Teknologi Kompos
oleh Dardjat Kardin
1. Humus Sebagai Teladan Sumber Bahan Organik
Humus dikenal sebagai sisa-sisa tumbuhan dan khewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah, berada
dalam keadaan stabil, berwarna coklat kehitaman.
Batasan pengertian mengenai humus ini bisa saja berbeda sesuai dengan tingkat penelitian dan kecermatan pengamatan dari
pembuat batasan pengertian itu sendiri.
Sementara itu ada juga yang memberikan batasan pengertian lain yaitu humus adalah bahan organik yang terdiri dari bahan
organik bukan humus dan bahan-bahan humus yang dibagi lagi menjadi Humin, Fulfic Acid dan Asam Humus.
Hal terpenting dari proses pembentukan humus ini adalah bahwa dalam proses pembentukannya, ada kaitan yang sangat erat
antara unsur Carbon (C) dan Nitrogen (N).
Pokok permasalahannya justru terletak pada kenyataan bahwa dalam proses dekomposisi bahan organik oleh jasad-jasad mikro,
disamping karbohidrat yang dijadikan sebagai sumber energi dan pertumbuhan mikroba, ternyata juga dibutuhkan N dan P.
Bahan-bahan yang terakhir ini diasimilir menjadi bahan tubuhnya. Dengan jalan ini protein tumbuhan dialihkan menjadi protein
mikroba.
Perbandingan dari C/N humus dapat diperhitungkan dari berbagai senyawa yang menyusun humus. Humus tanah rata-rata
mengandung bahan-bahan sebagai berikut :
Bahan Komposisi Kandungan C
Lignin 45% 28.80%
Protein 35% 17.50%
Karbohidrat 11% 4.84%
Lemak, Damar dan Lilin 3% 2.10%
Tidak diketahui 6% 3.00%
TOTAL 100% 56.24%
Total kandungan karbon dalam humus adalah 56.24 persen. Sementara itu Kadar N dalam protein adalah 16 persen, sedangkan
humus mengandung 35 persen protein, jadi kadar N dalam humus adalah 35 x 0.16 = 5.6 persen.
Oleh karena itu hasil bagi C/N rata-rata adalah 56.24 / 5.6 = 10.04 persen. Hubungan C dan N ini di dalam humus berada dalam
keadaan hampir konstan, berada pada nilai antara 10 sampai 12.
Oleh karena itulah nilai C/N ratio 10 - 12 ini dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan kompos. Dari hasil penelitian dan
uji coba pembuatan kompos, telah diketahui bahwa untuk mendapatkan C/N ratio 10 – 12, maka diperlukan campuran bahan
baku dengan C/N ratio 30.
Permasalahannya adalah bagaimana membuat formula agar dengan mencampurkan berbagai jenis bahan-bahan baku kompos
sedemikian rupa sehingga diperoleh nilai C/N ratio bahan baku dengan 30. Faktor-faktor apa saja yang harus diperhitungkan
untuk memperoleh C/N ratio bahan baku sebesar 30 tersebut.
2. Teknologi Kompos
Pembuatan kompos adalah murni sebagai usaha petani untuk memberikan nutrisi bagi tanaman secara stabil dengan
memanfaatkan limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah ternak, limbah pertanian ataupun limbah-limbah lainnya agar dapat
dimanfaatkan di lahan-lahan pertanian.
Untuk memanfaatkan limbah bukan berarti tidak memiliki masalah. Sebagai contoh limbah kotoran sapi. Kotoran sapi memiliki
kandungan air yang sangat besar, dapat mencapai 60 – 85 persen. Kandungan air yang tinggi ini dapat memperberat kerja
pengolahannya.
Disamping itu limbah sapi memiliki C/N ratio yang relatif rendah untuk dapat menghasilkan kompos yang baik.
Dahulu dengan segala keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, pemecahan masalah ini masih sulit dilakukan, tetapi
sekarang dengan semakin diketahuinya pengetahuan tentang perbandingan bahan baku dan pengaturan kelembaban untuk
pemrosesan kompos, ternyata, pemecahan dari permasalahan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan
memanfaatkan bahan-bahan seperti serbuk gergaji, serutan kayu atau jerami, untuk menyerap kelebihan air maupun mengatur
keseimbangan C/N.
Jadi pemanfaatan dan penggabungan bahan-bahan tadi yang emmiliki C/N ratio tinggi sekaligus juga dapat menaikkan C/N ratio
bahan baku kompos. Limbah-limbah ternak merupakan bahan organik yang menarik untuk dijadikan kompos bagi usaha
pertanian bunga dan sayuran. Di New York, Amerika Serikat, telah banyak petani yang memanfaatkan kotoran kuda, kotoran
ayam, kotoran sapi, untuk dijadikan kompos secara komersial. Di Amerika Serikat sudah sejak tahun 1992 pemerintahnya
menetapkan program budidaya organik secara Nasional, kemudian 2 (dua) tahun kemudian sudah terdapat 2.000.000 (dua juta)
titik yang memproses kompos.
Kompos apabila dilihat dari proses pembuatannya dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
Kompos yang diproses secara alami, dan
Kompos yang diproses dengan campur tangan manusia.
Kompos Yang Diproses Secara Alami
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos secara alami adalah pembuatan kompos yang dalam proses pembuatannya berjalan
dengan sendirinya, dengan sedikit atau tanpa campur tangan manusia. Manusia hanya membantu mengumpulkan bahan,
menyusun bahan, untuk selanjutnya proses composting / pengomposan berjalan dengan sendirinya. Kompos yang dibuat
secara alami memerlukan waktu pembuatan yang lama, yaitu mencapai waktu 3 – 4 bulan bahkan ada yang mencapai 6 bulan
dan lebih.
Kompos Yang Dibuat Dengan Campur Tangan Manusia
Yang dimaksud dengan pembuatan kompos dengan campur tangan manusia adalah pembuatan kompos yang sejak dari
penyiapan bahan (pengadaan bahan dan pemilihan bahan), perlakuan terhadap bahan, pencampuran bahan, pengaturan
temperatur, pengaturan kelembaban dan pengaturan konsentrasi oksigen, semua dilakukan dibawah pengawasan manusia.
Proses pembuatan kompos yang dibuat dengan campur tangan manusia biasanya dibantu dengan penambahan aktivator
pengurai bahan baku kompos. Aktivator pembuatan kompos terdapat bermacam-macam merk dan produk, tetapi yang paling
penting dalam menentukan aktivator ini adalah bukan merk aktivatornya, akan tetapi apa yang terkandung didalam aktivator
tersebut, berapa lama aktivator tersebut telah diuji cobakan, apakah ada pengaruh dari unsur aktivator tersebut terhadap
manusia, terhadap ternak, terhadap tumbuh-tumbuhan maupun pengaruh terhadap organisme yang ada di dalam tanah atau
dengan kata lain pegaruh terhadap lingkungan hidup disamping itu juga harus dilihat hasil kompos seperti apa yang diperoleh.
Tujuan dari pembuatan kompos yang diatur secara cermat seperti sudah disinggung diatas adalah untuk mendapatkan hasil
akhir kompos jadi yang memiliki standar kualitas tertentu. Diantaranya adalah memiliki nilai C/N ratio antara 10 – 12.
Kelebihan dari cara pembuatan kompos dengan campur tangan manusia dan menggunakan bahan aktivator adalah proses
pembuatan kompos dapat dipercepat menjadi 2 – 4 minggu.
Pengamatan pH
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan
pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8.
Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan
jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung,
asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 – 8.
Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos, asam-asam organik akan menumpuk. Pemberian udara
atau pembalikan kompos akan mengurangi kemasaman ini. Penambahan kapur dalam proses pembuatan kompos tidak
dianjurkan. Pemberian kapur (Kalsium Karbonat, CaCo3) akan menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen yang berubah
menjadi gas Amoniak. Kehilangan ini tidak saja menyebabkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan kerugian karena
menyebabkan terjadinya kehilangan unsur hara yang penting, yaitu nitrogen. Nitrogen sudah barang tentu lebih baik disimpan
dalam kompos untuk kemudian nanti digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.
7. Penyimpanan Kompos
Kompos apabila sudah jadi, sebaiknya disimpan sampai 1 atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun
penyimpanan ini akan menyebabkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen. Tetapi secara umum
kompos yang disimpan dahulu lebih baik. Penyimpanan kompos harus dilakukan dengan hati-hati, terutama yang harus dijaga
adalah:
1. Jaga kelembabannya jangan sampai < 20 persen dari bobotnya
2. Jaga jangan sampai kena sinar matahari lansung (ditutup)
3. Jaga jangan sampai kena air / hujan secara langsung (ditutup)
4. Apabila akan dikemas, pilih bahan kemasan yang kedap udara dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus
cahaya matahari lebih baik.
Kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula (Ireversible). Apabila kompos
mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air
kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi. Demikian juga dengan pengaruh air hujan. Apabila kompos
kehujanan, unsur hara akan larut dan terbawa air hujan.
Kemasan kompos sebaiknya bahan yang kedap adalah untuk menghindarkan kehilangan kandungan air. Kemasan yang baik
membuat Kompos mampu bertahan sampai lebih dari 3 tahun.
Setelah secara berkala dilakukan pengukuran, hasil pengukuran dapat dicatatkan pada tabel dibawah ini untuk memudahkan
analisa dan pengembangan lebih lanjut.
Membalik Kompos
Pada hari ke 4 komposting, saat pembalikan kompos yang pertama, perhatikan pada titik titik no 2, 7, 8, 9, 14, amati
kelembabannya, campuran bahan dan siklus oksigennya. Apabila kurang lembab, atau campuran kurang rata, atau siklus
oksigen tidak lancar, maka pada saat membalik harus sambil dilakukan pencampuran ulang dengan kompos dari tempat yang
mempunyai temperatur tinggi, yang kelembaban atau campuran atau siklus oksigennya baik.
Lakukan pengamatan temperatur pada hari berikutnya, petakan, kemudian amati. Apabila masih ada yang kurang rata, lakukan
seperti tindakan di atas. Apabila tindakan dilakukan dengan benar, maka pada pembalikan berikutnya perbedaan temperatur
sangat kecil dan relatif rata.
Pembalikan kompos selain dengan mempergunakan peta temperatur, juga harus dilakukan dengan cara :
1. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan di atas ke bawah
2. Membalik, mencampur dan minyimpan tumpukan tengah ke luar, kiri kanan
3. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan samping, kiri dan kanan ke tengah
4. Membalik, mencampur dan menyusun tumpukan tengah bawah ke atas
Apabila proses pembalikkan kompos sudah 4 kali, amati perubahan warna, aroma dan temperatur.
Apabila warnanya sudah berubah menjadi coklat kehitaman, kemudian aroma kompos menyerupai aroma tanah, maka proses
komposting sudah selesai. Tinggal menunggu penurunan temperatur.
Penyaringan
Setelah proses pengomposan selesai, kemdian dilakukan stabilisasi temperatur, maka tahap berikutnya adalah dilakukan
penyringan untuk memperoleh ukuran yng seragam dan penampilannya menjadi lebih baik. Disamping itu apabila telah diayak,
maka pada waktu penerapan di lapangan akan jauh lebih mudah.
Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut,
disamping juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.
Tiap-tiap tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan
pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik.
Tanaman bunga seperti antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen
terdiri dari bahan organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal. Beberapa tanaman
lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga
tanaman yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah
abu vulkanik (Andisol) seperti tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal), tidak akan sama dengan kandungan C
organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya.
Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama.
Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium.
Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb:
Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2
organik tanah = ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah di laboratorium
1.724: konstanta
20 cm: kedalaman lapisan olah tanah
10.000 m2: Luas areal
Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu tempat adalah 2.56 %,
Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah:
Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah = 2.56 x 1,724 x 20 x 10.000 = 8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha
Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan bahan organik tanah secara umum, seperti dapat dilihat pada
tabel berikut:
Kandungan Organik Setara Dengan
(% Berat Tanah) Tingkat Ton / ha
Metoda Welkley - Black
> 20 Sangat Tinggi > 68.9
10 – 20 Tinggi 34.48 – 68.9
4 – 10 Sedang 13.79 – 34.48
2- 4 Rendah 4.34 – 13.79
<2 Sangat Rendah < 4.34
Sumber: Metson (1961) dalam Brooker Tropical Soil Manual 1984
Dengan demikian rekomendasi pemberian pupuk organik dilakukan berdasarkan kekurangan kandungan C organik dalam tanah.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa bila berdasarkan analisa laboratorium tanah, kandungan C organik tanah adalah
2.56 % setara dengan 8.8 ton / ha, maka berdasarkan keadaan tingkat kesuburan C organik tanah, kandungan organik tanah
berada pada tingkat rendah.
Berapa persisnya kebutuhan pupuk Organik, adalah sangat tergantung kepada jenis tanah dan jenis tanaman. Keadaan ini baru
akan diketahui dengan lebih akurat apabila dilakukan pengujian lapangan. Tetapi dengan bantuan panduan tingkat kesuburan
tanah pada tabel 5 di atas, dapat diketahui secara umum bahwa untuk mencapai tingkat kesuburan C organik tanah sedang,
yaitu 13.79 s/d 34.48 ton / ha, maka diperlukan penambahan pupuk organik sebesar = (13.79 s/d 34.48 ) – 8.8 ton = 4.99 s/d
25.4 ton /ha.
SELESAI –