Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata kuliah magang pada program study kimia UNG merupakan mata kuliah
yang memberikan pengalaman kerja dan pelatihan kepada mahasiswa yang
dilaksanakan disuatu lembaga/intuisi, sebagai bagian dari kegiatan pendidikan dan
pembekalan yang bertujuan untuk mengkolerasikan teori yang diperoleh di
bangku perkuliahan dengan industri. Adapun tempat lembaga/intuisi yang
digunakan guna untuk pembelajaran bagi mahasiswa magang adalah di UPTD
Laboratorium Veteriner. Dimana Laboratorium veteriner atau yang lazim disebut
kedokteran hewan adalah praktik kesehatan yang dikhususkan untuk spesies
hewan dan merupakan ilmu kedokteran lainnya selain untuk manusia.
Dalam rangka menunjang aspek keahlian profesional Program Studi Kimia
telah menyediakan sarana dan prasarana penunjang pendidikan dengan lengkap,
namun sarana dan prasarana tersebut hanya menunjang aspek keahlian
professional secara teori saja. Dalam dunia kerja nantinya dibutuhkan keterpaduan
antara pengetahuan akan teori yang telah didapatkan dari bangku perkuliahan dan
pelatihan praktik di lapang guna memberikan gambaran tentang dunia kerja yang
sebenarnya.
Magang merupakan kegiatan akademik intrakurikuler yang bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme mahasiswa dengan apa yang didapatkan selama
perkuliahan. Selama perkuliahan mahasiswa dibekali dengan berbagai macam
mata kuliah, setelah menyelesaikan mata kuliah selama enam (6) semester, dan
sebelum memasuki dunia kerja mahasiswa diharapkan bisa mengaplikasikan teori-
teori yang telah didapatkan, salah satunya adalah melalui program mata kuliah
magang atau praktek kerja lapangan (PKL) tersebut. Diharapkan melalui program
ini nantinya akan melatih, membina, dan mengarahkan mahasiswa agar terampil
didunia kerja.
Kegiatan magang adalah mengikuti kerja magang di instansi atau perusahaan
tertentu. Dengan adanya kegiatan magang ini, maka diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui secara nyata dan gambling mengenai gambaran dari dunia kerja yang

1
sebenarnya. Kegiatan ini juga diharapkan untuk menambah pengalaman dan
keterampilan bagi mahasiswa sebelum mereka benar-benar terjun dan bersaing di
dunia kerja. Dengan demikian maka akan terbentuk secara dini etos kerja,
kedisiplinan, dan kejujuran dalam diri mahasiswa sebelum mereka benar-benar
bekerja.
Pelaksanaan kegiatan magang ini dilaksanakan di Dinas Pertanian Provinsi
Gorontalo UPTD Laboratorium Veteriner dengan jangka waktu selama empat
puluh lima (45) hari. Pemilihan lokasi magang di Dinas Pertanian Provinsi
Gorontalo UPTD Laboratorium Veteriner ini dengan alasan karena Dinas
Pertanian Provinsi Gorontalo UPTD Laboratorium Veteriner merupakan sebuah
instansi di Provinsi Gorontalo yang memiliki labolatorium pengujian. Olehnya
dengan pemilihan instansi tersebut maka penulis berharap mendapatkan ilmu
pengetahuan dari instansi tersebut.
Istilah ‘veteriner’ berasal dari bahasa Latin veterinae. Dan veteriner dalam
bahasa Indonesia (terjemahan dari ‘veterinary’ dalam bahasa Inggris) tidak dikenal
secara umum di kalangan masyarakat Indonesia. Pada dasarnya dalam beberapa
kamus yang dijadikan referensi, veteriner selalu dikaitkan dengan hewan dan
penyakitnya atau berkenaan dengan pengobatan penyakit hewan atau berkaitan
dengan pekerjaan seorang dokter hewan. Profesi dokter hewan memiliki peran yang
sangat strategis dan tanggung jawab yang semakin berat, ditengah-tengah
keprihatinan kita menghadapi wabah flu burung dan penyakit lainnya yang
menular dari hewan ke manusia. Sebagai garda terdepan dalam memerangi
penyakit – penyakit tersebut,seperti flu burung, pelayanan dan tindakan
penanggulangan yang dilakukan harus benar-benar mencerminkan sikap
profesional dengan memegang teguh kode etik dan sumpah dokter hewan. Peranan
kesehatan hewan dalam kehidupan sangat penting karena akan mempengaruhi
terhadap kesehatan manusia, bukan hanya melindungi terhadap resiko kesehatan
manusia namun akan mempengaruhi pula terhadap produktivitas hewan baik dari
segi biologis maupun medis, melindungi keseimbangan lingkungan serta
mempertahankan kelestarian sumber daya genetika.

2
Prinsip penanganan kesehatan hewan yang menjadi tugas pemerintah dan
masyarakat terutama diarahkan pada penyakit yang berdampak kerugian ekonomi
yang akan berdampak pada morbilitas dan mortalitas yang tinggi. Kurang
berhasil atau kegagalan suatu program kesehatan, sering disebabkan karena
kurang atau tidak adanya dukungan dari para pembuat keputusan, baik di tingkat
nasional maupun lokal seperti provinsi, kabupaten atau kecamatan. Akibat kurang
adanya dukungan itu, antara lain rendahnya alokasi anggaran untuk program
kesehatan, kurangnya sarana dan prasarana, tidak adanya kebajikan yang
menguntungkan bagi kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
Ruang lingkup kesehatan hewan dijabarkan melalui beberapa fungsi antara
lain penolakan, pencegahan, pemberantasan dan pengendalian serta pengobatan
dan pelayanann kesehatan hewan. Prinsip pengendalian dan pemberantasan
penyakit hewan yang menjadi tugas pemerintah terutama diarahkan pada penyakit
yang berdampak kerugian ekonomi tinggi, oleh karena menular, penyebaran cepat
serta mengakibatkan angka kematian dan kesakitan yang tinggi. Berdasarkan
Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan, Nomor:
103/TH.501.KPTS/DJP/0398, ada 12 Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS)
yang mendapat prioritas pengendalian di Indonesia. Tindakan antisipasi melalui
pengamatan dana pemetaan penyakit secara dini serta pencegahan dan
pemberantasan penyakit sangat diperlukan secara teratur dan berkesinambungan
(Disnak,2010).
Pemeriksaan kesehatan hewan merupakan salah satu dasar kegiatan dinas
peternakan. UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
mengamanatkan perlunya penyelenggaraan kesehatan hewan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kelembagaan otoritas veteriner.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja sarana pelatihan mahasiswa untuk mempraktekkan ilmu yang
telah diperoleh dibangku perkuliahan?
2. Bagaimana tolak ukur dan pembuktian akan kualitas dan kuantitas dari
intelegensi mahasiswa?

3
3. bagaimana memahami konsep-konsep non akademis didunia kerja nyata?
4. Apa sajayang dapat diperoleh mengenai dunia kerja dan cara
membandingkan antara teori dan praktek lapangan?

1.3. Tujuan
1. Sebagai sarana pelatihan mahasiswa untuk mempraktekkan ilmu yang telah
diperoleh dibangku perkuliahan dan membandingkan serta menerapkan
pengetahuan akademis yang didapat.
2. Sebagai tolak ukur dan pembuktian akan kualitas dan kuantitas dari
intelegensi mahasiswa.
3. Lebih dapat memahami konsep-konsep non akademis didunia kerja nyata.
4. Dapat memperoleh wawasan tentang dunia kerja dan dapat membandingkan
antara teori dan praktek lapangan.

1.3. Manfaat
1. Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman di dunia
pekerjaan.
2. Dapat membandingkan bagaimana penerapan ilmu dengan teori yang
diperoleh di bangku perkuliahan dengan penerapan secara nyata dalam
dunia kerja.
3. Memberikan evaluasi untuk mengukur kemampuan diri sendiri terhadap
teori serta pengaplikasiannya di dunia kerja, dan sebagai persiapan
dasar untuk menghadapi lingkungan kerja yang sebenarnya.

4
BAB II
INFORMASI UMUM DINAS PERTANIAN PROVINSI GORONTALO
UPTD LABORATORIUM VETERINER

2.1 Struktur Organisasi Instansi

KEPALA DINAS

Dr. Ir. MULJADY D. MARIO

KEPALA UPTD LABORATORIUM


VETERINER
Ir. AGUSTINA LADY KILAPONG
M.Ec Dev

KEPALA SUB BAGIAN TATA KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI PENGUJIAN


USAHA PELAYAN TEKNIS LABORATORIUM
ANDI RAHMADANA, S.Pt,
NURDIAN HAMID, S.Pt IDIAMIN S. BUHANG,
Mp
S.Pt, M.Si

KELOMPOK

5
2.2 Tinjauan Umum Instansi
Laboratorium kesehatan masyarakat Veteriner adalah kegiatan yang meliputi
pemeriksaan dan pengujian organoleptik, kimiawi sederhana, cemaran mikroba,
residu, resistencia, antimikroba, dan organisme hasil rekayasa genetik. Dimana
laboratorium Veteriner beralamat di jl. Prof Aloei Saboe, provinsi Gorontalo.
Penataan Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
adalah penentuan tingkat wilayah kerja dan kewenangan prosedur pemeriksaan
soesimen serta persyaratan laboratorium. Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah
segala urusan yang berhubungan dengan hewan, produk hewan baik langsung
maupun tidak langsung yang mempengaruhi kesehatan manusia dan urusan
penyakit-penyakit hewan. Pelayanan Laboratorium Kesehatan Masyarakat
Veteriner adalah segala urusan yang berhubungan Pangan Asal Hewan (PAH)
yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
Pangan Asal Hewan adalah pangan yang berasal dari hewan berupa daging, susu
dan telur. Nomor Kontrol Veteriner (NKV) adalah sertifikat sebagal bukti tertulis
yang sah telah dipenuhinya persyaratan higlene sanitasi sebagai kelayakan dasar
jaminan keamanan pangan asal hewan pada unit usaha pangan asal hewan.

2.3 Klasifikasi, Tugas dan Fungsi Laboratorium Kesehatan Hewan dan


Kesehatan Masyarakat Veteriner
Laboratorium Kesehatan masyarakat Veteriner diklaslfikasikan sebagai
laboratorium Type sederhana. Laboratorium Kesehatan Hewan mempunyai tugas
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Patologi.
b. Pemeriksaan Bakteriologi.
c. Pemeriksaan Parasitologi.
d. Pemeriksaan Serologl.
e. Pemerlksaan Haematologi.
f. Pemeriksaan Toksikologi.
g. Pelayanan Lapangan
h. Pelaporan.

6
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Laboratorium Kesehatan Hewan mempunyai fungsi :
1. Melakukan sejumlah pemeriksaan diagnostik laboratories sesuai dengan
kemampuannya dalam pemeriksaan patologi, bakteriologi, parasitologi,
serologi, hematologi, toxicologi dan pelayanan lapangan;
2. Melaksanakan pengiriman material ke laboratorium kesehatan hewan
Pemerintah TypeA (Balai Besar Penyidikan Penyakit Hewan) untuk
pemeriksaan laboratorium lebih lanjut;
3. Bertindak Sebagai sumber penyediaan bahan-bahan pewarnaan botol. botol
pengumpul spesimen dan sebagainya untuk Laboratorium Kesehatan Hewan
Type C diwilayah kerjanya;
4. pelaksanakan bimbingan teknis kepada petugas Laboratorium Kesehatan
Hewan Type C.
5. Sampel-sampel yang diperiksa berasal dari sampel aktif dan sampel pasif.

2.4 Tugas dan Fungsi Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner


Tugas Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah :
1. Uji fisik dan organoleptik;
2. Pengujian cemaran mikroba;
3. Pengujian residu antibiotik antara lain golongan Penisillin, golongan
Tetrasiklin,golongan Makrolida, golongan Aminoglikosida;
4. Pengujian residu antibacterial/ anticoccidia/ anthelmintica. Antara lain
golongan Sulfa, Klopidol, Nicarbasin;
5. Pengujian residu hormon;
6. Pengujian residu dan cemaran Iainnya seperti logam berat, pestisida, toksin
termasukmycotoxin,bahan pengawet dan bahan berbahaya lainnya, termasuk
Prion;
7. Ujl mutu keamanan dan komersial produk hewan pangan, seperti boraks dan
formaldehid;
8. Uji mutu produk yang berkaitan dengan penanganan, pengiriman dan
pemotongan hewan yang tidak memenuhi kaidah kesejahteraan hewan;

7
9. Pengujian Pemalsuan Daging (awal pembusukan, uji spesies), Susu (Berat
jenis, tes alkohol,

Dalam melaksanakan tugas laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner


mempunyai Fungsi :
1. Melindungi dan menjamin keamanan produk hewan melalui pangan asal
hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) yan g diproduksi maupun
yang beredar di masyarakat melalui pengujian dan pemeriksaan produk
newan.
2. Menunjang kegiatan penyidikan/surveilans untuk menentukan penyebab
penvakit asal makanan (foodborne disease) dan penyakit yang dapat
ditularkan dari mikroba tertentu melalui makanan asal hewan (foodborne
zoonosis).

Pelayanan Pemeriksaan Dan Pengujian Di Laboratorium Kesehatan Hewan


Dan Kesehatan Masyarakat Veteriner

2.5 Pelayanan Kesehatan Hewan dan Persyaratan Keamanan


 Pelayanan kesehatan hewan
1. Setiap Dokter Hewan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan hewan
wajib memiliki ljin Praktek.
2. Persyaratan dan Tata cara pemberian ijin Praktek sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sesuai ketentuan perundang-undangan
 Persyaratan Keamanan
1. Sebagai upaya pencegahan terhadap kontaminasi penyakit didalam ruang
Laboratorium terhadap personal atau petugas diperlukan sarana keamanan
yang memadai meliputi :
a. Aspek Teknik Laboratorium
b. Aspek Keamanan Peralatan
c. Aspek Fasilltas Bangunan
2. Spesimen material yang berasal dari luar harus diterima dalam keadaan
tertutup berlabel dalam kotak specimen

8
2.6 Pengendalian dan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan
1. Setiap orang wajib mencegah timbul dan menyebarnya penyakit hewan
menular yang dapat dibawa oleh hewan
2. Setiap pemilik hewan berkewajiban melakukan tindakan agar hewan yang
diduga menderita penyakit Hewan Menular tidak meninggalkan tempat dan
tetap terasing dari hewan lainnya
3. Penyakit-penyakit pada hewan, diambil sampel dan wajib untuk diperiksa di
laboratorium untuk deteksi dini terhadap penyakit ternak
4. jenis penyakit hewan menular yang mendapat prioritas untuk dicegah
timbulnya dan berjangkit ke manusia adalah :
a. Anthrax;
b. Anjing gila;
c. Brucellosis;
d. Mulut dan Kuku;
e. Avian Influenza ;
f. Hog Cholera,
5. Apabila ditemuran penyakit hewan menular selain sebagaimana ditetapkan
dengan Keputusan Gubernur berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku Apabila berdasarkan hasil laboratorium dan diagnosa
Dokter hewan dinyatakan ditemukan adanya Penyakit Hewan Menular, maka
Gubernur berwenang mengambil tindakan pencegahan, pemberantasan dan
pengobatan Penyakit Hewan Menular Sesuai hasil diagnosa laboratorium dan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Untuk mencegah meluasnya Penyaklt Hewan Menular, dari hewan yang
sakit atau diduga sakit atau mati karena penyakit hewan menular, Dokter
Hewan atau petugas berwenang:
a) Mendesinfeksi atau memusnahkan kandang-kandang tempat hewan sakit dan
segala peralatannya Serta semua benda yang pernah digunakan untuk
keperluan pemeriksaan atau bersentuhan dengan hewan tersebut;
b) Mendesinfeksi semua orang atau benda yang : 1. pernah bersentuhan dengan
hewan yang sakit; 2. Dernah membantu mendesinfeksi kandang; dan 3.

9
pernah membantu membunuh, mengubur atau membakar hewan yang mati
atau yang dibunuh.
c) Mengobati hewan yang sakit dan diduga sakit guna pencegahan serta
mengadakan vaksinasi hewan bagi yang sehat;
d) semua hewan yang diduga sakit maupun yang sakit wajib diadakan
pengujian oleh petugas sesuai dengan peraturan-perundang undangan;
e) Memerintahkan kepada pemilik, peternak atau kuasanya untuk : 1.
memelihara kebersihan kandang dan kurungan hewan sesuai dengan petunjuk
Dokter Hewan; 2. memberi tanda pengenal pada hewan yang sakit atau
diduga sakit, mencatat tiap kelahiran, kematlan, kejadian sakit dan mutasi
lainnya serta melaporkannya kepada Kepala Dinas; dan 3. hewan yang akan
dimasukkan atau dikeluarkan dari daerah, wajib dibebaskan dari Penyakit
Hewan Menular dengan vaksinasi hewan, pengobatan dan penghapusan
vektor penyakit serta pengujian laboratorium kesehatan hewan.
f) Melakukan tindakan karantina terhadap hewan yang diduga mengidap
penyakit menular.

2.7 Pemberantasan penyakit


1. pencegahan dan pemberantasan penyakit Avian Influenza merupakan
kewajiban Pemerintah Daerah bersama-sama masyarakat serta instltusi yang
langsung atau tidak langsung berkepentingan dengan kesejahteraan dan
kepentingan umum.
2. Dalam pelaksanaan pemberantasan penyakit Avian Influenza, Gubernur
berwenang mengambil keputusan pemusnahan unggas yang terindikasi
terinfeksi Avian Influenza berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku.
3. Pemusnahan unggas sebagaimana Pemerintah Daerah Wajib memberikan
dana ganti rugi pemusnahan unggas.
4. Dalam pengendalian penyakit Avian Influensa maka dilarang memasukkan
ayam dewasa,jenis unggas kecuali DOC, DOD dari daerah tertular .

10
5. Pemasukan Doc (Day old chick) dan DoD (Day old Duck) harus menyertakan
Surat Keterangan Bebas Avian Influenza dan Hasil Pemeriksaan
Laboratorium Dinas atau Balai Besar Veteriner asal unggas.
Setiap orang wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah setempat
apabila terdapat : a. adanya dugaan penyakit hewan menular di
lingkungannya; dan/atau b. adanya kematian hewan yang diduga karena
menderita penyakit hewan menular di lingkungannya. Dokter Hewan dalam
melaksanakan diagnosa sebagaimana dimaksud dalam berwenang:
a) Memberikan pernyataan sehat bagi hewan yang sehat;
b) Mengambil sampel organ, feses dan darah untuk pemeriksaan laboratorium
c) Melakukan penahanan dan pengamatan terhadap hewan yang patut diduga
mengidap Penyakit Hewan Menular;
d) Memusnahkan hewan yang dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia dan
hewan karena dapat menularkan penyakit/menyebabkan penyakit
e) Membuat Hasil Pemeriksaan dan/atau Berita Acara Pemusnahan.

2.8 Pengawasan dan Pengujian Keamanan dan Mutu Produk Hewan


1. Dalam rangka penjaminan Pangan Asal Hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan
Halal maka perlu diangkat petugas pengawas kesehatan masyarakat veteriner.
2. Tugas pengawas Kesehatan Masyarakat veterlner sebagiamana dimaksud yaitu
melakukan pengawasan terhadap produk asal hewan pada :
a. Peternakan,
b. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Tempat Pemotongan Hewan (TPH)
c. Rumah Pemotongan Unggas (RPU)
d. tempat Pemerahan susu
e. tempat PenamPungan susu
f. tempat pemrosesan produk pangan asal hewan,
g. tempat Penanganan telur
h. peredaran produk hewan di pasar (umum/tradisional dan khusus swalayan),
distributor, importir, kios, toko, lokasi penjual jajanan, hotel dan restoran

11
i. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud yaitu pengawas kesehatan
masyarakat veteriner mempunyai wewenang sebagai berikut:
a) memasuki lokasi yang menjadi objek pengawasan
b) pengambilan contoh produk hewan untuk pengujian keamanan dan mutu
produk hewan,
c) mengusulkan pencabutan izin usaha peternakan dan/atau usaha produk hewan
dan NKV bagi yang melanggar aturan penyediaan pangan asal hewan yang
Aman, Sehat, Utuh dan Halal sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Apabila dalam pengawasan keamanan dan mutu produk asal hewan
ditemukan yang tidak sesuai persyaratan wajib ditindak lanjuti sesuai ketentuan
peraturan yang berlaku
 Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan Rumah Pemotongan Unggas (RPU)
Rumah Pemotongan terdiri dari :
1. Rumah Pemotongan Hewan Rumaninsia; dan
2. Rumah Pemotongan Unggas.
 Setiap hewan yang akan dipotong harus sehat dan telah dilakukan pemeriksaan
kesehatan oleh petugas yang berwenang
 Usaha pemotongan hewan rumaninsia/unggas untuk penyediaan daging Antar
Provinsi wajib mengurus izin usaha pemotongan hewan/unggas;
 Untuk dapat menghasilkan daging yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal maka
proses produksi daging di RPH harus memenuhi persyaratan teknis baik fisik
bangunan dan peralatan sumber daya manusia serta prosedur teknis
pelaksanaannya;

12
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Pembagian Tugas dari Instansi
Selama kegiatan magang di UPTD Laboratorium Veteriner Gorontalo,
ditugaskan dalam beberapa pengujian penyakit-penyakit menular pada hewan
yang dijadikan prioritas dalam pengujian untuk deteksi dini terhadap penyakit
ternak dan untuk mencegah timbulnya dan berjangkit ke manusia.
A. Data
Tabel rekaman sampel masuk karantina hewan
No Tanggal Nama/ jenis Jumlah Target Hasil
penerimaan sampel sampel pengujian pengujian
sampel
1 Selasa, 3 Ulasan darah 30 ulasan Antraks Negatif
September 2019 darah
2 Rabu, 4
September 2019
3 Kamis, 5
September 2019
4 Jumat, 6
September 2019
5 Senin, 9
September 2019
6 Selasa, 10
September 2019
7 Rabu, 11
September 2019
8 Kamis, 12 ulasan darah 60 Ulasan Antraks Negatif
September 2019 darah
9 Jumat, 13
September 2019

13
10 Senin, 23 Ulasan darah 60 hr Antraks Negatif
September 2019 ulasan
darah
11 Selasa, 24 Ulasan darah 60 hr Antraks Negatif
September 2019 ulasan
darah
12 Kamis, 26 Ulasan darah 3 ulasan Antraks Negatif
September 2019 darah
13 Senin, 7 Oktober Ulasan darah 20 ulasan Antraks Negatif
2019 darah
14 Selasa, 8 Serum 20 serum Brucella Negatif
Oktober 2019 abortus
15 Selasa,15 Serum 134 HA/HI Proktektif
Oktober 2019 serum terhadap
antibodi
16 Rabu Serum 134 HA/HI Proktektif
serum terhadap
antibodi
17 Jumat, 18 Serum 134 HA/HI Proktektif
Oktober 2019 serum terhadap
antibodi

3.2 Tinjauan pustaka


1. Antraks
Antraks merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Bacillus anthracis dan termasuk salah satu penyakit zoonosis. Penyakit antraks
kebanyakan menyerang mamalia dan beberapa spesies burung, terutama
herbivora. Hewan ternak yang sering terkontaminasi yaitu sapi, kerbau, kambing,
domba dan babi (Claudia, 2017).
Antraks merupakan penyakit zoonosis penting dan strategis sehingga perlu
ditangani dengan baik. Tingkat kematian karena antraks sangat tinggi terutama
pada hewan herbivora, mengakibatkan kerugian ekonomi dan mengancam
keselamatan manusia (WHO, 1998).

14
Untuk mewaspadai penyakit antraks di Indonesia, perlu dikembangkan cara
pengendalian penyakit yang efektif yang perlu didukung dengan metode diagnosis
cepat dan akurat sehingga penanganan kasus penyakit dapat dilaksanakan dengan
segera. Metode diagnosis yang digunakan di BBalitvet adalah identifikasi agen,
uji serologi dan Ascoli, sedangkan teknik lain yang lebih cepat dan akurat dan
direkomendasikan oleh OIE/WHO (1998; 2000) antara lain: lysis gamma phage,
immunochromatographic assay, Direct Flourescence Assay (DFA) dan
Polymerase Chain Reaction (PCR). Penyempurnaan metode diagnosis dirasakan
sangat mendesak karena sampai saat ini cara diagnosis yang digunakan di
Indonesia pada umumnya masih konvensional.
 Penyebab Antraks
Penyebab penyakit anthrax adalah bakteri Bacillus anthracis. Faktor-faktor
seperti hawa dingin, kekurangan makanan dan keletihan dapat mempermudah
timbulnya penyakit pada ternak-ternak yang mengandung spora yang bersifat
laten.
Bacillus anthracis berbentuk batang, lurus dengan ujung siku-siku. dalam
biakan membentuk rantai panjang. dalam jaringan tubuh tidak pernah terlihat
rantai panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau dalam rantai pendek dari 2 -
6 organisme. Dalam jaringan tubuh selalu berselubung (berkapsel). kadang-
kadang satu kapsel melingkupi beberapa organisme.

 Diagnosis Penyakit
Diagnosis antraks umumnya dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan di laboratorium untuk mengisolasi agen penyebab, uji serologis dan
molekuler.Gejala penyakit pada hewan Hewan dapat tertular antraks melalui
pakan (rumput) atau minum yang terkontaminasi spora. Spora yang masuk ke
dalam tubuh melalui oral dan akan mengalami germinasi, multiplikasi di sistem
limfe dan limpa, menghasilkan toksin sehingga menyebabkan kematian (biasanya
mengandung ± 109 kuman/ml darah) (OIE, 2000). Antraks pada hewan dapat
ditemukan dalam bentuk perakut, akut, subakut sampai dengan kronis. Untuk
ruminansia biasanya berbentuk perakut dan akut; kuda biasanya berbentuk akut;
sedangkan anjing, kucing dan babi biasanya berbentuk subakut sampai dengan

15
kronis. Gejala penyakit pada bentuk perakut berupa demarn tinggi (42°C),
gemetar, susah bernafas, kongesti mukosa, konvulsi, kolaps dan mati. Darah yang
keluar dari lubang kumlah (anus, hidung, mulut atau vulva) berwarna gelap dan
sukar membeku. Bentuk akut biasanya menunjukan gejala depresi, anoreksia,
demam, nafas cepat, peningkatan denyut nadi, kongesti membran mukosa. Pada
kuda terjadi enteritis, kolik, demam tinggi, depresi dan kematian terjadi dalam
waktu 48 - 96 jam. Sedangkan pada bentuk subakut sampai dengan kronis, terlihat
adanya pembengkakan pada lymphoglandula (WARTAZOA Vol. 16 No. 4 Th.
2006)
pharyngeal karena kumnn antraks terlokalisasi di daerah itu (OIE, 2000). Di
Indonesia, kejadian antraks biasanya perakut, yaitu: demam tinggi, gemetar,
kejang-kejang, konvulsi, kolaps dan mati.
Gejala klinis pada manusia Antraks pada manusia dibedakan menjadi tipe
kulit, tipe pencernaan, tipe pulmonal dan tipe meningitis. Pada tipe kulit, B.
anthracis masuk melalui kulit yang lecet, abrasi, luka atau melalui gigitan
serangga dengan masa inkubasi 2 sampai 7 hari. Gejala klinis yang terlihat adalah
demam tinggi, sakit kepala, ulcus dengan jaringan nekrotik warna hitam di tengah
dan dikelilingi oleh vesikel-vesikel dan oedema. Jika tidak diobati tingkat
kematian dapat mencapai 10 - 20% dan jika diobati kurang dari 1%
(DEPARTEMEN KESEHATAN, 2003; WHO, 1998; APIC, 2005). Pada tipe
pencernaan (gastrointestinal anthrax), B. anthracis dapat masuk melalui makanan
terkontaminasi, dan masa inkubasinya 2 sampai 5 hari. Mortalitas tipe ini dapat
mencapai 25 - 60% dan dibedakan menjadi antraks intestinal dan antraks
oropharingeal. Pada antraks intestinal, gejala utama adalah demam tinggi, sakit
perut, diare berdarah, asites, dan toksemia. Antraks oropharingeal, gejala
utamanya demam tinggi, sakit tenggorokan, pembesaran limfoglandula regional,
dan toksemia (DEPARTEMEN KESEHATAN, 2003; WHO, 1998; APIC, 2005).
Tipe pernafasan (Pulmonary anthrax) terjadi karena terhirupnya spora B. anthracis
dengan masa inkubasi 2 - 6 hari. Jalannya penyakit perakut sulit bernafas,
sianosis, koma dan mati. Tingkat kematian bisa mencapai 86% dalam waktu 24
jam (DEPARTEMEN KESEHATAN, 2003; WHO, 1998; APIC, 2005). Tipe

16
meningitis, merupakan komplikasi gejala demam tinggi, sakit kepala, sakit otot,
batuk, susah bernafas atau lanjutan dari ke-3 bentuk antraks yang telah disebutkan
di atas. Tingkat kematian dapat mencapai 100% dengan gejala klinik pendarahan
otak (WHO, 1998).
 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan atau pengujian spesimen di laboratorium adalah untuk
meneguhkan diagnosa yang dibuat berdasarkan gejala klinis. Pengujian yang
dilakukan pada dasarnya merupakan deteksi agen penyakit dan deteksi antibodi.
Pengiriman spesimen dari suatu tempat ke laboratorium pemeriksaan juga perlu
diperhatikan karena dapat mempunyai resiko penyebaran agen penyakit. Untuk
itu, WHO (1998) juga telah merekomendasikan tentang cara pengmman,
pengemasan, pelabelan dan dokumentasi sehubungan dengan pengiriman barang-
barang infeksius . Metode isolasi dan identifikasi dilakukan untuk menentukan
agen penyebab telah direkomendasikan WHO (1998) dan Central for Disease
Control and Prevention (CDC, 2002). Metode ini dilakukan dengan berbagai
teknik tergantung jenis spesimen, yaitu : (1)Pengendalian Penyakit Antraks:
Diagnosis, Vaksinasidan Investigasi spesimen yang masih baru dan hewan atau
manusia tanpa pengawet, (2) spesimen yang masih bare dan hewan atau manusia
dengan pengawet, dan (3) spesimen yang sudah lama, karkas yang sudah
membusuk, material yang sudah diproses atau dan lingkungan (tennasuk tanah).
 Pencegahan dan Pengobatan
Tindakan pencegahan yang bisa diupayakan adalah sebagai berikut :
1) Bagi daerah yang masih bebas anthrax, tindakan pencegahan didasarkan
pada pengaturan yang ketat terhadap pemasukan ternak ke daerah tersebut
2) Pada daerah enzootik anthrax, anthrax pada ternak ternak dapat dicegah
dengan vaksinasi yang dilakukan setiap tahun. Pada sapi dan kerbau dosis
1 cc, pada kambing, domba, babi dan kuda dosis sebesar 0,5 cc. Vaksin
diberikan secara injeksi subkutan.Membuat preparat apus darah yang
diambil dari telinga pada ternak yang mati secara tiba-tiba.
3) Jika ternak mati karena anthrax, maka tidak boleh dibuka
bangkainya, tetapi diambil salah satu daun telinga dan masukkan ke

17
dalam kantong plastik serta didinginkan jika mungkin,
selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk didiagnosis. Bangkai
langsung dibakar atau dikubur sedalam 2 meter dan ditutup kapur, kulit
dan bulu penderita dimusnahkan.
Pengobatan umumnya dilakukan dengan menggunakan kombinasi
antara antiserum dan antibiotika. Antibiotika yang dipakai antara lain Procain
Penisilin G, Streptomisin atau kombinasi antara Penisilin dan Streptomisin.
2. Brucellosis
Brucellosis merupakan salah satu penyakit zoonosis/ternak yang bisa
berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dan perekonomian di dunia.
Brucellosis disebabkan oleh bakteri patogen genus Brucella. Penyakit ini
menyerang hewan ternak mamalia seperti sapi, kambing, babi, dan dapat menular
ke manusia (Agasthya, 2007).
Ada enam spesies Brucella, yaitu Brucella abortus pada sapi, Brucella
melitensis pada kambing atau domba, Brucella suis pada babi, Brucella ovis pada
domba, Brucella canis pada anjing dan Brucella neotomae pada tikus(Quinn et al.,
2002).
Bruselosis secara klinis ditandai dengan adanya abortus, retensi plasenta,
orchitis, epididimitis dan architis, akan tetapi hal tersebut jarang terjadi.
Penyebaran bakteri melalui kotoran yang berasal dari uterus dan susu merupakan
sumber infeksi (OIE, 2009). Abortus pada sapi terjadi setelah bulan kelima pada
masa kebuntingan. Kebuntingan pada penderita yang tidak diakhiri dengan
abortus biasanya terjadi kelahiran anak lemah dan bahkan mati (Hardjopranjoto,
1995).
 Gejala
Untuk mengetahui manusia tertular atau tidaknya, biasanya ditandai dengan
demam yang naik turun seperti sakit flu setelah beberapa minggu penderita
terinfeksi oleh bakteri tersebut. Berikut gejala lainnya yang dapat terjadi:
1. Mengalami penurunan berat badan
2. Nafsu makan akan berkurang sehingga merasa lemas dan lelah
3. Berkeringat pada malam hari (suhu tubuh tinggi)

18
4. Nyeri diderita pada bagian punggung, otot serta persendiaan
5. Merasakan sakit kepala
Pada hewan ternak, ternak betina akan mengalami keluron, lesu, nafsu makan
menurun dan kurus, jikalau dapat melahirkan pun anak ternak yang dilahirkan
akan lemah dan mati. Selain itu, dapat mengganggu alat-alat reproduksi sehingga
terjadi kemajiran baik sementara maupun permanen. Jika pada sapi perah akan
terjadi penurunan produksi susu. Jika terjadi pada ternak jantan akan mengalami
pembengkakan pada persendian lutut.
 Penyebab Brucellosis
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Brucella yang menginfeksi hewan
ternak, yang selanjutnya ditularkan pada manusia. Ada beberapa penyebab yang
dapat menularkan bakteri Brucella ke manusia melalui hewan, yakni:
 Melalui produk hewan ternak seperti daging dan susu.
Untuk mengkonsumsi daging dan susu dari ternak sapi misalnya, perlu
dilakukan pengolahan yang baik dan benar. Pengolahan yang baik dan benar
memberikan manfaat baik bagi tubuh. Seperti halnya membersihkan daging
dengan air bersih, perebusan daging sapi pun demikian sangat dianjurkan untuk
merebus daging benar-benar matang sempurna. Perebusan yang baik dapat
membunuh bakteri Brucella yang bersarang pada hewan ternak tersebut.
Demikian juga susu, susu sebaiknya direbus/dipasteurisasi terlebih dahulu.
Sebaiknya hindari produk makanan dan minuman yang mengandung susu yang
tidak di pasteurisasi pada pengolahannya.
 Kontak secara langsung dengan hewan ternak
Bakteri dapat berpindah dari darah, plasenta maupun cairan sperma hewan
ternak ke manusia melalui luka yang dimiliki. Ketika hewan ternak mengalami
Brucellosis, usahakan untuk melapisi permukaan luka dengan perban atau jika
luka kecil gunakan plester luka kain, guna menghindari adanya berpindahnya
bakteri saat berkontak langsung dengan hewan ternak tersebut.
 Udara dan debu yang dihirup

19
Bakteri Brucella juga dapat berpindah dan menyebar melalui perantara udara.
bisa juga berasal dari debu yang terhirup, yang telah bercampur dengan kotoran
hewan ternak yang terinfeksi.
Berikut ini beberapa jenis bakteri brucella yang umumnya menyerang pada
manusia:
1. Bakteri yang ada pada hewan kambing dan domba yaitu Brucellosis
2. Bakteri yang ada pada sapi ternak yaitu B. Abortus.
3. Bakteri pada babi liar yaitu B. suis.
Seseorang dapat berisiko tinggi tertular bakteri Brucella, seperti contohnya:
 Pekerja di peternakan atau juga sebagai pemotong ternak (jagal) di
pemotongan hewan,
 Penggunting bulu domba,
 Pekerja di perusahaan susu,
 Mengkonsumsi makanan dan minuman yang bahan utamanya dari susu
yang telah terkontaminasi.
3. Pengujian Avian Invluenza dengan metode HA/HI
Virus Avian Influenza mempunyai beberapa macam protein, salah satu
diantaranya hemaglutinin. Antigen ini mempunyai kemampuan mengikat sel
darah merah (s.d.m) ayam, sehingga apabila suspensi virus/antigen Avian
Influenza dicampur dengan suspensi sel darah merah ayam akan terjadi
aglutinasi s.d.m ayam. Aglutinasi/ikatan ini bersifat reversibel. Sifat ini dapat
digunakan untuk mengukur jumlah titer virus/antigen Avian Influenza (UPTD
Lab Veteriner).
 Uji HA
Uji HA merupakan uji yang digunakan untuk mendeteksi virus yang
memiliki hemaglutinin. Hemaglutinin ini dapat mengaglutinasi eritrosit
beberapa spesies hewan, salah satunya adalah eritrosit unggas. Uji HA juga
dapat sebagai dasar untuk menentukan titer virus ND (Darminto 1996). Uji
HA untuk menentukan titer virus ND didasarkan pada prinsip kemampuan
hemaglutinasi dari virus ND terhadap sel darah merah (Grimes 2002).
Sumber virus biasanya berasal dari ekskreta ayam terinfeksi baik melalui

20
pakan, air minum, lendir, feses, maupunudara yang tercemar virus, peralatan,
dan pekerja kandang. Patogenisitas VND dipengaruhi oleh galur virus, rute
infeksi, umur ayam, lingkungan, dan status kebal ayam saat terinfeksi virus.
Selama sakit, ayam mengeluarkan virus dalam jumlah besar melalui feses
(Alexander 2001).
Uji HA lambat digunakan untuk mengetahui titer virus, kemampuan virus
dalam menginfeksi yang ditandai dengan adanya hemaglutinasi eritrosit. Titer
virus dapat diketahui dengan melihat sumuran terakhir pada nomor tertinggi (
end point ) yang menunjukkan adanya hemaglutinasi positif. Hal itu ditandai
dengan adanya agregat-agregat di dasar sumur (Stephen, 1980). Sedangkan,
uji HA cepat biasanya dipakai untuk mengidentifikasi virus yang mampu
menghemaglutinasi eritrosit ayam. Uji HA bertujuan untuk membedakan
subtipe HA dan mengukur nilai HA sediaan virus Influenza.
Pengujian HA bertujuan untuk membedakan subtipe HA, mengukur nilai
HA sediaan virus influenza dan pengkukuran titer HA dikerjakan ktika,
kultur virus (sebagai titer virus yang berhasil sikultur).
Titer HA yaitu pengenceran teratas yang masih bisa mengaglutinasi
eritrosit. HA prima diikuti dengan susunan sel darah merah dengan rata
pada basic sumuran microplate serta penjernian dari cairan dibagian atas
tanpa terjadinya pengendapan. Sedangkan hasil negative memberikan sel
darah merah berupa titik didalam sumuran.
Sebagai virus dapat mengaglutinasikan sel darah merah. Kekuatan ini
jadih contoh dari kesibukan biologis serta kesibukan ini bisa dihambat oleh
antibodi spesifik. Bagian partikel virus yang khusus bisa berhubungan
dengn reseptor mukoprotein pada sel darah merah serta pada permukaan sel
beda. Hubungan dari bagian reseptor serta virion buat aglutinasi sel darah
merah jadi terlihat. Enzim virus neuraminnidase memecahkan ikatan pada
virus serta sel, serta melepaskan keduanya kedalam larutan.
Hemaglutinasi di mana sel darah merah cuman berperan jadi
pembawa antigen, sel darah merah spesifik bisa dilapiskan dengan antigen
sesudah permukaannya dirubah sifatnya dengan asam tannin atau kromium

21
klorida. Sesudah antigen melekat pada permukaan sel darah merah, antigen
ini bisa ditetapkan dengan serum yang sesuai sama. Keuntungan reaksi ini
yaitu mempermuda lihat hasil reaksi karena dikerjakan dengan partikel-
partikel yang besar. Reaksi ini dimaksud juga Positive heamagglutination.
Tes HA positive akan menunjukan adanya suspensi agregat eritirosit yang
berkeping-keping. Ujia HA cepat biasanya dipakai untuk mengidentifikasi
virus yang mampu menghemaglutinasi eritrosit ayam. Uji HA lambat
digunakan untuk mengetahui titer virus, kemampuan virus dalam
menginfeksi eritrosit.
 Uji HI
Uji Haemaglutination Inhibition (HI) merupakan yang digunakan pada
virusvirus yang mempunyai sisi Ag yang dapat berikatan dengan BDM yaitu
ND, EDS'76 dan 113 . Oleh sebab itu cara uji HI dimodifikasi terlebih dahulu
misalnya sisi Ag atau Ab dimodifikasi terlebih dahulu sehingga dapat terjadi
reaksi aglutinasi, misalnya pada virus Infectious Bronchitis (IB). Pada
prinsipnya metode HI ini merupakan reaksi ikatan Ab yang terkandung dalam
serum yang diperiksa dengan jumlah Ag ND atau EDS'76 yang digunakan
sebanyak 4 HAU.
Menurut Indriani (2004), menyatakan bahwa fungsi uji HI untuk
mengetahui adanya respon antibodi terhadap antigen virus patogen pada
hewan dan mengetahui korelasi antara titer antibodi dan ketahanan pada uji
tantang dengan virus patogen. Menurut Nuradji (2008) menyatakan bahwa
keberadaan virus yang mampu mengaglutinasi sel darah merah ayam aitu
virrrus AI, ND, dan EDS (Egg Drop Syndrome). Faktor yang mempengaruhi
hasil uji HI yaitu kesesuaian subtype virus vasin yang digunakan dalam
vaksin, faktr penyimpanan, dan prosdur kerja dengan SOP yang telah
ditetapkan akan berpengaruh pada uji HA dan HI (Heryanto 2010).
Deteksi titer antibodi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
uji HI. Prinsip uji HI adalah hambatan aglutinasi RBC oleh virus akibat
hanya bisa diggunakan untuk virus kencana et al. (2012) menggungkapkan
bahwa virus famili paramyxoviridae yang merupakan virus penyakit ND

22
mempunyai sifat yang dapat menagulutinasi sel dara merah unggas. Proses
hemaglutinasi ini terjadi akibat aktivitas hemaglutinin yang terdapat pada
aplop virus terebut. Aktivitas hemaglutinasi berlangsung maksimal 1 jam
karena dipengaruhi oleh enzim neurimedidase yang merusak ikatan pada
reseptor eritosit dengan hemaglutidin dari virus famili paramyxoviridae.
Pengamatan titer antibodi dari serum sampel berdasarkan hasil pengenceran
terbesar yang masih sangup menghambat aglutinasi (RBC) oleh antigen.
Hasil pemeriksaan menujukan bahwa titer antibodi bervariasi pada sebaran
21-29. Variasi ini dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti kesahatan ayam,
jumbla virus yang mengfikasi, dan perbedaan waktu infeksi (Purnawati dan
Sudarnika, 2008).

23
BAB IV
HASIL KEGIATAN
Hasil kegiatan yang diperoleh selama kegiatan magang di UPTD
laboratorium Veteriner, Gorontalo yaitu sesuai arahan yang diberikan oleh pihak
instansi sebagai mana yang dicantukmkan dalam tabel ini:
No Hari/tanggal Jenis kegiatan Lokasi
1 Selasa, 03/09/19 Pewarnaan psmb pada uji Laboratorium
antraks dan pemeriksaan pada
mikroskop
2 Jumat, 06/09/19 Pengenalan alat-alat
Laboratorium Laboratorium
3 Kamis, 12/09/19 Pewarnaan psmb pada uji
antraks dengan sampel Laboratorium
sebanyak 60 sampel
4 Jumat 20/09/19 Pelatihan Pengujian Metode
Haemaglunation dan Laboratorium
Haemaglunation Inhibition
(HA/HI)
5 Senin, 22/09/19 Pewarnaan psmb pada uji
antraks Laboratorium
6 Selasa, 22/09/19 Pemeriksaan antraks pada
mikroskop Laboratorium
7 Kamis, 26/09/19 Pewarnaan psmb pada uji
antraks dan pemeriksaan pada Laboratorium
mikroskop
8 Jumat 27/09/19 Pelatihan Pengujian Metode
Haemaglunation dan Laboratorium
Haemaglunation Inhibition
(HA/HI)
9 Senin, 07/10/19 Pewarnaan psmb pada uji Laboratorium

24
antraks dan pemeriksaan pada Laboratorium
mikroskop
10 Selasa, 08/10/19 Uji Brucella abortus pada
sampel darah sapi Laboratorium
11 Selasa, 10/10/19 Pengujian HA/HI Laboratorium
12 Rabu, 11/10/19 Pengujian HA/HI Laboratorium
13 Jumat,18/10/19 Pengujian HA/HI Laboratorium

Berdasarkan tabel diatas maka kegiatan yang dilakukan yaitu pada bagian
pengujian laboratorium, dan pengecekan kesehatan hewan di kebun binatang.
1. Pengujian pada laboratorium veteriner
 Antraks
Antraks adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh Bacillus anthracis
yang menyerang hewan dan manusia (zoonosis).
Pengujian antraks pada darah hewan (sapi):
Preparat ulas yang diperlukan hanya satu tetes darah atau cairan jaringan yang
diulaskan secara tipis. Kemudian preparat ulas ditetesi metanol guna untuk
memviksasi dan mengikat bakteri antraks yang terdapat pada sampel, kemudian
dikeringkan, selanjutnya di warnai dengan larutan polychrome methylene blue
guna untuk mendeteksi antraks, kemudian dibilas dengan air bersih dan
dikeringkan kembali.

Pemeriksaan sampel pada mikroskop.

Antraks Sel darah

25
Bakteri pembusuk
 Brucellosis
Brucella Merupakan penyakit ternak/zoonosis (yang dapat menular dari
hewan ke manusia) yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang menyerang ternak
ini disebut bakteri Brucella.
Pengujian brucella pada serum darah:
Sampel (serum) diambil sebanyak 25 µl dengan menggunakan mikropipet dan
dicampurkan dengan satu tetes antigen RBT (Rose Bengal Test) dimasukan ke
dalam plat tetes. Larutan dicampur hingga rata dengan menggerakan plat tetes
secara perlahan. Pada setiap pengujian selalu menggunakan kontrol positif dan
negatif.

Hasil reaksi dinilai negatif, tidak terjadi perubahan atau tidak terdapat butiran
halus pada larutan. Hasil reaksi yang positif terjadi perubahan atau terdapat
butiran halus pada larutan.
 Pengujian HA/HI
Avian influenza atau fowl plague disebabkan oleh virus influenza tipe A yang
termasuk dalam family Orthomyxoviridae. Influenza tipe A merupakan satu-
satunya golongan Orthomyxoviridae yang menginfeksi unggas.
Virus influenza tipe A dibagi dalam beberapa subtype berdasarkan sifat
antigenic Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA).

 Prosedur kerja Hemaglutinasi (HA)


Pada pengujian hemaglutinasi (HA) menambahkan sebanyak 25 µl
larutan PBS diisis ke dalam plat mikro pada luban 1-12. Lalu dimasukan
antigen sebanyak 25 µl dari lubang pertama dengan menggunakan single

26
channel. Kemudian dihomogenkan campuran tersebut dipindahkan
sebanyak 25 µl dari lubang pertama, kelubang ke dua, ke lubang ke tiga
sampai seterusnya sampai lubang ke -11. Hal ini tidak dilakukan pada
lubang ke -12 kemudian, ditambahkan lagi larutan PBS sebanyak 25 µl ke
dalam lubang 1-12. Setelah itu dimasukan RBC 5 % sebanyak 25 µl ke
lubang nomor 1-12. Lalu ditunggu sampai terjadi agregasi pada lubang ke
12, kemudian dibaca hasil uji HA tersebut. Nilai HA ditentukan dengan
memiringkan mikroplate dengan sudut 45 derajat. Dan mengamati ada
tidaknya arus berbentuk air mata dari sel darah merah. Titrasi harus dibaca
pada pengenceran tertinggi yang memberi HA lengkap (tidak mengalir), hal
ini menunjukkan unit 1 HA. Hasil uji HA diperoleh hasil 1 unit HAU yakni
28 (256) sehingga nilai 4HAU = 256 / 4 = 64. Jadi nilai pengenceran antigen
yakni 1 : 63.
 Prosedur kerja pengujian HI
Selanjutnya dilakukan uji HI menggunakan 4 HAU dari antigen AI dengan
sampel serum darah.Pada pengujian HI hampir sama dengan pengujian HA
dimana hanya berbeda pada serum yang digunakan. Pada pegujian yang
dilakukan pertama memasukan sebanyak 25 µl larutan PBS diisi kelubang
plat 1-12. Kemudian dengan menggunakan single channel dimasukan serum
ke dalam lubang 1 sebanyak 25 µl kemudian di encerkan dari lubang 1-11
dan pada lubang ke 12 kita buang.
Titer HI adalah pengenceran serum tertinggi yang menyebabkan
penghambatan lengkap 4 HAU antigen. Aglutinasi dinilai denganmemiringk
an mikroplate. Hanya sumur-sumur di mana aliran darah RBC padatingkat
yang sama dengan sumur kontrol (serum positif, virus/ antigen dankontrol
PBS) harus dipertimbangkan untuk menunjukkan penghambatan. TiterHI
dapat dianggap positif jika ada penghambatan pada pengenceran serum1/16
(24) atau lebih terhadap 4 HAU antigen (OIE, 2015). Berdasarkan hasil
pengujian HI menunjukkan bahwa terdapat aglutinasi pada semua sumur
plate artinya tidak terjadi hambatan aglutinasi, maka titerantibodi ayam
tersebut adalah 20 (Sero Negatif AI). Uji HI dikatakan

27
negatif bila tidak terjadi hambatan aglutinasi yang disebabkan karena tidak
adanya antibodi pada serum ayam tersebut. Berdasarkan hasil tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa serum darah yang dikoleksi dari ayam yang
menunjukkan gejala suspect mutlak dinyatakan negatif terhadap virus
influenza.

28
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil magang selama kurang lebih 45 hari Dinas Pertanian Provinsi
Gorontalo UPTD Laboratorium Veteriner, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Laboratorium Veteriner adalah kegiatan yang meliputi Pemeriksaan dan
pengujian organoleptik, kimiawi sederhana, cemaran mikroba, residu,
resistencia, antimikroba, dan organisme hasil rekayasa genetik.
2. Pada laboratorium veteriner yang dilakukan berbagai pengujian yaitu
pengujian antraks, brucella, dan HA/HI
3. Tindakan 8P dari karantina pertanian yaitu: pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, pembebasan.
5.2 Saran
Semua pelayanan di Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo UPTD Laboratorium
Veteriner lebih ditingkatkan, baik di kantor balai, laboratorium, maupun wilayah
kerja. Terutama untuk wilayah kerja pengawasan harus lebih ditingkatkan
dimasing-masing wilayah kerja. .

29
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Najihal. 2017. https://www.scribd.com/document/367437075/Laporan-UJI-
HA-HI (diakses 11 Oktober 2019).
UPTD Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesmas Veteriner. 2017.
http://uptdlkkkaltimprov.com/artikel/BERITA/42/Pengujian_Avian_Influenza_denga
n_Metode_HA_HI (diakses 11 Oktober 2019).
Claudia & Tri Umiana. (2017). Anthrax Disease: Threat to Farmers and Cattleman.
Jurnal Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Vol 7 (1) 158-
159.
Gubernur Gorontalo. 2013. Pemanfaatan Laboratorium Kesehatan Hewan Dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner Pada Dinas Perkebunan Dan Peternakan
Provinsi Gorontalo. Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo .(2) 1-24
Kristiyanti & Apriliana. (2017). Investigasi Outbreak Bovine Brucellosisdi Desa
Hargobinangun Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Tahun 2017. Journal
Ipb.
Ratih, NP (2017). Karakterisasi Protein VirB4 Brucella abortus Isolat Lokal dengan
Teknik Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis. Jurnal
Veteriner, Vol 1 (3), 416-417.
Rahmat Setya & Lily Natalia. 2006. Pengendalian Penyakit Antraks : Diagnosis,
Vaksinasi dan Investigasi. Journal Of Wartazoa 16 (4) 198-200.
,

30
LAMPIRAN FOTO KEGIATAN
1. Proses pewarnaan sampel pada uji antraks

2. Proses pemeriksaan brucella pada sapi

3. Proses pengujian HA/HI

31
`

32

Anda mungkin juga menyukai