PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal kronik adalah tidak kembalinya fungsi kapasitas ginjal setelah
mengalami jejas ginjal yang akut, jejas yang lebih bersifat perlahan-lahan dan sering tidak
reversibel dan mengarah pada penghancur massa nefron yang sifatnya progresif (Harrison,
2015). Gagal ginjal kronik terjadi apabila jumlah nefron yang berfungsi tinggal 25% atau
kurang dan menyebabkan kenaikan kadar ureum dan kreatinin dalam darah. Keadaan ini
adalah hasil akhir semua penyakit ginjal kronik (Nasar, Himawan & Marwoto, 2010).
Dialisis adalah proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk
limbah didalam tubuh ketika ginjal tidak dapat melakukan hal tersebut. Tujuannya adalah
untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien penyakit ginjal sampai fungsi
ginjal pulih kembali (Smeltzer, 2010). Terapi hemodialisis sangat membantu pasien dengan
penyakit ginjal tahap akhir karena ginjal merupakan alat vital yang menjaga homeostasis
didalam tubuh (Hagita, Bayhakki & Woferst, 2015). Terapi hemodialisis harus dilakukan
pasien penyakit gagal ginjal kronik selama hidupnya, biasanya pasien harus menjalani 2 kali
sesi dialisis dalam seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi (Handayani &
Rahmayanti, 2013).
Pasien gagal ginjal kronik yang telah mendapatkan terapi hemodialisis secara rutin akan
tetap mengalami penurunan fungsi ginjal secara progresif yang mengakibatkan munculnya
berbagai macam komplikasi penyakit, salah satunya adalah anemia (Pitoyo & Suprayitno,
2018). Komplikasi yang dialami pasien penyakit gagal ginjal kronik 80-90% adalah anemia
(Suwitra, 2010). Menurut Pitoyo dan Suprayitno (2015) anemia merupakan kondisi yang
menghasilkan beberapa perbedaan patologi bukan suatu penyakit. Anemia dicirikan dengan
menurunnya kadar hemoglobin atau sel darah merah yang akibatnya dapat menurukan
2001) menyebutkan anemia pada pasien gagal ginjal kronik jika didapatkan kadar Hb ≤10
Penurunan kadar hemoglobin (anemia) pada pasien gagal ginjal kronik disebabkan
eritropoietin (EPO) oleh ginjal (Thomas, 2003 dalam Nurchayati, 2010 Penyebab lainnya
yang ikut berperan terhadap terjadinya anemia yaitu difisiensi besi, asam folat atau B12,
inflamasi kronik, pendarahan, racun metabolik yang menghambat eritropoesis dan hemolysis
baik oleh karena bahan uremik ataupun akibat dari hemodialisis (Seguchi et al., 1992 dalam
Ayu, Suega, & Widiana, 2010). Menurut PERNEFRI (2001) pasien gagal ginjal kronik
mengalami anemia bila ditemukan hasil pemeriksaan kadar Hb<10 g/dL atau Ht<30%.
Anemia pada pasien gagal ginjal kronik akan menunjukan beberapa tanda dan gejala
seperti: pucat, rasa lelah, memiliki sedikit energi untuk melakukan aktivitas harian,
gangguan tidur, gangguan kosentrasi berfikir, nyeri kepala atau pusing, sesak nafas, depresi
dan serta penurunan nafsu makan (Nurchayati, 2010). Hasil dari penelitian Aisara, Azmi,
dan Yanni (2016) menunjukan keluhan umum yang paling banyak dirasakan pasien gagal
ginjal kronik sebanyak 30,8% adalah manifestasi dari anemia seperti lelah, lemah dan lesu.
Penelitian Senduk, Palar, dan Rotty (2016) menujukan dari 60 pasien yang menjalani
pasien (45%) mengalami anemia ringan, sebanyak 15 pasien (25%) mengalami anemia
ROLE PLAY
A. Kasus
C. Role Play