MODUL 2
GAGAL NAPAS
KELOMPOK 8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-
Nya sehingga laporan hasil tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa
kami kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari alam yang penuh kebodohan ke alam yang penuh kepintaran. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu membuat laporan ini serta
kepada tutor yang telah membimbing kami selama proses tutorial berlangsung. Semoga
laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah membaca laporan
ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Semoga setelah membaca laporan ini dapat
Kelompok 8
KASUS I
kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
lebam pada lengan kiri, jejas pada dada kiri dan nampak pecahan kaca tertancap pada
regio aksilla kiri. Selama observasi di UGD tiba-tiba pasien makin sesak, pucat dan
KATA SULIT
KATA KUNCI
- Pemeriksaan fisik :
Nadi 100x/menit
Pernapasan 26x/menit
Temperature 36,7ᵒC
- Di UGD, tiba-tiba pasien makin sesak, pucat dan kesadaran mulai menurun.
PERTANYAAN
5. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada saat melakukan penanganan ?
Primary survey
a. Airway
Pada pasien dengan gagal napas hal pertama yang harus dilakukan adalah
melihat jalan napas apa terdapat sumbatan (benda asing) atau tidak. Beberapa
masalah airway yang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster maupun
kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
Tehnik yang digunakan dalam menilai jalan napas yaitu dengan tehnik look (lihat
pergerakan dada), listen (mendengar dari bunyi pernapasan), dan feel (merasakan
terjadinya gangguan jalan nafas., selain mengecek adanya benda asing, sumbatan
jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang
sehingga menutupi aliran udara kedalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga
menilai fungsi jalan napas. Pada korban yang sadar dan dapat bersuara, jalan
napas biasas dikatakan bebas atau tidak ada gangguan. Pada korban yang tidak
mengeluarkan suara atau tidak sadar, maka penilaian jalan napas dapat dilakukan
dengan :
Look (lihat)
Listen (dengar)
gurgling.
Feel (rasakan)
dari korban.
Obstruksi total
dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya
dipangkal laring (tersedak). Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan
Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat
belakang epiglottis.
Obstruksi parsial
tergantung penyebabnya :
Keadaan ini bisa terjadi karena tidak sadar atau patahnya rahang
berada dalam posisi yang lurus dan terbuka. Tindakan ini tidak
servikal.
Chin lift
Jaw thrust
maksud ynag sama dengan chin lift. Mandibula diangkat ke atas oleh
Oropharyngeal airway
Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas
Finger swab
Teknik sapuan jari biasanya dilakukan pada penderita yang tidak
chin lift atau jaw thrust, atau dapat pula menggunakan finger cross-
Suction
dsb) dapat dipakai soft tip tetapi unutk materi yang kental sebaiknya
Recovery position
mulut atau jalan napas. Jika cairan sulit keluar maka dapat dibantu
dengan finger sweap. Tindakan ini tidak dapat dilakukana pada korban
dengan tanda adanya cedera pada leher, tulang belakang, atau cedera
Setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu
pernafasan. Pastikan pernafasan pasien masih ada. Karena henti nafas seringkali
terjadi pada kasus trauma kepala bagian belakang yang mengenai pusat
pernafasan atau bisa juga penanganan yang salah pada pasien pada pasien cedera
kepala justru membuat pusat pernafasan terganggu dan menimbulkan henti nafas.
1. penilaian
cedera lain
2. pengelolaan
c. Circulation
perdarahan itu dengan memberikan bebat tekan pada daerah luka. Pemberian
cairan melalui oral mungkin dapat dilakukan untuk mengganti hilangnya cairan
dari tubuh jika pasien dalam keadaan sadar. Perlu dipahami dalam tahap ini adalah
Pada orang dewasa dan anak-anak, denyut nadi diraba padaarteri radialis
meraba denyut nadi adalah pada A.Brachialis, yakni pada sisi medial lengan atas.
Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-100 kali/menit. Bila
kurang dari 50 kali/menit disebut bradikardi dan lebih dari 100 kali/menit disebut
takikardi. Bradikardi normal sering ditemukan pada atlit yang terlatih. Pada bayi
adalah 60-140 kali/menit. Pada syok bila ditemukan bradikardi merupakan tanda
Periksa perdarahan
Selain itu, kesadaran yang menurun dapat digunakan sebagai penilaian
terhadap adanya masalah pada system sirkulasi, karena kurangnya perfusi oksigen
sirkulasi dapat dilakukan bersamaan dengan penilaian jalan napas dan system
pernapasan. Pada saat melakukan penilaian jalan napas, nadi radialis maupun nadi
carotis dapat pula teraba. Jika ditemukan perdarahan terbuka segera tutup dengan
bebat tekan. Cegah bertambahnya jumlah darah yang keluar. Waspada terhadap
terjadinya shock. Penangana luka secara baik dilakukan setelah korban stabil. Jika
ditemukan henti jantung, penderita mungkin masih akan berusaha menarik napas
satu atau dua kali, setelah itu akan berhenti napas. Penderita akan ditemukan
dalam keadaan tidak sadar. Pada perabaan nadi tidak ditemukan arteri yang tidak
berdenyut, maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian
berlebihan karena kebanyakan kasus gagal nafas selalu diikuti oleh edema paru
dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer
laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
Medikamentosa
kortikosteroid bila ada obtruksi jalan napas disebabkan oleh bronkokonstriksi dan
pneoumonia
Medikasi lain
sesak nafas.
d. Disability
neurologis secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran , serta ukuran
dan reaksi pupil. Suatu cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah
metode AVPU.
A: Alert (sadar)
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah sistem scoring yang sederhana dan
dapat meramal kesudahan (outcome) penderita. GCS ini dapat dilakukan sebagai
pengganti AVPU. Bila belum dilakukan pada survei primer, harus dilakukan pada
secondary survey pada saat pemeriksaan neurologis. Penurunan kesadaran dapat
sebaliknya.
e. Exposure
ruangan yang cukup hangat, dan diberikan cairan intra vena yang sudah
dihangatkan. Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman
petugas kesehatan.
didaerah glottis
2. Orderly tracheostomy, merupakan tindakan berencana, dilakukan pada
Indikasi:
Komplikasi:
a.Perdarahan
c. Stenosis trakea
Secondery Survey
dari kepala sampai kaki pasien, yaitu riwayat pasien dan pemeriksaan fisik,
RIWAYAT PASIEN
Alergi
Makanan terakhir
Kepala
Tulang belakang
Leher
Dada
Perut
Panggul
Perineum
Rectum
Vagina
System Musculoskeletal
System Neurologis
ada tidaknya trauma neurologis dan trauma lainnya yang signifikan. Pada kepala
Ketajaman penglihatan
Ukuran pupil
Luka tusuk
Dislokasi lensa
Snellen chart. gerakan ocular perlu diperiksa untuk mengeliminasi gangguan otot
2) Struktur Maxillofacial
massif yang harus diatasi hanya setelah pasien stabil dan trauma yang mengancam
nyawa telah diatasi. Pasien dengan fraktur midface mungkin juga memiliki fraktur
rute oral.
4) Dada
membutuhkan palpasi seluruh dinding dada termasuk clavicula, tulang rusuk dan
sternum. Tekanan pada sternum dapat menyebabkan nyeri jika terdapat fraktur
atau separasi costo kondral pada sternum. Kontusio dan hematoma pada dinding
lengan kiri, dan jejas pada dada kiri dan juga terdapat pecahan kaca tertancap pada
regio aksila kiri kemuadian selama observasi di UGD pasien tiba-tiba makin
penanganan yang tepat kita bisa lakukan pemeriksaan x-ray untuk melihat apakah
ada fraktur pada tulang humerusnya atau tidak, sekaligus meminta x-ray pada
rongga dada untuk melihat apakah ada fraktur clavicula atau costa karena terdapat
jejas pada dada kiri dan untuk melihat tingkat kerusakan dinding toraks akibat
Reevaluation
vital, saturasi oksigen, dan pengeluaran urin sangat penting. Untuk pasien dewasa
normalnya urin keluar 0,5 mL/kg/jam dan pada pasien anak yang lebih dari tahun
normalnya 1 mL/kg/jam.
dan CO2 serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis. Secara
praktis, gagal napas didefinisikan sebagai PaO2 < 60 mmHg atau PaCO2 > 50
mmHg. Gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas akut
hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal napas
tipe II).
Mungkin hal ini disebabkan oleh setiap kelainan yang menyebabkan rendahnya
ventilasi perfusi atau shunting intrapulmoner dari kanan ke kiri yang ditandai
dengan rendahnya tekanan parsial O2 arteri (PaO2 < 60 mmHg saat menghirup
udara ruanagan).
Asthma
Edem Paru
Fibrosis intertisisal
Pneumonia
Emboli Paru
Pneumotoraks
Hipertensi Pulmonal
yang membuang produksi CO2 dari hasil metabolism jaringan. Gagal napas tipe II
Drive, mempengaruhi transmisi sinyal dari CNS atau hambatan kemampuan otot-
otot respirasi untuk menegmbangkan paru dan dingding dada. Gagal napas Tipe II
ditandai dengan peningkatan tekanan parsial CO2 arteri yang abnormal (PaCO2 >
46 mmHg), dan diikuti secara simultan dengan turunnya PaO2 - PaO2 masih tetap
tidak berubah.
Myastenia Gravis
Multiple Sclerosis
Muscular dystrophy
Polymyositis
Flail Chest
Gagal napas juga dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya trauma atau non
trauma.
a) Gagal napas akibat trauma, antara lain:
Flail chest, infark atau perdarahan otak, penekanan masa supratentorial pada
batang otak
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang
Kemudian yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada
proses inspirasi dan ekspirasi Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami
kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan,
sehingga bisa terjadi keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan
akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan
bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau
gunshot.
Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan
dapat masuk kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari
udara pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari
rendah dari -54 mmHg (-36 cmH2O) yang sangat sulit terjadi pada keadaan
normal. Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah
akibat trauma yang mengenai dinding dada dan merobek pleura parietal atau
visceral, atau disebabkan kelainan konginetal adanya bula pada subpleura yang
5. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada saat melakukan penanganan ?
1. Keracunan Oksigen
ROS) berupa superoksida (O2–), radikal bebas hidroksil (OH+), dan hidrogen
peroksida (H2O2). Radikal hidroksil adalah ROS yang paling poten dan
Weiss. Asam hipoklorit (HOCl) dalam tubuh manusia dibentuk dari hidrogen
peroksida oleh neutrofil dan sel granulamatosa yang betujuan menghancurkan
lamanya pajanan dan tekanan oksigen yang dihirup, bukan PaO2. Secara
umum, FiO2 > 0,5, jangka waktu 16030 jam menyebabkan keracunan. Tanda
pertama keracunan oksigen adalah akibat efek iritasi oksigen dan refleks
Dalam 6 jam pemberian oksigen 100%, bisa terjadi batuk nonproduktif, nyeri
substernal, dan hidung tersumbat. Bisa juga terjadi malaise, mual, anoreksia,
dan nyeri kepala. Keluhan tersebut akan hilang setelah terapi oksigen
dihentikan.
kadar CO2 menjadi tumpul dan hipoksemia menjadi stimulan utama sistem
ventilasi. Pemberian gas yang kaya oksigen pada pasien seperti ini bisa
(< 30%) dan pasien dipantau terhadap tanda-tanda depresi nafas. Jika
oksigenasi ternyata tidak adekuat dan terjadi depresi nafas, segera dipasang
ventilasi mekanis.
3. Atelektasis absorbsi
Atelektasis absorbsi terjadi ketika alveoli kolaps akibat gas dalam alveoli
diabsorbsi masuk kedalam aliran darah. Nitrogen, gas yang relatif tidak
alveoli. Selama pernapasan dengan kadar oksigen yang tinggi, nitrogen bisa
tersingkir atau "tercuci" dari alveoli. Ketika oksigen dalam alveoli kemudian
diabsorbsi ke dalam kapiler pulmonal, akan terjadi kolaps total pada sebagian
alveoli.
ventilasi, seperti pada saluran napas sebelah distal dari obstruksi parsial,
karena oksigen diabsorbsi ke dalam darah dengan kecepatan lebih tinggi dari
4. Occular damage
penglihatan tidak bisa masuk untuk diterima otak. Diduga terjadi karena
yang normal.
ADRENALIN / EPINEFRIN
dan coroner.
Efek : pada jantung paru, adrenalin merangsang reseptor α (α1 dan α2) agar
pada pasien dengan syok berat, dosis dapat diulang atau ditingkatkan
0,5-1 mg. Pada RJP, dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg dalam
larutan 1:1000, dapat diulang tiap 5 menit karena masa kerjanya pendek.
DOPAMIN
darah dan perfusi pada syok septik, syok kardiogenik, dan pasca resusitasi
terlebih dahulu.
ginjal
untuk meningkatkan curah jantung, tekanan darah sistolik, bisa juga diberikan
EPHEDRINE
pemberian oral, potensinya lebih lemah tetapi masa kerjanya 7-10 kali lebih
lngsung pada reseptor adrenergik dan secara tidak langsung dengan merangsang
pengeluaran ketokolamin.
Dosis :untuk mengatasi hipotensi akibat blok spinal selama anesthesia atau
IV.
FUROSEMID
yang
membahayakan lebih lanjut). Berikut kriteria pasien yang harus segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan:
Penanggungjawab Rujukan
lembaga penerima dan memilih jenis transportasi yang sesuai dan tingkat
Jenis Transportasi
transportasi pasien. Jenis transportasi seperti transportasi darat, air, dan udara
mendampingi cukup terlatih, dan telah diperhitungkan hal yang tidak terduga
selama transportasi.
Protokol Rujukan
diberikan:
a) Identifikasi pasien
Catatan tertulis tentang masalah, perawatan yang diberikan, dan status pasien
2. Breathing (Bernafas)
3. Circulation (Sirkulasi)
b. Buat dua jalur intravena kaliber besar dan mulai infus larutan
kristaloid
6. Luka
7. Fraktur
fraktur.
“Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan
َ ِىِ س ْب َح
ِان َ ن َو َماكنَّالَهِ َهذَا
ْ س َّخ َرلَنَا الَّذ َِ ن َربِنَا اِلَى َواِنَّآ م ْق ِرنِ ْي
َِ لَم ْنقَ ِلب ْو
Artinya :
"Maha suci Allah yang telah menundukkan untuk kami (kendaraan) ini.
1. Saint clair st. ATLS. Edisi ketujuh. Penerbit American Collage of Surgeons,
5. Ajmal Gilani, MD; Albert Hinn, MD; Peter Lars Jacobson, MD, End-of-Life
6. Yeo SS, Chang PH, Jang SH. The ascending reticular activating system from pontine
7. Stewart RM. Advanced Trauma Life Support ®. 10th ed. American College of
Surgeons; 2018.
Anaesthesia,47(5):360-6
10. Anonim. Europan course trauma care thoracic trauma; cited 24 November
12. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Biokimia kedokteran dasar: Metabolisme
York,2001