SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
NURFAJRINA SASTIYA
NIM : 11140480000144
1440 H/2018 M
i
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vi
dan seluruh keluarga besar saya, dan terimakasih juga kepada keluarga Prof.
Dr. Yunasril Ali, M.A. dan Dra. Jasmi Yatra yang telah memberikan dorongan
dan do’a hingga meraeleaaikannya akripai ini.
6. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaikan karya tulis ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu
persatu sehingga peneneliti dapat menyelesaikan skripsi dan studi di UIN
Syarif Hidayahtullah Jakarta.
Nurfajrina Sastiya
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............... 4
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .............................. 5
D. Metode Penelitian .................................................................. 6
E. Sistematika Penulisan ............................................................ 9
viii
BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS OPERASI TANGKAP
TANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
A. Faktor Penyebab Diberlakukannya Operasi Tangkap Tangan
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi ............................... 50
B. Prosedural Operasi Tangkap Tangan Yang Dapat Dilakukan
Komisi Pemberantasan Korupsi Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Korupsi ................................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 74
B. Rekomendasi .......................................................................... 75
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Fathur Rahman Dkk, Pola Jaringan Korupsi di Tingkat Pemerintah Desa (Studi Kasus
Korupsi DD dan ADD Tahun 2014-2015 di Jawa Timur, Jurnal Volume 4 No.1 Juni 2018 h. 31
2
Yedi Purwanto & Ridwan Fauzy, Analisis Terhadap Hukum Islam dan Hukum Positif
dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta,alim Vol.15
No.2- 2017 h. 131
1
2
3
Todung Mulya Lubis, Peta Korupsi : Jalan Berlubang di Mana-mana, Prisma Vol, 37
No.3,2018, h. 79
4
https://m.republika.co.id/amp/p1vv1h409 diakses pada 17 Agustus 2017 Jam 8:09
BBWI
3
5
http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-tertangkap-tangan-
kpk-di-awal-2018 diakses pada 2 September 2018 Jam 18:46 BBWI
4
7
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Prenada Media , 2005, h. 35
7
9
Johnny Ibrahin, Teori Tentang Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, 2006 , Malang :
Banyumedia Publishing, h, 321
10
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjaun Singkat
Cet XI, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009, h. 59
9
A. Kerangka Konseptual
Untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan judul penelitian ini
dan sebagai pijakan penulis dalam penelitian ini serta untuk membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini, maka penulis menyediakan konsep-
konsep sebagai berikut :
1. Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu Effective yang berarti
berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektivitas
selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil
yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas mengandung arti “Keefektifan”
(efetivieness) pengaruh/efek keberhasilan, atau kemanjuran/ kemujaraban.1
Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan
penggunaan, hasil atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibat, pengaruhnya,
kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan.2
Efektivitas menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator
efektivitas dalam arti tercapainnya sasaran atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target
telah dicapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Efektivitas
merupakan kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan
program atau misi) pada suatu organisasi atau sejenisnya yang adanya
tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Pengertian tersebut
mengartikan bahwa efektivitas merupakan tahap dicapainnya keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bisa kita lihat bahwa
1
Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditiya
Bakti, h. 85
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ,Jakarta. Balai Pustaka, 2002, .h. 284
11
12
3
https://politik.rmol.co/read/2017/08/24/304323/Fahri-Hamzah:-Istilah-OTT-KPK-
Kacaukan-Kaidah-Bahasa-Dan-Hukum- diakses 14 November 2018 jam 10;06 BBWI
4
Fatimah Asyari, Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pusat dan Daerah untuk Meraih WTP
Terkait Masalah Pelanggaran Hukum, Vol.2,No.1, 2017, h. 59
13
didasari dengan proses yang panjang ketika KPK mengendus adanya aroma
korupsi. Operasi tangkap tangan merupakan tulang strategi KPK dalam
mengungkap kasus-kasus korupsi.
Ada beberapa unggulan dari Operasi Tangan Tangan : Pertama,
mampu menyingkap tabir administrasi penegakan hukum. OTT KPK atau
penegak hukum lainnya dapat menangkap seseorang tanpa menunjukkan
surat penangkapan. Kedua, proses administrasi tersangka yang terjaring
OTT akan lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang diproses tanpa
tertangkap tangan. Ketiga OTT memberikan bukti yang sempurna.
Keempat, OTT mampu membungkam mulut tersangka dari alibi dan alunan
dalil-dalil pembelaan yang merdu.5
Salah satu penangkapan yang kita kenal adalah tertangkap tangan,
yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Pasal 1 butir 19 KUHAP, mendefinisikan tertangkap tangan
adalah tertangkapnya seseorang pada waktu :
1. Sedang melakukan tindak pidana;
2. Dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan;
3. Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya atau
4. Apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras
telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.
Dalam Pasal 16 Ayat (1) dan Pasal 56 Ayat (3) RUU KUHAP
dijelaskan :
Pasal 16
(1) Dalam hal tertangkap tangan
a. Setiap orang dapat menangkap Tersangka guna diserahkan
beserta atau tanpa barang bukti kepada penyidik; dan
b. Setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas
ketertiban, ketenteraman, dan keamanan umum wajib
5
Baca lebih jelas http://www.negarahukum.com/hukum/silent-operation-kpk-ott-vs-
penyadapan.html diakses pada Tanggal 7 September 2018 Jam 09.33 BBWI
14
6
Andre Johanes Wattie, Sifat Eksesional Tertangkap Tangan dalam Penangkapan Pelaku
Tindak Pidana, Lex Crime Vol.IV/No.5/Juli/2015, h. 18
15
7
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Suatu Pengantar, Bandung : Rafika
Aditama, 2010, h. 100
8
Barda Namawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Bandung : PT. Citra Aditiya Bakti, 2001, h. 23
9
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu , Balai Lektur Mahasiwa, h. 65
16
1) Menurut Vos, tindak pidana adalah salah satu kelakuan yang diancam
oleh peraturan perundang-undangan, jadi satu kelakuan yang pada
umumnya dilarang dengan ancaman pidana.10
2) Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan unsur-unsur yang dapat
dibagi menjadi dua macam :
a) Subyek adalah hubungan dengan diri sipelaku dan termasuk
kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya.
b) Obyektif adalah unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang
ada hubungannya dengan keadaan-keadaan lain, yaitu dalam
keadaan tindakan-tindakan itu harus dilakukan.11
3) Menurut Pompe yang dikutip Bambang Poernomo, pengertian
Strafbaar Feit dibedakan menjadi :
a) Defenisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma
yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan
pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan umum.
b) Defenisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian Feit yang
diancam pidana.12
4) Sementara perumusan Strafbaar feit, menurut Van Hamel adalah
“Straafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan oleh undang-
undang, bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan
dengan kesalahan”. Tindak Pidana adalah pelanggaran norma-norma
baik dalam hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan usaha
pemerintah, oleh pembentuk undang-undang dianggapi dengan suatu
hukum pidana. Maka sifat-sifat yang ada dalam setiap tindak pidana
10
Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung : Universitas Bandar Lampung,
2007, h.81
11
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1993, h. 69
12
Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum
Pidana, Jakarta : Bina Aksara, 1997, h. 86
17
13
Wiryono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung. Refika
Aditama, 2003, h. 1
14
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta : Sinar Grafika, 2010,
h. 63
18
15
R.Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
edisi ke 2 , Jakarta : Sinar Grafika, 2008, h. 59
16
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta : Sinar Grafika, 2010,
h. 75
20
17
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum dan Acara Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia
2001, h. 25-27
18
Soen’an Hadi Poernomo, Berani Korupsi itu Memalukan! Bunga Rampai Filosofi,
Masalah, Solusi Negeri Kelautan dan Upaya Pemberantasan Korupsi, Depok : Ki Town House,
2013, Cet ke I, h. v
22
19
Haryono Umar, Menghitung Kembali dampak Korupsi, Jurnal Bisnis dan Manajemen,
Maret 2011, Volume XII, Nomor 1, h. 25
20
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Jakarta : PT.
Gramedia, 2005 h. 7
21
Adami chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil di Indonesia. Cetakan ke II
,Malang, Jawa Timur-Indonesia : Bayu Media Publishing, 2005, h. 1-2
23
23
Ashinta Sekar Bidari, Fenomena Korupsi Sebagai Patologi di Indonesia, h. 1
24
C=M+D–A
Dimana
C = Corruption (Korupsi)
M = Monopoly (Monopoli)
D = Disrection (Keleluasaan)
A = Accoutability (Pertanggungjawaban)
Persamaan diatas menjelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi
apabila seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas
24
Mochtar Lubis dan James C . Scott, Bunga Rampai Korupsi, Jakarta : LP3ES, 1985
h. 34
25
Robert Kligaard, at all, Penuntutan Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan
Daerah, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2002, h. 2-3
25
26
Achmad Badjuri, Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sebagai lembaga Anti
Korupsi di Indonesia, Maret, 2011 h. 85
27
Syed Hussen Alatas, Sosiologi Korupsi, Jakarta : LP3ES, 1975, h. 32
28
Lembaga Anti Korupsi di Negara Meksiko adalah Procuradia General de La
Republica/Procuradia Locales/Secretariade la Funcion Publica/Auditoria Superior de la
Federaction
26
29
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah National Anti-Corruption Comission
30
Lembaga anti korupsi di Rusia Oleg Prokhoi (di mana nama itu secara harfiah berarti
"buruk" dalam bahasa Rusia) untuk mengepalai departemen baru tersebut. Plokhoi sebelumnya
bekerja di departemen personalia Kremlin.
31
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah NACC (National Anti Corruption
Commision)
27
32
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah Office Of The Ombdusman
33
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah Karnataka Lokayukta (Central Bureau Of
Investigation)
34
Lembaga anti korupsi di Argentina Oficina Anti-Corruption
28
35
Jepang adalah salah satu negara maju di kawasan Asia. Yang beribu kotakan Tokyo.
Jepang tidak memiliki undang-undang ataupun lembaga khusus yang mengatur tentang tindak
pidana korupsi, namun nyatanya pemberantasan korupsi di Jepang cukup efektif dijalankan.
Jepang tidak mengajarkan agama sebagai mata pelajaran khusus di sekolah, tetapi Jepang sukses
menanamkan nilai-nilai moral pada para siswanya. Indonesia sebagai negara yang memiliki
undang-undang-undang khusus dan KPK sebagai lembaga khusus yang menangani pemberantasan
korupsi harusnya bisa lebih fokus dan efektif dalam menjalankan misinya memberantas korupsi.
Indonesia yang merupakan negara beragama harusnya juga berhasil mendidik putra-putri penerus
bangsa nilai-nilai agama dan moral.
36
Werner Pascha, Corruption in Japan-An Economist’s Perspective. h. 2
37
Lembaga Anti Korupsi di Negara ini adalah Anti Corruption and Civil Right, dan
Commission untuk Korea Selatan
29
38
Malepati Shanmukha Nath, Kasisid Kaewmanee, South Korea Corruption In The
Contextof Chaebols And Crony Capitalism, Internasional Journal Of Advance Research an
Development, Volume 3, Issue 1, h.13
39
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah Malaysian Anti-Corruption Commission
(MACC) / Suruhan Jaya Pencegahan Rusuah Malaysia (SPRM).
40
Nadia Salama, Fenomena Korupsi Indonesia (Kajian Mengenai Motif dan Proses
Terjadinya Korupsi), Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang, 2010, h. 16-17
30
41
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Normatif, Teoritis, Praktik dan
Masalahnya, Bandung : PT. Alumni , 2001, h. 2
42
IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi (Problematika
Sistem Hukum Pidana dan Implikasi pada Penegakan Hukum), Yogyakarta : Total media, 2009,
h. 164
32
43
Faried Ali, Teori Konsep Administrasi (dari Pemikiran Paradigmatik dan Menuju
Redefinisi), Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011, h. 1-2
44
Soetandyo Wigjosoebroto, Hukum, Pradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,
Jakarta : Elsam HuMa, 2002, h. 184
45
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 1997, h. 78
46
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung : Alfabeta, 2014
h. 23-24
33
48
Hans Kelsen, General Teory of Law and State, Translate by Anders Wedbeg, New
York : Russel and Russel, 1991, dikutip dari Jimly Ashidiqqie dan M Ali Safa’at, Teori Hans
Kelsen tentang Hukum, Cet 2, Konstitusi Press, Jakarta, 2012, h. 39-40
49
A. Salman Maggalatung, Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 dan Politik Hukum di
Indonesia, Jakarta : Focus GrahaMedia, 2012, h. 28
35
51
Rizal Akbar, berjudul Kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui Operasi Tangkap Tangan, skripsi Tahun 2016
37
52
Luthvi Febryka Nola, Operasi Tangkap Tangan Oleh KPK, Jurnal Vol.V,
No.24/II/P3DII/Desember/2013
53
I G B P Ananda Yoga, Pembaharuan Hukum Pidana materiil dalam Rangka
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Tesis Tahun 2017
38
Tangkap Tangan terhadap para tindak pidana korupsi dan faktor penyebab
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan
terhadap Tindak Pidana Korupsi. Persamaan dalam penelitian ini sama-
sama menyinggung tindak pidana korupsi
Buku Herlambang “Tindak Pidana Penerima Hasil Korupsi”
Perbedaan dalam buku ini berdasarkan Latar Belakang pemikiran dan
kenyataan tidak adanya ketentuan hukum (Kevakuman hukum) yang dapat
dikenakkan terhadap mereka yang menerima manfaat hasil korupsi yang
dilakukan oleh orang lain.54
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk perbuatan
yang dapat dikategorikan sebagai penerima hasil korupsi adalah setiap
orang baik diri sendiri atau bersama-bersama, melakukan perbuatan
menerima manfaat dan atau mendapatkan keuntungan dari suatu yang
diberikan atau dikirimkan kepadanya, yang diketahui atau patut diduga
sebagai hasil tindak pidana korupsi.
Tentu sangat berbeda dengan skripsi saya yang membahas
bagaimana Prosedural Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan
Operasi Tangkap Tangan terhadap para tindak pidana korupsi dan faktor
penyebab Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap
Tangan terhadap Tindak Pidana Korupsi. Persamaan sama-sama
menyinggung tindak pidana korupsi.
54
Herlambang,Tindak Pidana Penerima Hasil Korupsi,
BAB III
Eksistensi Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi
1
Masa Kolonial Sampai Era Reformasi, Malang : Dinamika Hukum Universitas Islam
Malang 2001, h.20-25
39
40
2
http://acch.kpk.go.id diakses Tanggal 17 Juli 2018 jam 09:34 BBWI
41
3
Fitria, Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Lembaga Negara
Penunjang dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia , h. 2
42
Wewenang KPK :
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi.
4
Nody Mohede, Tugas dan Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia,
Jurnal Vol.XX/No.1/Januari- Maret 2012, h. 78
43
5
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Tata Negara Jilid 1, Jakarta : Konstitusi Press, h. 35
6
Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Cet, II, Jakarta : Sinar Grafika, 2012, h. 84
44
7
Ahmad Roestandi, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah K onstitusi, Jakarta, h. 53
8
Firmansyah Arifin Et, All, lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara, Konsorium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta h. 66-67
45
9
Sri Soemantri, Eksistensi Sistem Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,
Makalah Proseeding diskusi Publik, Komisi Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta
10
https://googleweblight.com/i?u=https://www.kpk.go.id/tentang-kpk/struktur-
organisasi7hl=id-ID diakses pada Tanggal 29 Agustus 2018 Jam 11:30 BBWI
46
Pimpinan KPK
Pimpinan KPK adalah pejabat negara yang terdiri dari 5 anggota
yakni ketua merangkap Anggota, serta Wakil ketua yang terdiri dari 4
(empat) orang masing-masing merangkap Anggota.
Ketua KPK
Ketua KPK adalah salah satu dari lima pimpinan di KPK. Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi juga merangkap sebagai anggota KPK.
Tim penasihat
Tim penasihat berfungsi memberikan nasihat dan pertimbangan
sesuai dengan kepakarannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantsan Korupsi.
Tim penasihat terdiri dari 4 (empat) anggota.
Pelaksanaan Tugas
Berdasarkan lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi No.PER-08/XII/2008 Tanggal 30 Desember 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja KPK, pelaksana tugas KPK terdiri dari :
1. Deputi Bidang Pencegahan
Deputi Bidang pencegahan KPK RI atau Deputi Bidang
Pencegahan KPK adalah unit eselon I di KPK yang mempunyai tugas
menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan dibidang
pencegahan tindak pidana korupsi. Deputi Bidang pencegahan
dipimpin oleh Deputi Bidang Pencegahan dan bertanggungjawab atas
pelaksana tugasnya kepada Pimpinan KPK.
2. Deputi Bidang Penindakan
Deputi Bidang penindakan KPK RI mempunyai tugas
menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di bidang
penindakan tindak pidana korupsi, deputi bidang pencegahan dipimpin
oleh deputi bidang penindakan dan bertanggungjawab atas
pelaksanaanya tugas kepada pimpinan KPK.
3. Deputi Bidang Informasi dan Data
Deputi Bidang Informasi dan Data adalah unit eselon I di KPK
yang mempunnyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan pada Bidang
Informasi dan Data. Deputi Bidang Informasi dan Data dipimpin oleh
Deputi Bidang penindakan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan
tugas kepada pimpinan KPK.
4. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
Deputi Bidang pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat adalah unit eselon 1 di KPK yang mempunyai tugas
48
1
https://news.okezone.com/read/2017/06/22/337/1722309/kpk-beberkan-2-faktor-
penyebab-maraknya-ott-terhadap-pejabat-daerah di akses tgl 7 November 2018 Jam 08;00 BBW1
2
Ganjar Laksamana, Laporan Tim Pengkajian tentang Partisifasi Aktif Publik dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Pusat penelitian dan Pengembangan Sistem Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Tahun 20Z15,
h. 2
50
51
terjadi secara meluas tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
secara meluas, karena itu tindak pidana korupsi digolongkan sebagai
kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.3
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting
pemerintah dalam rangka membersihkan dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan sistematis sehingga
diperlukan upaya yang luar biasa pula dalam memberantasnya. Upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak tahun 1957,
dalam perjalannya, upaya tersebut merupakan sebuah proses pelembagaan
yang cukup lama dalam penangan korupsi, upaya-upaya tersebut :4
a. Operasi Militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas
korupsi di bidang logistik.
b. Dibentuknya tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dengan
tujuan melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
c. Pada Tahun 1970 dibentuk tim advokasi yang lebih dikenal dengan nama
tim empat, yang bertugas memberikan rekomendasi penindakan korupsi
kepada pemerintah.
d. Operasi Penerbitan (Opstib) dibentuk pada tahun 1977 untuk memberantas
korupsi melalui aksi pendisplinan administrasi dan operasional.
e. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani
pemberantasan korupsi dibidang pajak.
f. Pada tahun 1999 dibentuk tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (TGPTPK) dibawah naungan kejaksaan Agung, pada tahun yang
sama juga dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara
(KPKPN).
3
Hariadi Kartodiharjo, Lingkaran Korupsi Sumber Daya Alam, Prisma Vol, 37, No,3,
2018 h. 113
4
Achmad Badjuri, Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Lembaga
Anti Korupsi di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) Vol.18,No.1 Maret 2011, h. 87
52
5
Agung Djoyokarto, Fiani Sadiawati, Hera Setiawati, Membangun Sistem Integritas
dalam Pemberantasan Korupsi di Daerah, 2008, Jakarta : kemitraan, h. 51
53
rendahnya komitmen untuk menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta
sikap masa bodoh sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan
korupsi. Ketiga, hambatan instrumental yaitu bersumber dari kurangnya
instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang
membuat penangan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Empat, hambatan manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari
diabaikannya atau tidak diterapkannnya prinsip-prinsip manajemen yang baik
yang membuat penangan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya.6
Menurut wakil ketua KPK Laoede M Syarif ada empat hal utama
yang dilakukan KPK untuk pencegahan7. Pertama, upaya perbaikan dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah, agar lebih akuntabel dan transparan.
Sektor ini menurut KPK rawan terjadinya tindak pidana korupsi, pengadaan
barang dan jasa memakai layanan e-procurement agar akuntabel dan
transparan. Kedua, KPK membantu melakukan perbaikan masalah perizinan,
sistem prizinan harus satu pintu agar mudah untuk dikontrol. Sistem yang
sudah berjalan juga harus diperbaiki agar akuntabel dan transparan.
Ketiga, dalam sistem penangan harus ada sistem e planning dan e
budgeting, hal itu terjadi untuk mencegah mark up yang biasa terjadi pada
saat perencanaan anggaran. Misalnya seharusnya penggaran barang dan jasa
Rp 4 Milyar, karena dipikir harus ada fee untuk kepala daerah, akhirnya jadi
mark up lebih mahal. Dengan sistem e-planning dan e-budgeting hal ini
dihemepiea bile dicegeh. “sayangnya sampai hari ini belum semuanya
menerapkan itu.
6
Agung Djoyokarto, Fiani Sadiawati, Hera Setiawati, Membangun Sistem Integritas
dalam Pemberantasan Korupsi di Daerah, h.51
7
https://nasional.kompas.com/read/2017/17480601/empat-hal-yang-diupayakan-kpk-
untuk-mencegah-korupsi diakses pada 31 Agustus 2018 Jam 09:40 BBWI
54
8
Buku Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, 2017, h. 93-94
55
9
Ridwan, Peningkatan Kesejahteraan Rakyat melalui Pendekatan Ekonomi Kerakyatan
di Kabupaten Serang”, Majalah Dinamika, Vol.34.No.4,2009, h. 32
57
10
Topo Sentoso dan Eva Achzani Zulfa, Krimonologi, Jakarta :Radja Grafindo Persada,
2003, h. 23
11
Suharyo, Optimalisasi Pemberantasan Korupsi dalam Era Desentralisasi di Indonesia,
Vol.3, No.3 Desember 2014, h. 377
12
http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-tertangkap-tangan-
kpk-diawal-2018 diakses pada 2 September 2018 Jam 18:46 BBWI
58
bahwa gebrakan KPK akan spektakuler, tanpa takut dan tak kenal mundur,
dan pada akhirnya akan menyapu bersih korupsi di Indonesia. harapan itu
bisa dilihat dari dua pengertian, yaitu dari sisi membasmi semua tikus
korupsi, baik besar maupun kecil. Disi lain membangun sistem tata kelola
pe emiaaehea yeag beii, yeag lese e iai iiae ieaes lebegei “good
governance”14
Tujuan utama dilakukan pemberantasan korupsi disuatu negara
umunya adalah menjadikan negara tersebut sebagai negara yang bersih
dari perilaku koruptif warga negraranya, sekaligus menghilangkan
persepsi sebagai negara terkorup, naik turunnya CPI secara tidak langsung
menunjukkan fluktuasi efektivitas pemberantasan korupsi di suatu negara.
Adanya lembaga independen sejenis KPK diasumsikan akan
meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi yang pada akhirnya
mampu memperbaiki persepsi akan tingkat korupsi di suatu negara.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh Lembaga Independen ini
dalam membersihkan suatu negara dari penyakit korupsi amat tergantung
kepada faktor utama yang berpengaruh, misalnya dukungan politik dan
dukungan masyarakat. Dapat kita simpulkan bahwa Komisi
Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan dalam
upaya pemberantasan tindak korupsi yang dilakukan para korupor yang
rakus dan tidak bersyukur atas apa yang telah mereka miliki hingga
mempunyai nafsu untuk maling uang rakyat dengan kesempatan dan
jabatan yang mereka miliki. Jika KPK tidak melakukan Operasi Tangkap
Tangan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, maka lembaga itu akan
dinilai membiarkan akan terjadinya korupsi.
14
Todung Mulya Lubis, Peta Korupsi : Jalan Berlubang di mana-mana, Prisma Vol,37
No.3, 2018, h.83
63
15
Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung :
Mandar Maju, 2003, h. 3
64
16
Citra Mandiri, Himpunan Peraturan Perundang-udangan Republik Indonesia, Jakarta
: CV.Citra Mandiri (Jilid III), 2002, h. 245
65
17
Baca lebih jelas https://www.jpnn.com/news/kpk-beberkan-cara-lakukan-ott diakses
pada 12 September 2018 Jam 09:00 BBWI
66
19
Fachmi, Kepastian Hukum mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : PT.Ghalia Indonesia Publishing, 2011.,h.. 135
69
pakain tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada
bedeaayeeaeudibeeelemae,uaauidiliae.”
Dalam Pasal 33 KUHAP, dalam melaksanakan penggeledahan,
penyidik harus dilengkapi dengan surat izin dari ketua pengadilan negeri.
Kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak, bilamana penyidik harus
segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih
dahulu, maka penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa surat izin
tertulis dari ketua pengadilan negeri (Pasal 34 KUHAP).22
7. Penyitaan
Penyitaan dalam Pasal 1 Butir 16 KUHAP adalah serangkain tindakan
penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan,
peradilan.
Penyitaan pada hakikatnya termasuk wewenang dan fungsi
penyidik, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai
barang bukti dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
persidangan pengadilan. Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik
dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat (Pasal 38 Ayat (1),
bila mana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan pada
ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak
dan untuk itu, wajib segera melaporakan kepada ketua pengadilan negeri
setempat guna memperoleh persetujuan (Pasal 38 Ayat (2)).
Selanjutnya tujuan dari penyitaan adalah untuk kepentingan
pembuktian, terutama ditunjukkan sebagai barang bukti dimuka sidang.
Hakim ketua siding memperlihatkan segala barang bukti kepada terdakwa
dan menanyakan apakah ia mengenal benda itu, apabila perlu
diperlihatkan pula kepada saksi (Pasal 181 (1) (2) KUHAP).23
22
Fachmi, Kepastian Hukum mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, h. 139
23
Fachmi, Kepastian Hukum Mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, h 139
72
24
Antonius Ketut D, Makalah yang di Sampaikan Dalam Panel Diskusi Program Pasca
Sarjana Magister Hukum –UPH, 2008, h.1
73
25
lihat http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt509a4b3e/penjebakan-pada-operasi-
tertangkap-tangan-kpk-proses-hukum-atau-tindakan-melawan-hukum-broleh--tiur-henny-monica--
sh- diakses pada tgl 10 September 2018 jam 13:00 BBWI
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
74
75
B. Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan dan disimpulkan,
rekomendasi yang diberikan oleh peneliti sebagai berikut :
1. Korupsi harus segera diberantas, dengan cara memberikan hukuman berat
terhadap koruptor, seperti memberlakukan hukuman mati terhadap
Tindak Pidana Korupsi agar dapat memberi efek jera. Vietnam salah satu
negara yang memberlakukan hukuman mati terhadap koruptor. KPK
harus kita dukung, karena Operasi Tangkap Tangan yang terus dilakukan
KPK sangat penting guna membersihkan dunia penegakan hukum kita
dari suap menyuap, dan mengajak rakyat Indonesia untuk menyuarakan
kepeduliannya pada pemberantas korupsi, dan mendukung penuh
terbentuknya generasi masa depan yang bersih dari korupsi.
2. Adanya komitmen yang kuat dari pejabat negara dan aparatur pemerintah
untuk tidak melakukan korupsi, disamping itu masyarakat agar
melaporkarkan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK bagian
pengaduan masayarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum dan Acara Pidana, Jakarta : Ghalia
Indonesia 2001
76
77
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
C. JURNAL HUKUM
Nola, Febryka Luthvi, Operasi Tangkap Tangan Oleh KPK, Jurnal Vol.V,
NO.24/II/P3DII/Desember/2013
Purwanto, Yedi & Ridwan Fauzy, Analisis Terhadap Hukum Islam dan
Hukum Positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta,alim Vol.15 No.2, 2017
D. INTERNET
https://m.republika.co.id/amp/p1vv1h409
http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-
tertangkap-tangan-kpk-di-awal-2018
http://acch.kpk.go.id
https://googleweblight.com/i?u=https://www.kpk.go.id/tentang-
kpk/struktur-organisasi7hl=id-ID
https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/undang-undang-terkait
https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20170201175140-185-190637/aksi-
penyadapan-dan-a
https://nasional.kompas.com/read/2013/10/07/1116524/Operasi.Tangkap.T
angan
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt509a4b3e/penjebakan-pada-
operasi-tertangkap-tangan-kpk-proses-hukum-atau-tindakan-
melawan-hukum-broleh--tiur-henny-monica--sh-
https://nasional.kompas.com/read/2017/17480601/empat-hal-yang-diupayakan-
kpk-untuk-mencegah-korupsi
http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-tertangkap-
tangan-kpk-diawal-2018
https://www.jpnn.com/news/kpk-beberkan-cara-lakukan-ott
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/04/08512451/kasus-dprd-kota-
malang-korupsi-massal-yang-mengkhawatirkan