KELOMPOK 1
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Diperkirakan
stroke non hemoragik (iskemik) mencapai 85% dari jumlah stroke yang terjadi. Tujuan
utama penatalaksanaan pasien stroke meliputi tiga hal, yaitu mengurangi kerusakan
neurologik lebih lanjut, menurunkan angka kematian dan ketidakmampuan gerak pasien
(immobility) dan kerusakan neurologik serta mencegah serangan berulang (kambuh).
Kebanyakan pasien stroke menerima obat polifarmasi karena sebagian besar pasien
stroke mengalami komplikasi. Untuk mendapatkan outcome terapi yang baik pada pasien
stroke yang menjalani pengobatan diperlukan kerjasama multidisiplin ilmu antara dokter,
perawat, farmasis dan tenaga kesehatan lain, bahkan keluarga pasien (Fagan & Hess,
2005).
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit berbahaya yang kerap disebut sebagai
silent killer selain penyakit jantung yang merupakan salah satu masalah kesehatan
terbesar. Diabetes Mellitus dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula atau
kencing manis, yaitu kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor dengan
tanda gejala hiperglikemia= kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskuler (resikoganda),
kegagalan kronis ginjal, kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan ganggren dengan resiko
amputasi (Supriadi. S, 2013).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1
per mill untuk yang terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi tertinggi terdapat di
provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di provinsi Papua (2,3%). Provinsi
Lampung memilik angka kejadian sebanyak 42.815 orang (7,7%).8 Diperkirakan kasus
stroke yang paling terjadi di dunia, adalah SNH dengan presentase 85-87% dari semua
kasus stroke.
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut.Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu
nosisepsi, sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan
pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi,
modulasi, dan persepsi.
Beberapa teknik yang digunakan untuk menghilangkan atau menurunkan skala nyeri
dapat menggunakan terapi yaitu farmakalogi dan nonfarmakologi. Salah satu tindakan
mandiri yang dapat di laksanakan perawat untuk membantu klien yaitu dengan
menggunakan Manajemen Nyeri untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri dan
meningkatkan rasa nyaman. Menggunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien yaitu dengan menggunakan teknik distraksi dan relaksasi
(Menggunakan napas dalam).
Hasil penelitian yang dilakukan Rempengan, dkk (2014) yang meneliti tentang pengaruh
teknik relaksasi dan teknik distraksi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post
operasi di Irina A Atas RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado menyimpulkan terdapat
pengaruh yang bermakna teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien
post operasi di ruangan Irina A Atas RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, dengan
nilai p= 0,001 (p<0,05) dan terdapat pengaruh yang bermakna teknik distraksi terhadap
perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi di ruangan Irina A Atas RSUP. Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado, dengan nilai p=0,001 (p<0,05).
Cara manajemen nyeri yang lain adalah dengan menggunakan kompres hangat. Menurut
Kozier dan Gleniora (2009) bahwa : “Pemberian kompres hangat yang memakai prinsip
penghantaran panas melalui cara konduksi yaitu dengan menempelkan handuk hangat
pada daerah yang nyeri akan melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan
otot sehingga menurunkan nyeri. Secara fisiologis respon tubuh terhadap panas yaitu
menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan
ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas
kapiler. Respon dari panas inilah yang digunakan untuk keperluan terapi pada berbagai
kondisi dan keadaan yang terjadi dalam tubuh. Panas menyebabkan pelebaran pembuluh
darah dalam waktu 20-30 menit, melakukan kompres lebih dari 30 menit akan
mengakibatkan kongesti jaringan dan klien akan beresiko mengalami luka bakar karena
pembuluh darah yang berkontriksi tidak mampu membuang panas secara adekuat melalui
sirkulasi darah.
Menurut Dewi (2014) teknik kompres hangat dilakukan dengan cara pemberian botol
berisi air dengan dengan suhu 40-46°C yang sebelumnya diukur dengan menggunakan
termometer air yang disimpan pada daerah pada bagian perut bawah yang dilakukan pada
remaja yang sedang nyeri haid selama 20 menit dengan selang 10 menit pergantian air
panas untuk mempertahankan suhunya.
2. Kasus
Tn. S pada tanggal 09 Oktober 2019 masuk ke rumah sakit dengan diagnosa medis SNH
dan memiliki riwayat DM, setelah dirawat selama 1 minggu dan dilakukan pengkajian
ternyata klien mengeluhkan rasa nyeri di bagian bawah abdomen tepatnya dibagian
vesikula urinaria, kemudian keluarga klien mengatakan klien mengalami kelemahan
sebelah kanan, keluarga juga mengatakan pasien sulit menelan, tercium bau yang tidak
sedap dari tubuh klien, terdapat balutan luka di bagian kaki kanan klien, dengan TTV TD:
100/70 mmHg, N: 104x/m, RR: 20x/m, T: 36,5 C dan SpO2: 99%.
3. Rumusan masalah
Pertanyaan Klinik :
1. Mana yang lebih efektif antara nafas dalam dengan kompres hangat untuk
menurunkan skala nyeri?
2. Berapa lama dan kali melakukan nafas dalam untuk mengurangi skala nyeri?
3. Waktu kompres hangat yang diterapkan untuk menurunkan skala nyeri?
(Patient,
Population or Skala nyeri sedang (4-6)
problem)
(Comparasion
or Pemberian Kompres Hangat
Intervention)
(Outcome) Skala nyeri ringan atau hilangnya rasa nyeri
Jurnal kedua :
Judul : Efektivitas Terapi Kompres Hangat Terhadap Penurunan Nyeri Dismenore Pada
Remaja Di Bandung.
Alamat jurnal : Jurnal Keperawatan BSI, Vol. VI No. 2 September 2018, ISSN: 2338-
7246, e-ISSN: 2528-2239.
Waktu penelitian : Tahun 2018.
5. Hasil Penelusuran
NO Judul Jurnal Validity Important Applicable
1. Pengaruh Relaksasi Metode penelitian : pre- 70 responden, nyeri 1. Lebih mudah dalam
Napas Dalam eksperimen dengan One terbanyak adalah nyeri mengaplikasikannya karena
Terhadap Group PreTest-Post test dengan skala 4-7 (nyeri bias dilakukan kapan saja
Penurunan design dengan sedang) sebanyak 59 (84,3%) 2. Resiko yang akan terjadi
Intensitas Nyeri menggunakan Accidental responden dan nyeri terendah dalam penerapannya rendah
Pada Pasien Sampling adalah nyeri dengan skala 7-9
Gastritis Di Ruang Jumlah sampel : 514 (nyeri berat) sebanyak 5
Rawat Inap RSUD orang. (7,1%) responden.
Haji Makassar.
2. Efektivitas Terapi Metode penelitian : Pra- Sampel berjumlah 47 orang 1. Bahan mudah di dapatkan
Kompres Hangat Eksperimen dalam satu pada remaja putri usia 13-15 2. Hemat biaya.
Terhadap kelompok (one group pre tahun, kriteria sampel adalah 3. Lebih berefek kepada
Penurunan Nyeri test – post test design). remaja putri yang mengalami sensori.
Dismenore Pada Penarikan sampel melalui dysmenorrhea, dan yang
Remaja Di metode purposive sampling. mengalami skala nyeri haid
Bandung. Jumlah sampel : 47 orang. 1-10.
6. Diskusi
A. Pengaruh Relaksasi Napas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Gastritis Di Ruang Rawat Inap RSUD Haji Makassar.
Kelebihan :
a. Lebih mudah dalam mengaplikasikannya karena bias dilakukan kapan saja
b. Resiko yang akan terjadi dalam penerapannya rendah
Kekurangan :
a. Jika tidak dilakukan dengan benar maka tidak akan berefek untuk
menurunkan nyeri
b. Tidak bisa dilakukan pada klien dengan nyeri disertai gangguan pernafasan
c. Tidak dapat dilakukan pada klien dengan penurunan kesadaran
7. Kesimpulan
Dari data diatas di dapatkan hasil bahwa kompres hangat lebih efektif di terapkan dari
pada relaksi nafas dalam pada klien yang mengalami nyeri
8. Daftar Pustaka
Berman, A., Shirlee S., Kozier B., Glenora Erb. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis. Jakarta: EGC.
Fagan, S. C. & Hess, D. C. (2005). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,
sixth edition. Columbus: The McGraw-Hill Companies.
Maidartati, Hayati S, Hasanah AP. (2018). Efektivitas Terapi Kompres Hangat Terhadap
Penurunan Nyeri Dismenore pada Remaja di Bandung. Jurnal Keperawatan BSI,
Vol. VI No. 2
Rempengan dkk. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Dan Teknik Distraksi Terhadap
Perubahan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di Ruang Irina A Atas
RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado. Jurnal Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo A.W, Stiyohadi B, Syam AF. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Vol. 2 p. 2315. Jakarta: Interna Publishing
Supriadi S. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan DM. http://nerskece.co
(diakses 20 Oktober 2019)
Thahir N & Nurahayati. (2018). Pengaruh Relaksasi Nafas dalam Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri pada Pasien Gastritis di Ruang Rawat RSUD Haji Makassar.
Patria Artha Journal of Nursing Science. Vol. 2, No.2
Yunaidi, Y. (2010). Intervensi pada Stroke Non Hemoragik. Jurnal Kardiologi
Indonesia; 31; 153-155.