PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum merupakan alat rekayasa sosial. Hal ini berarti hukum bisa berfungsi
untuk mengendalikan masyarakat dan bisa juga menjadi sarana untuk melakukan
alat rekayasa sosial tersebut maka hukum harus bersifat terbuka terhadap dinamika
Hukum bersifat terbuka berarti hukum harus selalu peka dan berinteraksi
dengan lingkungan sosial sehingga terjadi pertukaran informasi antara hukum dengan
hukum selalu efektif dan efisien dalam menyikapi setiap perubahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat mengingat sifat masyarakat yang senantiasa dinamis akibat
tersebut.
1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010) hal.189
2
Ibid.
undang-undang itu.
akan perubahan ditandai oleh tingkah laku anggota-anggota masyarakat, yang tidak
lagi merasakan kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh hukum, sebagai sesuatu yang
harus dijalankan. 4Keadaan tersebut tentu bertentangan dengan gagasan Von Savigny
(1799-1861) salah seorang pemuka ilmu sejarah hukum yang menyatakan bahwa
3
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2001), hal.110
4
Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hal.192
5
Jusmadi Sikumbang, Mengenal Sosiologi dan Sosiologi Hukum, (Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2012), hal.203
masyarakat merupakan masalah yang harus disikapi secara serius oleh setiap
stakeholder di bidang hukum mengingat salah satu tujuan hukum adalah menjaga
ketertiban masyarakat. Secara sederhana dapat kita tarik analogi, kalau hukum tidak
dapat beradaptasi seiring perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, bagaimana
dapat disimpulkan bahwa hukum sangat dekat dan bahkan tidak dapat dipisahkan dari
Salah satu bidang hukum yang paling dekat dengan kehidupan sosial adalah
hukum pidana. Hal ini dapat dilihat dari tujuan hukum pidana modern yaitu untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan. 6 Kejahatan dalam hal ini tidak boleh dimaknai
begitu sempit sebatas rumusan delik yang tercantum dalam buku kedua KUHP
Indonesia melainkan lebih mendasar sebagai suatu masalah sosial. Karena sebenarnya
pidana harus memperhatikan dan mengarah pada tercapainya tujuan kebijakan sosial
6
Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Medan: USU Press, 2010) hal 12
kedekatan hukum pidana dengan kebijakan sosial tersebut adalah hukum pidana harus
Salah satu jenis kejahatan yang cukup menyita perhatian ilmu hukum pidana
banyak seperti yang terdapat saat ini serta dapt pula disalahgunakan fungsinya yang
kelangsungan eksistensi generasi suatu bangsa. 8 Oleh karena itu tindak pidana
narkotika terbilang cukup unik karena pada apabila Narkotika digunakan dengan
dosis yang tepat dan dibawah pengawasan dokter anastesia atau dokter psikiater dapat
kesehatan fisik dan kejiwaan manusia, namun di sisi lain apabila disalahgunakan
penyalahguna.
Bahaya lain dari tindak pidana penyalahgunaan narkotika ini adalah efeknya
yang dimensional, artinya tindak pidana Narkotika dapat menimbulkan tindak pidana
7
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2007) hal.77
8
Moh.Taufik Makarao, Suhasril, Moh.Zakky A.S, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2003) hal.19
keselamatan jiwa orang lain. Sebut saja kasus kecelakaan maut di tugu tani yang
Dalam sebuah berita, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia
mencapai 4,9 juta lebih. 9 Penyalahgunaan tersebut tidak boleh dianggap enteng,
karena tidak sedikit penyalahgunaan tersebut berujung maut. Bahkan setiap tahunnya
jiwa. 10Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit dan apabila hal ini terus terjadi
nasional.
9
http://regional.kompas.com/read/2013/08/31/1620260/Jumlah.Pengguna.Narkoba.di.Ind
onesia.Capai. 4.9.Juta, diakses pada tanggal 06 Februari 2014 Pukul 12:29 WIB
10
http://www.sinarbnn.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 18:korban
meninggal-akibat-narkoba-15000-orang&catid=7:narkoba, diakses pada tanggal 06 Februari 2014
Pukul 12:36
menjadi ladang subur dari peredaran Narkotika Internasional. Hal ini terbukti
narkotika sangat sulit untuk ditanggulangi. Berbagai modus operandi serta varian
narkotika jenis baru bermunculan dan menjadi tantangan bagi hukum pidana yang
Sebut saja narkotika jenis baru Metilon (3,4 Metilendioksi Metkatinon) yang
akhir-akhir ini ramai diperbincangkan semenjak mencuatnya kasus Raffi Ahmad dan
ternyata tidak terdaftar dalam Lampiran Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang
menyebabkan hilangnya nafsu makan, kejang, muntah, sakit kepala, perubahan warna
yaitu matinya sekelompok otot jantung karena penyumbatan mendadak dari arteri
11
http://www.pkni.org/peredaran-narkotika-di-indonesia-dikendalikan-jaringan-internasional/,
diakses pada tanggal 06 Februai 2014 pukul 12:52
kerusakan jantung.
menganut sistem hukum eropa kontinental atau sering juga disebut Civil Law yang
positif. Dalam konteks hukum pidana dalam sistem hukum eropa kontinental,
karakteristik utama hukum pidana terletak dalam “asas legalitas” yang tercantum
dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Asas tersebut
umumnya dikenal dalam Bahasa Latin yang berbunyi “ Nullum delictum Nula Poena
Sine Previa Legi Poenalle”. Eddie O.S Hiariej mencoba menterjemahkan asas ini ke
“Tiada Perbuatan dapat dipidana kecuali atas dasar kekuatan ketentuan pidana
dahulu”. 12
untuk menjamin kepastian hukum dan persamaan hak warga negara dari kesewenang-
wenangan pemerintah. Karena itu, dampak konkrit dari asas legalitas adalah hukum
12
Eddy O.S.Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana (Jakarta:
Erlangga, 2009) hal.19
Indonesia.
disebutkan pengertian Narkotika: Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
Undang ini.
Uraian pasal tersebut secara tegas menyataka bahwa yang tergolong narkotika
hanyalah yang terdaftar dalam Undang-Undang tersebut dan yang tidak terdaftar
bukanlah narkotika secara yuridis. Dengan demikian apabila kita memandang secara
sempit dari perspektif asas legalitas maka metilon tidak dapat dikenakan penegakan
hukum pidana yang karena bukan merupakan narkotika sebagaimana dimaksud dan
dan perubahan dalam masyarakat dengan aneka kejahatannya. Apalagi hukum tertulis
itu sendiri cenderung kaku dan sulit melakukan adaptasi terhadap perubahan-
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang tidak mampu beradaptasi dan
13
Satjipto Rahardjo, Op.Cit, hal 191.
menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan
dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
Metilon.
terjadi terhadap katinon tersebut, ilmu hukum mengenal istilah penemuan hukum
hakim atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk menerapkan peraturan
14
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:
“ Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkanwajib untuk
memeriksa dan mengadilinya.”
Dalam penemuan hukum tersebut juga terdapat dua unsur penting yang harus
diperhatikan yaitu sumber hukum dan kedua adalah fakta. 16 Maka dalam melakukan
dapat dijadikan bahan referensi para penegak hukum dalam melakukan penemuan
hukum tersebut.
“ The term sources of law has many meanings and is frequent causes of error
unless we scrutinize carefully the particular meaning given to it in any particular
text( Ada banyak arti dari istilah sumber hukum dan sering kali menjadi sebab
terjadinya kekeliruan – kekeliruan terkecuali jika kita teliti dengan seksama arti-arti
yang khusus yang diberikan terhadap istilah tersebut yang terdapat di dalam suatu
teks tertentu)” 17
Uraian menurut Paton tersebut telah menjelaskan bahwa tidak ada pengertian
resmi dari sumber hukum yang menyebabkan sering terjadinya kekeliruan baik dalam
dunia teori maupun praktik hukum. Sebelum melakukan penemuan hukum maka
haruslah dipahami apa sebenarnya sumber hukum yang diakui secara umum dalam
15
Eddy O.S Hiariej, Op.Cit, hal 56
16
Ibid
17
Syahruddin Husein, Pengantar Ilmu Hukum (Medan: Kelompok studi Hukum dan
Masyarakat, 1998) hal.52
Sumber hukum adalah tempat dimana kita menemukan hukum namun adakalanya
sumber hukum sekaligus merupakan hukum seperti keputusan hakim. 18Beritik tolak
dari pandangan tersebut maka dalam ilmu hukum sendiri dikenal lima sumber hukum
1. Undang-Undang
2. Kebiasaan/adat
3. Traktat ( Perjanjian)
4. Jurisprudensi
5. Doktrina
metilon, tidak dapat digunakan hanya satu sumber hukum yaitu Undang-Undang
metilon tidak dapat dikenakan penegakan hukum pidana. Hukum terhadap metilon
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Katinona yang merupakan senyawa induk
18
Liza Erwina, Pengantar Ilmu Hukum ( Medan: Pustaka Bangsa Press, 2012) hal.125
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang permasalahan yang akan dibahas dalam
skripsi ini. Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menyimpang dari pokok materi
yang ada dan lebih terarah, maka penulis membatasi lingkup pembahasan dalam
skripsi ini dengan tujuan agar lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Atas dasar itulah, Penulis membatasi ruang lingkup kajian permasalahan yang
narkotika di Indonesia?
turunan Katinona dalam kaitannya dengan asas legalitas ditinjau dari Undang-
jenis Katinon dalam kaitannya dengan asas legalitas ditinjau dari Undang-Undang
D. Manfaat Penulisan
1. Secara teoritis skripsi ini diharapkan akan memberikan masukan dan manfaat bagi
khususnya
2. Secara praktis skripsi ini ditujukan sebagai bahan masukan dan untuk
Penelitian ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dalam penelitian ini
bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain
dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama. Setelah
dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 07 Oktober 2013. Jika di
kemudian hari ditemukan penelitian yang sama dan muncul permasalahan, maka
ilmiah. Dalam hal mendukung penelitian ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana
yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang
F. Tinjauan Kepustakaan
Tindak Pidana dalam hukum pidana Indonesia berasal dari Bahasa Belanda
yaitu Strafbaar feit. Hal ini dikarenakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia berasal dari WvS ( Wetboek van Strafrecht ) yang merupakan kodifikasi
ahli dikarenakan dalam WvS sendiri tidak diberi penjelasan resmi tentang apa yang
dimaksud Strafbaar feit ini. Di Negeri Belanda sendiri pemakaian istilah “feit”
dikarenakan istilah itu meliputi perbuatan (handelen) dan juga pengabaian (nalaten)
. 20
istilah yang lazim digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit yaitu :
1. Tindak Pidana, dalam dunia hukum Indonesia dewasa ini, istilah inilah yang
paling lazim digunakan dan bisa dikatakan istilah resmi dalam hukum pidana
Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian uang. Pemakaian istilah tindak
pidana ini secara resmi telah membuatnya mendapat posisi yang sangat kuat
pidana ini juga mendapat kritikan dari beberapa ahli dikarenakan istilah tindak
19
Andi Hamzah, Pengantar Azas-azas Hukum Pidana ( Jakarta: Rineka Cipta, 2008) hal.86
20
Ibid hal.87
2. Peristiwa Pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum seperti : Mr. R. Tresna,
Mr. Drs. HJ van Schravendijk, Utrecht. Istilah ini juga pernah dipakai secara
resmi dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. 21
3. Delik, berasal dari kata “delictum” dalam bahasa latin. Istilah ini dipakai oleh
Andi Hamzah juga menggunakan istilah ini dalam bukunya Asas-Asas Hukum
21
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002)
hal.68
22
Andi Hamzah, Op.Cit., hal 86.
23
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana ( Jakarta: Rineka Cipta, 2008) hal.60
24
Andi Hamzah, Op.Cit., hal 88.
kata “perbuatan” karena merupakan suatu pengertian yang abstrak yang menunjuk
kepada dua keadaan konkret: pertama, adanya kejadian yang tertentu, kedua
8. Perbuatan yang kriminal yang diusulkan oleh A.Z Abidin karena “perbuatan
pidana” yang dipakai oleh Moeljatno kurang tepat karena baik kata “perbuatan”
Melihat penjelasan di atas maka paling tidak sedikitnya ada delapan istilah
hasil terjemahan dari Strafbaar feit. Dalam skripsi ini penulis menggunakan istilah
“tindak pidana” karena istilah ini telah mendapat posisi yang sangat kuat dalam
perundang-undangan pidana di Indonesia. Terlebih lagi dalam Pasal (1) angka (18)
Meskipun istilah Tindak Pidana ini lazim dipakai dalam berbagai peraturan
memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana itu sendiri.
Oleh karena itu para ahli mencoba merumuskannya yang hasilnya memunculkan dua
25
Moeljatno, Op.Cit, hal 60.
pidana yaitu :
pidana bukanlah unsur dari tindak pidana tetapi merupakan suatu syarat dapat
dengan tindak pidana. Beberapa ahli yang beraliran ini memberikan defenisi
dihukum “ dan ditambhakannya lagi menurut teori Straafbar feit itu adalah
(schuld) dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum (
tindak pidana ( Strafbaar feit). 27 Bahkan untuk menjatuhkan pidana pun harus
26
Mohammad Eka Putra, Op.Cit, hal 83.
27
Ibid. hal 81
tindakan penghukuman. 28
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi)
yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. 29
Aliran ini tidak secara tegas memisahkan antara unsur tindak pidana dengan
dipidananya si pelaku ke dalam unsur dari suatu tindak pidana. Berikut beberapa
28
Ibid
29
Moeljatno, Op.Cit, hal 37.
30
Adami Chazawi, Op.Cit, hal.76
31
Ibid hal.75
kelakuan itu diancam dengan hukum asal dilakukan oleh seorang yang karena
kesalahan. 34
e. J.E Jonkers memberikan Strafbaar feit menjadi dua pengertian yaitu dalam
pengertian pendek adalah suatu kejadian ( feit ) yang diancam pidana oleh
berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat
merupakan unsure tersembunyi dari tiap peristiwa pidana, namun tidak dapat
32
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia ( Bandung : Eresco, 1969).
33
Adami Chazawi, Op.Cit hal.75
34
Mohammad Eka Putra,Op.Cit hal.85
Di antara kedua aliran tersebut sebenarnya tidak dapat ditentukan mana yang
lebih benar. Pada dasarnya perbedaan tersebut timbul dari perbedaan sudut pandang.
mengenai tindak pidana dengan langsung membayangkan orang yang dapat dipidana
tetapi hanya memandang tindak pidana sebagai perbuatan dan akibat sifat
yang konkrit dengan membayangkan strafbaar feit tidak dapat dipisahkan dari
pelakunya. Oleh karena itu unsur mengenai orangnya tidak dapat dipisahkan dan
kesimpulan pemahaman bahwa strafbaar feit itu mengarah pada dua arti yaitu
menunjuk kepada perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang dan
menunjuk kepada perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan kesalahan oleh
dibicarakan dalam dunia teori saja, tapi sebenarnya perbedaan ini sebenarnya dapat
35
Ibid.
36
Adami Chazawi, Op.Cit hal.76
A.Z. Abidin :
Akibat paling nyata dari perbedaan pandangan kedua aliran ini sebenarnya
dapat dilihat dalam dunia praktek hukum saat proses pembuktian jika saja para juris
mau konsekuen berpegangan pada salah satu aliran. Pada umumnya sekarang para
terdakwa yang dihadapkan ke muka persidangan dianggap sudah cakap hukum dan
Hal ini sebenarnya berkaitan dengan asas “siapa yang mendalilkan dia yang
membuktikan”.
bahwa dunia praktek hukum di Indonesia secara “tidak sengaja” atau dapat dikatakan
pidana dan oleh karenanya tidak menjadi suatu keharusan untuk dibuktikan dalam
37
Mohammad Eka Putra, Op.Cit. hal 82
pertanggungjawaban ini barulah menjadi hal yang penting ketika pidana hendak
didasarkan pada asas geen straf zonder schuld atau yang lazim dalam bahasa
Indonesia disebut tiada pidana tanpa kesalahan dan sama sekali tidak dipengaruhi
unsur mutlak yang masuk ke dalam unsur tindak pidana. Jika berpandangan
Indonesia sudah memberikan reaksi dan berusaha menentukan sikap melalui pasal 11
1. Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
38
Ibid,hal.87
39
Ibid hal.88
3. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada
pembenar.
hukum pidana Indonesia sudah mulai mengarah pada aliran dualistis. Bahkan lebih
c. Mengandung sifat melawan hukum dalam artinya yang formil dan materiil. 41
40
Pertanggungjawaban pidana menurut pasal 36 Konsep KUHPidana baru adalah
diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindak pidana, secara subjektif kepada seseorang yang
memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. Lihat Ibid hal.83
41
Menurut Barda Nawawi Arief dengan menegaskan bahwa setiap tindak pidana dianggap
selalu bertentangan dengan hukum, konsep berpendirian bahwa sifat melawan hukum merupakan
unsure mutlak dari tindak pidana. Artinya, walaupun dalam perumusan delik tidak dirumuskan secara
tegas adanya unsur melawan hukum , namun delik itu harus selalu dianggap bersifat melawan hukum.
Jadi perumusan formal dalam undang-undang hanya merupakan ukuran formal ataupun objektif untuk
menyatakan suatu perbuatan bersifat melawan hukum. Ukuran formal/objektif itu masih harus diuji
perlu terlebih dahulu dikemukakan apa yang dimaksud dengan narkotika untuk
Narkotika berasal dari bahasa Inggris “Narcotics” yang berarti obat bius dan
memiliki kesamaan arti dengan kata “Narcosis” dalam bahasa Yunani yang berarti
menidurkan atau membiuskan, maka secara umum narkotika dapat diartikan sebagai
Namun ada juga pengertian yang lebih memfokuskan kepada pengaruh dari
a. mempengaruhi kesadaran
secara materiil, apakah ada alasan pembenar atau tidak, dan apakah perbuatan itu benar-benar
bertentangan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Apabila perbuatannya secara materiil tidak
bersifat melawan hukum, maka tidak dapat dikatakan ada tindak pidana dan oleh karena itu, tidak
dapat dipidana. Dengan ketentuan demikian, terlihat disini adanya keseimbangan antara patokan
formal ( melawan hukum formal/kepastian hukum ) dan patokan materiil ( melawan hukum
materiil/nilai keadilan. Lihat Ibid hal.89
42
Kusno Adi, Kebijakan Kriminal dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika oleh
Anak (Malang : UMM Press, 2009 ) hal.12
yaitu “bahan-bahan yang terutama mempunyai efek kerja pembiusan, atau yang
menimbulkan gejala-gejala fisik dan mental lainnya apabila dipakai secara terus-
menerus dan liar dengan akibat antara lain terjadinya ketergantungan pada bahan-
bahan tersebut”.
3) bahan lain, baik alamiah, sintetis maupun semi sintetis yang belum disebutkan
yang dapat dipakai sebagai pengganti Morfina atau Kokaina yang ditetapkan oleh
Kokaina;
narkotika adalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan
mengakibatkan ketergantungan.
3) Golongan III adalah narkotika yang khasiat pengobatan dan banyak digunakan
adalah Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanamanatau bukan
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan
mengakibatkan ketergantungan.
3) Golongan III adalah narkotika yang khasiat pengobatan dan banyak digunakan
hal baru terkait pengertian narkotika karena pengertian narkotika dalam Undang-
Hal tersebut dapat dilihat dari Pasal 153 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 yang menyatakan :
Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor67, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor3698); dan;
43
AR Sujono, Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika (Jakarta : Sinar Grafika, 2011 ) hal.67
yang dapat menghilngkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari daerah visceral dan
yang dapat menibulkan efek stupor ( bengong, masih sadar teteapi harus digertak )
serta adiksi. 44
merupakan zat atau obat yang jika digunakan dapat menimbulkan efek :
dapat tidur.
d. Adiktif/kecanduan
44
Hari Sasangka, Narkotika dan psikotropika dalam Hukum Pidana untuk mahasiswa dan
praktii serta penyuluh masalah narkoba (Bandung : Mandar Maju, 2003) hal.35
apabila tidak berhenti akan memasuki tingkatan pemakaian situasional yaitu memakai
narkotika dalam keadaaan tertentu seperti tegang, kecewa, sedih dan lain sebagainya
ketergantugan. 45
digolongkan yaitu :
penyelewengan narkotika.
45
AR Sujono, Bony Daniel, Op.Cit hal.6.
46
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.983
47
Ibid
dokter.
melawan hukum.”
secara tanpa hak atau melawan hukum.Tanpa hak atau melawan hukum disini
tersebut tidak memiliki izin ( baik terhadap yang subjek maupun objek yang
masyarakat.
c. Menurut para ahli ditinjau dari metode penyalahgunaan narkotika dan akibatnya :
berlebihan.
sosial dapat berupa kegagalan untuk memenuhi tugasnya bagi keluarga atau
teman-temannya akibat perilaku yang tidak wajar dan ekspresi perasaan agresif
yang tidak wajar, dapat pula membawa akibat hukum karena kecelakaan lalu
lintas akibat mabuk atau tindak criminal demi mendapatkan uang untuk
membeli narkotika.” 49
(criminal policy ). Istilah politik, politiek dalam Bahasa Belandaatau politics dalam
Bahasa Inggris dipakai dalam berbagai arti. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam satu sistem politik (atau negara)
yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. 50 Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa politik
criminal merupakan ilmu untuk menanggulangi kejahatan dan merupakan usaha yang
49
KusnoAdi, Op.Cit hal.19
50
M.Hamdan, Politik Hukum Pidana, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997) hal.2
a. Dalam arti sempit ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari
b. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk
c. Dalam arti paling luas (yang beliau ambil dari Jorgen Jepsen) ialah keseluruhan
pandang yang berbeda dan mengarah kepada peran sosial kemasyarakatan yaitu : “
the rational organization of the control of crime by society” 52. Senada dengan beliau
integral dari upaya perlindang masyarakat ( social defence ) dan upaya mencapai
51
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana ( Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru ) , (Jakarta : Kencana, 2008) hal.1
52
Ibid
53
TeguhPrasetyo, Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan
Kriminalisasi dan Dekriminalisasi ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005 ) hal.13
dinyatakan dalam salah satu laporan kursus latihan ke-34 yang diselenggarakan di
“Most of group members agreed some discussion that protection of the society
could be accepted as the final goal of criminal policy. Although not the ultimate aim
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari
mencapai kesejahteraan rakyat”. 55 Oleh karena itu mustahil rasanya mencapai tujuan
kejahatan dari persoalan sosial, sehingga kebijakan sosial sangat penting untuk
dilaksanakan. 56
54
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai… Op.Cit hal.2
55
Ibid
56
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy Pendekatan integral Penal Policy dan Non Penal
Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan (Medan : Pustaka Bangsa Press, 208 ) hal.51
57
Teguh Prasetyo, Abdul Hakim Barkatullah, Op.Cit. hal.36
a. Upaya penal atau sering disebut dengan politik hukum pidana merupakan upaya
G. Metode Penelitian
58
M.Hamdan, Op.Cit hal.20
Seperti penulisan dalam penyusunan dan penulisan karya tulis ilmiah yang
harus berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang benar dan layak dipercaya,
demikian halnya dalam menyusun dan menyelesaikan penulisan penelitian ini sebagai
sebuah karya tulis ilmiah juga menggunakan pengumpulan data secara ilmiah
sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang
penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yang dilakukan dan ditujukan pada
norma-norma hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini, metode yuridis normatif
2. Jenis Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Adapun
a. Bahan hukum primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan
yaitu:
Psikotropika 1988);
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan, tulisan-tulisan atau
karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, tesis, disertasi, jurnal, makalah,
surat kabar, majalah, internet dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah
penelitian.
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi
maupun pinjaman dari perpustakaan, makalah, jurnal serta artikel baik yang diambil
Lokasi penelitian adalah tempat atau daerah yang dipilih sebagai tempat
pengumpulan data di lapangan untuk menemukan jawaban atas masalah. Lokasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perpustakaan sesuai dengan metode “ Library
5. Analisis Data
yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang
H. Sistematika Penulisan
Bab III : Bab ini membahas tentang penegakan hukum pidana terhadap
Bab IV : Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang merupakan bab
penulisan ini.