Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan mutu pelayanan dalam segala bidang khususnya dalam bidang
kesehatan salah satunya melalui akreditasi Rumah Sakit menuju kualitas
pelayanan Internasional. Dalam sistem akreditasi yang mengacu pada standar
Joint commission International (JCI) diperoleh standar yang paling relevan terkait
dengan mutu pelayanan Rumah Sakit International Patient Safety Goals (Sasaran
internasional keselamatan pasien) yang meliputi enam sasaran keselamatan pasien
dirumah sakit (Kemenkes RI, 2011).
Keselamatan Pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh lebih
penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat dengan
kemampuan perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan
pasien. Perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi,
kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan menjaga
keselamatan pasien beresiko untuk terjadinya kesalahan dan akan mengakibatkan
cedera pada pasien berupa Near Miss (Kejadian Nyaris Cedera/KNC) atau
Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Selanjutnya pengurangan
kesalahan dapat dicapai dengan memodifikasi perilaku, perawat harus melibatkan
kognitif, afektif dan tindakan yang mengutamakan keselamatan pasien. World
Health Organization (WHO), 2014 keselamatan pasien merupakan masalah
kesehatan masyarakat global yang serius. Di Eropa mengalami pasien dengan
resiko infeksi 83,5% dan bukti kesalahan medis menunjukkan 50-72,3%.
Dikumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara.
Data patient safety tentang kejadian nyaris cedera (KNC) dan Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) di indonesia masih jarang. Namun, di pihak lain terjadi
peningkatan tuduhan “malpraktek” yang belum tentu sesuai dengan pembuktian
akhir. Insiden pelanggaran patient safety 28,3% dilakukan oleh perawat.
Secara keseluruhan program patient safety sudah diterapkan, namun masalah
di lapangan merujuk pada konsep patient safety, karena walaupun sudah pernah
mengikuti sosialisasi, tetapi masih ada pasien cidera, resiko jatuh, resiko salah
pengobatan, pendelegasian yang tidak akurat saat oforan pasien yang tidak
mengakibatkan keselamatan pasien menjadi kurang maksimal (Bewelle, 2013).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi atau Batasan Infeksi Nosokomial?
2. Bagaimana Faktor yang Berpengaruh pada Infeksi Nosokomial?
3. Bagaimana Upaya Pencegahan Penularan Infeksi Nosokomial?
4. Apai Pengertian Patient Safety?
5. Bagaimana Tujuan Kegiatan Patient Safety?
6. Bagaimana Peran Perawat Dalam Mewujudkan Patient Safety?
7. Bagaimana Upaya Keselamatan Pasien?
8. Bagaimana Pewarnaan Gelang Pada Pasien?
9. Bagaimana Peran Perawat Pasien Jiwa?

1.3 Tujuan
1. Umum
Mengetahui peran perawat dalam patient safety
2. Khusus
10. Mengetahui Definisi atau Batasan Infeksi Nosokomial
11. Mengetahui Faktor yang Berpengaruh pada Infeksi Nosokomial
12. Mengetahui Upaya Pencegahan Penularan Infeksi Nosokomial
13. Menegetahui Pengertian Patient Safety
14. Mengetahui Tujuan Kegiatan Patient Safety
15. Mengetahui Peran Perawat Dalam Mewujudkan Patient Safety
16. Mengetahui Upaya Keselamatan Pasien
17. Mengetahui Pewarnaan Gelang Pada Pasien
18. Mengetahui Peran Perawat Pasien Jiwa

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi atau Batasan Infeksi Nosokomial
Infeksi nosocomial adalah infeksi yang terjadi dirumah sakit dan
menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan. Infeksi nosocomial terjadi karena adanya transmisi mikroba
pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya.
Untuk keseragaman pemahaman perlu adanya definisi atau batasan infeksi
nosocomial. Dalam hal ini menyangkut dua hal pokok, yaitu :
1. Penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di ru,ah
sakit;
2. Adanya transmisi mikroba patogen ke penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan.

2
Secara sederhana, batasan infeksi nosocomial (Nosocomial Infection atau
Hospital Acquired Infection) adalah infeksi yang didapat oleh penderita,
ketika penderita dalamproses asuhan keperawatan di rumah sakit.
Suatu Infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri :
1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak
didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut;
2. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang
dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut;
3. Tanda-tanda klinik infeksi tersebut timbul sekurang-kurangnya 3
kali 24 jam sejak mulai perawatan;
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi
sebelumnya;
5. Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda
infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di
rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah
dilaporkan sebagai infeksi nosocomial.

2.2 Faktor yang Berpengaruh pada Infeksi Nosokomial

Petugas
Penderita lain
(dokter,
perawat, dll)
Penderita dalam perawatan

Bangsal / Peralatan /
Lingkungan material medis

Pengunjung Makanan,
minuman

Berbagai faktor sebagai sumber penularan infeksi nosocomial di rumah


sakit adalah sebagai berikut:
1. Petugas pelayanan medis
Dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya

3
2. Peralatan dan material medis
Jarum, kateter, Instrumen, respirator, doek, kasa, dan lain-lain.
3. Lingkungan
Berupa lingkungan internal seperti ruangan/bangsal perawatan, kamarbersalin,
dan kamar bedah. Sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah
sakit dan tempat pembuangan sampah/pengelolahanlimbah
4. Makanan/minuman
Hidangan yang disajikansetiap saat pada penderita.
5. Penderita lain
Keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat
merupakan sumber penularan.
6. Pengunjung/Keluarga
Keberadaan tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan.

2.3 Upaya Pencegahan Penularan Infeksi Nosokomial


Kita dapat memutuskan rantai penularan dengan mengenal dan mengetahui
sumber penularan. Cara memutus rantai penularan dengan memperhatikan tiga
unsur dari rantai penularan itu sendiri.
1. Sumber penularan: dengan cara mengeliminasi, membuang, menjauhkan,
atau memasang barrier.
2. Mekanisme transmisi: mengenal cara-cara penularan, media-media
perantara, dan agen antimicrobial.
3. Pejamu/calon penderita memperpendek waktu pemaparan, memasang
barrier.
Tidak berbeda dengan penyakit infeksi pada umumnya, kasus infeksi
nosocomial yang bersumber pada rumah sakit dan lingkungan dapat dicegah dan
dikendalikan dengan :
1. Kesadaran dan rasa tanggung jawab para petugas bahwa dirinya dapat
menjadi sumber penularan atau media perantara dalam setiap prosedur dan
tindakan medis, sehingga dapat menimbulkan terjadinya infeksi nosocomial.
2. Selalu ingat metode mengeliminasi mikroba pathogen melalui tindakan
aseptic, disinfeksi, dan sterilisasi.
3. Di setiap unit pelayanan perawatan dan unit tindakan medis, khususnya
kamar operasi dan kamar bersalin harus terjaga mutu sanitasinya.
2.4 Pengertian Patient Safety
Patient safety atau keselamatan pasien merupakan suatu sistem dimana rumah
sakit atau pelayanan kesehatan membuat asuhan pasien menjadi lebih aman,

4
mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolahan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
(Depkes,2008).
2.5 Tujuan Kegiatan Patient Safety
Tujuan dilakukannya kegiatan patient safety dirumah sakit adalah untuk
menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meingkatkan
akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunkan KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan) di rumah sakit, terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan
(Kuntoro,2010).
2.6 Peran Perawat Dalam Mewujudkan Patient Safety
Peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit yaitu:
1. Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar
pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan.
2. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya.
3. Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian
tidak diharapkan.
4. Mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dan keluarga.
5. Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian layanan keperawatan.
6. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang
diberikan.
7. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
Selain itu, perawat juga berperan untuk memberikan informasi kepada pasien
dan keluarga tentang kemungkinan tentang kemungkinan terjadinya resiko,
melaporkan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan), meningkatkan
komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan profesional lainnya, berperan
aktif dalam melakukan pengkajian terhadap keamanan dan kualitas pelayanan dan
membantu pengukuran terhadap peningkatan patient safety (Choo,2010).
Sebagai contoh yaitu peran perawat dalam penggunaan peralatan dan
teknologi dalam meningkatkan patient safety.

5
Fungsional : perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari
alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan
untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar.
Keamanan : alat yang digunakan juga harus di desain penggunaannya sehingga
dapat meningkatkan keselamatan pasien.
Idealnya peran perawat yaitu untuk menjaga keselamatan pasien. Keselamatan
pasien merupakan hak pasien. Namun, masih banyak perawat yang melakukan
kinerja tidak sesuai dengan peraturan, seperti halnya pemasangan infus pada
pasien, jarum infus yang digunakan idealnya maksimal 2 kali dan memiliki
standar penyuntikan atau pemasangan jarum infus dengan benar, tetapi realitanya
banyak kasus yang terjadi jarum infus digunakan berulang kali dengan tata cara
yang tidak baik atau perawat sering melakukan kesalahan, sehingga pasien merasa
nyeri dan pada bekas suntik infus menjadi berwarna gelap. Kejadian tersebut
membuat pasien merasa takut dan trauma akan hal tersebut.
2.7 Upaya Keselamatan Pasien
Upaya keselamatan pasien merupakan bagian tak terpisahkan dari proses
asuhan keperawatan. Area praktek keperawatan yang berbasis pada keselamatan
pasien meliputi :
A. Standar praktik (Asuhan Keperawatan)
Setiap perawat mempunyai tanggung jawab melakukan :
1. Assesment (pengkajian) : Status kesehatan pasien saat ini dan masa
lalu serta potensi resiko (keselamatan pasien).
2. Diagnosa : menetapkan diagnosa/masalah keperawatan.
3. Planning : Rencana asuhan keperawatan.
4. Implementation : Pelakasanaan asuhan sesuai rencana.
5. Evaluation : evaluasi terhadap respon pasien dan outcome
B. Standars Of Care : Safety
Setiap perawat menerapkan prinsip sasaran keselamatan pasien (international
patient safety goals) :
1. Ketepatan identifikasi pasien
Kesalahan karena keliru pasien sebenarnya terjadi disemua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengrahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien adalah pasien yang dalam
keadaan terbius/tersedasi, mengalami dis-orientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi didalam rumah
sakit atau akibat situasi lain.

6
Perawat harus mengidentifikasi seluruh pasien yang dirawat di RS dengan
benar :
a. Memastikan identitas pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan atau pengobatan.
b. Memastikan kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap
individu tersebut.
c. Proses identifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi pasien pada
saat : 1) Pemberian obat, darah atau produk darah.
2) Pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis ;
atau tindakan.
3) Tindakan lain (pembedahan, non pembedahan, pemeriksaan klinis
dan penunjang)
d. Identifikasi pasien mencakup 3 detail wajib yaitu Nama pasien,
Tanggal lahir/umur, Nomor rekam medis pasien.
2. Peningkatan Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas dan dipahami
oleh penerima pesan akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik,
lisan atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan
adalah perintah diberikan secara lisan dan melalui telepon.
a. Komunikasi secara lisan dan atau melalui telepon dilakukan
dengan metode T B K:
1. Penerima perintah menulis perintah (T)
2. Penerima perintah membacakan kembali perintah yang ditulis dan
menanyakan kebenaran isi perintah (B)
3. Pemberi perintah memberikan konfirmasi kebenaran perintah yang
telah ditulis dan telah dibacakan kembali tersebut (K)
4. Pemberi perintah harus sudah memberikan konfirmasi langsung
dengan cara membubuhkan tanda tangan dalam waktu 24 jam sejak
pemberian perintah.
b. Komunikasi pelaporan pelayanan dilakukan dengan metode S B A
R
1. S (SITUATION) : kondisi terkini yang terjadi pada pasien
2. B (BACKGROUND) : informasi penting apa yang
berhubungan dengan kondisi pasien

7
3. A (ASSESMENT) : Hasil pengkajian / penilaian kondisi
pasien terkini
4. R (RECOMMENDATION) : Apa yang perlu dilakukan
untuk mengatasi masalah pasien saat ini.
3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai
a. Obat yang harus diwaspadai adalah obat yang sering menyebakan
terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event) serta obat yang
beresiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) yaitu elektrolit konsentrat + obat-obat yang terlihat mirip
dan kedengarannya mirip (Nama obat Rupa dan Ucapan Mirip/
NORUM, atau Look Alike Sound Alike / LASA).
b. Semua obat High Alert Medication harus memiliki identifikasi dan
penandaan khusu dan dikelolah oleh petugas yang kompoten terhadap
obat-obat yang dimaksud (apoteker / tenaga kefarmasian).
c. Tempat penyimpanan obat-obat dalam kelompok ini khususnya
elektrolit konsetrat di Instalasi Farmasi, IRIN, IBS, IRJ, Kamar
bersalin (khusunya magnesium sulfat). Dimana obat-obat dimaksud
diberi tempat tersendiri / khusus.
d. Verifikasi ulang sebelum obat diberikan kepada pasien harus
dilakukan meliputi ketapatan pasien, obat, dosis, waktu serta cara
pemberian.
e. Syarat pemberian obat-obat yang perlu diwaspadai adalah mampu
melakukan monitoring efek samping, tersedia protocol pengelolahan
efek samping dan tersedia antidotumnya.
4. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
a. Proses verifikasi
1. Merupakan proses untuk megidentifikasi hal-hal yang harus
tersedia pada saat tindakan pembedahan, terdiri dari :

a) dokumen-dokumen yang terkait dengan tindakan pembedahan :


1). Assesment pra operasi, diagnosis pra operasi, rencana operasi
dan rencana anestesi.
2). Informed consent yang sudah ditanda tangani oleh pasien atau
keluarganya, dokter operator dan dokter anestesi.
b) hasil pemeriksaan penunjang (radiologi, laboratorium,dll).

8
c) alat-alat atau bahan khusus yang perlu disiapkan pada saat tindakan
seperti implan, tranfusi darah, dll.
2. Mencocokkan hal-hal tersebut diatas dengan pasien.
3. Proses verifikasi
4. Proses verifikasi dicatat dalam lembar verifikasi.
5. Proses verifikasi dilakukan sebelum pasien masuk kamar operasi.
b. Penandaan lokasi prosedur (marking)
Semua pasien yang akan di operasi dimana lokasi operasi memiliki
lateralisasi (sisi kanan dan sisi kiri), struktur ganda (jari-jari tangan, kaki,
lesi) atau tingkatan berlapis (tulang belakang, tulang iga) harus dilakukan
pemberian “surgical site marketing”.
c. Time out
Rumah sakit melaksanakan time out dalam rangkaian prosedur
keselamatan pasien bedah terstandar yang diadaptasi dari WHO-Surgical
Safety Checklist berupa :
1. Sign in
2. Time out
Proses time out harus diikuti oleh seluruh anggota tim yang terlibat dalam
prosedur bedah atau proses invasif.
Checklist keselamatan bedah harus dilakukan dan dilengkapi untuk seluruh
pasien yang menerima tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Tindakan time out dilakukan sebelum prosedur invasif atau sebelum
dilakukan insisi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan
termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood
stream infection) dan pneumonia (seringkali dihubungkan dengan ventilasi
mekanis).
Pokok dari eliminasi infeksi adalah cuci tangan atau hand hygiene yang tepat.
a. Kebersihan tangan merupakan proses membersikan tangan dengan
menggunakan sabun dan air yang mengalir atau dengan menggunakan
antiseptik yang berbasis alkohol (hand rub).
b. Semua orang yang berada di rumah sakit wajib menjaga dan
melaksanakan kebersihan tangan.
c. Rumah sakit memfasilitasi sarana prasarana kebersihan tangan
yang dibutuhkan.

9
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
a. Perawat wajib melakukan pengkajian resiko jatuh untuk setiap
pasien yang dirawat, guna meminimalkan resiko jatuh dengan metode
“morse fall” untuk pasien dewasa dan metode “humpty dumpty” untuk
pasien anak.
b. Pengurangan resiko jatuh dilakukan dengan memberikan
identifikasi jatuh pada setiap pasien, memberikan intervensi pada pasien
yang beresiko serta memberikan lingkungan yang aman.
2.8 Pewarnaan Gelang Pada Pasien
Issue Insiden akibat kesalahan medis di suatu pelayanan kesehatan adalah
1 : 25 artinya dari 25 pasien yang dirawat dirumah sakit 1 mengalami insiden
akibat kesalahan medis. Insiden adalah setiap kejadian/situasi yg dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yg tidak seharusnya.
Insiden ini juga dapat memberikan dampak kepada anda berupa biaya
pelayanan kesehatan menjadi lebih mahal, menderita efek yang merugikan dan
yang paling tidak diinginkan adalah kematian. Insiden sendiri dibagi menjadi
kejadian yang nyaris terjadi, potensi terjadi dan sudah terjadi.
Contoh insiden kesalahan medis.” Seorang pasien yang dirawat di rumah
sakit diberikan obat oleh petugas kemudian timbulah efek samping obat
berupa nyeri ulu hati, karena nyeri ulu hati makan dan minum jadi berkurang
dan pasien menjadi lemas. Keluarga menanyakan kepada petugas mengenai
perubahan pasien setelah di cek ternyata obat yang diminum bukan milik
pasien tetapi milik pasien lain yang mempunyai nama mirip dengan nama
pasien. Setelah di lakukan penulusuran ternyata petugas tidak menyakan
identitas dengan lengkap kepada pasien atau penunggu pasien “ insiden
seperti contoh diatas tentunya menimbulkan kerugian : hari rawat menjadi
lebih lama, biaya perawatan makin besar dan pasien mendapat dampak yang
tidak diingikan.
Tujuan pemasangan gelang identitas adalah agar petugas rumah sakit dapat
mengidentifikasi pasien yang dirawat inap di rumah sakit secara tepat pada
saat dilakukannya pelayanan maupun pengobatan. Contoh pelayanan
kesehatan dan pengobatan yang memerlukan identifikasi pemeriksaan

10
laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan operasi, pemberian obat atau
darah atau produk darah, dan lain sebagainya
Ada beberapa macam warna gelang identitas pasien yang digunakan dan
masing-masing warna memiliki fungsi identifikasi yang berbeda, tergantung
kebijakan rumah sakit masing-masing, yaitu:
1. Biru Muda, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk
pasien-pasien berjenis kelamin laki-laki;
2. Merah Muda/ Pink, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi
untuk pasien-pasien berjenis kelamin perempuan;
3. Kuning, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk
pasien-pasien yang berisiko jatuh;
4. Merah, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk
pasien-pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap suatu jenis obat;
5. Ungu, gelang ini digunakan sebagai tanda identifikasi untuk
pasien-pasien dengan kategori 'do not resuscitate' (DNR) .yaitu pasien atau
keluarga yang memilih tidak melanjutkan tindakan medis.
6. Hijau, gelang ini di berikan kepada pasien yang memiliki alergi
latex
7. Abu-abu, gelang ini diberikan kepada pasien yang menjalani
kemoterapi
2.9 Peran Perawat pasien Jiwa
Untuk menangani pasien dengan amuk tenaga medis terutama staf
keperawatan jiwa mempunyai peran sangat penting salah satunya adalah
dengan restrain extremitas. Secara umum, dalam psikiatrik restrain
merupakan suatu bentuk tindakan menggunakan tali untuk mengekang atau
membatasi gerakan ekstremitas individu yang berperilaku diluar kendali yang
bertujuan untuk mmebrikan keamanan fisik dan psikologis individu (Kandar
dkk, 2013). Saat melakukan restrain prosedur setiap rumah sakit harus
memiliki standarisasi untuk kode etik dan legal. Restrain merupakan
penerapan langsung kekuatan fisik pada individu tanpa seijin dari individu
tersebut yang bertujuan untuk membatasi gerak dari pasien.
Restrain biasanya digunakan untuk melindungi pasien dan orang lain saat
pengobatan dan terapi verbal tidak mencukupi serta mengendalikan pasien
berpotensi kekerasan. Restrain dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori
utama yaitu restrain lingkungan, restrain fisik dan restrain kimia

11
Australian Capital Territory/ ACT (2011) mengungkapkan bahwa standar
prosedur operasional pada pelaksanaan restrain pada pasien gangguan jiwa
meliputi 13 kondisi yaitu keadaan darurat, pengkajian pasien, cara lain atau
alternatif selain dilakukan restrain, memperhatikan hak dari pasien
(authorization), komunikasi, penerapan restrain, pemantauan saat pasien
sudah restrain, perawatan pada pasien yang terpasang restrain, evaluasi
restrain yang digunakan, evakuasi darurat telah direstrain, serta perhatikan
baik untuk pasien sendiri maupun keluarga pasien.

BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Keselamatan pasien dalam keperawatan merupakan bagian integral
dari program keselamatan pasien di rumah sakit.
Peran perawat dalam pelaksanaan sasaran keselamatan pasien perlu
dioptimalkan dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Perawat di
semua level harus disamakan dulu persepsinya khususnya dalam pemahaman
sasaran keselamatan pasien agar memberikan kontribusi yang optimal dan proses
pembangun budaya keselamatan pasien.

12
Kompetensi perawat dan sistem pelayanan perlu dibangun untuk
mencegah medical error oleh perawat.
3.2 SARAN
Dengan adanya peran perawat pada pasien diharapkan perawat dapat
memahami dam mangaplikasikan patient safety di rumah sakit umumnya dan
mahasiswa keperawatan khususnya yang akan menjadi perawat di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2008. Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI.
Choo, J. Hutchinson, A., & Bucknall, T.2010 Nurses’ Role in Medication Safety.
Journal of Nursing management.
Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Management Keperawatan. Yogyakarta: Nuhu
Medika.
Darmadi. 2009. Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta:
Salemba Medika.

13
http://www.kasih-group.com/id/berita/3086/manfaat-pemakain-gelang-identitas-
dalam-keselamatan-pasien-saat-dirawat-inap-di-rumah-sakit (diakses
pada tanggal 21 November 2017 pukul 12.15)
Kandar, Pambudi, P.S. (2013). Efektifitas Tindakan Restrain pada pasien perilaku
kekerasan yang menjalani perawatan diunit pelayanan intensif (UPIP)
RSJ Daerah DR. Amino Gondohutomo Semarang. Diakses pada tanggal
21 November 2017 pukul 13.15

14

Anda mungkin juga menyukai