Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KB PRIA

Dosen: Prof. Hidayat Wijaya, dr., Sp.OG(K) dan TIM

Mega Rosnawati 4007190017

PROGRAM MAGISTER TERAPAN KEBIDANAN

STIKes DHARMA HUSADA BANDUNG

2019

I
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, alhamdulillah berkat rahmat-


NYA penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KB PRIA”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah kontrasepsi
dan KB. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, mengingat keterbatasan waktu, kemampuan dan pengetahuan serta
pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran-
saran dan kritik yang sifatnya membangun yang menyempurnakan makalah ini. Mudah-
mudahan makalah ini dapat dipertanggung jawabkan dan bermanfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan. Segala kesempunaan hanya milik Allah SWT. Sebagai makhluk
kita hanya dapat berusaha dan berdo’a, semoga kita masuk dalam golongan yang
dicintainya.

Bandung, 5 Desember 2019

Mega Rosnawati

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………… ii

BAB I ……………………………………………………………………. 1

PENDAHULUAN ………………………………………….…………… 1

1.1 Latar Belakang………………………………………… 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………... 2

1.3 Tujuan…………………………………………………. 2

BAB II……………………………………………………….…………. 3

PEMBAHASAN……………………………………………………….. 3

2.1 Pengertian Tubektomi…………………….......….……. 3

2.2 Keuntungan dan Kekurangan………….……….….…... 3

2.3 Sasaran Tubektomi…………………..…………...……. 4

2.4 Kapan Tubektomi dilakukan………………………..…. 5

2.5 Persiapan Klien Metode Operasi Tubektomi………….. 6

2.6 Minilaparatomi………………………………………… 6

BAB III……………………………………………………………….... 14

PENUTUP…………………………………………………………...… 14

3.1 Simpulan………………………………………………... 14

3.2 Saran……………………………………………………. 14

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. iv

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Partisipasi pria menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program

Keluarga Berencana (KB). Sebaik apa pun program yang dilakukan pemerintah

tetapi tanpa peran aktif masyarakat, program tersebut tidak akan mencapai hasil yang

diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi

merupakan salah satu isu penting dalam kesehatan reproduksi.

Perkembangan teknologi kontrasepsi begitu cepat namun tidak diimbangi

dengan peran serta pria untuk ikut berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi.

Program KB jangka panjang untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015 berupaya

mencapai peningkatan kesetaraan pria dalam ber-KB sehingga terwujudnya

peran serta pria dalam ber-KB.

Berdasarkan data SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun

2012, partisipasi pria dalam ber-KB secara nasional hanya mencapai 2,8% di

antaranya 2,5% akseptor kondom dan 0,3% akseptor vasektomi. Berdasarkan data

tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi pria dalam ber-KB masih rendah jika

dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2014 yaitu 5%.

Penyebab rendahnya partisipasi pria dalam ber- KB adalah keterbatasan

pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi dan paradigma yang berkaitan

dengan budaya patriarki dimana peran pria lebih besar daripada wanita, hal ini

terlihat kurangnya informasi yang di dapat. Ketidaksetaraan gender dan


kesehatan reproduksi sangat berpengaruh pada keberhasilan program KB.

Sebagian besar masyarakat masih mengganggap bahwa penggunaan kontrasepsi

adalah urusan wanita saja.

Mengacu pada pelaksanaan International Conference on Population and

Development (ICPD) atau Konferensi Internasional Kependudukan dan

Pembangunan tahun 1994 di Kairo dan Millenium Development Goals (MDGs)

disebutkan adanya akses yang sama antara pria dan wanita terhadap fasilitas-

fasilitas pendidikan dan kesehatan. Namun faktanya untuk meningkatkan kesetaraan

pria dalam ber-KB masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Kedepan perkembangan teknologi kontrasepsi perlu mempertimbangkan hak-

hak reproduksidan aspek kesetaraan gender, sehingga tidak terjadi ketimpangan

dalam perkembangan teknologi kontrasepsi antara metode pria dan wanita saat ini

kontrasepsi perempuan telah berkembang dengan pesat dengan berbagai alternative

dan anka kegagalan yang sangat rendah (Kammen, Oudshoroom, 2004).

Sebaliknya, Kontrasepsi pria masih terbatas jenisnya, karena tidak dikaitkan

dengan jupaya mewujudkan hak-hak reproduksi seseorang dan kesetaraan gender.

Masalah inilah yang menjadi landasan mengapa perkembangan teknologi kontrasepsi

perlu lebih mengarah pada teknologi kontrasepsi pria (Keder, 2002).

Pada beberapa dekade terakhir ini, banyak penelitian difokuskan kepada

perkembangan efektifitas dan keamanan kontrasepsi pria. Idealnya kontrasepsi pria

itu harus memiliki khasiat jangka lama, tetapi bersifat revesibel dalam hal

menyebabkan azoospermia (tidak adanya sperma didalam semen). Menurunkan

jumlah sperma relative lebih sulit bila dibandingkan dengan menghambat terjadinya
ovulasi terhadpa wanita. Hal ini karena jumlah sperma sekali ejakulasi dapat

melebihi 20-40 juta sperma, sedangakn wanita umumnya hanya untuk menghambat

satu sel telur untuk setiap bulannya.

Masalahnya ialah beberapa metode yang dikembangjan sampai saat ini masih

belum dapat diedarkan dipasaran sebagai mana alat kontrasepsi pada perempuan.

Masih diperlukan uji klinik yang lebih luas sebelum digunakan untuk kepentingan

program keluarga berencana. Untuk itu perlu pemahaman lebih lanjut agar

perkembangan metode kontrasepsi pria dapat dipahami oleh semua pihak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Jelaskan macam-macam KB yang bisa digunakan oleh pria ?

2. Apa saja yang menjadi faktor penyebab tidak populernya KB pria ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui macam-macam kb yang bias digunakan oleh pria

2. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi ketidak populerannya KB pria


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian KB

Kontrasepsi asal kata dari ‘kontra’ yang berarti mencegah/ menghalangi

dan‘konsepsi’ yang berarti pembuahan/pertemuan antara sel telur dengan sperma.

Jadikontrasepsi diartikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai

akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma.

Kontrasepsi dapat menggunakan berbagaimacam cara, baik dengan

menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi.Menurut Kamus

BKKBN (2011) Kontrasepsi adalah Obat atau alat untuk mencegahterjadinya konsepsi

(kehamilan). Jenis kontrasepsi ada dua macam, yaitu kontrasepsi yang mengandung

hormonal (pil, suntik dan implant) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD,Kondom).

Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Dapat dipercaya; 2. Tidak

menimbulkan efek yang mengganggu kesehatan; 3. Daya kerjanya dapat diatur

menurut kebutuhan; 4. Tidak menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus; 5.

Tidak memerlukan motivasi terus-menerus; 6. Mudah pelaksanaanya; 7. Murah

harganya sehingga dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat; 8. Dapat diterima

penggunaanya oleh pasangan yang bersangkutan.

2.2 Program Baru BKKBN

Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya

darimewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi
untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas

adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru Program Keluarga Berencana ini,

misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi,

sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga (Sarwono, 2003).

Berdasarkan visi dan misi tersebut, program Keluarga Berencana Nasional

melalui pemilihan alat kontrasepsi yang tepat mempunyai kontribusi penting dalam

upayameningkatkan kualitas penduduk.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2011

akan memprioritaskan tiga program peningkatan partisipasi KB, yaitu program KB

bagi generasi muda memasuki usia nikah, program KB bagi penduduk miskin, dan

program KB bagi penduduk di daerah terpencil dan perbatasan (Kompas, 2010).

Kepala BKKBN Sugiri Syarief mengemukakan hal itu sebelum memimpin

rapat Penyerahan Daftar Isian Proyek Anggaran (DIPA) 2011 kepada jajaran BKKBN

di Jakarta. Penekanan tiga prioritas program tersebut, karena sesuai hasil evaluasi

pelayanan Program KB pada 2010, kepesertaan KB bagi kalangan penduduk miskin

dinilai masih rendah, termasuk penduduk di daerah terpencil dan perbatasan, serta

sosialisasi program bagi generasi muda menjelang usia nikah juga masih kurang.

Adanya anggaran untuk program KB Nasional termasuk BKKBN pada 2011 yang

mencapai Rp 2,4 triliun, makatiga sasaran kesertaan KB tersebut, termasuk di luar tiga

sasaran juga mampu meningkatkan kesertaan KB Nasional (Kompas, 2010).


Dengan anggaran Program KB yang cukup, maka BKKBN akan mampu

memenuhi target rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) periode 2009-2014

antara lain penurunan pertumbuhan penduduk dari 1,4 persen per tahun saat ini

menjadi 1,1 persen pada 2014, serta penurunan angka kesuburan wanita (TFT-total

fertility rate) dari 2,4 menjadi 2,1 pada 2014.

Kesertaan KB Pria yang baru mencapai 1,5 persen saat ini, BKKBN

bekerjasama Unair Surabaya dan Indofarma telah mengembangkan alatkontrasepsi

oral (pil) KB Pria berupa fitofamarka dari buah gandarusa yang dijadwalkan

diluncurkan penggunaan pada akhir 2011 mendatang. Fitofarmaka (pil) jamu tersebut

telahdiujicobakan pada fase I bagi 36 pria yang terbukti tidak memiliki efek

samping,selanjutnya pada fase II akan diujicobakan bagi 200 pria, sehingga nantinya

diharapkandapat disosialisasikan masyarakat luas untuk peningkatan kesertaan KB

pria (Kompas,2010)

2.3 Tujuan Program KB

Tujuannya adalah memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak,

keluarga dan bangsa; mengurangi angka kelahiran untuk menaikan taraf hidup rakyat

dan bangsa; memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang

berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak

serta penanggulangan kesehatan reproduksi. (Sarwono,2016)


2.4 Macam-Macam KB Pria

2.4.1 Kondom

Ini merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi pria yang paling banyak

digunakan. Alasannya, karena praktis dan mudah didapat. Bahkan kini juga banyak

tersedia kondom dengan beragam rasa yang bisa menimbulkan sensasi tersendiri

saat berhubungan intim.

Cara pakai yang mudah, harga yang tidak terlalu mahal, banyak tersedia, serta

gampang diperoleh, jadi kelebihan alat kontrasepsi jenis ini. Meskipun tidak 100

persen, penggunaan kondom sangat efektif untuk mencegah kehamilan. Namun

dengan catatan, jika Anda memasangnya dengan benar. Selain itu, kondom juga

bisa melindungi Anda dari risiko penyakit kelamin menular.

Walaupun begitu, banyak pria berpendapat bahwa menggunakan kondom

malah akan menurunkan sensasi dalam berhubungan seks. Di samping itu, efektif

atau tidaknya kondom ditentukan dari ukurannya yang mesti pas dan cara

memakainya yang benar. Belum lagi, beberapa bahan kondom ada yang membuat

pria jadi tidak nyaman atau bahkan mengalami gatal-gatal.

2.4.2 Senggama Terputus

Senggama terputus (coitus interruptus) atau metode dengan cara melakukan

ejakulasi di luar merupakan metode alami yang dipilih pria yang malas

menggunakan kondom atau alat kontrasepsi lainnya.

Saat bercinta, pria akan menarik keluar penisnya dari vagina ketika ia hendak

mengalami ejakulasi. Walaupun membuang sperma di luar vagina cukup ampuh


dalam mencegah kehamilan, Anda tetap bisa berisiko tertular penyakit kelamin

karena tetap ada kontak langsung antara kedua organ intim.

2.4.3 Vasektomi

Sejumlah penelitian mengatakan bahwa ini adalah alat kontrasepsi yang

sangat aman dan efektif. Tapi, ini merupakan metode kontrasepsi permanen yang

membuat pria tak akan bisa membuahi sel telur wanita selama seumur hidupnya.

Jadi, kontrasepsi ini jadi pilihan hanya jika Anda dan pasangan berencana untuk

tidak memiliki anak lagi.

Vasektomi dijamin lebih dari 99 persen efektif untuk mencegah kehamilan.

Anda tidak perlu khawatir metode ini akan berpengaruh pada gairah seks,

kemampuan ereksi, orgasme, maupun ejakulasi. Dan yang penting Anda dan

pasangan tidak perlu takut kebobolan saat bercinta.

Sekadar informasi, vasektomi dilakukan dengan mengikat

saluran vasdeferens pada testis, sehingga air mani yang keluar saat ejakulasi tidak

mengandung sperma. Karena ini merupakan prosedur operasi, bisa saja timbul efek

samping dan komplikasi serta perasaan tidak nyaman usai tindakan dilakukan.

Selain itu, Anda masih tetap harus memakai alat kontrasepsi lain selama tiga bulan

setelah vasektomi untuk mencegah sisa-sisa sperma yang masih ada. Vasektomi

juga tidak bisa melindungi Anda dari risiko penyakit menular.

2.4.4 Suntik Testoteron

Testosteron, selain berperan dalam kesehatan dan gairah seksual pria, juga

bisa menjadi alat kontrasepsi. “Injeksi yang disuntikkan pada bokong ini dapat
meminimalisir hingga menghilangkan jumlah sperma, namun masih dalam proses

penelitian lebih jauh,” kata dr. Nugroho Setiawan, MS, SpAnd, dari RSUP

Fatmawati, Jakarta. Hasil penelitian di Tiongkok mencatat, dari sejumlah pria yang

berpartisipasi, sebagian besar dari mereka memiliki kadar sperma yang sedikit dan

tidak terjadi kehamilan setelah dilakukan suntik ini. Sedangkan efek samping yang

ditimbulkan antara lain munculnya jerawat dan perubahan dorongan seksual.

2.4.5 Pil Kontrasepsi

Dalam waktu tidak lama lagi, bukan hanya wanita yang memakai pil

kontrasepsi, pria pun juga. Para peneliti dari Wolverhampton University, Inggris,

mengembangkan pil kontrasepsi untuk pria. Cara kerja pil ini adalah menghentikan

sementara gerak sperma dalam beberapa menit, agar tidak berenang sampai ke sel

telur menggunakan senyawa peptida sebagai material utama. Menurut Profesor

John Howl, peneliti utama dalam proyek ini, pil harus diminum beberapa saat

sebelum berhubungan seksual. Pil ini tidak meninggalkan efek samping dan ketika

tidak dikonsumsi, pria otomatis kembali subur.

2.5 Perkembangan Metode KB dengan alat

2.5.1 Mekanis

a. Kondom 'spray-on

'Seorang penemu di Jerman telah membuat kondom dengan sistem semprot.

Dengan kondom ini, dijamin tak akan ada lagi yang bingung mencari kondom yang

sesuai sebab kondom akan menyesuaikan ukuran dengan sendirinya. Menurut sang

penemu, Jan Vinzenz Krause, Direktur Institute for Condom Consultancy Jika pergi

ke toko obat untuk membeli kondom, yang kebanyakan dijual adalah yang pas
untuk pria dengan panjang penis rata-rata 14,5 cm. Tetapi banyak orang yang

memiliki penis lebih kecil atau lebih besar dari ukuran itu. Maka Krause

menciptakan kondom yang disebut kondom 'spray-on' dengan sistem pompa yang

menyemprotkan lateks cair ke alat kelamin dalam hitungan detik. Krause telah

mengajukan hak paten untuk sistem penyemprotan lateks yang ia ciptakan. Ia

mengaku sudah memiliki prototipe yang sukses dan penemuannya ini dalam

percobaan dapat menyesuaikan ukuran dengan ukuran yang paling besar

sekalipun.Untuk menggunakan kondom semprot ini, pria memasukkan penisnya ke

dalam tabung dan menekan tombol untuk menyemprotkan lateks cair dari cartridge

yang bisa dilepas. Karet lateks akan mongering dalam hitungan detik. Setelah

selesai digunakan, kondom ini bisa dilepas seperti kondom biasa. Waktu yang

dibutuhkan agar lateks dapat mengering adalah sekitar 20 - 25 detik. Tapi Krause

sedang mengupayakan agar waktunya bisa dipercepat lagi menjadi 10 detik. Dalam

survei yang lakukan, ditemukan ada 2 tanggapan yang berbeda dari para pria.

Beberapa pria mengatakan itu ide yang hebatdan akan sangat membantu karena

sulit menemukan kondom yang pas. Sedangkan lainnya mengatakan tidak bisa

membayangkan cara penggunaannya. Masalahnya adalah karena memakai kondom

dianggap mengganggu hubungan seks. Kondom spray-on ini dijual dengan

hargayang lebih mahal daripada kondom konvensional.

b. Kondom Spray

Sebuah perusahaan Cina bernama Blue Cross Bio-Medical menawarkan suatu

spray kondom (foam condom) yang dibuat darisilver “nanotech” partikel. Alat

kontrasepsi terbaru dengan spray condom. Alat kontrasepsi ini tidak digunakan bagi
laki-laki tetapi digunakan oleh pihak wanita. Penggunaannya busa spray tersebut

disemprotkan ke vagina,setelah itu busa spray akan membentuk semacam selaput

dan mencegahkonsepsi serta melindungi terhadap infeksi. Semprotan spray

menggunakan polyvinyl alcohol resin sebagai bahan dasarnya, yangsudah

terkandung dengan silver “ nanotech ” partikel, sehinggamemberikan spermicide

dan antiseptik pelumas yang dapat membantu mencegah penyakit menular seksual

(PMS).

Pemanasan telah lama diketahui bahwa kenaikan suhu yang sebentar pada

bagian testis dapat menekan pembentukan sperma (spermatogenesis), sementara

kenaikan suhu yang lebih lama dapat mempengaruhi patologi testis dan terjadinya

cryptorchidism, varicocele serta ketidak suburan sementara. Penelitian klinis yang

dilakukan untuk mengevaluasi potensi darialat pembungkus bagian scrotal untuk

digunakan sebagai metode kontrasepsi pria yang praktis menunjukkan penurunan

yang reversible terhadap jumlah sperma tetapi masih kurang kuat untuk

dijadkanmetode kontrasepsi yang terpercaya. Karena masih terdapat hal yang

meragukan termasuk masalah keamanan dari metode ini, maka penelitian lebih

lanjut masih terus dilakukan.

1. Suspensory Alat ini dirancang untuk menjaga testis pada tempatnya,

meningkatkan temperaturnya yang berdampak pada berkurangnya produksi

sperma. Alat yang berbentuk seperti celana dalam priaini, harus digunakan

setiap hari agar efektif.

2. External Heat Sumber panas dari luar ini mirip dengan suspensory yaitu

meningkatkan temperatur disekitar alat vital untuk mengurangi produksi


sperma. Karena tergantung dengan temperatur tubuh,waktu yang dibutuhkan

lebih cepat dibandingkan menggunakan suspensory. Sauna, alat penghangat dan

beberapa peralatan bisa digunakan untuk membuat temperatur tubuh meningkat

dan produksi sperma berkurang.

2.5.2 Kimiawi

Alat kontrasepsi kimiawi sering dipadukan dengan kondom dan lainnya, saat

ini bahan kimiawi banyak diproduksi bersamaan langsung dengan alat kontrasepsi

mekanik, sehingga menimbulkan efek yang lebih baik untuk mencegah kehamilan.

2.6 Perkembangan Metode Modern

2.6.1 Suntik KB untuk Pria

Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan dan tentunya akanmenjadi

alternative bagi pasangan suami isteri untuk menentukan metodekeluarga

berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan ataupun pil Kbhanya monopoli

kaum wanita. Namun dengan penemuan yang terbaru ini,lelaki sudah bisa

menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi hal ini mungkin menguntungkan

kaum wanita karena bisa bergantian menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain

pihak juga khawatir penemuan ini akan makin menumbuh suburkan perilaku seks

bebas lelaki karena pria tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah.

Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia memang

masih rendah. Selain kondom, vasektomi (memotong saluran benih untuk

menghambat transportasi sperma) merupakan pilihan dari jeniskontrasepsi yang

saat ini tersedia untuk pria. Untuk mencari alternatif kontrasepsi terbaru, kini para

ahli tengah meneliti kontrasepsi pria yanglebih efektif, yakni suntikan testoteron.
Berdasarkan uji coba terhadap 1.045 pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina,

suntikan testoteron terbukti efektif sebagai alat kontrasepsi pria.

Para responden yang memiliki pasangan usia subur tersebut disuntik dengan

500 miligram formula testoteron setiap bulan selama 30 bulan. Hasil penelitian

menunjukkan angka kegagalan (terjadinya kehamilan) hanya 1,1 per 100 pria dalam

kurun waktu 24 bulan. Para peneliti juga melaporkan tidak ditemukannya efek

samping dalam penggunaan suntikan ini. Selainitu, setelah penghentian suntikan,

kemampuan memproduksi sperma padalaki-laki tersebut kembali normal.

2.6.2 Pil Kontrasepsi Pria

a. Ekstrak Tanaman Gandarusa (Justicia gendarussa)

Saat ini tengah dikembangkan metode kontrasepsi bagi pria dari ekstrak

tanaman Gandarusa. salah seorang peneliti dari universitas AirlanggaSurabaya, Drs.

Bambang Prayogo, Apt. yang meneliti khasiat dari tanaman Gandarusa dan

pengaruhnya sebagai kontrasepsi alami bagi pria.Kandungan kimia tanaman

gandarusa adalah Alkaloid, saponin, Flavonoid,Polifenol, Alkaloid yustisina dan

minyak atsiri, bagian tanaman yangdigunakan adalah seluruh bagian tumbuhan.

Tanaman gandarusa memiliki sifat antispermatozoa, dan saat ini proses

penelitian tersebut sudah memasuki uji klinis. Menurut Drs. Bambang, carakerja

senyawa ekstrak gandarusa ini mirip seperti metode hormonal KB.Yakni

menurunkan aktifitas enzim hialuronidase didalam spermatozoa,sehingga sel

sperma tidak mampu menembus sel telur Pada fase pertama penelitiannya,

dilibatkan 36 subyek sehat dan subur. Setelah itu, obyek penelitian

dilipatgandakan menjadi 120 pasangan usia subur (PUS). Dari hasil uji klinik
tersebut, ternyata 100 persen memiliki hasil maksimal. Tidak terjadi kehamilan

pada si wanita. Dalam uji coba ketiga ini Drs. Bambang telah mengujikan hasil

temuannya kepada sekira 350 pasangan muda subur.Proses uji coba ini masih

berjalan dan sebentar lagi akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Diungkapkan Bambang untuk membuat kapsul dibutuhkan waktu

yangsangat lama. Bukan hanya satu atau dua tahun, tetapi membutuhkan waktu

puluhan tahun karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Mulaimencari

bahan, memproses secara ilmiah yang benar-benar steril, hingga pengujian di

masyarakat. Dalam uji coba itu, pasangan muda harus minumkapsul setiap hari

sekali selama 30 hari.

Serangkaian penelitian panjang selama bertahun-tahun ini memang benar-

benar membuktikan ekstrak daun gandarusa sudah terbukti efektif untuk

mencegah kehamilan bagi sang istri. Meski berhubungan dengan pasangan,

dengan mengonsumsi pil KB pria inisecara teratur kelahiran bisa dicegah.

Bahkan para pria yang merupakan akseptor KB tersebut mengaku makin jantan.

Saat ini proses pengembangan itu sudah selesai, sehingga 2012 diperkirakan pil

KB pria pertama di duniaini bisa dikonsumsi oleh masyarakat.

Dalam penelitian didapati penggunaan pil KB khusus pria ini tak akan

mengakibatkan menurunnya gairah seks. Bambang mengharapkan tidak ada

penyalahgunaan untuk hal-hal yang tidak semestinya. Pria yang

mengonsumsinya dijamin tetap bisa melakukan rutinitas pemenuhan kebutuhan

batinnya, tanpa takut pasangannya mengalami kehamilan. Jadi19 tak perlu takut.
Hanya saja yang perlu dicatat adalah jika benar ini sudahdiedarkan jangan

sampai disalah gunakan.

Gandarusa, merupakan tanaman herbal yang sudah dimanfaatkan oleh

sebagian besar masyarakat sebagai tanaman obat. Menurut situs Wikipedia,

tanaman gandarusa ini selain memiliki sifat antispermatozoa juga memiliki efek

analgetik, antidiuretik. Menurut salah seorang pembudidaya gandarusa,Tini

Hartini, Gandarusa ini bisa digunakan sebagai obat anti nyeri ketika keseleo.

kontrasepsi dalam program kesehatan masyarakat. Gossypol masih memiliki

masalah utama berupa: toksisitas, efikasi yang rendah, dan reversabilitas yang

lambat atau tidak sempurna. Penelitian TW dan TH perlu dilanjutkan karena

masih sedikitnya bukti-bukti yang nyata tentang pengaruh obat tersebut terhadap

sperma. Metode non hormonal mempunyai cara kerja yang lebih cepat dan

ketergantungan pada peran hormon androgen relatif lebih rendah. Dari review

berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa kontrasepsi non-hormonal sudah

bisa digunakan (Lopez et al, 2005). Namun demikian, kombinasi hormon

progestin dan testosteron lebih menjanjikan dibanding metode obat non-

hormonal. Pada umumnya, baik obat hormonal dan non-hormonal efektifitas dan

keamanan masih belum diketahui dengan pasti, sehingga masih memerlukan uji

klinik yang lebih besar. Pendekatan non hormonal mempunyai beberapa

keuntungan potensial dibandingkan pendekatan hormonal.


b. Nifedipine

Nifedifine adalah jenis obat yang termasuk Calcium Channel Blockers

(CCBs). Penelitian menunjukkan CCBs bisa menghambat saluran kalsium dalam

membran sel sperma. Hal itu akan berdampak menghambat kerja spermatetapi

tidak berpengaruh pada produksinya. Seseorang yang mengonsumsi nifedipine

jumlah spermanya tetap tetapi fungsinya menurun.

2.6.3 Ultrasound

Saat ini, peneliti dari Universitas North Carolina, AS, sedang menguji apakah

gelombang ultrasound bisa menjadi metode kontrasepsi baru bagi pria. Penelitian

ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis diketahui cukup aman

menghentikan produksi sperma selama enam bulan. Prinsip kerjanya adalah

menembakkan ultrasound ke testis supaya produksi spermaturun sampai tingkat

nol. Angka ini merupakan angka ideal untuk mencegah terjadinya konsepsi atau

kehamilan. Namun, para peneliti masih berkutat untuk mencari tahu cara

mengembalikan kesuburan pria setelah melakukan metode ini. Pasalnya, ada

kemungkinan pria ingin memiliki anak lagi.

Mengembalikan kesuburan menjadi isu penting, karena sekali testis berhenti

memproduksi sperma dan cadangan sperma dikosongkan, pria akan menjadi tidak

subur sementara. Menurut Dr James Tsuruta alat kontrasepsi ini dapat diandalkan

selama 6 bulan, dengan biaya murah dan termasuk kontrasepsi non-hormonal

dengan satu kali perawatan. Dr Tsuruta juga menambahkan, metode ultrasound ini

sudah umum digunakan sebagai instrumen terapi dalam kedokteran olahraga atau
klinik terapi fisik. Maka itu, diharapkan tujuan jangka panjang penelitian ini adalah

menciptakan alat KB yang sesuai untuk pria, tanpa membahayakan kesuburan.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Faktor Penyebab Tidak Populernya KB Pria

Partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana (KB) Di dalam Sasaran

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 dijelaskan bahwa

partisipasi pria menjadi salah satu indikator keberhasilan program KB dalam memberikan

kontribusi yang nyata untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas. Partisipasi

pria/suami dalam KB adalah tanggung jawab pria/suami dalam kesertaan ber-KB, serta

berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan dan keluarganya

(Muhatiah, 2010).

Bentuk partisipasi pria/suami dalam KB dapat dilakukan secara langsung dan

tidak langsung. Partisipasi pria/suami secara langsung (sebagai peserta KB) adalah

pria/suami menggunakan salah satu cara ataumetode pencegahan kehamilan, seperti

kondom, vasektomi (kontap pria),serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami (metode

sanggama terputusdan metode pantang berkala). Sedangkan keterlibatan pria secara tidak

langsung misalnya pria memiliki sikap yang lebih positif dan membuat keputusan yag

lebih baik berdasarkan sikap dan persepsi, serta pengetahuan yang dimilikinya

(Muhatiah, 2010).

Menurut BKKBN (2005) dalam Muhatiah (2010), bentuk partisipasi pria dalam

Keluarga Berencana dapat dilakukan secaralangsung maupun tidak langsung, antara lain:

partisipasi secara langsungadalah sebagai peserta KB dengan menggunakan salah satu

cara ataumetode pencegahan kehamilan, seperti: kondom, vasektomi (kontap pria),


metode sanggama terputus dan metode pantang berkala/sistem kalender. Partisipasi pria

secara tidak langsung adalah mendukung dalam ber-KB.Dengan cara (1) memilih

kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi

istrinya, (2) membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti

mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol, (3) membantu

mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaianalat

kontrasepsi, (4) mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatanuntuk kontrol atau

rujukan, (5) mencari alternatif lain bila kontrasepsiyang digunakan saat ini terbukti tidak

memuaskan, (6) membantumenghitung waktu subur, apabila menggunakan metode

pantang berkala,dan (7) menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan

istritidak memungkinkan.

3.2 Faktor yang mempengaruhi peran pria dalam Keluarga Berencana (KB)

Menurut Kumindari dkk (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi peran priadalam

program Keluarga Berencana (KB)

3.2.1 Faktor Predisposisi, merupakan faktor terhadap perilaku yang menjadi dasar atau

motivasi bagi perilaku. Termasuk ke dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,

keyakinan, nilai, adat istiadat (budaya), dan persepsi, berkenaan dengan motivasi

seseorang atau kelompok untuk bertindak.

a. Ketimpangan dan ketidakadilan gender dalam pelaksanaan programkeluarga

berencana karena asumsinya program keluarga berencanaadalah upaya untuk

menggiring perempuan dalam menggunakan alatkontrasepsi.

b. Stereotip yang telah tertanam selama ini membuat orang mendefinisikan

bahwa program keluarga berencana adalah program untuk ibu-


ibusemata,padahal seorang suami ikut berperan di dalam

menciptakankesejahteraan bagi keluarganyatermasuk dalam penentuan

jumlah anak.

c. Adanya pandangan mengenai program KB untuk pria yang terkesanseperti

menjatuhkan harkat dan martabat pria atau suami karena masih sering

dikaitkan dengan istilah ‘kebiri’ yang bagi laki -laki.

d. Terbentuk pola pikir bahwa para pengelola dan pelaksana

programmempunyai persepsi yang dominan yakni yang hamil dan

melahirkanadalah wanita, maka wanitalah yang harus menggunakan

alatkontrasepsi.

e. pria sebagai pengambil keputusan utama dalam keluarga di sebagian besar

negara berkembang memiliki peran penting dalam meraih penerimaan

metode KB secara ilmiah direkomendasikan dan disetujuioleh World Health

Organisasi (WHO) serta Kementerian Kesehatan(Depkes) di suatu negara

(Msovela et.al, 2016)

3.2.2 Faktor pemungkin yaitu faktor terhadap perilaku yang memungkinkansuatu

motivasi atau aspires terlaksana. Termasuk didalam faktor pemungkinadalah

keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti.

a. Tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan

perundangan.

b. Masyarakat membutuhkan penjelasan dan sosialisasi dari BKKBNatau

PLKB yang berkelanjutan, tidak hanya sesekali namunfrekuensinya harus

ditingkatkan misalnya satu bulan sekali.


3.2.3 Faktor penguat merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilakuyang

memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas perilaku dan berperan bagi

menetap atau lenyapnya perilaku itu.

a. Faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, termasuk petugas

kesehatan.

b. Keputusan melaksanakan program KB disesuaikan dengan

pemenuhankebutuhan individu

3.3 Menurut Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

pemakaian kontrasepsi, antara lain:

1. Faktor sosial dan individu.

2. Nilai anak dan keinginan memilikinya.

3. Permintaan KB.

4. Faktor intermediate lain (Umur Menarchea , umur kawin, matihaid, postpartum

infecundability , fecundabilitas, anak lahir mati, aborsidisengaja).

5. Program pembangunan.

6. Faktor persediaan KB.

7. Output pelayanan (akses, kualitas pelayanan, image), pemanfaatan pelayanan.

3.4 Faktor-faktor Ketidakberhasilan Gerakan Keluarga Berencana

Menurut BKKBN (2016), Faktor ketidakberhasilan gerakan keluarga berencana

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1 . Umur pasangan usia subur (15- 49 tahun),


2. Pendidikan (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi),

3. Pekerjaan (pertanian dan non pertanian),

4. Budaya (faktor keturunan, banyak anak banyak rejeki, anak sebagai faktorekonomi)

5. Kualitas pelayanan akseptor KB (pilihan metode kontrasepsi, kualitas pemberian

informasi, kemampuan teknis petugas, hubungan interpersonal,mekanisme

pelayanan ketetapan konstelasi pelayanan akseptor KB,strategi penerapan

pelaksanaan gerakan keluarga berencana).

3.5. Metode yang digunakan untuk mengatasi masalah

1. Di adakannya program KB pria yang berlekanjutan dan peran pria dalam KB tidak

hanya sebagai akseptor saja (Saputra dkk, 2015)

2. Keterlibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam pelaksanaan program KB

adalah dengan memberikan ceramah - ceramah atau penyuluhan terhadap

masyarakat akan pentingnya program tersebut bagi kelangsungan kehidupan yang

normal dan lebih baik. Masalah yang menyangkut berbagai macam jenis KB dan

tingkat kecocokan merupakan tanggungjawab pelaksana program KB di tingkat

masyarakat. Para tokoh masyarakat dan tokoh agamahanya menghimbau agar

menggunakan jenis KB yang cocok dengan masing-masing individu. Pendekatan

yang dilakukan oleh tokoh masyarakat maupun tokoh agama sebagian besar masih

ditujukan kepada kaun wanita (Saputra dkk, 2015)

3. Konseling dan penyuluhan Keluarga Berencana (KB) oleh petugas kesehatan atau

kader.
4. Upaya peningkatan kapasitas kader KB, agar kegiatan penyuluhan KB lebih

optimal dan efektif (Devi dkk, 2012).

5. Counseling Husbands to Achieve Reproductive Health and Marital Equity

(CHARM) yaitu salah satu program di negara India berupa konseling suami

mengenai kesehatan reproduksi dan angka perkawinan (Yore et.al, 2016)


BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta

masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil,

bahagian dan sejahtera. Untuk mencapai tujun tersebut maka partisipasi pasangan suami istri

sangat diharapkaan. Namun pada kenyataannya, partisipasi wanita jauh lebih besar jumlahnya

dari pada pria. randahnya partisipasi pria dalam mengikuti program keluarga berencana hampir

merata di sluruh wilayah di Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi

pria dalam megikuti program keluarga berencana (KB). Faktor tersebut antara lain faktor

predisposisi (predisposingf actors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat

(reinforcing factors).

Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau

motivasi bagi perilaku, seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, adat istiadat (budaya), dan

persepsi, berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Faktor

predisposisi sebagai preferensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok ke dalam suatu

pengalaman belajar. Preferensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat,

dalam setiap kasus, faktor ini mempunyai pengaruh. Berbagai faktor demografis seperti status

sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, dan ukuran keluarga penting sebagai faktor demografis.
4.2 Saran

a. Dibentuknya program yang lebih inovatif agar menarik minat masyarakat tentang

program Keluarga Berencana (KB).

b. Mengoptimalkan peran keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama dan petugas

kesehatan dalam melaksanakan program Keluarga Berencana (KB).

c. Diadakannya edukasi kesehatan mengenai Keluarga Berencana (KB) secara

berkelanjuta.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

2. Astuti, E. 2014. Deskriptif Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wanita Usia Subur

(WUS) Tidak Menggunakan Alat Kontrasepsi. Akademi Kebidanan YLPP

Purwokerto. Vol. 5 No. 2 Desember 2014. Hlm. 99-108.

3. BKKBN. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: BKKBN.

4. BKKBN. 2012. Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN.

5. BKKBN Gorontalo. 2012. Manfaat Utama Keluarga Berencana. Diakses: 22 April

2015. http://gorontalo.bkkbn.go.id/.

6. BKKBN Jatim. 2015. Cara-Cara Kontrasepsi Yang Digunakan Dewasa Ini. Diakses:

23 April 2015. http://www.bkkbn-jatim.go.id/.

7. BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International. 2013. Survei Demografi Kesehatan

Indonesia 2012. Jakarta: BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International.

8. Budisantoso. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Pria dalam

Keluarga Berencana di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul Tahun 2008. [Tesis

Ilmiah]. Semarang: Universitas Diponegoro.

9. Depkes. 1996. Metode Survei Cepat untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kotamadya.

Jakarta: Depkes. Depkes. 2007. Manfaat KB. Diakses: 16 April 2015.

http://www.depkes.go.id.

10. DKK Surakarta. 2014. Rekap Bidang Binkesmas. Surakarta: DKK Surakarta.
11. Fridalni, N. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Suami tentang KB

dengan Keikutsertaan KB Oleh Pasangan Usia Subur (PUS) di RW III Kelurahan

Korong Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Padang Tahun 2012. [Skripsi

Ilmiah]. Padang: STIKES Mercubaktijaya.

12. Friedman. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

13. Handayani, S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka

Rihama.

14. Hartanto, H. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

15. Hartanto, H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

16. Hasian, M. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kepesertaan Pria dalam Program

Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Jang Tanjungpinang Tahun

2012. [Skripsi Ilmiah]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

17. Kemenkes RI. 2013. Rencana Aksi Nasional Pelayanan Keluarga Berencana Tahun

2014-2015. Jakarta: Kemenkes RI. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2012.

Jakarta: Kemenkes RI.

18. Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

19. Kurniawati, T. 2014. Buku Ajar Kependudukan dan Pelayanan KB. Jakarta: EGC.

20. Lina. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keikutsertaan Ber-KB Pasangan Usia

Subur Suami Istri Keluarga Ekonomi Rendah di Desa Rawamangun Kab. Luwu Utara.
21. STIKES Nani Hasanuddin Makassar. Vol. 1 Nomor 1 Tahun 2012. Murti, B. 2010.

Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang

Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

22. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

23. Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

24. Novianti, S. 2014. Faktor Persepsi dan Dukungan Istri yang Berhubungan dengan

Partisipasi KB Pria. FIK Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan

Komunitas Indonesia. Vol 10. No. 2 September 2014.

25. Proverawati, A. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha Medika.

Riasmoko, A. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dukungan Suami

terhadap Kepesertaan Istri dalam Program Keluarga Berencana di Wilayah Kerja

Puskesmas Kartasura. [Skripsi Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan UMS.

26. Rizkitama, A. 2015. Hubungan Pengetahuan, Persepsi, Sosial Budaya dengan Peran

Aktif Pria Dalam Vasektomi di Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun

2011-2012. Unnes Journal of Public Health.

27. Saifuddin, A. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

28. Sastroasmoro, S dan Ismael, S. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.

Jakarta: Sagung Seto. Siswosudarmo. 2007. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta:

Medika Fakultas Kedokteran UGM.

29. Sofyan, S. 2011. Konseling Keluarga. Bandung: Alfabeta.

30. Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

31. Sulistyawati, A. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.


32. Suratun. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:

Trans Info Media.

33. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera.

34. Vasra, E. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Suami dengan

Keikutsertaan Ber-KB di Kecamatan Sukarami Palembang Tahun 2009. [Skripsi

Ilmiah] Palembang: Kebidanan Politeknik Kesehatan.

35. Walgito, W. 2003. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andri Offset.

Anda mungkin juga menyukai