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari
sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membaca
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintahan Negara Indonesia tampil aktif untuk ikut campur dalam berbagai
Tugas administrasi negara dalam welfare state ini menurut Lemaire dalam bukunya
tersebut diperlukan berbagai sarana pendukung. Dalam hal ini salah satunya adalah
1
Moh Mahfud MD, 2000, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi), Penerbit RenakaCipta,
Jakarta, hlm. 64
2
Patuan Sinaga, 2004, Hubungan Antara Kekuasaan Dengan Pouvoir Discretionnere Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan, dalam S.F Marbun dkk., Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi
Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 73.
3
Bachsan Mustafa, 1990, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.
40.
4
Bud Ispriyarso, 2004,Hubungan Fungsional Antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Terhadap
Perkembangan Hukum Administrasi Negara dalam S.F Marbun dkk., Op.Cit, hlm. 19.
5
wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak yang berkonflik dalam masyarakat
serta menyediakan suatu sistem yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam
Hukum.6
Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 D ayat (1) yang berbunyi “setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Hal ini juga dijadikan sebagai tujuan
terkait dengan falsafah negara yang dianutnya. Indonesia sebagai negara hukum,
5
Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia Widiarsana Indonesia,
Jakarta, hlm.1.
6
Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum
Administrasi, Alumni, Bandung, hlm.110.
6
Hukum dan masyarakat bagaikan dua sisi mata uang, ubi societas ibi ius
(dimana ada masyarakat di sana ada hukum) keduanya tidak dapat dipisahkan.
Hukum yang tidak dikenal atau tidak sesuai dengan konteks sosialnya serta tidak
ada komunikasi yang efektif tentang tuntutan dan pembaharuannyaa bagi warga
sosial pada masyarakat itu sendiri, sedangkan fungsi hukum bagi kehidupan
1. Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Hal ini
dimungkinkan karena sifat dan watak hukum yang memberi pedoman dan
petunjuk tentang bagaimana berperilaku di dalam masyarakat sehingga
masing-masing anggota masyarakat telah jelas apa yang harus diperbuat
dan apa yang tidak boleh diperbuat.
2. Fungsi hukum sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir
batin. Hal ni dimungkinkan karen sifat hukumyang mengikat, baik fisik
maupun psikologis.
3. Fungsi hukum sebagai sarana penggerak pembangunan hukum merupakan
alat bagi otoritas untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
4. Fungsi kritis dari hukum. Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan
bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, yaitu daya kerja hukum tidak
semata-mata melakukan pengawasan pada aparatur pengawas, pada
aparatur pemerintah (petugas) dan aparatur penegak hukum termasuk di
dalamnya.7
suatu produk hukum telah terbagi dua jenis yaitu yang pertama berupa peraturan
7
Menurut Soejono Dirjo Sisworo dalam Muchsin dan Fadilah Putra, 2002, Hukum dan Kebijakan Publik,
Averroes Press, Malang, hlm. 19-20.
7
bersifat konkret, individual dan final. bersifat konkret artinya objek yang
diputuskan dalam keputusan tata usaha negara tersebut tidak abstrak tetapi
berwujud tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual artinya keputusan tata
usaha negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun
hal yang dituju. Bersifat final artinya sudah definitif, dan karenanya dapat
undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi dan mandat.
terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata
kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu
8
Muchsan , 2007, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan PTUN, Liberty,
Yogyakarta hlm. 60.
9
Ridwan, H.R., 2003, Hukum Administrasi Negara,UII Press, Yogyakarta, hlm. 72-73.
8
berikut :
tentunya harus memenuhi syarat materiil dan syarat formil yang harus termaktub
1. Syarat Materiil
a. Alat pemerintahan yang membuat keputusan harus mempunyai
kewenangan (berhak).
b. Dalam kehendak alat perlengkapan yang membuat keputusan tidak
boleh ada kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de
wilsvorning)
c. Keputusan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan dalam
peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatannya harus juga
memperhatikan prosedur membuat keputusan, bilamana prosedur
itu disebutkan dengan tegas dalam peraturan itu (rechtmatig)
d. Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan yang
hendak dicapai.
10
Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Hlm. 97
11
Ridwan, H.R. Op.Cit., hlm. 74
9
2. Syarat Formil
a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan
dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya
keputusan itu harus dipenuhi;
b. Harus diberi bentuk yang telah ditentukan;
c. Syarat-syarat, berhubung dengan pelaksanaan keputusan itu di
penuhi;
d. Jangka waktu harus ditentukan, antara timbulnya hal-hal yang
menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan
tidak boleh dilupakan.12
Sebagai salah satu syarat materil, suatu produk hukum tidak boleh
hukum itu ketika lahir. Dalam hal pembentukan suatu produk hukum baik yang
pemerintah yang berwenang harus membuat peraturan maupun keputusan itu harus
berdasarkan ketentuan dan amanah yang diberikan yaitu memenuhi rasa keadilan,
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan bagian dari masyarakat dari sebuah
1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian bahwa yang dimaksud Pegawai Negeri adalah setiap warga
negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
undangan yang berlaku. Sebagai bagian dari sebuah negara, hubungan hukum
12
Arifien Sutrisno, Sikap Tindak Administrasi Negara Menurut Hukum yang Menimbulkan Kerugian dalam
Dimensi-Dimensi Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm.285-286.
10
seseorang mengikat dirinya untuk tunduk pada perintah untuk melakukan suatu atau
PNS dalam menjalankan tugasnya sebagai aparatur negara dan pemerintah. Pasal 3
ayat (1) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, mengatur kedudukan PNS yaitu
masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas
kepentingan rakyat.14
PNS sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat strategis dan peranan
Undang Dasar 1945, negara dan pemerintah. Untuk itu, PNS sebagai pelaksana
dalam melaksanakan tugas kedinasan. Pemberian tugas kedinasan kepada PNS pada
bahwa tugas itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karenanya, setiap
13
Muchsan, 1988, Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil, cetakan kedua, Liberty, Yogyakarta,
hlm. 9.
14
C.S.T. Kansil, 1979, Pokok-Pokok Hukum Kepegawaian Republik Indonesia, Pradnya Paramitha, Jakarta,
hlm. 38.
11
juga dapat timbul disebabkan penugasan oleh atasan dengan tugas tertentu,
percepatan dan pensiunan pegawai, izin perkawinan.15 Aparat negara juga tidak
dikhususkan kepada PNS. Salah satu kewenangan absolut dari PTUN adalah
PTUN dirasa sudah memenuhi syarat untuk menjadikan lembaga PTUN yang
perlu disadari bahwa das sollen seringkali bertentangan dengan das sein, salah satu
15
Sastro Djatmiko, 1990, Hukum Kepegawaian di Indonesia , Djambatan, Jakarta, hlm. 48-52.
12
PNS, hingga saat ini belum terbentuk, walaupun keberadaan komisi tersebut telah
dituangkan dalam Pasal 13 ayat 4 Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang
tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN
yang menerangkan bahwa sengketa Tata Usaha Negara itu termasuk sengketa
Tata Usaha Negara. Selain itu diterangkan pula bahwa selain PTUN, Badan
dalam Pasal 35 ayat (2) UU Nomor43 Tahun 1999 dan dipertegas pula dengan
Tujuan dari sistem PTUN diantaranya yaitu melaksanakan fungsi teknis dan non-
teknis PTUN. Fungsi teknis terdiri dari menerima, memeriksa, memutus, dan
16
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Pertimbangan Kepegawaian.
13
Salah satu perkara yang ditangani oleh PTUN adalah sengketa Kepegawaian.
Perkara yang terjadi pada umumnya terkait persoalan kedudukan dan hak dari
seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain itu semakin banyaknya jumlah pegawai
yang ada di Indonesia pada kenyataanya tidak selalu diikuti dengan kualitas dan
kinerja yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya PNS yang dijatuhi
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. PNS yang
merasa dijatuhi sanksi tidak sesuai dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan,
berhak mengajukan upaya hukum ke badan lain yang tersedia. Mekanisme Upaya
dapat diartikan sebagai pengajuan keberatan atas suatu hukuman disiplin yang
53 Tahun 2010 tentang Pengaturan Disiplin PNS. Beberapa pengertian yang perlu
ditegaskan dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 ini yaitu mengenai upaya administratif,
bahwa upaya administratif adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh PNS yang
tidak puas terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berupa keberatan
administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman
disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan
administratif adalah upaya administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak
puas terhadap hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
PNS yang djatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum, kepada Badan
Pertimbangan Kepegawaian.
satu hal yang dapat ditempuh oleh seorang PNS yang merasa kepentingannya
dirugikan atas suatu KTUN. Bentuk upaya administrasi dapat dilakukan hanya
bentuk keduanya. Apabila putusan atau hasil dari upaya administratif yang
gugatan ke PTUN, tapi apabila sudah melalui upaya banding administratif dan
tidak langsung ditangani oleh PTUN, namun terlebih dahulu diselesaikan melalui
proses yang mirip dengan peradilan dan dilakukan oleh tim atau seorang pejabat di
lingkungan pemerintahan.
PTUN sesuai dengan kompetensi absolute dan kompetensi relatif dari PTUN yang
15
53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang
yang baik maka KTUN tersebut dapat disengketakan oleh pihak yang merasa
dirugikan. Asas-asas umum pemerintahan yang baik harus menjadi pedoman bagi
sifatnya tidak tertulis dan senantiasa berkembang. Putusan hakim atas sengketa
Baik.
Bagi pihak yang bersengketa dalam bidang kepegawaian tersebut, jika akan
melakukan gugatan ke PTUN , maka dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu
gugatan tertulis dan gugatan lisan.17 Gugatan tertulis berisikan tuntutan dan
diajukan pada PTUN dengan tujuan agar keputusan TUN yang disengketakan
dinyatakan batal atau tidak sah secara hukum, dengan atau tanpa ganti rugii maupun
rehabilitasi dari pihak tergugat. Gugatan secara lisan oleh Undang- Undang PTUN
digunakan untuk mempermudah pihak yang merasa dirugikan yang tidak dapat
membuat gugatan secara tertulis. Gugatan lisan tersebut disampaikan pada panitera
17
Darwan Prinst, 1995, Strategi Menangani Perkara Tata Usaha Negara, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm
53.
16
tertulis.18
sampai pada penyelesaian sengketa. Wujud akhirnya berupa putusan hakim yang
memiliki kekuatan hukum yang berupa gugatan diterima atau gugatan ditolak.
Apabila gugatan diterima, maka pihak badan atau Pejabat TUN yang menjadi pihak
menarik kembali putusannya, sedangkan apabila gugatan ditoak maka PNS sebagai
pihak penggugat dalam hal ini tidak dapat meminta pembatalan keputusan yang
pihak penggugat dalam hal ini dapat mengajukan banding ke PTTUN jika merasa
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) boleh saja sedikit memberi
nafas dan semangat baru bagi reformasi birokrasi dan manajemen kepegawaian di
yang kerap muncul dalam hal birokrasi. Tentu tidak mudah menuding jika undang-
ini masih dalam proses. Namun ada beberapa hal yang signifikan perlu di amati
bersama dalam Undang-Undang ini, adanya hubungan hukum dengan politik tidak
dapat dipisahkan. Jika didasari pada das sein (kenyataan) dalam faktanya hukum
yang dikonsepkan dalam Undang- Undang yang dibuat oleh lembaga legislatif
formalisasi atau legalisasi dari kehendak- kehendak politik yang bersaing baik itu
18
Ibid.
17
melalui kompromi politik maupun melalui dominasi kekuatan politik yang terbesar.
sebagai dasar mencari kebenaran ilmiah dan memberi arti hukum di luar undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 berimplikasi pada perubahan yang paling mendasar
bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur, adil, dan merata
partisan dan netral, keluar dari pengaruh semua golongan dan partai politik dan
wawasan global, dan mampu berperan sebagai unsur perekat Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
mendasar guna mewujudkan sumber daya aparatur yang profesional yaitu dengan
pembinaan karir PNS yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi
kerja dan karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja yang pada hakekatnya
sangat ditekankan, tetapi masalah hak dan kewajiban pegawai sangat kurang
18
peraturan pemerintah.
19
Wawancara dengan Prof. Dr. Muchsan, S.H. pada tanggal 5 April 2014 di Universitas Widya Mataram,
Yogyakarta.
20
Muchsin dan Fadilah Putra, op.cit, hlm. 7
19
(2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
(3) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis
berwenang menghukum.
pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4)
dapat ditempuh melalui dua jalur, pertama melalui PTUN untuk sengketa yang tidak
berhubungan dengan disiplin pegawai negeri dan kedua melalui BAPEK (sejak
ASN belum ada aturan lebih lanjut). Adanya perbedaan cara penyelesaian sengketa
kepegawaian seperti ini dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pihak yang
maka harus dilakukan cara yang paling efektif dalam penyelesaian sengketa
kepegawaian sehingga kepastian hukum dan keadilan bagi pihak yang bersengketa
dapat dioptimalkan.
B. Perumusan Masalah
PNS ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Deskriptif
2. Tujuan Kreaktif
3. Tujuan Inovatif
Badan atau Pejabat yang berwenang mengenai kedudukan, kewajiban, hak dan
bagian dari Peradilan Tata Usaha Negara yang dimaksud dalam Undang-Undang
No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang No. 5 Tahun
salah satu bagian dari sengketa tata usaha negara dan keputusan/penetapan di
bidang kepegawaian merupakan objek sengketa tata usaha negara dari Peradilan
setiap Pegawai Negeri Sipil, tetapi harus diselesaikan sesuai dengan peraturan
penyelesaian secara adil dan obyektif.Apabila satu pihak belum merasa puas atas
keputusan dari pejabat yang berwenang menghukum, maka dia dapat mengajukan
dapat menempuh jalan mengajukan keberatan kepada badan peradilan yang lebih
tinggi, yaitu mengajukan keberatan melalui BAPEK, Peradilan Tata Usaha Negara
Kesalahan penulisan identitas PNS, Masalah penggajian yang tidak sesuai dengan
oleh Pejabat penilai, Masalah penjatuhan hukuman disiplin yang dilakukan atasan,
yang tidak sesuai dengan berat ringannya pelanggaran disiplin yang diperbuat,
pensiun. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Pegawai Negeri sipil akibat
a. Keberatan
b. Banding
c. Gugatan
4. Analisis Kasus
itu, sebagai bagian dari Peradilan Tata Usaha Negara, Undang Undang No. 51
Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010
satu bagian dari sengketa Tata Usaha Negara (TUN) dan keputusan/penetapan di
bidang kepegawaian merupakan objek dari Peradilan Tata Usaha Negara
pengertian Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang
Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
penetapan tertulis yang dilakukan oleh Negara atau pejabat yang berwenang, berisi
individual dan final. Adapun yang menjadi penyebab sengketa kepegawaian bagi
2008:27):
a. kesalahan penulisan identitas PNS seperti nama, tanggal lahir, NIP, pangkat
b. Masalah penggajian yang tidak sesuai dengan system penggajian atau tidak
penilai dalam hal ini atau langsung dari Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
e. Masalah cuti yang disebabkan adanya permintaan cuti dari Pegawai Negeri
Sipil yang merupakan haknya sebagai Pegawai Negeri Sipil yang tidak
diloloskan oleh atasan karena semata-mata alasan demi kepentingan dinas
yang mendesak.
alasan prestasi kerja ataupun disiplin yang dimiliki oleh Pegawai Negeri
jasa-jasa dari pengabdian yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan ataupun adanya anggapan dari atasan bahwa ahli waris dari
suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan hukum perdata
apabila ia tidak puas terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara, yang
dengan hormat, tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil
Sipil.Untuk itu akan diungkapkan pola kerja dan cara penyelesaian sengketa
kepegawaian,yang berkaitan dengan Badan Pertimbangan Kepegawaian.
Upaya terakhir yang bisa dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil terhadap
No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sengketa TUN adalah sengketa yang
timbul antara orang atau Badan Hukum perdata baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Keputusan Tata Usaha Negara menurut
ketentuan pasal 1 angka (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun
2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dari rumusan pasal
tersebut, ternyata Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan dasar lahirnya sengketa Tata
1. Penetapan tertulis;
Ke-6 (enam) elemen tersebut bersifat komulatif, artinya untuk dapat disebut Keputusan
Tata Usaha Negara yang dapat disengketakan di Pengadilan Tata Usaha Negara harus memenuhi
keseluruhan elemen tersebut. Jenis-jenis Keputusan Tata Usaha Negara/ KTUN (Beschikking)
menurut doktrin (pendapat/ teori para pakar administrasi Negara) terdapat berbagai rumusan,
dan Kebendaan (Persoonlijk en Zakelijk); ¾ KTUN perorangan adalah keputusan yang diterbitkan
kepada seseorang berdasarkan kualitas pribadi tertentu, dimana hak yang timbul tidak dapat
dialihkan kepada orang lain. Contoh : SK PNS, SIM,dsb. ¾ KTUN kebendaan adalah keputusan yang
diterbitkan berdasarkan kualitas kebendaan atau status suatu benda sebagai obyek hak, dimana
hak yang timbul dapat dialihkan kepada orang lain. Contoh : Sertipikat Hak atas Tanah, BPKP/STNK
menegaskan adanya hubungan hukum yang secara riil sudah ada. Contoh : Akta Kelahiran, Akta
Kematian, dsb. ¾ KTUN konstitutif adalah keputusan yang menciptakan hubungan hukum baru
yang sebelumnya tidak ada, atau sebaliknya memutuskan hubungan hukum yang ada. Contoh :
Akta Perkawinan, Akta Perceraian, dsb 3. KTUN Bebas dan Terikat (Vrij en Gebonden); ¾ KTUN
bebas adalah keputusan yang didasarkan atas kebebasan bertindak (Freis Ermessen/
Discretionary Power) dan memberikan kebebasan bagi pelaksananya untuk melakukan penafsiran
atau kebijaksanaan. Contoh : SK Pemberhentian PNS yang didasarkan hukuman disiplin yang telah
Begunstigend); ¾ KTUN yang member beban adalah keputusan yang memberikan kewajiban.
Contoh : SK tentang Pajak, Restribusi, dll ¾ KTUN yang menguntungkan adalah keputusan yang
memberikan keuntungan bagi pihak yang dituju. Contoh : SK pemutihan pembayaran pajak yang
telah kadaluwarsa. 5. KTUN Seketika dan Permanen (Einmaligh en Voortdurend). ¾ KTUN seketika
adalah keputusan yang masa berlakunya hanya sekali pakai. Contoh : Surat ijin pertunjkan
hiburan, music, olahraga, dll ¾ KTUN pemanen adalah keputusan yang masa berlakunya untuk
selama-lamanya, kecuali ada perubahan atau peraturan baru. Contoh : Sertipikat Hak Miik
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara: 1. Keputusan Tata Usaha Negara Positif (Pasal 1 angka (3));
Yaitu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau Badan Hukum Perdata. 2. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif (Pasal 3 angka (1)) Yaitu
keputusan Tata Usaha Negara yang seharusnyadikeluarkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha
Negara menurut kewajibannya tetapi ternyata tidak diterbitkan, sehingga menimbulkan kerugian
bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata. 6 Contoh : Dalam kasus kepegawaian, seorang atasan
berkewajiban membuat DP3 atau mengusulkan kenaikan pangkat bawahannya, tetapi atasannya
tidak melakukan. 3. Keputusan Tata Usaha Negara Fiktif Negatif (Pasal 3 ayat (2)) Yaitu keputusan
Tata Usaha Negara yang dimohonkan seseorang atau Badan Hukum Perdata, tetapi tidak
ditanggapi atau tidak diterbitkan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan.
Sehingga dianggap bahwa Badan/Pejabat Tata Usaha Negara telah mengeluarkan keputusan
penolakan (negatif). Contoh : Pemohon IMB, KTP, Sertipikat, dsb apabila dalam jangka waktu yang
Usaha Negara yang menolak. Dalam praktek administrasi pemerintahan terdapat beberapa KTUN
yang berpotensi menimbulkan sengketa Tata Usaha Negara, yaitu antara lain : 1) Keputusan
tentang perijinan; Secara yuridis suatu ijin adalah merupakan persetujuan yang diberikan
pemerintah (Badan/Pejabat TUN) kepada seseorang atau Badan Hukum Perdata untuk melakukan
aktivitas tertentu. Menurut Philipus M. Hadjon5 tujuan diadakannya perijinan pada pokoknya
adalah untuk : a. Mengarahkan atau mengendalikan aktivitas tertentu (missal : ijin prinsip, IMB,
ijin pertambangan, ijin pengusahaan hutan, ijin berburu, dsb); b. Mencegah bahaya atau
gangguan (missal : gangguan/ Hinder Ordanatie, amdal, dsb); c. Melindungi obyek tertentu (missal
: ijin masuk obyek wisata, cagar budaya, dsb); d. Distribusi benda atau barang langka (missal : ijin
trayek, ijin perdagangan satwa langka, dsb); 5 Philipus M. Hadjon, SH.,Prof.,DR., Pelaksanaan
Otonomi Daerah Berkaitan dengan Perijinan yang Rawan Gugatan, Makalah Temu Ilmiah HUT
PERATUN XIII, Medan, 2004. 7 e. Seleksi orang atau aktivitas tertentu (missal : SIM, ijin memiliki
senjata api, ijin penelitian, dsb). 2) Keputusan tentang status hukum, hak dan kewajiban; ¾ Status
hukum perorangan atau badan hukum, misalnya akta kelahiran, akta kematian, akta
pendirian/pembubaran badan hukum, KTP, Ijasah, sertipikat (Tanda Lulus Ujian), dll. ¾ Hak/
kewajiban perorangan atau badan hukum terhadap suatu barang atau jasa, misalnya
pemberian/pencabutan hak atas tanah, hak untuk melakukan pekerjaan, dsb. 3) Keputusan
tentang kepegawaian. ¾ Keputusan tentang mutasi PNS, dimana pegawai yang dimutasi
keberatan karena merasa dirugikan, menghambat karier atau karena mutasi itu dianggap sebagai
hukuman disiplin terselubung; ¾ Keputusan tentang hukuman disiplin PNS, dimana pegawai yang
bersangkutan menganggap hukuman itu tidak sesuai dengan prosedur atau tidak adil; ¾
Keputusan tentang pemberhentian PNS, misalnya dalam rangka perampingan pegawai atau
likuidasi suatu instansi, dsb. Menurut ketentuan pasal 35 Undang-Undang No. 43 Tahun 1999
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian: 1)
kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin PNS diselesaikan melalui
UPAYA ADMINISTRASI Menurut Penjelasan pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-
Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, upaya administratif adalah
menyelesaikan suatu sengketa Tata Usaha Negara yang dilaksanakan dilingkungan pemerintah
sendiri (bukan oleh badan peradilan yang bebas), yang terdiri dari : a. Prosedur keberatan; b.
Prosedur banding administratif; Berdasarkan rumusan penjelasan pasal 48 tersebut maka upaya
perorangan/badan hukum perdata) yang terkena Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking)
yang merugikannya melalui Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilingkungan pemerintah itu
sendiri sebelum diajukan ke badan peradilan. 4) DASAR HUKUM UPAYA ADMINISTRASI Dalam
pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo UndangUndang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, disebutkan sebagai berikut : 1) Dalam hal suatu Badan/Pejabat Tata Usaha
Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia; 2)
Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha
Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah
pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, bentuk upaya administrasi ada 2 (dua) yaitu : 1. Banding
Usaha Negara tersbut dilakukan oleh instasi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
menerbitkan Keptusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan. Contoh : ¾ Keputusan Badan
Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) berdasarkan No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS; ¾
No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perburuhan dan Undang-Undang No. 12 Tahun 1964
pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Gangguan, Staasblad 1926 No. 226; ¾ Keputusan Panitia Tenaga
Kerja Migas di lingkungan Departemen Pertambangan bagi perusahaan minyak dan gas bumi
(PERTAMINA); ¾ Komisi Banding Paten berdasarkan PP No. 31 Tahun 1995, sehubungan dengan
adanya Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten; ¾ Komisi Banding Merek berdasarkan
PP No. 32 Tahun 1995, sehubungan dengan adanya Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang
berkembangnya perusahaan-perusahaan milik Negara dari PERJAN dan PERUM menjadi PERSERO
(BUMN) tersebut membuat ketentuan sendiri tentang operasional, kepegawaian, dll. 2).
Keberatan ; Apabila penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus dilakukan sendiri
oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara
Umum Perpajakan; ¾ Pemberian hukuman disiplin sedang dan berat (selain pemberhentian
dengan hormat dan tidak dengan hormat bagi (PNS). Pengujian (Toetsing) dalam upaya
administrasi berbeda dengan pengujian di Peradilan Tata Usaha Negara. Di Peradilan Tata Usaha
Negara pengujiannya hanya dari segi penerapan hukum sebagaimana ditentukan pasal 53 ayat (2)
huruf (a) dan (b) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.
5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu apakah keputusan Tata Usaha Negara
dan melanggar Asas-Asas Umum Pemerintah Yang Baik (AAUPB), sedangkan pada prosedur upaya
administrasi, pengujiannya dilakukan baik dari segi penerapan hukum maupun dari segi
kebijaksanaan oleh instansi yang memutus, sehingga pengujiannya dilakukan secara lengkap. Sisi
positif upaya administrasi yang melakukan penilaian secara lengkap suatu Keputusan Tata Usaha
Negara baik dari segi Legalitas (Rechtmatigheid) maupun aspek Opportunitas (Doelmatigheid),
para pihak tidak dihadapkan pada hasil keputusan menang atau kalah (Win or Loose) seperti
dapat terjadi pada tingkat obyektifitas penilaian karena Badan/Pejabat tata Usaha Negara yang
tidak langsung sehingga mengurangi penilaian maksimal yang seharusnya ditempuh.6 Tidak
semua peraturan dasar penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara mengatur mengenai upaya
administrasi, oleh karena itu adanya 6 Soemaryono, SH dan Anna Erliyana, SH.,MH, Tuntunan
Praktek Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Pramedya Pustaka, Jakarta, 1999, hal.8. 11
ketentuan pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo UndangUndang No. 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara merupakan aspek prosedural yang sangat penting yang
berkaitan dengan kompetensi atau wewenang untuk mengadii sengketa Tata Usaha Negara.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 2 tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Ketentuan Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
disebutkan : IV.1. Yang dimaksud Upaya Adiministratif adalah : a. Pengajuan surat keberatan
(Bezwaarscriff Beroep) yang diajukan kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
(administratif Beroep) yang ditujukan kepada atasan Pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang keputusan
Tata Usaha Negara yang disengketakan. IV.2. a. Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan
adanya upaya administratif berupa peninjauan surat keberatan, maka gugatan terhadap
Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada pengadilan Tata Usaha Negara;
b. Apabila peraturan dasarnya menentukan adanya upaya adiministratif berupa surat keberatan
dan atau mewajibkan surat banding administratif, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha
Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif diajukan langsung kepada
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama yang berwenang. Ketentuan tersebut
sesuai pula dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 48 ayat (2) yang menyatakan “pengadilan
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan “ jo
ketentuan pasal 51 ayat (3) ditentukan bahwa dalam hal suatu sengketa dimungkinkan adanya
administratif maka gugatan langsung ditujukan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
ketentuan tersebut maka dapat dibuat bagan “Proses Penyelesaian Upaya Administrasi” sebagai
berikut : 6. PENUTUP Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :7 1. Apakah suatu sengketa Tata Usaha Negara harus diselesaikan melalui upaya
administrasi atau tidak, adalah tergantung pada 7 Soemaryono, SH dan Anna Erliyana, SH.,MH,
Loc.Cit., Hal.7 Sengketa Tata Usaha Negara Upaya Administrasi Banding Administratif
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara
tersebut 2. Istilah upaya administratif hanya ada dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1986 jo
Undang-Undang No 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sedangkan peraturan
sengketa harus diselesaikan melalui banding administratif atau keberatan dapat dilihat dari
pejabat atau instansi yang berwenang menyelasaikannya; a. Apabila diselesaikan oleh instansi
atasan Pejabat yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut atau instansi yang
lainnya dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara,
diselesaikan instansi atau Pejabat yang mengeluarkan keputusan Tata Usaha Negara tersebut,
upaya administratif adalah dilakukan secara lengkap dalam arti dari segi hukum dan
kebijaksanaan, sedangkan pengujian di Pengadilan hanya dari segi hukumnya saja; 5. Dalam hal
masih tidak puas terhadap penyelesaian melalui upaya administratif, maka dapat ditempuh upaya
antara lain : a. Setelah melalui upaya administratif maka dapat diajukan gugatan ke Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama; b. Setelah melalui upaya
keberatan, maka dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. 14 DAFTAR PUSTAKA Indro
harto, SH, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II, Edisi
Baru, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994. Soemaryono, SH dan Anna Erliyana, SH.,MH.,
Tuntutan Praktek Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Pramedya Pustaka, Jakarta, 1999.
Indonesian Administratif Law), Gadjah Mada University Press, 2002. , Pelaksanaan Otonomi
Daerah Berkaitan Dengan Perijinan Yang Rawan Gugatan, Makalah Temu Ilmiah HUT PERATUN
XIII, Medan, 2004. Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang No. 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. SEMA RI No. 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Beberapa Ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dibahas, maka dapat ditarik
terlebih dahulu melalui upaya administrasi maka Pengadilan Tinggi TUN dapat
pertama dan terhadap putusan PT.TUN tersebut tidak tersedia upaya hukum
banding melainkan langsung mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah
Agung. Sistem peradian Tata Usaha Negara di Indonesia dapat dikatakan telah
tergugat.
4. Dalam hal ganti rugi, adanya dasar hukum yang membuka peluang
penggugat.
perundangan
administratif saja.
Administrasi Pemerintahan.
dengan:
PTUN. Lembaga ini akan efektif dan berfungsi karena akan mengurus
prioritas Presiden.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka saran yang dapat
bagi pejabat TUN yeng membuat KTUN, agar KTUN yang dibuat tidak
tercantum pada Pasal 129 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN hanya
kepegawaian
yang berkaitan dengan sistem merit dapat diselesaikan melalui upaya
namun sengketa lain yang tidak berkaitan dengan sistem merit upaya
(keberatan administrasi) dan apabila belum puas, maka pihak yang merasa
4. Adanya suatu regulasi yang jelas yang mengatur tentang eksekusi putusan
eksekutor putusan.
yang dikenai putusan PTUN dengan mewajibkan pihak yang dikenai putusan
menjadi suatu sarana kontrol bagi badan/pejabat TUN yang dikenai putusan
PTUN.
DAFTAR PUSTAKA