PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Urgensi Makalah
A. Defenisi Kesejahteraan
“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
seluruh alam.” (Q.S. al-anbiyâ’ [21]: 107).
Kedua, dilihat dari segi kandungannya, terlihat bahwa seluruh aspek ajaran
Islam ternyata selalu terkait dengan masalah kesejahteraan sosial. Hubungan
dengan Allah misalnya, harus dibarengi dengan hubungan dengan sesama
manusia (habl min Allâh wa habl min an-nâs). Demikian pula anjuran beriman
selalu diiringi dengan anjuran melakukan amal saleh, yang di dalamnya termasuk
mewujudkan kesejahteraan sosial.Selanjutnya, ajaran Islam yang pokok (Rukun
Islam), seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji,
sangat berkaitan dengan kesejahteraan sosial. Orang yang mengucapkan dua
kalimah syahadat adalah orang yang menegaskan komitmen bahwa hidupnya
hanya akan berpegang pada pentunjuk Allah dan Rasul-Nya. Karena, tidak
mungkin orang mau menciptakan ketenangan jika tidak ada komitmen iman
dalam hatinya. Demikian pula ibadah shalat (khususnya yang dilakukan secara
berjama’ah), juga mengandung maksud agar mau memperhatikan nasib orang
lain. Ucapan salam pada urutan terakhir rangkain shalat berupaya mewujudkan
kedamaian. Selanjutnya, dalam ibadah puasa seseorang diharapkan dapat
merasakan lapar sebagaimana yang biasa dirasakan oleh orang lain yang berada
dalam kekurangan. Kemudian, dalam zakat juga tampak jelas unsur kesejahteraan
sosialnya lebih kuat lagi.Demikian pula dengan ibadah haji, yang mengajarkan
seseorang agar memiliki sikap merasa sederajat dengan manusia lainnya.
“Hai adam, sesungguhnya ini (Iblis ) adalah musuh bagimu dan bagi isterimu,
maka sekali-kali jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari Surga, yang
akibatnya engkau akan bersusah payah. Sesungguhnya engkau tidak akan
kelaparan di sini (surga), tidak pula akan telanjang, dan sesungguhnya engkau
tidak akan merasakan dahaga maupun kepanasan. (Q.S. Thâhâ, 20: 117-119).
Dari ayat ini jelas bahwa pangan, sandang, dan papan yang diistilahkan
dengan tidak lapar dan dahaga, tidak telanjang, dan tidak kepanasan semuanya
telah terpenuhi di sana. Terpenuhinya kebutuhan ini merupakan unsur pertama
dan utama kesejahteraan sosial.
Keempat, di dalam ajaran Islam terdapat pranata dan lembaga yang secara
langsung berhubungan dengan upaya penciptaan kesejahteraan sosial, seperti
wakaf dan sebagainya.Semua bentuk pranata dan lembaga sosial berupaya
mencari berbagai alternatif untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.Namun, suatu
hal yang perlu dicatat, berbagai bentuk pranat ini belum merata dilakukan oleh
umat Islam dan belum pula efektif dalam mewujudkan kesejahteraan sosial.Hal
ini mungkin disebabkan belum munculnya kesadaran yang merata serta
pengelolaannya yang baik.Untuk itulah, saat ini pemerintah melalui Departemen
Agama membentuk semacam Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat
nasional.Berhasilkah konsep ini dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, amat
bergantung pada partisipasi kita. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri
Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.
Selain itu, ajaran Islam menganjurkan agar tidak memanjakan orang lain atau
membatasi kreativitas orang lain, sehingga orang tersebut tidak dapat menolong
dirinya sendiri. Bantuan keuangan baru boleh diberikan apabila seseorang ternyata
tidak dapat memenuhi kebutuhannya.Ketika seseorang datang kepada Nabi
Saw.mengadukan kemiskinannya, Nabi Saw. tidak memberinya uang, tetapi
kapak agar digunakan untuk mengambil dan mengumpulkan kayu. Dengan
demikian, ajaran Islam tentang kesejahteraan sosial ini termasuk di dalamnya
ajaran yang mendorong orang untuk kreatif dan bersikap mandiri, tidak banyak
bergantung pada orang lain.
Kriteria Kesejahteraan:
5. Memiliki transportasi
Kebutuhan Pokok:
''Pangan atau kebutuhan makan '' adalah kebutuhan paling utama manusia.
Rumus Kesejahteraan:
I + AM = HT
Ket: I : Imam
Am : Amal Sholeh
HT : Hayat Thoyyibah
Sebaliknya, contoh kasus sistem ekonomi yang lain seperti negara Uni Soviet
mencoba menerapkan sistem ekonomi sosialis yang dicetuskan Karl Marx dalam
bukunya, Das Kapital, atas ketidaksetujuan terhadap sistem kapitalis.
Pemerintahannya mengusahakan pemerataan ekonomi penduduk dengan
menguasai dan mengontrol semua sumber daya alam, industri-industri penting,
perbankan, dan sarana publik.Tujuan akhir dari sistem ini adalah kesejahteraan
yang merata dalam masyarakat tanpa ada hirarki kelas sosial.Namun, sebelum
cita-cita tersebut tercapai, sistem sosialis runtuh karena perselisihan antar
pimpinan dan korupsi di dalam tubuh pemerintah itu sendiri. Dengan kata lain,
sistem ini belum berhasil memeratakan kesejahteraan rakyat malah memperburuk
rakyat ke dalam kemiskinan, hal ini dapat terjadi karena dominasi pemerintah
yang berlebihan yang membuat roda perekonomian tidak berkembang.
Lantas, sistem ekonomi bagaimanakah yang mampu menciptakan
kesejahteraan,. Adam Smith, penggagas sistem ekonomi kapitalis, memberikan
catatan bahwa “dunia yang paling baik adalah dunia tanpa bunga”. Maka
memakai sistem ekonomi yang berdasarkan “konsep bunga” dalam menyelesaikan
permasalahan ekonomi hanya akan memperpanjang masalah yang ada.
Sejarah telah terukir dengan indah bahwa keberhasilan sistem ekonomi Islam
dengan penerapan instrumen yang ada seperti zakat dan wakaf serta jenis
pendapatan negara lainnya bukanlah angan belaka. Masa Kekhalifahan Umar bin
Khattab dan Umar Bin Abdul Aziz menjadi bukti kongret aplikasi Islam dalam
perekonomian. Pada masa ini tidak terjadi lagi kemiskinan.Sejarah kedua
kepemimpinan telah membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam mampu
menciptakan kesejahteraan.
Jika sistem ekonomi Islam adalah berbeda atau bukan merupakan sistem
ekonomi Kapitalis dan Sosialis, bagaimana dengan konsep welfare state (negara
kesejahteraan). Makalah ini akan mencoba membahas tentang welfare state dalam
pandangan Islam.
Varian lain yang paling populer dari kapitalisme saat ini adalah konsep
welfare state (negara kesejahteraan) yang banyak diterapkan di negara-negara
industri utama dunia.Welfare state berusaha untuk mengurangi ekses negatif yang
muncul dari liberalisme sebagaimana dalam kapitalisme murni, serta
mengaktifkan peran negara. Dengan langkah ini mereka berharap dapat
mengurangi daya tarik sosialisme, sekaligus memperkuat posisi kapitalisme.
Konsep ini memperoleh momentum pertama setelah great depression tahun 1930-
an di Amerika, dan kemudian setelah Perang Dunia kedua – sebagai respon atas
tantangan kapitalisme dan kesulitan-kesulitan yang terjadi akibat depresi dan
perang.
Menurut Chapra (1995), pada prinsipnya sistem ini tetap bertumpu kepada
market system, namun berusaha untuk mengurangi ketidak seimbangan pasar
(market imperfection) – yang menyebabkan in-efisiensi operasi pasar dan
mengganti kegagalan pasar (market failure) dengan berbagai peran pemerintah.
Untuk upaya ini, maka beberapa langkah yang biasa ditempuh antara lain dengan
berbagai regulasi pemerintah, nasionalisasi (oleh negara) atas perusahaan-
perusahaan utama, penguatan serikat buruh, optimalisasi kebijakan fiskal,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan lain-lain. Meskipun sistem ini secara
teknis operasional telah berbeda jauh dengan versi awal kapitalisme, tetapi
kerangka kerja keseluruhan tetap kapitalisme.
Nah apa dan bagaimana sesunguhnya hakikat dari negara kesejahteraan ini
akan penulis kemukakan secara singkat padat dalam makalah ini, yang kemudian
coba penulis bandingkan dengan sistem Islam dalam hal pengelolaan ekonomi
negara. Sedapat mungkin penulis memberikan analisis dan penilaian yang objektif
terhadap kedua sistem berkenaan.
KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE)
Di Inggris, konsep welfare state difahami sebagai alternatif terhadap the Poor
Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk memberi
bantuan bagi orang-orang miskin. Berbeda dengan sistem dalam the Poor Law,
kesejahteraan negara difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial
yang melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak
kewarganegaraan (right of citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (state
obligation), di pihak lain. Kesejahteraan negara ditujukan untuk menyediakan
pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduk – orang tua dan anak-anak,
pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin.Ia berupaya untuk
mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang
dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara
secara adil dan berkelanjutan.
1. Model Universal
3. Model Residual
Model ini dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon yang meliputi AS, Inggris,
Australia dan Selandia Baru. Pelayanan sosial, khususnya kebutuhan dasar,
diberikan terutama kepada kelompok-kelompok yang kurang beruntung
(disadvantaged groups), seperti orang miskin, penganggur, penyandang cacat dan
orang lanjut usia yang tidak kaya. Ada tiga elemen yang menandai model ini di
Inggris: (a) jaminan standar minimum, termasuk pendapatan minimum; (b)
perlindungan sosial pada saat munculnya resiko-resiko; dan (c) pemberian
pelayanan sebaik mungkin. Model ini mirip model universal yang memberikan
pelayanan sosial berdasarkan hak warga negara dan memiliki cakupan yang luas.
Namun, seperti yang dipraktekkan di Inggris, jumlah tanggungan dan pelayanan
relatif lebih kecil dan berjangka pendek daripada model universal. Perlindungan
sosial dan pelayanan sosial juga diberikan secara ketat, temporer dan efisien.
4. Model Minimal
Jika Islam tidak menerima sosialise dan kapitalisme, lalu bagaimana sikapnya
terhadap ajaran Negara kesejahteraan, yang berusaha menemukan kesetimbangan
di antara kedua sistem ini. Mengingat kecenderungan egalitariannya, sistem Islam
sering dibandingkan dengan negara kesejahteraan berdasarkan kemiripan sikap
pokok sosial dari kedua sistem itu, sehingga jika seseorang dipaksa memilih di
antara sistem-sistem ekonomi yang telah ada, negara kesejahteraan hampir pasti
akan dipilih oleh pembuat kebijakan muslim sebagai pranata ekonomi terbaik
kedua. Sebagaimana negara kesejahteraan, Islam memerintahkan kepada para
penganutnya agar mencapai “kesetimbangan yang baik” dalam kehidupan pribadi
maupun sosialnya. Sesungguhnya kaum muslim diberi ciri khusus dalam kitab
suci Al-Qur’an sebagai “kaum pertengahan”: “Kami telah menjadikan kamu
(umat Islam) umat yag adil dan pilihan….” (2:143) – yaitu bangsa-bangsa yang
menghindarkan sikap-sikap ekstrem.
Pertama, sebagaimana semua sistem sosial yang tidak Islami, ajaran negara
kesejahteraan tidak dibangun di atas konsep moral.Keaslian Islam terletak pada
upayanya untuk menjadikan moral sebagai titik berangkat pandangannya
mengenai ekonomi.Hal ini bertentangan dengan negara kesejahteraan, yang pada
umumnya sekular, yang tidak bertujuan untuk memadukan secara vertikal aspirasi
material dan spritual manusia. Dalam Islam, kewajiban moral dengan gigih
mengendalikan dan memperkuat tekanan ekonomi. Kalau negara kesejahteraan
berusaha untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi berubah menjadi pemujaan
terhadap uang, maka Islam pada satu sisinya dalam meningkatkan kesejahteraan ,
menambahkan dimensi rohani pada kegiatan ekonomi. Dengan demikian, dalam
Islam tak diperbolehkan adanya kemerosotan moral demi kesejahteraan ekonomi.
Kedua, sikap kesetimbangan di antara kedua sistem ini tidaklah sama, letak
kesetimbangan, di bawah sistem Islam ditetapkan secara berbeda, akan ditandai
oleh suatu wadah “konsumsi” khusus, tanpa menyertakan komoditi yang oleh
Islam dilarang untuk dikonsumsi, yang dalam negara kesejahteraan semua boleh
dikonsumsi.
Ketiga, konsep Islam tentang negara sejahtera pada dasarnya berbeda dari
konsep welfare state yang diusung barat.Konsep Islam lebih komprehensif, yaitu
bertujuan mencapai kesejahteraan umat manusia secara menyeluruh, dan
kesejahteraan ekonomi hanyalah sebagian daripadanya.Sesunguhnya, konsep
Islam bukan hanya manifestasi nilai ekonomi, tetapi juga pada nilai spritual, sosial
dan politik Islami.Sedangkan dalam konsep welfare state dunia barat, hanya
bertumpu pada kesejahteraan ekonomi semata.Nilai sosial Islam, mengatur
perilaku, kehidupan keluarga, tetangga, pengurusan harta kekayaan, anak yatim
dan piatu, dan seterusnya. Al-Qur’an memperhatikan perbedaan ras, warna kulit,
bahasa, kekayaan dan lain sebagainya yang menjadi rencana sosial (QS Ar Rum,
30;32). Tapi tidak satupun dari ketentuan ini yang berlebihan atau memaksakan
ketidakmampuan.Tidak ada elemen masyarakat yang memiliki hak istimewa,
dimana digambarkan bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang paling
bertaqwa.Jadi disini tidak terjadi perlombaan sebanyak-banyaknya untuk
mengumpulkan harta benda, karena kesejahteraan harta benda bukanlah menjadi
ukuran, melainkan orang yang paling bertaqwalah yang perlambang kemakmuran
hidup di dunia dan akhirat.Nah, dalam welfare state yang menjadi ukuran adalah
kesejahteraan ekonomi semata-mata.
Kelima, nilai ekonomi Islam yang pokok berangkat dari suatu kenyataan
bahwa hak milik atas segala sesuatunya adalah pada Allah semata.Setiap orang
diberi kebebasan seluas-luasnya untuk memiliki harta kekayaan.Hak milik setiap
orang mendapat pengakuan dan perlindungan dalam Islam, tetapi pada harta
benda mereka ada hak untuk orang-orang fakir dan miskin.Bahkan hewanpun
berhak mendapat bagiannya (QS Al-Baqarah 51:19).Sesungguhnya kewajiban
moral ini dilakukan dengan rasa sukarela berlaku bagi semua elemen masyarakat
Islam.Ciri kesadaran moral inilah yang membedakan Islam dengan konsep
welfare state.
BAB III
KESIMPULAN
Ada lima misi Islam yang harus dilihat secara utuh, yaitu sebagai berikut :
Pertama, Islam mengajak umatnya untuk menggali dan mengembangkan ilmu
pengetahuan seluas-luasnya dan banyak-banyaknya. Islam menganjurkan agar
kaum muslimin menuntut ilmu, sejak dari ayunan hingga liang lahat. Demikian
juga, terdapat anjuran, agar umat Islam mencari ilmu sekalipun ke tempat
sejauh.Disebutkan, sekalipun ke negeri Cina. Penyebutan Cina, ketika itu
menggambarkan tempat yang jauh.
A. Kesimpulan
Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur serta menjalin hubungan
ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan
kehidupan.Sebuah sistem ekonomi terdiri atas unsur-unsur manusia dengan
subjek; barang-barang ekonomi sebagai objek; serta alat kelembagaan yang
mengatur dan menjalinnya dalam kegiatan ekonomi.
Secara umum sietem ekonomi yang dikenal dunia ada 3, yaitu Sistem
Ekonomi Kapitalis, Sistem Ekonomi Sosialis, dan Sistem Ekonomi Islam.
Secara sederhana bisa dikatakan, bahwa sistem ekonomi Islam adalah suatu
sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai Islam.Sumber dari
keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Quran, As-Sunnah, ijma’ dan qiyas.
DAFTAR PUSTAKA
http://zonaekis.com/sistem-ekonomi-kapitalis-kapitalisme