Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Morris, ddk 1990 dan Purnama, dkk 2017 dalam Suhada, dkk (2019)
mengemukakan bahwa luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringanpada
kulit yang disebabkan kontak dengan sumberpanas (seperti bahan kimia, air
panas, api, radiasi,dan listrik), hasil tindakan medis, maupun perubahankondisi
fisiologis.
Menurut Li, Chen, & Krisner 2007 dalam Thalib, dkk (2018), luka
menjadi hal yang akan sering terjadi baik yang disengaja maupunyang tidak
disengaja dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Lukadiklasifikasikan
berdasarkan kontaminasi yang terjadi yaitu luka bersih (clean wounds) seperti
luka tertutup (memar) dan luka bekas operasi maupun lukaterkontaminasi
(contamined wounds) seperti luka terbuka, luka akibatkecelakaan dan luka
akibat operasi yang kotor atau luka infeksi.
Menurut Demidova-Rice, Hambilin, & Herman, 2012 dalam Thalib
(2018). data menunjukkan bahwa di Amerika Serikat kejadian luka
akutberdampak kepada 11 juta orang dan sekitar 300.000 orang yang
dirawatdirumah sakit setiap tahunnya dan luka akut yang sudah menjadi
masalah kesehatan umum disana.
Di Indonesia, prevalensi kejadian luka akut secara nasional 8,2%
danSulawesi Selatan memiliki prevalensi paling tinggi yaitu 12,8%. Penyebab
lukaterbanyak yaitu jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%),
terkenabenda tajam (7,3%) (RISKESDAS, 2013)
Djusmalinar & Andriani2010, Devi & Wijayanti 2013 dalam Suhada
(2019) menyebutkan penyebabinfeksi diperkirakan masih banyaknya perawat
yangmengabaikan standar operasional prosedur khususnyadalam perawatan
luka.Hal ini sama dengan pendapat Musta’an (2011) bahwa perawatan luka

1
yang tidak menggunakan teknikseptik dan aseptik akan menyebabkan
terjadinya infeksi sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
Arisanti 2013 dalam Suhada (2019) mengemukakan bahwa
penatalaksanaan luka yang tidak tepat akan menghambat proses penyembuhan
luka hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan sekitar luka seperti adanya
kumpulan lemak dan kotoran disekitar luka harus dibersihkan. Sedangkan
Ekaputra 2013 mengemukakan bahwa produk perawatan dan pemberian
pelayanan merupakan suatu hal yang sangat penting. Untuk itu kebersihan luka
dan kebersihan lingkungan harus lebih di optimalkan agar terhindar dari resiko
infeksi silang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan luka dan perawatan luka?
1.2.2 Bagaimana fisiologi penyembuhan luka?
1.2.3 Bagaimana klasifikasi luka?
1.2.4 Bagaimana konsep luka bakar?
1.2.5 Bagaimanakah perawatan luka modern?
1.2.6 Apa tujuan perawatan luka?
1.2.7 Bagaimana prosedur perawatan luka?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui definisi luka dan perawatan luka.
1.3.2 Mengetahui fisiologi penyembuhan luka.
1.3.3 Mengetahui klasifikasi luka.
1.3.4 Mengetahui konsep luka bakar.
1.3.5 Mengetahui perawatan luka modern.
1.3.6 Mengetahui tujuan perawatan luka.
1.3.7 Mengetahui prosedur perawatan luka.

2
BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 DEFINISI
Luka merupakan gangguan atau kerusakan anatomi manusia (Arisanty,
2013). Menurut Karitka (2015) luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan
karena cedera atau pembedahan. Sedangkan perawatan luka merupakan salah
satu teknik dalam pengendalian infeksi pada luka karena infeksi dapat
menghambat proses penyembuhan luka.

2.2 FISIOLOGI PENYEMBUHAN LUKA


Penyembuhan luka terdiri dari tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi, dan fase maturasi atau remodeling. Antara fase yang satu dengan
fase lainnya memiliki rentang waktu yang saling bersinggungan atau tumpang
tindih.
Proses perbaikan sel (penyembuhan luka) bergantung pada kedalaman
luka di kulit. Proses ini terjadi secara sederhana yang diawali dengan
pembersihan (debris) area luka, pertumbuhan jaringan baru hingga permukaan
datar, dan pada akhirnya luka menutup.
a. Fase inflamasi. Terjadi pada awla kejadian atau saat luka terjadi (hari jke-0)
hingga hari ke-3 atau ke-5. Ada dua kegiatan utama, yaitu respon vascular
dan respon inflamasi. Respon vaskular diawali dengan respon hemostatik
tubuh selama 5 detik pasca-luka (kapiler berkontraksi dan trombosit
keluar). Sekitar jaringan yang luka mengalami iskemia yang merangsang
pelepasan histamin dan zat vasoaktif yang menyebabkan vasodilatasi,
pelepasan trombosit, reaksi vasodilatasi dan vasokonstriksi, dan
pembentukan lapisan fibrin (meshwork) ini membentuk scab (keropeng) di
atas permukaan luka untuk melindungi luka dari kontaminasi luka. Respon

3
inflamasi merupakan reaksi non-spesifik tubuh dalam mempertahankan/
memberi perlindungan terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Respon ini diawali dari semakin banyaknya aliran darah ke sekitar luka
yang menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam,
ketidaknyamanan/nyeri, dan penurunan fungsi tubuh (tanda inflamasi).
Tubuh mengalami aktivitas bioselular dan dan biokimia, yaitu reaksi tubuh
memperbaiki kerusakan kulit, sel darah putih, memberikan perlindungan
(leukosit) dan membersihkan benda asing yang menempel (makrofag),
dikenal dengan proses debris (pembersihan).
b. Fase proliferasi. Terjadi mulai hari ke-2 sampai ke-24 yang terdiri atas
proses destruktif (pembersihan), proses proliferasi atau granulasi
(pelepasan sel-sel baru/pertumbuhan), dan epitelisasi (migrasi
sel/penutupan). Pada fase destruktif, sel polimorf dan makrofag membunuh
bakteri jahan dan terjadi proses debris (pembersihan) luka. Pada fase ini,
makrofag juga berfungsi menstimulasi fibroblast untuk menghasilkan
kolagen (kekuatan sel berikatan) dan elastin (fleksibilitas sel) dan terjadi
proses angiogenesis (pembentukan pembuluh darah). Kolagen dan elastin
yang dihasilkan menutupi luka dengan membentuk matriks/ikatan jaringan
baru. Proses ini dikenal juga dengan proses granulasi, yaitu tumbuhnya sel-
sel baru. Luka yang tadinya memiliki kedalaman, permukaannya menjadi
rata dengan tepi luka. Fungsi kulit baru 20% dari normal. Epitelisasi terjadi
setelah tumbuh jaringan granulasi dan dimulai dari tepi luka yang
mengalami proses migrasi membentuk lapsan tipis (warna merah muda)
menutupi luka. Sel pada jaringan ini sangat rentan dan mudah rusak. Sel
mengalami kontraksi (pergeseran), tepi luka menyatu hingga ukuran luka
mengecil. Tidak menutup kemungkinan epitel tumbuh tanpa adanya
jaringan granulasi sehingga menutup tidak sempurna. Pada beberapa kasus,
epitel tumbuh atau menutup dari tengah luka, bukan dari tepi luka. Hal ini

4
terjadi karena setiap individu memiliki aktivitas sel yang unik dan sedikit
berbeda satu sama lain.
c. Fae remodeling atau maturasi. Terjadi mulai dari hari ke-21 hingga satu
atau dua tahun, yaitu fase penguatan kulit baru. Terjadi sintesis matriks
ekstraseluler (extraceluler matrix, ECM), degradasi sel, proses remodeling
(aktivitas seluler dan aktivitas vaskular menurun). Aktivitas utama yang
terjadi adalah penguatan jaringan bekas luka dengan aktivitas remodeling
kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan elastin terjadi
sehingga menyebabkan penekanan ke atas permukaan kulit, kondisi umum
yang terjadi pada fase ini adalah terasa gatal dan penonjolan epitel (keloid)
pada permukaan kulit. Dengan penanganan yang tepat, keloid dapat ditekan
pertumbuhannua, yaitu dengan memberikan penekanan pada area
kemungkinan terjadi keloid. Pada fase ini, kolagen bekerja lebih rentan
terhadap gesekan dan tekanan sehingga memerlukan perlindungan. Dengan
memberikan kondisi lembab yang seimbang pada bekas luka dapat
melindungi dari risiko luka baru. Perlu diingat bahwa kualitas luka baru
hanya kembalu 80%, tidak sempurna, seperti kulit sebelumnyaatau
kejadian sebelum luka.

2.3 KLASIFIKASI
a. Luka berdasarkan tipe penyembuhan luka
1) Penyembuhan luka secara primer (primary intention). Luka terjadi tanpa
kehilangan banyak jaringan kulit. Luka ditutup dengan cara dirapatkan
kembali dengan menggunakan alat bantu sehingga bekas luka (scar)
tidak ada atau minimal. Proses yang terjadi adalah proses yang terjadi
adalah epitelisasi dan deposisi jaringan ikat. Contohnya adalah luka
robekan dan luka operasi yang dapat sembuh dengan alat bantu jahitan,
stapler, tape eksternal, atau lem/perekat kulit.

5
2) Penyembuhan luka secara sekunder (secondary intention). Kulit
mengalami luka (kerusakan) dengan kehilangan banyak jaringan
sehingga memerlukan proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi,
dan epitelisasi (penutupan epidermis) untuk menutup luka. Pada kondisi
luka seperti ini, jika dijahit, kemungkinan terbuka lagi atau menjadi
nekrosis (mati) sangat besar, Luka memerlukn penutupan secara
sekunder. Kemungkinan memiliki bekas luka (scar) lebih luas dan
waktu penyembuhan lebih lama, namun semuanya kebali lagi
bergantung pada penanganan para klinisi terhadap luka. Contohnya
adalah luka tekan (dekubitus, luka diabetes mellitus) dan luka bakar.
3) Penyembuhan luka secara tersier (tertiary intention atau delayed
primary intention). Terjadi jika penyembuhan luka secar primer
mengalami infeksi atau ada benda asing sehingga penyembuhnnya
terhambat. Luka akan mengalami proses debris hingga luka menutup.
Penyembuhan luka juga dapat diawali dengan penyembuhan secara
sekunder yang kemudian dengan bantuan jahitan/dirapatkan kembali.
Contohnya adalah luka operasi yang terinfeksi. Obesitas dapat menjadi
salah satu penyebab luka pasca-operasi terbuka (dehiscence). Jika
kemudian dijahit kembali (ditutup), cara penutupannya disebut
penutupan luka secara tersier.
b. Luka berdasarkan waktu penyembuhan
1) Luka akut. Terjadi kurang dari 5 hari dengan diikuti proses hemostatis
dan inflamasi. Penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu penyembuhan
luka fisiologis (0-21 hari). Contohnya adalah luka pasca-operasi.
2) Luka kronis. Luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses
penyembuhan (infeksi, atau gangguan pada fase inflamasi, poliferai atau
maturasi). Peyembuhan terjadi dalam kurun waktu 2-3 bulan (dengan

6
memperhatikan faktor penghambat penyembuhan). Contohnya adalah
luka diabetes mellitus, luka kanker, dan luka tekan.
c. Luka berdasarkan anatomi kulit
Luka berdasarkan anatomi kulit atau kedalamannya menurut National
Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) diklasifikasikan menjadi stadium
1, stadium 2, stadium 3, stadium 4 dan unstageable.
1) Stadium 1. Warna dasar luka merah dan hanya melibatkan lapisan
epidermis, epidermis masih utuh atau tanpa merusak epidermis. Hanya
mengalami perubahan warna kemerahan, hangat atau dingin (tergantung
pada penyebab), kulit melunak, dan ada rasa nyeri atau gatal. Contohnya
adalah kulit yang terpapar matahari atau sunburn, saat duduk pada satu
posisi selama lebih dari dua jam (kemerahan di bagian gluteus atau
bokong).
2) Stadium 2. Warna dasar luka merah dan melibatkan epidermis-dermis.
Luka memisahkan epidermis dan dermis dan /atau mengenai sebagian
dermis (partial-tihckness). Umumnya kedalaman luka 0,4 mm dan
tergantung pada lokasi luka. Contohnya adalah bula atau blister.
3) Stadium 3. Warna dasar luka merah dan lapisan kulit mengalami
kehilangan epidermis, dermis hingga sebagian hipodermis (full-
thickness). Umumnya kedalaman luka 1 cm (sesuai dengan lokasi luka
pada tubuh bagian mana). Pada proses penyembuhan luka, kulit akan
menumbuhkan lapisan-lapisan yang hilang (granulasi) sebelum menutup
(epitelisasi).
4) Stadium 4. Warna dasar luka merah dan lapisan kulit mengalami
kehilangan epidermis, dermis hingga seluruh hipodermis dan mengenai
otot dan tulang (deep full-thickness). Contohnya adalah undermining
(gua) dan sinus.
5) Unstageable. Jika warna dasar luka kuning atau hitam dan merupakan
jaringan mati (nekrosis), terutama jika jaringan nekrosis ≥ 50% berada

7
di dasar luka. Dasar luka yang nekrosis dapat dinilai stadiumnya setelah
ditemukan dasar luka merah (granulasi) dengan pembuluh darah yang
baik.
d. Luka berdasarkan warna dasar luka
Klasifikasi ini dikenal dengan sebutan RYB (red, yellow, black).
1) Hitam (black). Artinya jaringan nekrosis (mati) dengan kecenderungan
keras dan kering. Jaringan tidak mendapatkan vaskularisasi yang baik
dari tubuh sehingga mati. Memiliki risiko mengalami deep tissue injury
atau kerusakan kulit hingga tulang, dengan lapisan epidermis masih
terlihat utuh. Luka terlihat kering, namun sebetulnya itu bukan jaringan
sehat dan harus diangkat.
2) Kuning (yellow). Artinya jaringan nekrosis (mati) yang lunak berbentuk
seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering disebut slough.
Mengalami kegagalan vaskularisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat
yang banyak.
3) Merah (red). Artinya jaringan granulasi dengan vaskularisasi yang baik
dan memiliki kecenderungan mudah berdarah. Warna dasar merah
menjadi tujuan klinisi dalam perawatan luka hingga luka menutup. Hati-
hati dengan warna dasar luka merah yang tidak cerah atau berwarna
pucat karena kemungkinan ada lapisan biofilm yang menutupi jaringan
granulasi.
4) Pink. Terjadinya proses epitelisasi dengan baik menuju maturasi.
Artinya luka sudah menutup, namun biasanya sangat rapuh sehingga
perlu untuk tetap dilindungi selama proses maturasi terjadi. Memberikan
kelembapan pada jaringan epitel dapat membantu agar tudak timbul
luka baru.
e. Tipe luka lain
1) Luka diabetes karena hiperglikemia.

8
2) Luka tekan/dekubitus karena penekanan/gesekan/lipatan pada satu area
dalam kurun waktu tertentu.
3) Luka kanker karena adanya keganasan pada kulit, baik sebagai
keganasan utama maupun metastasis dari keganasan lain.
4) Luka kaki bawah/low leg ulcer (venous/arterial) karena gangguan pada
pembuluh darah arteri atau vena.
5) Luka kecelakaan, luka pasca-operasi, luka bakar.

2.4 LUKA BAKAR


Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan
jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi,
sumber listrik, bahan kimia, cahaya, radasi, dan friksi.
Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak
dan disebut sebagai luka bakar superficial partial-thickness, deep partial-
thickness dan full-thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar
derajat-satu, derajat-dua, dan derajat-tiga. Respon lokal terhadap luka bakar
bergantung pada dalamnya kerusakan kulit.

a. Luka bakar derajat-satu (superficial partial-thickness), epidermis mengalami


kerusakan atau cedera dan sebagian dermin turut cedera. Luka tersebut bisa
terasa nyeri, tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari, atau
mengalami lepuh.
b. Luka bakar derajat-dua (deep partial-thickness), meliputi destruksi epidermis
serta lapisan atas dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam.
Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan.

Luka bakar derajat –tiga (full-thicknes), meliputi destruksi total epidermis


serta dermis dan pada sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya.
Warna luka bakar sangat bervariasi mulai dari warna putih hingga merah, coklat

9
atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut
sarafnya hancur.
Luas luka bakar dinyatakan sebagai presentase terhadap luas permukaan
tubuh. Untuk menghitung secara cepat dipakai Rule of Nine dari Wallace.
Sistem tersebut menggunakan presentase dalam kelipatan sembilan terhadap
permukaan tubuh yang luas. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada
orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda.

a. Prosedur perhitungan pada balita dan anak

Pada anak dan balita digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak, jauh lebih besar dan luar permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan tubuh anak kecil berbeda.

10
(i) Pada balita
Luas kepala dan leher : 18%
Tubuh bagian depan : 18%
Tubuh bagian belakang : 18%
Ekstremitas atas kanan : 9%
Ekstremitas atas kiri : 9%
Ekstremitas bawah kanan : 14%
Ekstremitas bawah kiri : 14%

(ii) Pada anak


Luas kepala dan leher : 10%
Tubuh bagian depan : 20%
Tubuh bagian belakang : 20%
Ekstremitas atas kanan : 10%
Ekstremitas atas kiri : 10%
Ekstremitas bawah kanan : 15%
Ekstremitas bawah kiri : 15%

b. Prosedur perhitungan pada dewasa


Pada orang dewasa, perhitungan luas luka bakar menggunakan Rumus
Sembilan. Sistem tersebut menggunakan presentase dalam kelipatan sembilan
terhadap permukaan tubuh yang luas.
Luas kepala dan leher : 9%
Tubuh bagian depan : 18%
Tubuh bagian belakang : 18%
Ekstremitas atas kanan : 9%
Ekstremitas atas kiri : 9%
Ekstremitas bawah kanan : 18%
Ekstremitas bawah kiri : 18%
Perineum : 1%

2.5 PERAWATAN LUKA MODERN


Perawatan luka menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal
sebagai metode modern dressing atau moist wound healing. Lingkungan luka
yang kelembapannya seimbang memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi
kolagen dalam matriks nonseluler yang sehat. Perawatan luka modern harus
tetap memperhatikan tiga tahap, yakni mencuci luka, membuang jaringan mati,

11
dan memilih balutan. Mencuci luka bertujuan menurunkan jumlah bakteri dan
membersihkan sisa balutan lama, debridement jaringan nekrotik atau
membuang jaringan dan sel mati dari permukaan luka.
Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembap antara lain:
a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh neutrofil dan sel endotel dalam suasana
lembap.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka
tertutup akan merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan
pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum
dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembap, invasi
neutrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah
luka berlangsung lebih dini.
Perawatan luka modern memiliki prinsip menjaga kelembapan luka
dengan menggunakan bahan seperti hydrogel. Hydrogel berfungsi menciptakan
lingkungan luka tetap lembap, melunakkan serta menghancurkan jaringan
nekrotik tanpa merusak jaringan sehat, yang kemudian terserap ke dalam
struktur gel dan terbuang bersama pembalut (debridemen autolitik alami).
Balutan dapat diaplikasikan selama tiga sampai lima hari, sehingga tidak sering
menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan.
Jenis modern dressing lain, yakni Ca Alginat, kandungan Ca-nya dapat
membantu menghentikan perdarahan. Kemudian ada hidroselulosa yang
mampu menyerap cairan dua kali lebih banyak dibandingkan Ca Alginat.
Selanjutnya adalah hidrokoloid yang mampu melindungi dari kontaminasi air
dan bakteri, dapat digunakan untuk balutan primer dan sekunder. Penggunaan

12
jenis modern dressing disesuaikan dengan jenis luka. Untuk luka yang banyak
eksudatnya dipilih bahan balutan yang menyerap cairan seperti foam,
sedangkan pada luka yang sudah mulai tumbuh granulasi, diberi gel untuk
membuat suasana lembap yang akan membantu mempercepat penyembuhan
luka.

2.6 TUJUAN
a. Menghilangkan sekresi yang menumpuk dan jaringan mati pada luka dan
insisi.
b. Mengurangi pertumbuhan mikroorganisme pada luka/insisi.
c. Membantu penyembuhan luka.

2.7 PROSEDUR
No. KOMPONEN
A PENGKAJIAN
 Kaji pesanan dokter termasuk jenis balutan, prosedur rawat
luka dan frekuensi ganti balut.
 Kaji jenis dan lokasi/insisi.
 Kaji tingkat nyeri klien dan kapan terakhir kali mendapatkan
obat penghilang nyeri.
 Kaji riwayat alergi terhadap obat atau plester.
 Pada geriatric imunosupresi dan resistensi, perlu tindakan
asepsi yang ketat untu mengurangi paparan mikroorganisme.
B PERENCANAAN
Persiapan alat
1. Set ganti balut steril (pinset sirugis, pinset anatomis, kassa, lidi
kapas).
2. k/p kassa steril dan bantalan penutup.
3. Plester.
4. Handscoon steril.
5. Handscoon bersih.
6. Handuk/kain penutup.
7. Betadhine.
8. Alcohol 70%.

13
9. Piala ginjal.
10. Kapas bulat dan lidi kapas steril.
11. Korentang steril.
12. Kantong plastik.
13. Meja dorong.
14. Perlak/alas plastik.
Persiapan klien dan keluarga
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Siapkan lingkungan privasi klien dengan menutup tabir tempat
tidur, k/p tutup pintu dan jendela.
3. Atur ketinggian tempat tidur klien untuk memudahkan bekerja.
C DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi.
2. Gangguan integritas kulit.
D PELAKSANAAN
1. Mencuci tangan.
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dan dekatkan meja dorong ke
tempat tidur klien.
a) Buka set ganti balutan.
b) k/p tambahkan kassa steril dan lidi kapas secukupnya ke
dalam set ganti balut.
3. Pakai handscoon bersih.
4. Letakkan handuk menutup bagian tubuh privasi klien yang
terbuka.
5. Letakkan perlak di bawah luka.
6. Beri posisi yang nyaman dan tepat untuk merawat luka.
7. Buka plester searah tumbuhnya rambut dan buka secara hati-hati
mudah dibersihkan.
8. Masukkan balutan kotor ke dalam plastik.
9. Buka handscoon bersih.
10. Pakai handscoon steril.
11. Bersihkan luka menggunakan alcohol swab.
a) Bersihkan dari arah atas ke bawah di setiap sisi luka (1
alkohol swab untuk 1x usapan).
b) Bersihkan sisi sebelah luka dari bagian atas ke bawah diikuti
sisi sebelahnya dengan arah usapan menjauh dari luka (1
alkohol swab untuk 1x usapan.

14
12. Olesi luka dengan betadhine mulai dari tengah luka/daerah yang
kotor ke bersih.
13. Tutup luka dengan kassa steril.
14. Beri plester pada bagian pinggiran kassa pembalut.
15. Tuliskan tanggal dan waktu mengganti balutan dengan plester dan
tempelkan pada balutan.
16. Bereskan alat-alat yang telah digunakan beserta lingkungannya.
17. Beri klien posisi yang nyaman.
18. Cuci tangan.
E EVALUASI
1. Kebutuhan frekuensi ganti balutan.
2. Efek plester pada kulit.
3. Tanda-tanda infeksi dan adanya cairan luka.
F DOKUMENTASI
1. Lokasi dan jenis luka dan keadaan luka/insisi.
2. Keadaan balutan sebelumnya.
3. Cairan atau obat yang digunakan untuk merawat luka.
4. Pendidikan yang telah diberikan untuk klien.
5. Toleransi klien terhadap prosedur.

15
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Luka adalah gangguan atau kerusakan dari keutuhan kulit. Penyembuhan
luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu fare inflamasi, proliferasi dan remodeling.
Luka memiliki banyak klasifikasi seperti berdasarkan waktu penyembuhan,
anatomi kulit, dan lain-lain. Perawatan luka diperlukan untuk menghambat atau
mencegah terjadinya infeksi yang menyebabkan terkendalanya proses
penyembuhan luka.
Pada saat ini, perawatan luka yang dilakukan tidak lagi secara
konvensional tetapi secara modern dengan prinsip lembab untuk meningkatkan
proses penyembuhan luka.

16

Anda mungkin juga menyukai