Anda di halaman 1dari 18

IV.

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tentang pengelolaan sumberdaya perikanan rawa pasang surut

dalam perspektif otonomi daerah di Kabupaten Barito Kuala secara administrasi

memiliki 17 (tujuh belas) kecamatan yaitu Tabunganen, Tamban, Mekarsari, Anjir

Pasar, Anjir Muara, Alalak, Mandastana, Belawang, Wanaraya, Barambai,

Rantau Badauh, Cerbon, Bakumpai, Marabahan, Tabukan, Kuripan, dan

Jejangkit. Sedangkan penelitian itu sendiri dilaksanakan dari bulan Desember

2011 sampai Juni 2013.

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Barito Kuala (Sumber : Bappeda Kab. Barito
Kuala, 2011)
51

4.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif analitik. Metode deskriptif

dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian

(seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1993). Sementara

itu, metode deskriptif menurut Whitney (1999) dalam Koestoro & Basrowi (2006)

adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian ini

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,

termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-

pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-

pengaruh dari suatu fenomena.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode deskripsi adalah

suatu metode penelitian sebagai pemecahan masalah yang diteliti dalam

masyarakat atau mengenai fenomena atau kenyataan sosial dengan cara

menggambarkan atau melukiskan objek tersebut pada situasi sekarang

berdasarkan fakta-fakta sebenarnya.

Sementara itu, pengertian dari metode deskriptif analitis adalah suatu

metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap

objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum (Sugiono, 2009).

4.3 Jenis Data

Data yang dikumpulkan dari kajian potensi lahan rawa pasang surut untuk

budidaya perikanan yang ada di Kabupaten Barito Kuala ialah berupa data

primer dan sekunder. Data primer ialah data yang belum mengalami pengolahan
52

data spasial kesesuaian lahan budidaya perikanan diperoleh dari hasil observasi

di lokasi penelitian. Sementara itu data sekunder ialah data yang sudah

mengalami pengolahan sudah dalam bentuk pustaka, data sekunder yang

diperlukan terdiri dari data-data biofisik, keadaan umum wilayah, penggunaan

lahan, potensi sumberdaya perikanan dan lahan. Data ini diperoleh dari instansi

terkait yang sesuai dengan kajian studi.

Adapun data-data tersebut meliputi:

1) Data biofisik lahan rawa di Kabupaten Barito Kuala.

2) Profil daerah Kabupaten Barito Kuala dan keadaan fisik daerah rawa,

meliputi kondisi alam (geologi, iklim, temperatur, jenis tanah, topografi, dan

peta tematik yang berhubungan dengan wilayah lahan rawa).

3) Keadaan sosial ekonomi masyarakat yang terdiri dari: sumberdaya manusia,

jumlah dan pertumbuhan penduduk, ketenagakerjaan, tingkat pendapatan

masyarakat, produksi perikanan darat, dan sebagainya.

4.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi ke lapangan

(rawa pasang surut) untuk mengukur kondisi biofisik rawa pasang surut dan

melakukan kunjungan ke instansi-instansi Pemerintah Kabupaten Barito Kuala,

antara lain: (i) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barito Kuala, (ii) BPS

Kabupaten Barito Kuala, Unit Sumberdaya dan Konservasi Alam Kabupaten

Barito Kuala.

Selanjutnya dari pengumpulan data-data tersebut di atas dilakukan

peninjauan ke lapangan dan wawancara sebagai input untuk kelengkapan data

penelitian ini, kepada tokoh masyarakat, terdiri tokoh politik, tokoh ormas, dan

kelompok petani; intelektual, staf pengajar perguruan tinggi yang kompeten; dan
53

pihak swasta (pengusaha) yang memanfaatkan sumberdaya lahan rawa.

Pengumpulan data dapat dijelaskan sebagaimana Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Teknik pengumpulan data dan sumber data

Teknik
No Analisis Jenis Data Pengumpulan Sumber Data
Data

1. Potensi Data Primer Observasi Lokasi Rawa


Sumberdaya Peta potensi Lapangan dan Dinas Kelautan dan
Lahan Rawa wilayah Dokumentasi Perikanan Kab.
Pasang Surut Barito Kuala
Sistem Informasi Data Sekunder
BPS Kab. Barito
Geografis (GIS) Data biofisik rawa Kuala
Unit Sumberdaya
dan Konservasi Alam
Kab. Barito Kuala
2. Kontribusi Data Sekunder Observasi Dinas Kelautan dan
Sumberdaya Rawa Proporsi jumlah Lapangan dan Perikanan Kab.
Pasang Surut RT Dokumentasi Barito Kuala
Gini Coepffcient Proporsi Jumlah BPS Kab. Barito
(GC) pendapatan Kuala
Kontribusi Sektor Unit Sumberdaya
dan Konservasi Alam
Nilai tambah Kab. Barito Kuala
bersih sektor
Produk Demostik
Regional Bruto
3. Keberkelanjutan Data Primer Kuisioner dan Pejabat pemerintah
Sumberdaya Rawa Dimensi ekologi Wawancara terkait
Pasang Surut Tokoh masyarakat
Dimensi ekonomi
Multidimensional Intelektual
Scaling (MDS) Dimensi sosial
dengan budaya Pihak swasta
Pendekatan Dimensi teknologi (pengusaha)
RAPFIH Dimensi hukum/
kelembagaan
4. Strategi Data Eksternal Observasi Hasil-hasil analisis GIS,
Pengelolaan Rawa Peluang Gini Coepffcient (GC),
Pasang Surut (opportunities) dan Multidimensional
SWOT Scaling (MDS)
Ancaman
(threats)
Data Internal
Kekuatan
(strengths)
Kelemahan
(weaknesses)

Sumber : Data diolah, 2011.

4.5 Analisis Data


54

Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Secara

kualitatif dengan memberikan gambaran tentang data PDRB (Produk Domestik

Regional Bruto), jumlah penduduk di wilayah lahan rawa, data potensi dan

pemanfaatan sumberdaya wilayah rawa.

Selanjutnya untuk analisis secara kuantitatif digunakan beberapa metode

analisis yaitu; (i) untuk menganalisis potensi lahan sumberdaya rawa pasang

surut digunakan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG); (ii) untuk

menganalisis kontribusi sumberdaya dan distribusi pendapatan digunakan Gini

Coefficient (GC) dan nilai tambah bersih (NTB); (iii) untuk menilai kondisi dan

status keberlanjutan sumberdaya rawa pasang surut digunakan analisis

Multidimensional Scaling (MDS); dan (iv) untuk menetapkan strategi

pengembangan rawa pasang surut dipergunakan analisis SWOT. Selengkapnya

alur penelitian ini disajikan pada Gambar 4.2.


55

· Kontribusi PDRB
Rawa Pasang Surut
RAWA · Pendapatan masyarakat
dan Perikanan (Indeks Gini)

Kesesuaian Lahan
(GIS)

Kriteria Pembangunan
Berkelanjutan (MDS)
Pengelolaan
Hukum/
Rawa Pasang Teknologi
Kelembagaan
Surut dan Perikanan Data
Berbasis Otonomi Sosial/
Ekonomi
Budaya
Daerah
Ekologi

Strategi
Rekomendasi
Pengelolaan Analisis SWOT
dari Kebijakan
Rawa

Kebijakan
Pengelolaan Rawa

Gambar 4.2. Diagram alir analisis data

4.5.1 Analisis Potensi Sumberdaya Perikanan Rawa Pasang Surut

Analisis potensi lahan rawa dilakukan secara diskriptif. Tujuannya untuk

mengetahui luas potensi lahan rawa pasang surut dan tipe rawa yang ada di

daerah tersebut. Untuk mengetahui potensi luas lahan rawa diambil dari data

Bappeda Kabupaten Barito Kuala sedangkan sebaran usaha pertanian dan luas

kebun usaha pertanian di Kabupaten Barito Kuala mengunakan teknik analisis

Sistem Informasi Geografis (GIS) dengan cara model tumpang susun,

pembobotan, pengharkatan dan kelas (Chirsman and Realino, 1998 dalam

Bengen, 2000).
56

Analisis spasial potensi lahan dengan GIS bertujuan untuk menentukan

secara spasial lahan budidaya perikanan tawar yang sesuai untuk dikembangkan

menjadi lahan budidaya perikanan. Penetapan kesesuaian lahan untuk budidaya

perikanan dilakukan dengan membagi kelas-kelas kesesuaian lahan berdasarkan

kriteria kelas kesesuaian lahan. Identifikasi dilakukan dengan pemisahaan serta

mempertimbangkan masing-masing faktor (parameter) pembatas.

Faktor-faktor pembatas dilakukan dengan mengklasifikasi potensi

sumberdaya rawa disusun dalam bobot, skor dan kelas. Penentuan bobot dan

skor/harkat, untuk lahan rawa dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas, yaitu:

S1 = sangat sesuai; S2 = sesuai; N = tidak sesuai saat ini. Adapun untuk bobot

setiap parameter yaitu: terbesar = 1; dan terkecil 0,5. Sedangkan untuk

pemberian skor yaitu: Skor tertinggi/kelas 1 = 3 dan seterusnya sampai terendah

dengan kelas 3 dengan skor = 1. Untuk nilai kesesuaian lahan yaitu;

S1 = sangat sesuai; S2 sesuai; N1 = tidak sesuai saat ini.

Tabel 4.2. Kriteria penentuan wilayah untuk budidaya (kolam, keramba dan
beje) di Kabupaten Barito Kuala

No Parameter S1 S2 N

Kolam
1. Ketebalan Gambut < 0,5 m 0,5 - 1 m >1 m
2. Land use/Lahan Tidak Tergenang Tergenang Musiman Tergenang Permanen
Areal Peruntukan Hutan Lindung, Hutan
3. Tata Guna Lahan Hutan Rawa
Lain Produksi
4. Kualitas Air:
- pH >6 4-6 <4
- DO(ppm) >3,0 2-3 <2
- NH3(mg/L) <0,05 0,05-0,1 >0,1
- H2S(mg/L) <0,02 0,02-0,1 >0,1
- Kekeruhan (NTU) <30 - 50 30-50 >50
Karamba
5. Kedalaman Perairan >4m 2-4 m <2m
6. Kualitas Air:
- pH >6 5-6 <5
- DO (ppm) >3,0 1 -2 <1
Beje
7. Land use/Lahan Tergenang Tergenang Permanen Tidak Tergenang
Musiman Hutan Areal Peruntukan Hutan Lindung,
8. Tata Guna Lahan
Rawa Lain Hutan Produksi
57

Sumber : Modifikasi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Ditjen Perikanan (2006)

Selanjutnya dilakukan metode tumpang susun union, yaitu dengan

menumpang tindihkan feature-feature dari coverage yang berbeda untuk

menghasilkan feature bam. Feature baru yang dihasilkan mengandung informasi

baik data spasial maupun data atribut dari masing-masing feature yang

ditumpangtindihkan berdasarkan metode Indeks Overlay Model. Proses tumpang

susun dilakukan bertahap sampai semua feature menjadi satu spasial dan

atributnya membentuk suatu sistem data dasar.

4.5.2 Analisis Kontribusi Sumberdaya Perikanan Rawa Pasang Surut

Menganalisis distribusi pendapatan dilakukan dengan pendekatan gini

rasio. Gini ratio merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan

membandingkan luas antara diagonal dan Kurva Lorenz (daerah A) dibagi

dengan luas segitiga di bawah diagonal. Rumus untuk menghitung gini ratio

adalh sebagai berikut:

k
Pi (Qi + Qi −1 )
G = 1− 
i =1 10.000

Dimana :
Pi : persentase rumahtangga atau penduduk pada kelas ke-i
Qi : persentase kumulatif total pendapatan atau pengeluaran sampai
kelas ke-i

Sementara itu, nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1 (BPS), dengan

kriteria sebagai berikut:

⬧ G < 0,3 → ketimpangan pendapatan rendah


⬧ 0,3 ≤ G ≤ 0,5 → ketimpangan pendapatan sedang
⬧ G > 0,5 → ketimpangan pendapatan tinggi
58

Kurva Lorenz
 Adalah titik potong antara persentase kumulatif jumlah rumahtangga
(penduduk) dan persentase kumulatif total pendapatan.
 Kurva lorenz memberikan gambaran persentase penduduk yang menerima Q
persen pendapatan
 Jika kuva lorenz mendekati diagonal OA → pendapatan semakin merata,
karena nilai G semakin kecil
 Jika G mendekati nol → distribusi pendapatan yang diterima hampir sama
dengan banyak penduduk.
Tingkat kemerataan menurut Bank Dunia (dilihat dari sebaran atau

distribusi pendapatan pada kelompok penduduk) yang dibagi menjadi 3 (tiga),

yaitu:

⬧ 40 % pertama → kelompok kurang beruntung


⬧ 40 % kedua → kelompok menengah
⬧ 20 % ketiga → kelompok kaya

Tingkat kesenjangan distribusi pendapat juga dapat diukur dengan

metode Bank Dunia. Pola pengukuran distribusi pendapatan Bank Dunia

membagi jumlah populasi penduduk ke dalam tiga kelompok, yaitu 40%

berpendapatan rendah, 40% berpendapatan menengah/sedang dan 20%

berpendapatan tertinggi. Kelompok yang 20% umumnya dikatakan kelompok

terkaya, sedangkan kelompok yang 40% terendah umumnya digolongkan

kepada kelompok termiskin dan kelompok lainnya dimasukan sebagai kelompok

masyarakat kelas menengah (Tambunan, 2010). Menurut kriteria Bank Dunia,

tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi jika 40%

penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12%

dari jumlah pendapatan, tingkat ketidakmerataan sedang jika kelompok tersebut

menerima antara 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan, dan tingkat

ketidakmerataan rendah jika kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17%

dari jumlah pendapatan.


59

Sementara itu, kontribusi terhadap perekonomian wilayah digunakan nilai

tambah bersih (NTB) sumberdaya perikanan air tawar. Analisis NTB dilakukan

dengan harga berlaku dan harga konstan, untuk harga konstan sebagai tahun

dasar diambil tahun 2011, maka dapat ditulis.

Dimana :

Ks = Kontribusi Sektor
Vas = Nilai tambah bersih sektor
PDRB = Produk Demostik Regional Bruto

Perikanan
Rawa PDRB

Nilai Nilai Tambah


Produksi Bersih

Gambar 4.3. Model analisis kontribusi sumberdaya lahan rawa

4.5.3 Analisis Keberkelanjutan Sumberdaya Perikanan Rawa Pasang Surut

Dalam rangka mengevaluasi keberlanjutan sumberdaya perikanan rawa

secara menyeluruh analisis yang digunakan adalah Multidimensional Scaling

(MDS). Metode ini dapat mencakup secara luas dimensi-dimensi yang

berhubungan dengan keberadaan sumberdaya rawa dengan menentukan dasar

acuan yaitu “baik" (good) dan “tidak baik" (bad).

MDS dapat menganalisis secara lengkap tentang gambaran keadaan

sumberdaya rawa. Metode ini pada dasarnya adalah metode multivariate yang

dapat menangani data non-metric dan juga dikenal sebagai salah satu ordinasi

dalam ruang (dimensi) yang diperkecil (ordination in reduced space). Ordinasi

sendiri merupakan proses yang berupa “plotting” titik objek (posisi) disepanjang
60

sumbu-sumbu disusun menurut hubungan tertentu (ordered relationship) atau

dalam suatu sistem grafik yang terdiri dari dua atau lebih (Legendre dan

Legendre dalam Susilo, 2003). Kelebihan lainnya dalam metode ini dapat

merangkum data yang multidispliner yang didapat di lapangan sehingga

menghasilkan banyak informasi secara kuantitatif dan proyeksi. Pendekatan

dengan metode ini telah banyak dikembangkan untuk menganalisis lingkungan

(Susilo, 2003).

Penggunaan Multidimensional Scaling (MDS) dalam menganalisis

sumberdaya perikanan rawa pasang surut, setiap atribut dilakukan skoring.

Atribut-atribut yang berkaitan pada aspek sumberdaya rawa antara lain; ekologi,

ekonomi, sosial budaya, teknologi, hukum dan kelembagaan, dan atribut tersebut

tersebut dinilai yaitu “baik" dan “buruk". Dari kedua penilaian tersebut ada

perbedaan jumlah peringkat yang tergantung pada landasan teori yang dapat

digunakan terhadap jumlah peringkat. Contohnya dalam menentukan tingkat

pemanfaatan lahan rawa, ditentukan 3 peringkat yaitu kecil, besar, sangat besar.

Jika di dalam suatu atribut peringkatnya belum jelas maka ditentukan dengan

melakukan “scientific judgment" dengan membuat skor; rendah, sedang, tinggi.

Sementara itu, Multidimentional Scalling (MDS) sebagaimana Susilo

(2003) secara garis besar dijelaskan sebagai berikut:

1) Hasil data lapangan (primer dan sekunder) wilayah rawa dari semua dimensi

dilakukan skoring.

2) Ditentukan acuan utama baik (good) dan buruk (bad) dengan melakukan

skor baik dan buruk pada semua atribut.

3) Membuat dua titik utama lainnya yaitu “titik tengah" yang merupakan titik

buruk dan titik baik. Dua titik acuan utama tambahan ini menjadi acuan

arahan vertikal (“atas" atau “up" dan “bawah” atau “down").

4) Membuat titik acuan tambahan yang disebut sebagai jangkar (anchors) yang
61

dapat digunakan untuk membantu hasil ordinasi. Titik tersebut sebagai titik-

titik bertindak sebagai stabilizer yang membantu semacam “amplop"

sehingga titik-titik lokasi penelitian di Kabupaten Barito Kuala tidak berada di

luar amplop. Titik-titik ini juga berguna dalam melakukan analisis regresi

untuk menghitung "stress" yang merupakan bagian dari MDS.

5) Melakukan standarisasi nilai skor untuk snap atribut dengan metode:

Keterangan:

XikSd = nilai skor standar lokasi penelitian (termasuk tititk-titik acuannya)


ke-i = 1, 2,...n, pada setiap atribut ke-k = 1, 2,.... p;
Xik = nilai skor awal lokasi penelitian (termasuk titik acuannya) ke-i = 1,
2,...n, pada setiap atribut ke-k = 1, 2,.... p;
Xk = nilai tengah skor pada setiap atribut ke k = 1, 2,....p;
Sk = simpangan baku skor pada setiap atribut ke-k = 1,…2,…,p.

6) Menghitung jarak antar lokasi sumberdaya rawa dengan metode pada

Euclidean distance berdimensi n ditulis sebagai berikut:

7) Membuat ordinasi untuk seluruh atribut untuk setiap dimensi berdasarkan

aspek algoritma analisis multidimensional scaling (MDS). Dalam analisis

MDS dimensi atribut yang semula banyak menjadi tinggal dua dimensi yang

akan menjadi sumbu -X dan -Y. Hasil dari ordinasi adalah matrik V (n x 2)

dimana n adalah jumlah lokasi yang diteliti.

8) Jarak antar objek dihitung dengan melakukan regresi jarak Euclidean (dij)

dengan titik asal (Dij) dapat ditulis persamaannya yaitu:

Analisis regresi dalam MDS mencakup penilaian stress dengan

melakukan goodness of fit di dalam MDS menjadi sangat penting, sebab


62

goodness of fit mencerminkan indikator besarnya nilai S (stress); jika mengacu

dalam RAPFISH tingkat nilai S (stress > 0.25).

Untuk pembuatan skala berkelanjutan (sustainabilitas) dari “Buruk" ke

“Baik" (0-100) pada sumbu x titik atas adalah ±50 pada skala sumbu -y dan titik

bawah adalah 50 pada skala sumbu -y, yang mengacu pada Susilo (2003)

adalah:

Untuk i = 1, 2, ….n;

Didapat : Vf(i,2) = Vf(i,2) – Vf(I good, 2)

Nilai indeks untuk dimensi-dimensi sumberdaya rawa Kabupaten Barito

Kuala, Nilai Indeks berkelanjutan (sustainable) apabila > 50 dan nila indeks < 50

belum berkelanjutan (belum sustainable). Untuk penelitian ini indek

keberkelanjutan dibuat empat (4) kategori selengkapnya disajikan dalam Tabel

4.3

Tabel 4.3. Indeks keberlanjutan sumberdaya perikanan rawa pasang surut


di Kabupaten Barito Kuala

Nilai Indeks Kategori

0 – 25 Buruk (Tidak berkelanjutan)


26 – 50 Kurang (Kurang berkelanjutan)
51 – 75 Cukup (Cukup berkelanjutan)
76 – 100 Baik (Sangat berkelanjutan)
Sumber : Dimodifikasi dari Susilo (2003)

Analisis Sensivititas

Setelah analisis MDS dan didapat indeks keberkelanjutan sumberdaya

perikanan rawa perlu melakukan analisis sensitivitas dari atribut-atribut tersebut.


63

Kegunaannva adalah untuk mengetahui atribut-atribut mana yang berpengaruh

atau berperan yang memberikan kontribusi terhadap nilai keberkelanjutan

sumberdaya tersebut.

Analisis sensitivitas ini menggunakan “attribute leveraging” untuk melihat

perubahan dari hasil analisis MDS. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk

perubahan root mean square (RMS), khususnya pada sumbu x terutama pada

skala berkelanjutan sumberdaya dan perubahan sumbu y tidak diperhitungkan.

Hal ini dikarenakan hanya untuk melihat perubahaan RMS. Rumus RMS tersebut

adalah:

Vf (i1) = Nilai hasil MDS (setelah rotasi dan flifing)


Vf(,1) = Nilai tengah hasil MDS pada Kolom ke-1

Analisis Monte Carlo

Analisis Monte Carlo dilakukan dalam rangka mengevaluasi pengaruh

dari galat dengan menduga suatu nilai statistik tertentu. Penilaian dalam

penelitian ini adalah hasil nilai MDS sumberdaya rawa. Analisis dengan metode

Monte Carlo (Kavanagh, 2001 yang diacu dalam Anna 2003) berguna untuk

mempelajari yaitu:

1) Pengaruh kesalahan dalam skor atribut yang disebabkan oleh pemahaman

kondisi sumberdaya rawa.

2) Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh

penelitian yang berbeda.

3) Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi) dan juga melihat

kualitas stabilitas titik-titik acuan metode yang dilakukan.

4) Kesalahan memasukan data atau data yang hilang.


64

5) Tingginya nilai stress hasil analisis.

Proses analisis MDS, Monte Carlo, dan Leverage dapat dijelaskan dalam

skema di bawah ini.

Start

Identifikasi dan
Pendefinisian
Riview Atribut
Sumberdaya Rawa
Pasang Surut

Skoring SDI (Konstruksi


reference “good” dan
“bad” serta “anchor”

MDS Ordinasi
(untuk setiap atribut)

Simulasi Monte Analisis


Carlo Leverage

Gambar 4.4. Proses analisis MDS untuk data sumberdaya lahan rawa
(Sumber : Alder et al. (1998) dalam Anna (2003))

4.5.4 Analisis Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Rawa Pasang

Surut

Pengembangan kebijakan pengelolaan kawasan rawa pasang surut di

Kabupaten Barito Kuala dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT

(Strengths, Waknesses, Opportunities, and Threats). Analisis ini dilakukan

dengan menggunakan data kuantitatif dan deskripsi keadaan. Dari analisis ini

dapat dihasilkan strategi pengembangan kawasan rawa di Kabupaten Barito

Kuala untuk kegiatan perikanan tangkap dan budidaya perikanan.

Terkait dengan analisis SWOT ini, data bersifat data eksternal dan

internal. Data eksternal adalah data yang berasal dari lingkungan luar berupa
65

peluang (opportunities) dan ancaman (threats), sedangkan data internal adalah

data yang berasal dari dalam sistem pengelolaan kawasan rawa, mencakup

ketersediaan sumberdaya alam, kondisi sumberdaya manusia dan arah

pengembangan kawasan yang dijadikan kekuatan (strengths) dan kelemahan

(weaknesses). Pengumpulan data tersebut digunakan untuk model matrik faktor

stretegi eksternal dan matrik faktor stretegi internal.

Pembuatan matrik data menurut Salusu (2006), disusun dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Pada kolom 1 (faktor-faktor strategi eksternal), disusun peluang-peluang

dan ancaman-ancaman.

2) Pada kolom 2 (bobot), masing-masing deskripsi dari peluang dan

ancaman pada kolom pertama diberi bobot. Bobot bernilai 1,0 (sangat

penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting), jumlah bobot untuk semua

faktor peluang dan ancaman sama dengan 1,0.

3) Pada kolom 3 (rating), setelah diberi nilai bobot selanjutnya masing-

masing faktor diberi skala perangkat dimulai dari nilai 4 (outstanding)

sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut

terhadap kondisi pemanfaatan lahan untuk suatu kegiatan tertentu.

Pemberian nilai peringkat untuk peluang bersifat positif (nilai 4 = sangat

besar, 3 = besar, 2 = sedang dan 1 = kecil). Sedangkan pemberian nilai

peringkat untuk ancaman bersifat negatif (nilai 4 = kecil, 3 = sedang,

2 = besar dan 1 = sangat besar).

4) Pada kolom 4 (skor), berisikan nilai hasil perkalian bobot dan rating,

nilai hasil kali tersebut merupakan skor pembobotan dari masing-

masing faktor.

5) Pada kolom 5 (komentar), berisikan catatan mengenai mengapa faktor-

faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.


66

6) Terakhir adalah menjumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, nilai

tersebut menunjukkan bagaimana sistem bereaksi terhadap faktor-

faktor strategis eksternalnya.

Tabel 4.4. Matrik analisis faktor-faktor strategi eksternal

Faktor-faktor Strategi
Bobot Rating Skor Komentar
Eksternal

Peluang (O):
O1
O2
…….

Ancaman (T):
T1
T2
…….

Total

Sumber : Salusu (2006)

Matrik faktor strategi internal sama seperti halnya matrik faktor eksternal

di atas, namun terdapat perbedaan pengertian nilai peringkat pada kolom 3.

Menurut Salusu (2006), peluang bersifat positif (nilai = 4 sangat besar, 3 =

besar, 2 = sedang dan 1 = kecil). Sedangkan pemberian nilai peringkat untuk

kelemahan bersifat negatif (nilai 4 = kecil, 3 = sedang, 2 = besar dan 1 = sangat

besar).

Tabel 4.5. Matrik analisis faktor-faktor strategi internal

Faktor-faktor Strategi
Bobot Rating Skor Komentar
Internal
1 2 3 4 5

Kekuatan (S):
S1
S2
…….

Kelemahan (W):
W1
W2
…….
Total
Sumber : Salusu (2006)
67

Tahap analisis data menggunakan model matrik TOWS, dimana terdapat

empat strategi yang dapat dihasilkan, yaitu; SO, WO, ST dan WT. Setelah

diperoleh matrik TOWS, selanjutnya disusun ranking semua strategi yang

dihasiikan berdasarkan faktor-faktor penyusunan strategi tersebut (Salusu,

2006).

Tabel 4.6. Model matrik TOWS hasil analisis SWOT

Matrik TOWS Strengths Weaknesses

SO1 WO1
Opportunities SO2 WO2
SOn WOn

ST1 WT1
Threats ST2 WT2
STn WTn
Sumber : Salusu (2006)

Anda mungkin juga menyukai