Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal jantung atau Congestive Heart Failure adalah suatu keadaan
ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi
kebutuhan tubuh, meskipun tekanan darah pada vena itu normal. Gagal
jantung menjadi penyakit yang terus meningkat terutama pada lansia. Pada
Congestive Heart Failureatau Gagal Jantung adalah ketidakmampuan jantung
untuk mempertahankan curah jantung yang adekuat guna memenuhi
kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen pada jaringan meskipun aliran
balik vena yang adekuat. (Lee Cyntya dan Aurora, 2014)
Pada penelitian di Amerika resiko berkembangnya penyakit Congestive
Heart Failure (CHF) yaitu mencapai 20% untuk usia ≥40 tahun dengan
kejadian > 650.000 kasus baru yang diagnosis Congestive Heart Failure
(CHF)selama beberapa dekade terahir. Kejadian Congestive Heart Failure
(CHF)meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk
Congestive Heart Failure (CHF) sekitar 50% dalam waktu lima tahun.
(Hudak dan Gallo, 2014)
Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesia menurut
Riskesdas (2013) sebesar 0,3 data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan
hasil wawancara pada reponden umur ≥15 tahun merupakan gabungan dari
kasus penyakit yang pernah di diagnosis dokter atau kasus yang mempunyai
gejala penyakit Congestive Heart Failure (CHF). (Riskesdas, 2013).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr Margono Soekarjo Purwoerto
yang di rawat karena Congestive Heart Failure (CHF) di tahun 2010 terdapat
506 orang yang terdiri dari 221 laki-laki dan 469 perempuan. Pada tahun
2012 terdapat 842 orang yang terdiri dari 373 laki-laki dan 469 perempuan.
Pada tahun 2012 terdapat 1111 orang yang terdiri dari 526 laki-laki dan 585
perempuan. Pada tahun 2013 terdapat 1142 orang yang terdiri dari 550 laki-
laki 592 perempuan. Pada tahun 2014 terdiri dari 1380 orang terdiri dari 667
laki-laki dan 713 perempuan. Dan pada tahun 2015 sampai dengan bulan

1
Oktober terdiri dari 863 orang yang terdiri dari 375 perempuan dan 488 laki-
laki. Dari tahun ketahun angka kejadian Congestive Heart Failure (CHF) terus
mengalami peningkatan. (Pranoto, 2015).
Pada dasarnya setiap pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan
gangguan akut yang masih reversible mengingat ICU membutuhkan biaya
tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga yang khusus. Indikasi pasien
masuk ruang ICU adalah:
1. Pasien Prioritas Satu
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif seperti dukungan ventilasi, infus obat-obat
vasoaktif kontinu, dan lainnya. Contoh pasien ini antara lain pasca bedah
kardiotoraksik, pasien shock septic. Pasien prioritas satu umumnya tidak
mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterima.
2. Pasien Prioritas Dua
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis
pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karena
pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial
catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang
menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat yang
telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas dua umumnya tidak
terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah.
3. Pasien Prioritas Tiga
Pasien jenis ini sakit kritis, yang mana status kesehatan sebelumnya tidak
stabil, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi
kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di
ICU. Contoh pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi,
pericardial temponade, sumbatan jalan nafas, pasien menderita penyakit
jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien
ini mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut,

2
tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau
resusitasi kardiopulmoner.
Sehubungan dengan prevalensi kejadian Congestive Heart Failure
(CHF) masih tinggi yang ditemukan serta masih adanya resiko seperti
dampak kematian yang ditimbulkan akibat Congestive Heart Failure (CHF)
maka peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan untuk
mengobati, mencegah dan meningkatan kesehatan pasien. Agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara maksimal dan optimal maka
diperlukan pemahaman tentang konsep dasar penyakit Congestive Heart
Failure (CHF) dan proses keperawatannya.

B. Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang definisi,
pathofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, klasifikasi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan prahospital dan intrahospital, dan konsep asuhan
keperawatan pada klien dengan kondisi Congestive Heart Failure (CHF) di
ruang ICU.

C. Manfaat
Berhubungan dengan penulis manfaat yang ingin di capai pada klien
dengan kondisi Congestive Heart Failure (CHF) sebagai berikut :
a. Bagi Penulis
Meningkatkan pemahaman tentang memberikan dan menyusun
penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Congestive Heart
Failure (CHF)
b. Bagi Institusi
Mengevaluasi tingkat kemampuan mahasiswa dan sebagai cara untuk
mengevaluasi materi yang telah diberikan kepada mahasiswa

3
BAB II
KONSEP TEORI

A. Definisi
Gagal jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald). (Lee
Cyntya dan Aurora, 2014)
Gagal jantung adalah suatu keadaan yang serius dimana jumlah darah
yang masuk dalam jantung setiap menitnya tidak mampu memenuhi
kebutuhan tubuh akan oksigen dan zat makanan.terkadang orang salah
mengartikan gagal jantung dengan henti jantung, jika gagal jantung adalah
berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu
lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi
badan untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu,
sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.

B. Etiologi
1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan
otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamas
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.

4
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load
6. Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolic dan abnormalita elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.
7. Grade gagal jantung menurut New York Heart Association, terbagi dalam 4
kelainan fungsional:
a. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat
b. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang
c. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan
d. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

C. Manifestasi Klinis
1. Tanda dominan :
Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi
kongesti berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
a. Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri
tak mampu memompa darah yang dating dari paru. Manifestasi klinis
yang terjadi yaitu :

5
1) Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa
pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan
Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND).
2) Batuk.
3) Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
4) Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
b. Gagal jantung Kanan :
Kongestif jaringan perifer dan visceral Manifestasi klinis yang terjadi
yaitu :
1) Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema
pitting, penambahan BB.
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena hepar
3) Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen
4) Nokturia
5) Kelemahan

D. Phatofisiologi
Jantung yang normal dapat berespon terhadap peningkatan kebutuhan
metabolisme dengan menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi
untuk mempertahankan kardiak output, yaitu meliputi :
a. Respon syaraf simpatis terhadap barroreseptor atau komoreseptor
b. Pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap
peningkatan volume
c. Vasokontriksi terhadap arterirenal dan aktivasi sistem renin angiotensin

6
d. Respon terhadap serum sodium dan regulasi ADH dan reabsorbsi
terhadap cairan
Kegagalan mekanisme kompensasi dapat dipercepat oleh adanya
volume darah sirkulasi yang dipompakan untuk melawan peningkatan
resistensi vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung
memperpendek waktu pengisian ventrikel dari arteri coronaria. Menurunnya
COP dan menyebabkan oksigenasi yang tidak adekuat ke miokardium.
Peningkatan dinding akibat dilatasi menyebabkan peningkatan tuntutan
oksigen dan pembesaran jantung (hipertrophi) terutama pada jantung iskemik
atau kerusakan yang menyebabkan kegagalan mekanisme pemompaan.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung,
bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan
masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu:
1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.

7
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.

E. Pathway
Disfungsi miocard Beban sistol kebutuhan metabolisme

Kontraktilitas preload beban kerja jantung

Hambatan pengosongan ventrikel

8
Beban jantung

Gagal jantung kongestif

Gagal pompa ventrikel

Forward failuer Back ward failure

curah jantung (COP) Tekanan vena pulmo

Suplai darah kejaringan renal flow Tekanan kapiler paru

nutrisi dan O2 sel pelepasan RAA Edema paru

metabolisme sel retensi Na dan air Gg.pertukaran gas

lemah dan letih edema

intoleransi aktifitas kelebihan volume cairan

F. Pemeriksaan Penunjang
Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik.
Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh
melalui lubang-lubang yang terletak pada berbagai interfal sepanjang kateter.
Pengukuran CVP (N 15-20 mmHg) dapat menghasilkan pengukuran preload
yang akurat. PAWP atau Pulmonary Aretry Wedge Pressure adalah tekanan

9
penyempitan aretri pulmonal dimana yang diukur adalah tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri. Curah jantung diukur dengan suatu lumen
termodelusi yang dihubungkan dengan komputer.
4. Foto torax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF
5. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemi (jika disebabkan AMI), Ekokardiogram.
6. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya
kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah.

G. Komplikasi
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan
pemberian warfarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.

10
BAB III
ASUHAN KEGAWATDARURATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway: batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen dan lain lain.
b. Breathing: Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal
c. Circulation : Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katup
jantung, anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung,
irama jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer
berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit,
kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran,
bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat
istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat
beraktifitas.
Integritas ego : Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung.
b. Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan.
Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan
diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll.
c. Hygiene : keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
d. Neurosensori: kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
e. Nyeri/kenyamanan: nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada
otot, gelisah.
f. Interaksi social: penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.

11
B. Diagnosa
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dipneu
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit

C. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1. Penurunan Setelah dilakukan a. Posisikan semi
curah tindakan keperawatan fowler
jantung b.d selama 3 x 12 jam, b. Monitor status
Perubahan diharapkan tidak terdapat pernafasan yang
preload penurunan curah jantung menandakan gagal
pada pasien, dengan jantung
kriteria hasil : c. Monitor BC
a. Vital sign batas normal d. Monitor adanya
b. Dapat mentoleransi perubahan TD dan
aktifitas, tidak kelelahan berikan lingkungan
c. Tidak ada edema paru yang tenange.
perifer dan tidak ada asites e.Monitor TTV
d. Tidak ada penurunan f. Monitor adanya
kesadaran dyspnea
g. Instruksikan pasien
untuk istirahat total
di tempat tidur
h. Atur periode latihan
dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
i. Anjurkan untuk
menurunkan stres
j. Berikan terapi
oksigen sesuai indikasi

12
k. Kolaborasi terapi
obat diuretik dan
antibiotic dengan dokter
2. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien semi
an keperawatan selama 3 x 12 fowler untuk
pola napas b.d jam, diharapkan pola nafas memaksimalkan
dipneu pasien efektif, dengan ventilasi dan
kriteria hasil : pertahankan posisi
a. Menunjukan jalan napas pasien
yang paten (klien tidak b. Identifikasi pasien
merasa tercekik, irama perlunya
nafas, frekuensi pernafasan c. Auskultasi suara
dalam rentang normal, napas, catat adanya
tidak ada suara nafas suara tambahan
abnormal) d. Atur inteke untuk
b. Tanda-tanda vital dalam cairan mengoptimalkan
rentang normal (TD, nadi, keseimbangan
pernafasan) e. Monitor vital sign
c. Tidak menggunakan otot f. Monitoring respirasi
bantu pernafasan dan O2
3. Defisit Setelah dilakukan a.Kaji tingkat
pengetahuan tindakan keperawatan pemahaman pasien
b.d selama 1x 30 menit, dan keluarga tentang
kurangnya diharapkan defisiensi penyakit
informasi pengetahuan teratasi, b. Beritahu pasien dan
tentang dengan kriteria hasil : keluarga pasien tentang
penyaki a. Pasien dan keluarganya informasi penyakit :
mengerti akan penyakitnya pengertian, penyebab,
proses penyakit, tanda
dan gejala dan
pengobatan
b. Pasien dan menyatakan c. Berikan waktu
pemahaman mengenai kepada pasien untuk

13
kondisi/proses penyakit mengajukan pertanyaan
dan pengobatan d. Tekankan pentingnya
terapi diuretik dan
antibiotik pada pasien
dan keluarga pasien

D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah proses membandingkan efek atau hasil suatu
tindakan keperawatan dengan normal atau kriteria tujuan yang sudah dibuat
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan evaluasi terdiri dari :
a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon
segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan keperawatan.

b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa


status kesehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.
Sedangkan evaluasi keperawatan yang diharapkan pada klien dengan
CHF yaitu :

1) Tidak terjadi penurunan cardiac output,

2) Mampu melakukan aktifitas secara mandiri,

3) Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan,

4) Tidak terjadi gangguan pertukaran gas,

5) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit,

6) Memahami tentang kondisi dan program pengobatan.

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald).
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.

B. Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari
pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para
pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan
makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Gloria. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC), Jakarta: Mocomedia


Hudak dan Gallo. (2014). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.
Edisi-VIII. Jakarta: EGC
Lee Cyntya dan Aurora. (2014). Keperawatan Kritis Demystified. Rapha
Publishing
Moorhead Sue. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Jakarta:
Mocomedia
T. Heather. (2018). NANDA-I Diagnosa Keperawataan : Definisi Dan Klarifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai