Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
pihak yang telah membantu sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca .
karena keterbatasan dan pengetahuan kami masih ada kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu kami menerima saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Semoga makalah kami tentang Landasan dan asas-asas pendidikan dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya pendidikan adalah sebagai usaha sadar yang sistematis-sistemik selalu
bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan
dan asas tersebut sangat penting, karna pendidikan merupakan pilar utama terhadap
pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu. Landasan-landasan
pendidikan tersebut akan memberikan pijakan dan arah terhadap pembentukan manusia
Indonesia, dan serentak dengan itu, mendukung perkembangan masyarakat, bangsa dan
negara. Sedangkan asas-asas pokok pendidikan akan memberi corak khusus dalam
penyelenggaraan pendidikan itu, dan pada gilirannya, memberi corak pada hasil-hasil
pendidikan itu yakni manusia dan masyarakat Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah “Pengantar Pendidikan” dan menjelaskan apa
saja landasan dan asas-asas pendidikan. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi pembaca dan penulis, serta mengajak para pembaca supaya lebih banyak
mengetahui dan mengenal apa saja landasan dan asas-asas pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
A. LANDASAN PENDIDIKAN
Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus menerus dari generasi
ke generasi di mana pun di dunia ini. Upaya memanusiakan manusia melalui pendidikan itu
diselenggarakan sesuai dengan pandangan hidup dan dalam latar sosial-kebudayaan setiap
masyarakat terbentuk. Oleh karna itu, meskipun pendidikan itu universal, namun terjadi
perbedaan-perbedaan tertentu sesuai dengan pandangan hidup dan latar sosiokultural
tersebut. Dengan kata lain pendidikan diselenggarakan berlandaskan filsafat hidup serta
berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia.kajian ketiga landasan
itu (filosofis, sosiologis, dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan
wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya.
Selanjutnya, terdapat dua landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya
pendidikan, utamanya pengajaran, yakni landasan psikologis dan landasan iptek. Landasan
psikologis akan membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta
didik dan cara-cara belajarnya. Sedangkan landasan iptek akan membekali tenaga
kependidikan, khususnya guru, tentang sumber bahan ajaran. Pengkajian landasan
psikologis dan landasan iptek tersebut akan membekali tenaga kependidikan suatu pegangan
dalam mewujudkan keseimbangan dan keselarasan yang dinamis antara pengembangan jati
diri peserta didik dan penguasaan iptek tersebut.
1. LANDASAN FILOSOFIS
a. Pengertian Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah
pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan , apa yang seharusnya menjadi
tujuannya, dan sebagainya. Landasan filosofil adalah landasan yang berdasarkan atau
bersifat filsafat ( falsafat, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa
yunani, phileim berarti mencintai,dan Sophos atau shopis berarti hikmah, arif, atau
bijaksana. Fisafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang
menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia. Kosepsi-konsepsi
filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua
factor, yaitu:
1) Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan
2) Ilmu pengetahuan yang mengandalkan menalaran.
Filsafat berada diantara keduanya : kawasannya seluas dengan religi, namun lebih
dekat dengan ilmu pengetahuan karena filsafat timbul dari keraguan dan karena
mengandalkan akal manusia (Redja Mudyahardjo, et.al., 1992 : 126-134.)
Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berfikir bebas serta
merentang pikiran sampai sejauh jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah
filsafat dapat dalam dua pendekatan, yakni:
1) Filsafat sebagai kelanjutan dari berfikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh
setiap orang serta sangat bermanfaat dalam memberi makna kepada ilmu
pengetahuannya itu.
2) Filsafat sebagai kajian khusus yang formal yang mencakup logika,
epistemology ( tentang benar dan salah), etika (tentang baik dan buruk),
estetika (tentang indah dan jelek), metafisika (tentang hakikat yang “ada”,
termasuk akal itu sendiri), serta social dan politik ( fisafat pemerintahan).
1) Esensialisme
Merupakan mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan
realisme secara eklektis. Berdasarkan elektitisme tersebut maka essensialisme
tersebut menitikberatkan penerapan prinsip-prinsip idealisme atau realisme
dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikn dasar
tinjauan filosofis bagi mata pelajaran sejarah, sedangkan ilmu pengetahuan alam
diajarkan berdasarkan pada tinjauan yang realistik. Matematika yang sangat
diutamakan idealisme, juga penting artinya bagi filsafat realisme, karena
matematika adalah alat menghitung penjumlah dari apa-apa yang riil,
materiil,nyata.
Mazhab esensialisme mulai lebih dominan di Eropa sejak adanya semacam
pertentangan diantara para pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara
pelajaran-pelajaran teoritik yang memerdekaan akal dengan pelajaran-pelajaran
praktek. Menurut Mazhab esensialisme, yang termasuk (liberal arts), yaitu:
Penguasaan bahasa termasuk retorika
Gramatika
Kesusasteraan
Filsafat
Ilmu kealaman
Matematika
Sejarah
Seni keindahan
2) Perenialisme
Ada persamaan antara penerialisme dan essensialisme, yakni keduanya
membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-
pokok (subject centered) perbedaannya ialah perenialisme menekankan pada
keabadian teori kehikmatan, yaitu:
1. pengetahuan yang benar (truth)
2. keindahan (beauty)
3. kecintaan kepada kebaikan (goodness)
Dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau
perennial. Mazhab perenialisme memiliki penganut pada perguruan swasta di
Indonesia, karena mengintegrasikan kebenaran agama dengan kebenaran ilmu.
Karena kebenaran itu satu, maka harus ada satu system pendidikan yang berlaku
umum dan terbuka kepada umum. Juga sebaiknya kurikulum bersifat wajib dan
berlaku umum, yang harus mencakup:
Bahasa
Matematika
Logika
Ilmu pengetahuan alam
Sejarah
4) Rekonstruksionisme
Mahzab rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara
berpikir progresif dalam pendidikan yang menempatkan sekolah/lembaga
pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat. Oleh karena itu sekolah perlu
mengembangkan suatu ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
2. LANDASAN SOSIOLOGIS
Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang juga terdapat pada makhluk hidup
lainnya, yakni hewan. Meskipun demikian, pengelompokkan manusia jauh lebih rumit
dari pengelompokkan hewan pada hewan, hidup berkelompok memiliki ciri-ciri (Wayan
ardana, 1968:modul 1/62) sebagai berikut:
Ada pembagian kerja yang tetap pada anggotnya
Ada ketergantungan antara anggota
Ada kerja sama antar anggota
Ada komunikasi antara anggota, dan
Ada diskriminasi antar individu yang hidup dalam suatu kelompok dengan individu
yang hidup dalam kelompok lain.
3. LANDASAN KULTURAL
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedangkan tiap manusia selalu menjadi
anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karna itu, dalam UU-RI
No.2 tahun 1989 pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan system
pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia
dan yang berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan
mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan
dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan
pendidikan, baik secara informal maupun secara formal sebaliknya bentuk, ciri-ciri, dan
pelaksaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses
pendidikan itu berlangsung. Dimaksud kan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan
karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi
yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu.
Kebudayaan sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan
selalu terkait dengan pendidikan, utamanya belajar. Kebudayaan dalam arti luas tersebut
dapat berwujud:
Ideal seperti ide, gagasan,nilai, dan sebagainya
Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
Fisik yakni benda hasil karya manusia. (Koentjaraningrat, 1975: 15-22).
4. LANDASAN PSIKOLOGIS
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Pada umumnya
landasan psikologis dari pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia.
Khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar. Terdapat beberapa
pandangan tentang hakikat manusia ditinjau dari segi psikologis dalam kaitannya dengan
pendidikan, yakni strategi disposisional, teruama pandangan konstitusional dan
kretschmer dan Sheldon, memberikan tekanan pada faktor hereditas dalam
perkembangan manusia pada strategi behavioural dan strategi phenomenologis
ditekankan peranan faktor belajar dalam perkembangan tersebut, akan tetapi keduanya
mempunyai pandangan yang berbeda tentang bagaimana proses belajar itu terjadi. Itu
terjadi karena adanya “Two models of man” (istilah dari William D. Hitt 1969) yang
menyebabkan terjadinya “Lockean and Leibnitzian tradition” (isitlah dari G.W. Allport).
Bagi tradisi ala J. Locke (Lockean Tradition) pengetahuan berasal dari stimulasi
eksternal sehingga manusia adalah penerima dan pelanjut informasi (a receiver and
transmitter of information) sedangkan tradisi ala G. Leibnitz (Leibnizinan Tradition)
berpendapat bahwa pengetahuan strategi behavioural yang bertolak dari “Lockean
Tradition” memandang manusia terutama sebagai makhluk pasif yang tergantung pada
pengaruh lingkungannya. Pandangan ini antara lain tampak pada B.F Skinner dengan “A
Scientific Psychology”. Strategi phenomenologis bertolak dari “Leibnitzian Tradition”
yang memandang manusia sebagai makhluk aktif yang mampu beraksi dan melakukan
pilihan-pilihan sendiri, pandangan ini tampaknya pada “A Humanistik Psychology” dari
Carl R. Rogers. Dalam kenyataannya manusia bukan hanya “receiver and transmitter of
information” tetapi juga “generator of information” (Sulo Lipu La Sulo 1981). Perbdaan
pandangan tentang hakikat manusia ditinjau dari segi psikoedukatif antara lain tampak
dalam perbedaan pandangan tentang teori-teori belajar, faktor-faktor penentu
perkembangan manusia, dan sebagainya. Perbedaan pandangan tersebut dapat
berdampak dalam pandangan tentang pendidikan.
Khusus untuk pendidikan di indonesia, terdapat sejumlah asas yang memberi arah dalam
merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber baik dari
pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia. Diantara
berbagai asa tersebut, tiga buah asas akan dikaji lebih lanjut dalam paparan ini, ketiga asas
itu adalah asas tut wuri handayani, asas belajar sepanjang hayat, dan asas kemandirian dalam
belajar. Ketiga asas itu, dipandang sangat relevan dengan upaya pendidikan, baik masa kini
maupun masa depan. Oleh karna itu, setiap tenaga kependidikan harus memahami dengan
tepat ketiga asas tersebut agar dapat menerapkannya dengan semestinya dalam
penyelenggaraan pendidikan sehari-hari.
Agar diperoleh latar keberlakuan awal dari asas tut wuri handayani perlu
dikemukakakn ketujuh asas perguruan nasional taman siswa yang lahir pada tanggal 3
juli 1922 berdiri diatas tujuh asas yang merupakan asas perjuangan untuk menghadapi
pemerintah colonial Belanda serta sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup
dan sikap yang nasional dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut yang secara singkat disebut
“asas 1922” adalah sebagai berikut:
a. Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan
mengingat tertibnya persatuan dalam perkehidupan umum.
b. Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir
dan batin dapat memerdekakan diri.
c. Bahwa pengajaran harus berdasarkan pada kebudayaan dan kebangsaan diri.
d. Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat mengjangkau kepada seluruh
rakyat.
e. Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir maupun
batin hendaklah diusahakan dengan kekuatan sendiri dan menolak bantuan apa pun
dari siapapun yang mengikat, baik berupa ikatan lahir maupun ikatan batin.
f. Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus
membelanjani sendiri segala usaha yang dilakukan.
g. Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk
mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-
anak.
Asas belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi
lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long educating). Pendidikan seumur hidup
merupakan a concept (P. Lengrad 1970) yang new significance (Cropley, 1976). Oleh
karena itu, UNESCO Institute for Education ( UIE Hamburg) menetapkan suatu definisi
kerja yakni pendidikan seumur hidup adalah yang harus: