Anda di halaman 1dari 90

EFEKTIVITAS OPERASI TANGKAP TANGAN KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM UPAYA


PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

NURFAJRINA SASTIYA
NIM : 11140480000144

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

i
ABSTRAK

Nurfajrina Sastiya. NIM 11140480000. EFEKTIVITAS OPERASI TANGKAP


TANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM UPAYA
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. Program Studi Ilmu
Hukum, Konsenterasi Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1440H/2018M. Isi: viii + 75
Halaman + 6 Halaman daftar pustaka.
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah prosedur dan tata
cara Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan oleh KPK. dilihat dari banyaknya
para aparatur dan atau pejabat kepala daerah yang terjaring OTT KPK dengan
berbagai latar belakang kasus. Hingga banyak yang mengatakan teknik yang
digunakan KPK melanggar hukum dan HAM. Dari permasalahan tersebut, maka
dilakukan penelitian ini dengan tujuan meneliti lebih dalam tentang Prosedur OTT
KPK.
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan
menggunakan 3 pendekatan penelitian, pendekatan Content analysis,yaitu secara
umum diartikan sebagai metode yang meliputi semua analisis mengenai isi teks,
disisi lain analisis juga digunakan untuk mendiskripsikan pendekatan analisis
khusus tentang OTT KPK, Analisis ini biasannya digunakan pada penelitian
Kualitatif. Secara kualitatif, oleh karena itu penulis memerlukan data sebagai
sesuatu yang bermakna interinsik, data yang ada dalam penelitian ini terdiri dari
dokumentasi ragam peristiwa, rekaman ucapan, kata dan gesture dari objek
kajian, tingkah laku yang spesifik, dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai
imajinasi visual yang ada dalam sebuah fenomena sosial, yang berkaitan dengan
objek penelitian. Pendekatan perundang-undangan (Statue approach) ini
digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum khusus hukum pidana
Indonesia. Pendekatan kasus disini adalah kasus tindak pidana korupsi yaitu
bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma mengenai kasus yang telah
diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurispudensi terhadap perkara-
perkara yang menjadi faktor penelitian. yaitu tindak pidana korupsi.
Temuan dalam penelitian ini Faktor yang menjadi penyebab
diberlakukaannya OTT. Pertama, pejabat daerah masih banyak yang korup.
Kedua,aelama ini mereka meraaa midak merawaai ses . Teknik yang digunakan
KPK dalam melakukan OTT yaitu teknik penyadapan dan penjebakan. efektifnya
OTT dilihat dari banyaknya aparatur dan atau kepala daerah yang terjaring OTT
KPK.

Kata Kunci : Operasi Tangkap Tangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Tindak


Pidana

Pembimbing : Dr.Alfitra,S.H,M.Hum dan Irfan Khairul Umam,S.H.I.,LLM

Daftar Pustaka: Tahun 1985 Sampai Tahun 2018

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu


Wa Ta’ala atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga peneliti bisa menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Efektivitas Operasi Tangkap Tangan Komisi
eemberanmaaan sorupai dalam Upaya eemberanmaaan Tindak eidana sorupai”
shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
Shallalahu ‘alaihi Wasssalam, aemoga kima aemua mendapamkan ayafa’amnya di
akhirat kelak. Amin.
Selanjutnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat
para pihak secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam
penyelesain skripsi ini.
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat,S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Pembimbing 1 dan Irfan Khairul Umam,
S.H.I.,LLM Pembimbing 2 yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga,
dan pikirannya untuk peneliti.
4. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah
Jakarta dan Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
mengizinkan saya untuk mencari dan meminjamkan buku-buku referensi dan
sumber-sumber data lainnya yang diperlukan.
5. Kepada kedua orang tua saya Ayahanda Asmarahadi dan Ibunda Kaptiah
dengan aegala pengerbonan dan do’anya aeram momivaai yang miada henmi-
hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi tepat waktu, juga adik-
adikku tercinta, Alm. Aditiya Firman, Ramadhana Putra, dan Adika Almuaffi

vi
dan seluruh keluarga besar saya, dan terimakasih juga kepada keluarga Prof.
Dr. Yunasril Ali, M.A. dan Dra. Jasmi Yatra yang telah memberikan dorongan
dan do’a hingga meraeleaaikannya akripai ini.
6. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada peneliti dalam
penyelesaikan karya tulis ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu
persatu sehingga peneneliti dapat menyelesaikan skripsi dan studi di UIN
Syarif Hidayahtullah Jakarta.

Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfat bagi


peneliti dan bagi para pembaca umumnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 03 November 2018

Nurfajrina Sastiya

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
PENGESEHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ........................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............... 4
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .............................. 5
D. Metode Penelitian .................................................................. 6
E. Sistematika Penulisan ............................................................ 9

BAB II KERANGKA TEORI


A. Kerangka Konseptual ............................................................. 11
B. Kerangka Teori ....................................................................... 31
C. Tinjaun (review) Kajian Terdahulu ........................................ 34

BAB III EKSISTENSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI


A. Sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi ................................ 39
B. Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi ......... 42
C. Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi ...................... 43
D. Struktur Organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi ............. 45
E. Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Komisi
Pemberantasan Korupsi .......................................................... 48

viii
BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS OPERASI TANGKAP
TANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
A. Faktor Penyebab Diberlakukannya Operasi Tangkap Tangan
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi ............................... 50
B. Prosedural Operasi Tangkap Tangan Yang Dapat Dilakukan
Komisi Pemberantasan Korupsi Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Korupsi ................................................................................... 62

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 74
B. Rekomendasi .......................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 76

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejujuran merupakan nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa


Indonesia, akan tetapi praktik korupsi yang jelas-jelas bertentangan dengan
nilai tersebut masih seringkali terjadi. Di media massa bisa kita lihat hampir
setiap hari diberitakan mengenai praktik tindak pidana korupsi di negara
tercinta Indonesia. Nyaris setiap lapisan masyarakat terkontaminasi dengan
korupsi. Baik dari segi horizontal maupun vertikal.
Korupsi didientifikasi sebagai kejahatan yang bersifat laten yang
berpotensi untuk merugikan dan membahayakan negara, aktor korupsi
biasanya tidak sendiri melakukan aksinya, dengan melakukan korupsi
seacara berjamaah akan menjadi indikasi saling menyandera satu sama lain
kemudian saling melindungi antar aktor dalam struktur kelembagaan.1
Dalam tulisan Yedi Purwanto dan Ridwan Fauzy Secara global
penyebab korupsi ada dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Adapun penyebab korupsi dari faktor internal adalah sebagai beikut :2
1. Lemahnya Iman. Iman yang kuat niscaya akan membentangi seseorang
dari tindak maksiat apapun, termasuk korupsi.
2. Lemahnya pengajaran budi pekerti. Dalam hal ini, seseorang tidak bisa
membedakan mana perbuatan yang boleh dan yang tidak tidak boleh
dilakukan.
3. Rendahnya kepercayaan diri para koruptor dalam membangun ekonomi
keluarga melalui cara yang dibolehkan undang- undang dan agama.

1
Fathur Rahman Dkk, Pola Jaringan Korupsi di Tingkat Pemerintah Desa (Studi Kasus
Korupsi DD dan ADD Tahun 2014-2015 di Jawa Timur, Jurnal Volume 4 No.1 Juni 2018 h. 31
2
Yedi Purwanto & Ridwan Fauzy, Analisis Terhadap Hukum Islam dan Hukum Positif
dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta,alim Vol.15
No.2- 2017 h. 131

1
2

4. Mencari jalan pintas. Seorang koruptor tidak mau menjalani proses

panjang dalam mencari harta kecuali dengan cara korupsi.

Sedangkan dalam faktor eksternal bisa dikemukan bahwa :

1. Korupsi satu dampak rezim yang korup.


2. Korupsi juga bisa dimungkinkan karena adanya lingkaran birokrasi yang
korup.
3. Korupsi bisa disebabkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan aparat
negara.
4. Lemahnya pengawasan juga disinyalir sebagai penyebab korupsi.
5. Birokrasi yang panjang dan bertele-tele memberi peluang buat korupsi.
Kewenangan yang luar biasa dimiliki oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) adalah satu-satunya organ pemberantasan korupsi di negeri
ini.3 KPK menjadi harapan terakhir dalam upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi. Dengan kewenangan yang dimiliki KPK untuk melakukan
penyidikan dan penuntutan terahadap pejabat negara yang melakukan tindak
pidana korupsi diatas satu miliyar. KPK merupakan lembaga negara yang
memiliki kewenangan yang hampir sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan
dalam perkara tindak pidana korupsi. KPK memiliki kewenangan untuk
melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
Ditahun 2017 KPK sangat gencar menangkap tangan sejumlah
penyelenggara pemerintah dan kepala daerah lantaran bertransaksi suap, dan
2017 ini telah melampaui tahun sebelumnya dan merupakan terbanyak
sepanjang sejarah KPK berdiri 19 kasus merupakan hasil dari OTT dengan
berbagai profil tersangka.4 Dalam aksi penangkapan diluar negeri, anda
mungkin pernah mendengar ucapan “anda berhak diam, dan apapun yang

3
Todung Mulya Lubis, Peta Korupsi : Jalan Berlubang di Mana-mana, Prisma Vol, 37
No.3,2018, h. 79
4
https://m.republika.co.id/amp/p1vv1h409 diakses pada 17 Agustus 2017 Jam 8:09
BBWI
3

anda katakan digunakan sebagai bukti dipengadilan” Penerapan Miranda


Rules atau lebih dikenal dengan Miranda Warning ini merupakan hak
minimal yang harus diberitahukan oleh polisi ketika melakukan
penangkapan. Di Indonesia KPK merupakan salah satu lembaga penegak
hukum yang kerap melakukan Operasi Tangkap Tangan.
Pasal 1 angka 19 KUHAP disebutkan “Tertangkap Tangan adalah
tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau
dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau saat
kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan,
atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras
telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu menunjukkan bahwa
ia adalah pelakukanya atau turut melakukan atau membantu malakukan
tindak pidana itu.“
Dalam Pasal diatas menjelaskan apa definisi tertangkap tangan yang
dapat kita tafsirkan bahwa itu merupakan peristiwa seketika terjadi atau red-
handed, bukan peristiwa yang telah direncanakan oleh aparat penegak
hukum sebelumnya dan kemudian dilakukan pengkapan/penahanan. Seperti
kita ketahui beberapa bulan ini terakhir KPK genjar sekali melakukan
Operasi Tangkap Tangan terhadap kepala Daerah. Maraknya Operasi
Tangkap Tangan dinilai bisa memberi persepsi Indonesia sebagai negara
korupsi, dimana mental koruptif masih membayangi pola pikir dan perilaku
penyelenggara negara, dan berdampak negatif dalam aspek lain.
KPK berhasil membongkar kasus korupsi dan menjebloskan banyak
nama-nama besar kedalam jeruji besi, sebut saja Irjen Pol Djoko Susilo,
Lutfhi Hasaan Ishaaq, Ratu Atut, Akil Mochtar, Suryadharma Ali, Pejabat
yang terjaring Operasi Tangkap Tangan di awal 2018 yang ditetapkan
menjadi tersangka diantaranya, Bupati Subang Imas Aryuningsih, Bupati
Ngada, NTT, Marianus Sae, Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif,
Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan, Bupati Kebumen, Mohammad
Yahya Fuad, Gubernur Jambi Zumi Zola, Bupati Jombang Nyono Suharli
Wihandoko, dengan latar belakang kasus korupsi yang dilakukan.5 Dalam

5
http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-tertangkap-tangan-
kpk-di-awal-2018 diakses pada 2 September 2018 Jam 18:46 BBWI
4

Al-Qur’an, tindakan mereka ini disebut” memerangi Allah dan Rasul-nya


serta berbuat kerusakan dimuka bumi, “yang disebut hirabah.6 Allah SWT
mengisyaratkan memberi hukuman yang berat bagi mereka yang melakukan
tindakan demikian.
Berkaitan dengan hal-hal hal yang telah diuraikan diatas, peneliti
tentang tertarik memilih judul Efektivitas Operasi Tangkap Tangan Komisi
Pemberantasan Korupsi terhadap tindak pidana korupsi. Dengan melihat
bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sering melakukan Operasi Tangkap
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi, karena banyaknya pro kontra
tentang Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi melanggar
Hukum dan Hak Asasi Manusia maka skripsi ini hadir untuk menemukan
bagaimana cara KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap para
koruptor, khususnya ketika KPK melakukan OTT terhadap para pelaku
koruptor membuat saya tertarik mengkaji faktor dan prosederul yang
diberlakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pelaku tindak pidana
korupsi.
Berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik
untuk memilih judul “EFEKTIVITAS OPERASI TANGKAP TANGAN
KOMISI PEMBERANTASAN KORUSPI DALAM UPAYA
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI”
B. Identifikasi, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi
masalah yang timbul dan dapat diteliti diatas, yaitu:
a. Lemahnya iman aparatur dan atau kepala daerah dalam mengemban
tugas.
b. Korelasi Operasi Tangkap Tangan dan Tertangkap Tangan dengan
melalui kenyataan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 19 KUHP.
c. Pemberantasan korupsi dengan cara konvesional kurang efektif.
6
Marzuki Wahid, dkk, Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi, Lakspedam PBNU :
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Cet
: 3 Tahun 2017, h. VI
5

d. Prosedur dan cara Operasi Tangkap Tangan KPK dianggap kontraversi


2. Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian ini tidak meluas sehingga dapat
mengakibatkan ketidakjelasan maka peneliti membuat pembatasan
masalah, yaitu dengan membahas prosedur dan tata cara operasi tangkap
tangan yang dilakukan oleh komisi pemberantasan korupsi.
3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut :
a. Apa saja faktor-faktor diberlakukannya Operasi Tangkap Tangan
terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi?
b. Bagaimana Prosedural Operasi Tangkap Tangan yang dapat
diberlakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pelaku Tindak
Pidana Korupsi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Berdasarkan apa yang telah dirumuskan pada perumusan masalah
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
a. Untuk mengetahui faktor dilakukannya Operasi Tangkap Tangan
terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi.
b. Untuk mengatahui prosedural Operasi Tangkap Tangan yang dapat
dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pelaku Tindak
Pidana Korupsi?
2. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak
diantaranya :
a. Bagi Peneliti.
1) Dapat memberikan gambaran seberapa besar pengaruh dampak
negatif korupsi, hal ini terbuktinya asumsi yang menyatakan bahwa
terjadi korupsi yang mengakar dan sulit untuk diberantas, sehingga
6

dapat menjadi pelajaran kelak untuk diri sendiri sebagai calon


penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
2) Sebagai pendalaman dan pemahaman bagi penulis berkenaan
dengan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Operasi Tangkap
Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Serta dapat menjadi
referensi bagi mereka yang tertarik mendalami permasalahan yang
berkaitan dengan penelitian ini sebagai calon penegak hukum
dalam upaya pemberantasan korupsi .
b. Bagi Peneliti lain
1) Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi, bahan bacaan dan
tukar pikiran bagi para praktisi hukum, Kejaksaan, Kepolisian
Hakim dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, dan
bagi peneliti lain serta bahan kajian lebih lanjut untuk memecahkan
masalah dan kalangan lain yang berminat. Serta untuk menambah
khasanah perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta.
2) Hasil penelitian ini merupakan syarat untuk meraih gelar Sarjana
Hukum (S.H) dalam Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi
Hukum Kelembagaan Negara di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah
metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang sudah ada.7
Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder dari bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan

7
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Prenada Media , 2005, h. 35
7

tersebut kemudian disusun secara sitematis, dikaji, dan kemudian ditarik


kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang dilteliti, masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Efektivitas Operasi Tangkap
Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Pendekatan penelitian
Pada penulisan skripsi pendekatan yang digunakan adalah
,pendekatan content analysis, pendekatan perundang-undangan (statue
approach) dan pendekatan kasus (case approach), Pendekatan Content
analysis penelitian ini bersifat pembahasan yang mendalam terhadap isi
suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa mengenai OTT
KPK.
Analisis ini biasannya digunakan pada penelitian Kualitatif.
Analisis kualitatif adalah dari data yang diedit dipilih menurut kategori
masing-masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan
dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian.
Content analysis secara umum diartikan sebagai metode yang meliputi
semua analisis mengenai isi teks, disisi lain analisis juga digunakan untuk
mendiskripsikan pendekatan analisis khusus tentang OTT KPK, content
analysis dapat juga digunakan untuk menganalisis semua bentuk
komunikasi, baik surat untuk menganalisis surat kabar, radio, iklan,
telivisi, maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain yang berkaitan
dengan penelitian ini.8
Pendekatan perundang-undnagan dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang berhubungan dengan masalah
yang akan diteliti. Pendekatan kasus Pendekatan ini digunakan untuk
mengetahui keseluruhan peraturan hukum khusus hukum pidana
Indonesia. Pendekatan kasus disini adalah kasus tindak pidana korupsi
yaitu bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma mengenai
8
Syamsul Ma’aruf, Mutiara-mutiara dakwah KH Hasyim Asy’Ary 2011, Bogor :
Publishing
8

kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam


yurispudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi faktor penelitian
yaitu perkara pidana korupsi.9
3. Sumber Data
Dalam penelitian normatif ini jenis data yang digunakan adalah data
hukum sekunder, menurut Soejono Soekanto, data sekunder dibagi
menjadi :10
a. Data Primer
Data primer atau bahan hukum adalah bahan hukum yang mencakup
ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku yang
mempunyai kekuasaan yang mengikat. Bahan yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah :
1) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Nomor 10 Tahun
1946
2) KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Nomor 8
Tahun 1981
3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana
Korupsi
4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi
b. Data sekunder
Data sekunder atau bahan hukum sekunder adalah bahan yang diperoleh
dari penulusaran buku-buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan
penelitian ini, yang memberikan penjelasan mendalam mengenai bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan
ini adalah buku-buku, jurnal, ilmiah, koran, serta artikel ilmiah untuk
memperkaya sumber data dalam penulisan skripsi ini.
c. Bahan hukum tersier

9
Johnny Ibrahin, Teori Tentang Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, 2006 , Malang :
Banyumedia Publishing, h, 321
10
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjaun Singkat
Cet XI, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009, h. 59
9

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap


bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), ensiklopedia, indeks kumulatif dan
lain-lain yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian.
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi pustaka
dilakukan guna mengkalrifikasikannya dengan masalah yang dikaji,
Metode studi ini, dikumpulkan dalam upaya mengenai tujuan penelitian
serta melakukan studi dokumen terhadap data sekunder pustaka hukum
yang berupa Undang-Undang dan dari beberapa sumber yang dipilah dan
diedit kembali. Penelitian dilakukan secara kualitatif, oleh karena itu
penulis memerlukan data sebagai sesuatu yang bermakna interinsik, data
yang ada dalam penelitian ini terdiri dari dokumentasi ragam peristiwa,
rekaman ucapan, kata dan gesture dari objek kajian, tingkah laku yang
spesifik, dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai imajinasi visual yang
ada dalam sebuah fenomena sosial, yang berkaitan dengan objek
penelitian.
5. Teknik Penulisan.
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti dalam
skripsi ini disesuaikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayahtullah Jakarta Tahun 2017”.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi
dalam bentuk bab dan sub bab yang secara logis saling berhubungan dan dan
merupakan masalah yang diteliti. Dengan sistematika yang terbagi menjadi
lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai
pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun rinciannya sebagai berikut :
BAB-I : PENDAHULUAN
Bab I Merupakan bagian pendahuluan yang memuat latar
belakang permasalahan, identifikasi masalah, pembatasan
10

masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat


penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB-II: KAJIAN PUSTAKA
Bab II menguraikan Kerangka Konseptual, Kerangka Teori
dan Tinjau (Review) Kajian Terdahulu.
BAB-III: EKSISTENSI OPERASI TANGKAP TANGAN
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Bab III menguraikan tentang Sejarah Komisi Pemberantasan
Korupsi, Tugas dan Wewenang Komisi Pemberantasan
Korupsi, kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi,
Struktur Komisi Pemberantasan, Undang-Undang Yang
terkait dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
BAB-IV: ANALISIS EFEKTIVITAS OPERASI TANGKAP
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM
UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
Bab IV memuat pokok bahasan mengenai hasil penelitian
yaitu operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, pada bab
ini menganalisis diantaranya yaitu, analisis tentang apakah
yang menjadi faktor diberlakukannya Operasi Tangkap
Tangan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi, dan
Bagaimana Prosedural Operasi Tangkap Tangan yang dapat
diberlakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap
pelaku tindak pidana korupsi.
BAB-V: PENUTUP
Bab V Merupakan bab penutup yang berisikan tentang
kesimpulan dan rekomendasi. Bab ini merupakan bab
terakhir dari sistematika penulisan skripsi yang pada
akhirnya penelitian ini menarik kesimpulan dari penelitian
untuk menjawab rumusan masalah serta memberikan saran-
saran yang di anggap perlu.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual
Untuk menghindari kesalahan dalam mengartikan judul penelitian ini
dan sebagai pijakan penulis dalam penelitian ini serta untuk membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini, maka penulis menyediakan konsep-
konsep sebagai berikut :
1. Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu Effective yang berarti
berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Efektivitas
selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil
yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas mengandung arti “Keefektifan”
(efetivieness) pengaruh/efek keberhasilan, atau kemanjuran/ kemujaraban.1
Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan
penggunaan, hasil atau menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibat, pengaruhnya,
kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan.2
Efektivitas menurut pengertian di atas mengartikan bahwa indikator
efektivitas dalam arti tercapainnya sasaran atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target
telah dicapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Efektivitas
merupakan kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan
program atau misi) pada suatu organisasi atau sejenisnya yang adanya
tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Pengertian tersebut
mengartikan bahwa efektivitas merupakan tahap dicapainnya keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bisa kita lihat bahwa

1
Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditiya
Bakti, h. 85
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ,Jakarta. Balai Pustaka, 2002, .h. 284

11
12

efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan


dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.
Efektivitas berarti mebicarakan daya kerja hukum itu dalam
mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum.
Hukum dapat efektif jikalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum
tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau
tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat
dari perilaku masyarakat. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan
tersebut mencapai tujuan yang dikehendaki. Maka efektivitas hukum atau
peraturan perundang-undangan tersebut telah dicapai. Keefefktifan hukum
tentu tidak terlepas dari analisis terhadap karakteristik/dimensi dari obyek
sasaran yang dipergunakan.
2. Operasi Tangkap Tangan
Operasi dalam hal ini bukanlah operasi dalam dunia kedokteran,
fisiologi dan kemiletaran, melainkan operasi yang digunakan KPK dalam
pemberantasan korupsi, yang biasa kita kenal dengan OTT KPK. Operasi
dalam KBBI diartikan sebagai pelaksanaan rencana yang telah
dikembangkan, artinya operasi adalah sebuah tindakan yang didahului oleh
serangkaian kegiatan. Sementara arti tertangkap tangan dalam KBBI berarti
kedapatan waktu melakukan kejahatan atau perbuatan. Sama seperti Kamus
Hukum J.C.T, tertangkap tangan berarti heterdaad yaitu kedapatan tengah
berbuat atau tertangkap basah. Kedapatan atau ketahuan pada waktu
kejahatn tengah dilakukan atau tidak lama sesudah itu diketahui orang. 3
Operasi Tangkap Tangan (OTT) adalah istilah KPK untuk
“menangkap basah” para maling di negeri ini. 4 Sebuah operasi yang
rahasia, terukur dan jarang korbannya bisa selamat dari tuduhan karena

3
https://politik.rmol.co/read/2017/08/24/304323/Fahri-Hamzah:-Istilah-OTT-KPK-
Kacaukan-Kaidah-Bahasa-Dan-Hukum- diakses 14 November 2018 jam 10;06 BBWI
4
Fatimah Asyari, Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pusat dan Daerah untuk Meraih WTP
Terkait Masalah Pelanggaran Hukum, Vol.2,No.1, 2017, h. 59
13

didasari dengan proses yang panjang ketika KPK mengendus adanya aroma
korupsi. Operasi tangkap tangan merupakan tulang strategi KPK dalam
mengungkap kasus-kasus korupsi.
Ada beberapa unggulan dari Operasi Tangan Tangan : Pertama,
mampu menyingkap tabir administrasi penegakan hukum. OTT KPK atau
penegak hukum lainnya dapat menangkap seseorang tanpa menunjukkan
surat penangkapan. Kedua, proses administrasi tersangka yang terjaring
OTT akan lebih cepat dibandingkan dengan kasus yang diproses tanpa
tertangkap tangan. Ketiga OTT memberikan bukti yang sempurna.
Keempat, OTT mampu membungkam mulut tersangka dari alibi dan alunan
dalil-dalil pembelaan yang merdu.5
Salah satu penangkapan yang kita kenal adalah tertangkap tangan,
yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), Pasal 1 butir 19 KUHAP, mendefinisikan tertangkap tangan
adalah tertangkapnya seseorang pada waktu :
1. Sedang melakukan tindak pidana;
2. Dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan;
3. Sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya atau
4. Apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras
telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu
melakukan tindak pidana itu.
Dalam Pasal 16 Ayat (1) dan Pasal 56 Ayat (3) RUU KUHAP
dijelaskan :
Pasal 16
(1) Dalam hal tertangkap tangan
a. Setiap orang dapat menangkap Tersangka guna diserahkan
beserta atau tanpa barang bukti kepada penyidik; dan
b. Setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas
ketertiban, ketenteraman, dan keamanan umum wajib

5
Baca lebih jelas http://www.negarahukum.com/hukum/silent-operation-kpk-ott-vs-
penyadapan.html diakses pada Tanggal 7 September 2018 Jam 09.33 BBWI
14

menangkap Tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa


barang bukti kepada penyidik
Pasal 56 Ayat (2)
(2) Apabila Tersangka Tertangkap Tangan, Penangkapan dapat
dilakukan tanpa surat perintah.
Sedangkan dalam Pasal 18 Ayat (2) KUHP
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat
perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

Pada kejadian tertangkap tangan, setiap orang berhak


menangkapnnya, tidak terkecuali siapapun berhak untuk menangkap orang
yang sedang tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Akan tetapi harus
diperhatikan kata “hak” yang terdapat dalam ketentuan ini, bukan
kewajiban melainkan hak. Berarti orang yang melihat atau menyaksikan
boleh mempergunakan haknya untuk menangkap.6
3. Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi amanat
melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat
independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari
kekuasaan manapun.
KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan
korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-
undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti
mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh
lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan
efisien.
4. Tindak Pidana

6
Andre Johanes Wattie, Sifat Eksesional Tertangkap Tangan dalam Penangkapan Pelaku
Tindak Pidana, Lex Crime Vol.IV/No.5/Juli/2015, h. 18
15

a. Pengertian Tindak Pidana


Tindak pidana merupakan terjemahan dari pendekatan Strafbaar
Feit atau delik, dalam bahasa inggris Crimal Art, Tindak pidana adalah
suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab
yang mana perbuatan tersebut dilarang atau diperintahkan atau
dibolehkan oleh undang-undang yang diberi sanksi berupa sanksi pidana.
Kata kunci untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana
atau bukan adalah apakah perbuatan tersebut diberi sanksi pidana atau
tidak.7
Strafbaar Feit, terdiri dari tiga kata, yaitu straf, baar dan feit.
Istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari Strafbarr Feit itu,
pembentuk undang-undang menggunakan perkataan “Starfbaar feit“
untuk menyebutkan “Tindak Pidana” di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Kata “feit” dalam bahasa belanda berarti “sebagian dari
suatu kenyataan”, sedangkan “Strafbaar” berarti “dapat dihukum”,
sehingga secara harfiah perkataan “strafbaarfeit” dapat diterjemahkan
sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum ,sifat penting
dalam tindak pidana “strafbaarfeit” ialah onrechmatigheid atau sifat
melanggar hukum dari suatu perbuatan.8
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bersumber dari
W.v.S (weetbook van strafrecht) Belanda, maka istilah aslinya sama yaitu
Strafbaar Feit (perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang
diancam dengan hukuman). Dalam hal ini Satochid Kartanegara
cenderung menggunakan istilah delict yang lazim dipakai9
Ada beberapa bagian mengenai tindak pidana dan beberapa
pendapat dari pakar-pakar hukum pidana :

7
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia, Suatu Pengantar, Bandung : Rafika
Aditama, 2010, h. 100
8
Barda Namawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Bandung : PT. Citra Aditiya Bakti, 2001, h. 23
9
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu , Balai Lektur Mahasiwa, h. 65
16

1) Menurut Vos, tindak pidana adalah salah satu kelakuan yang diancam
oleh peraturan perundang-undangan, jadi satu kelakuan yang pada
umumnya dilarang dengan ancaman pidana.10
2) Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang
memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan unsur-unsur yang dapat
dibagi menjadi dua macam :
a) Subyek adalah hubungan dengan diri sipelaku dan termasuk
kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya.
b) Obyektif adalah unsur yang melekat pada diri sipelaku atau yang
ada hubungannya dengan keadaan-keadaan lain, yaitu dalam
keadaan tindakan-tindakan itu harus dilakukan.11
3) Menurut Pompe yang dikutip Bambang Poernomo, pengertian
Strafbaar Feit dibedakan menjadi :
a) Defenisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma
yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan
pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan
kesejahteraan umum.
b) Defenisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian Feit yang
diancam pidana.12
4) Sementara perumusan Strafbaar feit, menurut Van Hamel adalah
“Straafbaarfeit adalah kelakuan orang yang dirumuskan oleh undang-
undang, bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan
dengan kesalahan”. Tindak Pidana adalah pelanggaran norma-norma
baik dalam hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan usaha
pemerintah, oleh pembentuk undang-undang dianggapi dengan suatu
hukum pidana. Maka sifat-sifat yang ada dalam setiap tindak pidana

10
Tri Andrisman, Hukum Pidana, Bandar Lampung : Universitas Bandar Lampung,
2007, h.81
11
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1993, h. 69
12
Bambang Poernomo, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum
Pidana, Jakarta : Bina Aksara, 1997, h. 86
17

adalah sifat melanggar hukum (wederrecteliijkheid,


onrechtmatigheid). Tiada ada suatu tindak pidana tanpa sifat
melanggar hukum.13
Dapat kita pahami dari beberapa pengertian tindak pidana
diatas, bahwasanya tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai
perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana
penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi terpeliharanya tertib
hukum dan kepentingan umum.
b. Jenis-jenis Tindak Pidana14
1) Tindak Pidana yang Merugikan Keuangan Negara
Merugikan keuangan negara adalah suatu perbuatan yang
dilakukan seseorang, pegawai negeri sipil, penyelenggara negara
yang secara melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan jabatan atau kedudukan dengan melakukan memperkaya
diri sendiri atau orang lain suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Dalam tindak pidana “merugikan keuangan negara” pelaku
dikenakan atau didakwa dengan pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 2,3,7, Ayat (1) huruf a dan c, Pasal 7 Ayat (2), Pasal 8,9,10
huruf (a), Pasal 12 huruf (i), Pasal 12 A, Pasal 17, Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
2) Tindak Pidana Korupsi Suap
Suap diatur dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1980 Tentang Tindak Pidana Suap, Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang perubahan Undang-Undang 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta diatur dalam

13
Wiryono Prodjodikoro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung. Refika
Aditama, 2003, h. 1
14
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta : Sinar Grafika, 2010,
h. 63
18

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi


Pemberantasan Korupsi.
Suap tersebut paling banyak dilakukan oleh penyelenggara
negara, dimana menurut mereka secara tidak langsung akan
merugikan keuangan negara membuat suatu kesepakatan atau deal
seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara membuat suatu
perjanjian dengan orang lain atau masyarakat.
Pada prinsipnya tidak berakibat langsung terhadap kerugiann
keuangan negara atau perekonomian negara, karena sejumlah uang
ataupun benda berharga diterima oleh pegawai negeri sipil atau
penyelenggara negara sebagai hasil perbuatan melawan hukum,
menyalahgunakan wewenang, kesempatan saran yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan untuk memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu koorporasi bukan dari uang negara atau aset
negara melainkan dari uang atau aset orang melakukan penyuapan.
Pelaku tindak pidana korupsi suap akan didakwa atau dijerat
dengan pasal-pasal sebagai berikut :
Pasal 5,6,11,Pasal 12 huruf a, 12 huruf b, 12, huruf d Pasal 12 A, dan
Pasal 17 Undang-Undang 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tindak pidana penyuapan dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu :
a. Penyuapan aktif, yaitu pihak yang memberikan atau menjajikan
sesuatu, hak berupa uang atau barang.
b. Penyuapan pasif adalah pihak yang menerima pemberian atau
janji baik berupa uang maupun barang.
3) Tindak Pidana Korupsi “Pemerasan”
Tindak pidana korupsi pemerasan yang berperan aktif adalah
pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang meminta
bahkan melakukan pemerasan kepada masyarakat yang memerlukan
pelayanan atau bantuan dari pegawai negeri sipil atau penyelenggara
negara tersebut, disebab oleh faktor ketidakmampuan secara materiil
19

dari masyarakat yang memerlukan pelayanan atau bantuan pegawai


negeri sipil atau penyelenggara negara, sehingga terjadi tindak
pidana korupsi pemerasan.
Tindak pidana pemerasan didakwa dengan pasal-pasal sebagai
berikut :
Pasal 12 huruf e,f,g, Pasal 12 A dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Pasal 20 Tahun 2001.
4) Tindak Pidana “Penyerobotan”
Dalam tindak pidana penyerobotan yang beperan aktif adalah
pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara yang pada waktu itu
menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatas
terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Dalam tindak pidana penyerobotan pelaku tindak pidana
tersebut didakwa dengan pasal-pasal :
Pasal 12 huruf h dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang
Pemberantasan korupsi.
5) Tindak Pidana Korupsi “Gratifikasi”
Gratifikasi merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh
negara dan agama, baik berupa benda berwujud maupun tidak
berwujud, berupa fasilitas tiket dan hotel maupun aspek yang terkait
dengan pemberian hak termasuk hak kekayaan intelektual.15
Tindak pidana gratifkasi ini tidak terjadi kesepakatan atau
deal berapa besar nilai uang atau benda berharga dimana uang dan
benda berharaga itu diserahkan, antara pemberi gratifkasi dengan
pegawai negeri sipil.16 Gratifikasi diatur dalam Undang-Undang

15
R.Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
edisi ke 2 , Jakarta : Sinar Grafika, 2008, h. 59
16
Ermansyah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta : Sinar Grafika, 2010,
h. 75
20

Nomor 30 Tahun 2001 Tentang perubahan Undang-Undang Nomor


31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Serta diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.Peraturan Menteri
keuangan Nomor 03/PMK.06 Tentang Pengelolaan barang milik
Negara yang berasal dari barang rampasan Negara dan barang
gratifikasi
Pelaku tindak pidana korupsi ini akan didakwa dengan Pasal-
Pasal sebagai berikut :
Pasal 12 B juncto Pasal 12 C, Pasal 13, Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Buku Andi Hamzah jenis-jenis tindak pidana
dibedakan atas dasar-dasar tertentu, sebagai berikut :
a. Menurut kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam buku II dan
pelanggaran yang dimuat dalam buku III, pembagian tindak
pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran itu bukan hanya
merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana didalam
perundang-undangan secara keseluruhan.
b. Menurut cara merumuskan, dibedakan dalam tindak pidana formil
dan tindak pidana materiil.
c. Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi
tindak pidana sengaja (Doluse Delicten) dan tindak pidana tidak
sengaja (Culpose Delicten). Contoh tindak pidana disengajakan
(dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain : Pasal 338 KUHP
(Pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya
nyawa orag lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai
orang lain. Pada delik kelalain (Culpa) orang juga dapat dipidana
jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan
21

matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal


188 dan Pasal 360 KUHP.
d. Menurut macamnya perbuatannya, tindak pidana aktif (Pasif),
perbuatan aktif juga disebut perbuatan dengan adanya gerakan
tubuh orang yang mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya
gerakan tubuh orang yang berbuat, misal Pencurian (Pasal 362
KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak pidana murni,
yaitu tindak pidana yang dirumuskan seacara formil atau tindak
pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan
pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224, 3034 dan 552 KUHP,
tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada
dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan
secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur
terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur
dalam pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga
anak tersebut meninggal.17
5. Korupsi
a. Pengertian Korupsi
Korupsi satu kata tapi merugikan banyak hal hanya untuk
kepentingan diri sendiri, dimana ada kekuasaan disitu ada virus korupsi,
tidak asing lagi dari kalangan vertikal maupun horizontal, mendengar
kata korupsi ada yang mengatakan maling, kanker ganas, tikus berdasi,
berbagai cap yang disebutkan untuk para koruptor. Korupsi di negeri ini
ibarat warisan haram tanpa surat wasiat.
Lord Acton sejarawan katolik terkemuka (1837-1902)
mengatakan ”Power Tends to Corrupt ; kekuasaan selalu cenderung
korup, culas”, Tidak ada kekuasaan yang terbebas dari virus ini.18 Power

17
Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum dan Acara Pidana, Jakarta : Ghalia Indonesia
2001, h. 25-27
18
Soen’an Hadi Poernomo, Berani Korupsi itu Memalukan! Bunga Rampai Filosofi,
Masalah, Solusi Negeri Kelautan dan Upaya Pemberantasan Korupsi, Depok : Ki Town House,
2013, Cet ke I, h. v
22

tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely demikian yang


dikatan Lord (1887 dalam gati 2000), penyalahgunaan kekuasaan bukan
hanya terjadi disektor komersial atau kekuasaan birokrasi pemerintah
saja, namu juga dalam organisasi sosial.19
Korupsi sebenarnya bukan istilah berasal dari bahasa arab
(bahasa kitab suci al-qu’an) dan bukan pula istilah dari bahasa indonesia.
Korupsi berasal dari bahasa latin “Corruptus”, yakni berubah dari
kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya,
Korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio atau Corruptus. Corupptio
berasal dari kata Corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari
bahasa latin itulah turun kebanyak bahasa eropa seperti Inggris yaitu
Corruption, Corrupt; Perancis yaitu Corruption; Belanda Corruptie, dari
bahasa belanda inilah turun kebahasa indonesia menjadi korupsi.20
Secara harfiah istilah tersebut berarti segala macam perbuatan
yang tidak baik yang dikatakan Andi Hamzah sebagai kebusukan,
keburukan, kejahatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau
memfitnah.21 Di Malaysia terdapat juga peraturan antikorupsi, disitu
tidak dipakai kata korupsi melainkan dipakai istilah rasuah yang
tentulah berasal dari bahasa Arab (riswah), yang menurut kamus Arab-
Indonesia artinya sama dengan korupsi.22 Dengan pengertian korupsi
secara harfiah itu dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya korupsi
itu sangat luas artinya.

19
Haryono Umar, Menghitung Kembali dampak Korupsi, Jurnal Bisnis dan Manajemen,
Maret 2011, Volume XII, Nomor 1, h. 25
20
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia, Masalah dan Pemecahannya, Jakarta : PT.
Gramedia, 2005 h. 7
21
Adami chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil di Indonesia. Cetakan ke II
,Malang, Jawa Timur-Indonesia : Bayu Media Publishing, 2005, h. 1-2
23

Korupsi adalah penyelewengan tugas dan penggelapan uang


negara atau perusahaan untuk keuntungan pribadi. Dampak korupsi
dapat merusak perekonomian negara, demokrasi dan kesejahteraan
umum. Pemerintah telah berupaya untuk menuntaskan kasus korupsi
melalui kebijakan-kebijakan untuk memberantas korupsi. Walaupun
demikian banyak kasus korupsi yang tidak ditangani secara serius dan
berbelit-belit.23
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara umum telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 jo. Undanag-Undang Nomor 20 Tahun 2001, berdasarkan pasal-
pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis
tindak pidana korupsi. pasal-pasal tersebut menerangkan secara
terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara
karena korupsi.
Ketiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut
perinciannya adalah sebagai berikut :
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6
ayat (1) huruf a dan b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (1) huruf a,b,c,d,
Pasal 7 ayat (2), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a,b,c, Pasal 11, Pasal 12
huruf,a,b,c,d,e,f,g,h,I, Pasal 12 B jo. Pasal 12 C, dan Pasal 13.
30 jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi, adalah :
1. Kerugian Keuangan Negara
2. Suap Menyuap (Penyogok atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (Pemberian Hadiah)

23
Ashinta Sekar Bidari, Fenomena Korupsi Sebagai Patologi di Indonesia, h. 1
24

Alatas mendefinisikan korupsi dari sudut pandang sosiologis


dengan “apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang
disodorkan dari seorang swasta dengan maksud mempengaruhinya agar
memberikan perhatian istimewa pada kepentingan-kepentingan
”sipemberi”, sementara Brasz mendefinisikan korupsi dalam pengertian
sosiologis sebagai “penggunaan secara diam-diam kekuasaan yang
dialihkan berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu atau
berdasarkan kemampuan formal, dengan merugikan tujuan-tujuan
kekuasaan asli dan dengan mengutungkan orang luar atas dalih
menggunakan kekuasaan itu dengan sah.24
Korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau
sengaja. Korupsi bisa mencakup kegiatan yang sah dan tidak sah.
Korupsi dapat tejadi didalam tubuh organisasi salah satu contohnya
adalah : penggelapan uang.25
Kligaard membuat suatu teori atau persamaan sederhana untuk
menjelaskan tentang tindakan korupsi atau penyebab seseorang
melakukan korupsi :

C=M+D–A

Dimana
C = Corruption (Korupsi)
M = Monopoly (Monopoli)
D = Disrection (Keleluasaan)
A = Accoutability (Pertanggungjawaban)
Persamaan diatas menjelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi
apabila seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas

24
Mochtar Lubis dan James C . Scott, Bunga Rampai Korupsi, Jakarta : LP3ES, 1985
h. 34
25
Robert Kligaard, at all, Penuntutan Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan
Daerah, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2002, h. 2-3
25

urusan tertentu serta ditujang oleh keleluasaan dalam menggunakan


kekuasaan nya sehingga cenderung menyalahgunakan namun lemah
dalam hal pertanggungjawaban akuntabilitas kepada publik. 26
Dapat kita lihat arti dan kandungan korupsi yang maknanya sangat
luas, tergantung dari bidang perspektif yang dilakukan, dari
pengertiannya bahwa korupsi mengarah pada tndakan keburukan,
kecurangan, kezaliman, yang akibatnya akan merusak dan
menghancurkan tata kehidupan keluarga masyarakat, bangsa dan negara
bisa bangkrut disebabkan korupsi.
Upaya pemberantasan korupsi adalah bagian dari akuntabilitas
sosial, dalam artian bukan hanya tanggung jawab milik pemerintah dan
lembaga lainnya. Akan tetapi peran masyarakatlah yang paling urgent
dalam mencegah dan memberantas korupsi. Oleh karena itu perlu
paradigma baru kearah lebih baik dan komprehensif dalam memahami
upaya pemberantasan korupsi.
b. Pengertian korupsi di beberapa negara27
1). Pengertian korupsi di berbagai negara
a. Meksiko28
Corruption is (acts of dishonesty such bribery, raft, conflict
of interst negligence an lock of efficiency that require the planning
of specific strategies it is an illegal inter change of favors).
Korupsi diartikan : sebagai bentuk dari penyimpangan
ketidakjujuran berupa pemberian sogokan, upeti, terjadinya
pertentangan kepentingan kelalain dan pemborosan yang

26
Achmad Badjuri, Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sebagai lembaga Anti
Korupsi di Indonesia, Maret, 2011 h. 85
27
Syed Hussen Alatas, Sosiologi Korupsi, Jakarta : LP3ES, 1975, h. 32
28
Lembaga Anti Korupsi di Negara Meksiko adalah Procuradia General de La
Republica/Procuradia Locales/Secretariade la Funcion Publica/Auditoria Superior de la
Federaction
26

memerlukan rencana dan strategi yang akan memberikan


keuntungaan kepada pelakunya.
b. Kamerun 29
Corruption as : The sollicting, accepting, or receiving bay
a public servant or agent, for himself or for retraining. From any
act of his office. Suatu permintaan, penerimaan atau persetujuan
yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri atau
bawahan/pembantunya, baik untuk dirinya sendiri ataupun orang
lain atas suatu tawaran janji, hadiah atau untuk melakukan sesuatu
pekerjaan, penundaan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan
dalam menjalankan tugas-tugas dikantornya yang bersangkutan).
The act by any corrupt person of facilitating by his
function, the accomplishment of an act which does not fall or lie
within his competence. Suatu tindakan yang menyalahgunakan
pemberian fasilitas karena kedudukan tersebut, melakukan suatu
tindakan tidak sesuai atau bertentang dengan wewenangnya.
c. Rusia30
Corruption as : A system certain relations based on
unlawful deals of officials to detriment of the state and public
interest then motives maybe variegated. Sebagai suatu sebuah
sistem hubungan tertentu yang melanggar hukum dari semua aparat
negara yang melanggar kepentingan negara masyarakat, dengan
motivasi beraneka ragam.
d. Thailand31

29
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah National Anti-Corruption Comission
30
Lembaga anti korupsi di Rusia Oleg Prokhoi (di mana nama itu secara harfiah berarti
"buruk" dalam bahasa Rusia) untuk mengepalai departemen baru tersebut. Plokhoi sebelumnya
bekerja di departemen personalia Kremlin.
31
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah NACC (National Anti Corruption
Commision)
27

Corruption as : Behavior of public servant that are


condemned by law. Perilaku yang dilarang bagi pegawai negeri
(Pemerintah).
e. Philipina32
korupsi mempunyai beberapa karekter sebagai berikut :
1. Penyahgunaan wewenang terhadap dana masyarakat
(Malverstion of public fund).,
2. Pemalsuan dokumen-dokumen, (Falsifacation of public
document).
3. Suap menyuap. (Bribery)
f. India33
Behavior of unscrupulous elements to indulge in making
quick money by misuse of official position or authority or by
resingting to intentional delay and dilatory tactics with a view to
cause harassment and thereby putting pressure on some members
of the public to part with money in clandestime manner.
Perbuatan dari oknum-oknum yang tidak terpuji ingin
memperoleh kuntungan, secepat mungkin dengan
menyalahgunakan kedudukan kewenangan atau dengan taktik yang
sengaja memperlambat suatu penyelesain dengan tujuan agar
menjadi gangguan bagi yang berkepentingan, sehingga mau tidak
mau yang harus dengan cara belakang.
g. Argentina34
Karakter korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang berupa :
1. Penyogokan/penyuapan : perbuatan menerima sesuatu langsung
maupun melalui perentara yang berupa uang ataupun pemberian

32
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah Office Of The Ombdusman
33
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah Karnataka Lokayukta (Central Bureau Of
Investigation)
34
Lembaga anti korupsi di Argentina Oficina Anti-Corruption
28

lain janji untuk melakukan sesuatu dalam suatu hubungan yang


berkaitan dengan fungsi (kedudukan) sebagai pejabat/pegawai
negeri maupun menggunakan pengaruh atas kedudukannya
tersebut sebelum pegawai negeri/pejabat lain melakukan
sesuatu.
2. Penyalahgunaan dana pemerintah/negara yang dikelola oleh
pegawai/pejabat untuk tujuan berlainan dengan cara yang
dimaksudkan untuk hal tersebut.
3. Penggelapan tindakan pegawai negeri mencuri (memakai untuk
diri sendiri dana yang dipecayakan kepadannya.
4. Melakukan transaksi yang tidak sesuai dengan fungsi pejabat
yang bersangkutan.
h. Jepang35
“Corruption” can quiet simply be understood as the use
public office for private gains. “Korupsi” cukup dipahami sebagai
36
penggunaan kata jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
i. Korea37
Corruption is any public official individual in abuse of
position or authorities of violation of law in connection witht
official duties for the purpose of seeking grants for himself or
thirds parties. Korupsi adalah pejabat publik yang terlibat dalam
penyalahgunaan posisi atau otoritas pelanggaran hukum

35
Jepang adalah salah satu negara maju di kawasan Asia. Yang beribu kotakan Tokyo.
Jepang tidak memiliki undang-undang ataupun lembaga khusus yang mengatur tentang tindak
pidana korupsi, namun nyatanya pemberantasan korupsi di Jepang cukup efektif dijalankan.
Jepang tidak mengajarkan agama sebagai mata pelajaran khusus di sekolah, tetapi Jepang sukses
menanamkan nilai-nilai moral pada para siswanya. Indonesia sebagai negara yang memiliki
undang-undang-undang khusus dan KPK sebagai lembaga khusus yang menangani pemberantasan
korupsi harusnya bisa lebih fokus dan efektif dalam menjalankan misinya memberantas korupsi.
Indonesia yang merupakan negara beragama harusnya juga berhasil mendidik putra-putri penerus
bangsa nilai-nilai agama dan moral.
36
Werner Pascha, Corruption in Japan-An Economist’s Perspective. h. 2
37
Lembaga Anti Korupsi di Negara ini adalah Anti Corruption and Civil Right, dan
Commission untuk Korea Selatan
29

sehubungan dengan tugas resmi untuk tujuan mencari hibah untuk


dirinya sendiri atau pihak ketiga.38
j. Malaysia39
Any member of the administration or any member of
parlement or the state legislative assembly or any public ooficer
who while being such a member of officer commits any corrupt
practice shall be guilty ofan offence and shall be liable on
conviction to imprisionment for a term not exceeding fourteen
years or to a fine not exceeding twenty thousand ringgit or to both
such imprisonment and fine.
Seseorang anggota administrasi atau seorang anggota
parlemen atau badan legislatif negara bagian atau seseorang
pejabat publik yang pada saat menjadi anggota atau pejabat publik
yang pada saat menjadi anggota atau pejabat melakukan segala
bentuk praktik korupsi dinyatakan bersalah melakukan tindak
pidana dan dinyatakan bertanggungjawab untuk dijatuhi hukuman
penjara stinggi-tinginya empat belas tahun atau denda setingi-
tinginya dua belas ribu ringgit atau kedua-duannya.
c) Dampak dari tindakan korupsi40
Korupsi berdampak sangat buruk bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara karena telah terjadi kebusukan, ketidakjujuran, dan melukai
rasa keadilan masyarakat. Penyimpangan dana msyarakat kekantong
pribadi telah menurunkan kemampuan negara untuk memberikan hal-hal

38
Malepati Shanmukha Nath, Kasisid Kaewmanee, South Korea Corruption In The
Contextof Chaebols And Crony Capitalism, Internasional Journal Of Advance Research an
Development, Volume 3, Issue 1, h.13
39
Lembaga Anti Korupsi di negara ini adalah Malaysian Anti-Corruption Commission
(MACC) / Suruhan Jaya Pencegahan Rusuah Malaysia (SPRM).
40
Nadia Salama, Fenomena Korupsi Indonesia (Kajian Mengenai Motif dan Proses
Terjadinya Korupsi), Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang, 2010, h. 16-17
30

yang bermanfaat untuk masyarakat, seperti pendidikan, perlindungan


lingkungan, penelitian, dan pembangunan, pada tingkat mikro, karena
korupsi inilah meningkatnya ketidakpastian adanya pelayanan yang baik
dari pemerintah kepada masyarakat.
Dampak korupsi berupa :
1) Runtuhnya akhlak, moral, integritas, dan religiusitas bangsa.
2) Adanya efek buruk bagi perekonomian negara.
3) Korupsi memberi kontribusi bagi matinya etos kerja masyarakat.
4) Terjadinya eksploitasi sumber daya alam oleh segelintir orang.
5) Memiliki dampak sosial dengan merosotnya Human Capital.
d) Perundang-undangan yang berkaitan dengan korupsi
5. Tap MPR No XI Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang
bebas dari KKN.
6. Undang-Undang (UU) :
a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini telah diperbarui
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001
d. Undang-Undang Nomor 11 Tahun1980 Tentang Anti Suap.
e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Anti Pencucian Uang. Dirubah menjadi Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas dari KKN.
g. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi.
31

h. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal


Balik Masalah Pidana.
6. Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari tindak
pidana khusus di samping mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda
dengan hukum pidana umum, seperti adanya penyimpangan hukum acara
serta apabila ditinjau dari materi yang diatur, karena itu tindak pidana
korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksud untuk
menekankan seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan
terhadap keuangan dan perekonomian negara. Dengan diantisiapsi sedini
dan semaksimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda
perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana
semestinya sehingga lambat laun akan membawa dampak dan
41
kesejeahteraan masyarakat umumnya.
Tindak Pidana Korupsi yang merupakan Extra Ordinary Crime,
dalam hal ini terdapat beberapa institusi penyidik yang bewenang untuk
menangani proses penyidikan terhadap tindak pidana korupsi ini, termasuk
berbagai institusi PPNS jika dikaitkan dengan berbagai berbagai kejahatan
yang terkandung unsur-unsur korupsi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing.42
B. Kerangka Teori
Kerangka teoritis adalah identifikasi teori-teori yang dijadikan
sebagai landasan berfikir untuk melaksanakan suatu penelitian atau dengan
kata lain untuk mendiskripsikan kerangka teori yang digunakan untuk
mengkaji permasalahannya. Pada hakekatnya memecahkan masalah adalah
dengan menggunakan pengetahuan ilmiah sebagai dasar argumen dalam
mengkaji persoalan agar kita mendapatkan jawaban yang dapat

41
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Normatif, Teoritis, Praktik dan
Masalahnya, Bandung : PT. Alumni , 2001, h. 2
42
IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi (Problematika
Sistem Hukum Pidana dan Implikasi pada Penegakan Hukum), Yogyakarta : Total media, 2009,
h. 164
32

diandalkan. Dalam hal ini kita mempergunakan teori-teori ilmiah sebagai


alat bantu kita dalam memecahkan permasalahan.
Terminologi teori adalah istilah yang berasal dari bahasa inggris
43
“Theroy” diartikan sebagai temuan hasil penelitian. Kata teori berasal
dari kata theoria dalam bahasa latin yang berarti perenungan. Kata theoria
itu sendiri berasal dari kata thea yang dalam bahasa Yunani berarti cara
atau hasil pandang.44
Sandaran teori sangat perlu untuk ditegakkan agar penelitian ini
mempunyai dasar yang kuat dan kokoh dan bukan sekedar coba-coba.
Oleh karena itu seorang peneliti hendaknya melakukan telaah pustaka,
karena teori-teori dapat ditemukan berdasarkan bacaan.45
Tujuan dari teori adalah :
a. Teori mempersempit/membatasi ruang atau kawasan dari fakta yang
akan kita pelajari.
b. Teori menyarankan sistem perkataan penelitian yang disuakai untuk
mendapatkan makna yang sesungguhnya.
c. Teori menyaran sistem penelitian sehingga diklafikasikan dalam jalan
yang lebih bermakna.
d. Teori merangkum suatu pengetahuan tentang sebuah objek kajian dan
pernyataan yang tidak diinformasikan yang diluar observasi yang
segera.46
Teori sangat berguna untuk kerangka kerja penelitian, terutama
untuk mencegah praktik-praktik pengumpulan data yang tidak
memberikan sumber dari pemahaman peristiwa. Adapun teori yang

43
Faried Ali, Teori Konsep Administrasi (dari Pemikiran Paradigmatik dan Menuju
Redefinisi), Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011, h. 1-2
44
Soetandyo Wigjosoebroto, Hukum, Pradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,
Jakarta : Elsam HuMa, 2002, h. 184
45
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 1997, h. 78
46
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung : Alfabeta, 2014
h. 23-24
33

digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah sebagai


berikut :
1. Teori Eektivitas Hukum
a. Teori efektivitas hukum
Menurut Soejono soekanto adalah bahwa efektif atau
tidaknya hukum ditentukan oleh 5 (Lima) faktor, yaitu :47
1) Faktor hukumnya sendiri (Undang-Undang)
2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
menerapkan hukum.
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.
4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Kelima faktor diatas saling berkaitan dengan eratnya, oleh
karena merupakan esensi dari penegakan hukum, pada elemen
pertama yang menetukan dapat berfungsinya hukum tertulis tersebut
dengan baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu
sendiri. Sedangkan efektivitas hukum yang dikemukan oleh Anthoni
Allot sebagaiman dikutip Felik adalah sebgai berikut :
Hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaannya dapat
mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak dinginkan dapat
menghilangkan kekacaun. Hukum yang efektif secara umum dapat
membuat apa yang dirancang dapat mewujudkan. Jika suatu
kegelapan kemungkinan terjadi pembelutan secara gampang jika
terjadi keharusan untuk melaksankan atau menrapkan huk dalam
suasana yang berbeda, hukum akan sanggup menyelesaikan.
Keberlakuan hukum berarti bahwa orang bertindak sebagaimana
seharusnya sebagai bentuk kepatuhan dan pelaksanaan norma jika
47
Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2008 h. 5
34

validitas adalah kualitas hukum, maka keberlakuan adalah kualitas


perbuatan manusia sebenarnya bukan tentang hukum itu sendiri.48
Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
adalah suatu kejadian yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat
tercapai, semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin
efektif pula kegiatan tersebut sehingga tingkat keberhasilan dapat
dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai.
Bahwa agar hukum dapat berfungsi secara efektif selain harus
memperhatikan kesadaran hukum yang tumbuh di masyarakat, juga
hukum itu hendaknya dilegalisasi oleh kekuasaan negara secara
tertulis sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang belaku,
karena hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan dan kekuasaan
tanpa hukum adalah kezaliman. Dapat kita ketahui, bahwa hukum
yang dibuat dari norma yang tumbuh di masyarakat, selain berfungsi
untuk mencegah dan memberi sanksi kepada yang melanggar, juga
sebagai kontrol sosial, mengawasi, dan mengarahkan anggota
masyarakat untuk bertingkahlaku yang baik dan tidak melanggar
serta tetap menjaga keutuhan masyarakat.49
C. Tinjaun (Review) Kajian Terdahulu
Sistematika penulisan merupakan pola dasar pembahasan skripsi
ini, dalam bentuk bab dan sub bab yang secara logis saling berhubungan
dan merupakan suatu masalah yang diteliti, adapun sistem penulisan
skripsi ini sebagai berikut :
Dalam penelitian ini peneliti mengangkat judul Efektivitas Operasi
Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Upaya

48
Hans Kelsen, General Teory of Law and State, Translate by Anders Wedbeg, New
York : Russel and Russel, 1991, dikutip dari Jimly Ashidiqqie dan M Ali Safa’at, Teori Hans
Kelsen tentang Hukum, Cet 2, Konstitusi Press, Jakarta, 2012, h. 39-40
49
A. Salman Maggalatung, Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 dan Politik Hukum di
Indonesia, Jakarta : Focus GrahaMedia, 2012, h. 28
35

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah mencari referensi terkait


dengan penelitian di atas, maka sebagai bahan pembanding, sebagai
keaslian, dan juga pembeda antara peneliti dengan penelitian yang sudah
ada, peneliti menemukan beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan
Tindak Pidana Korupsi melalui Operasi Tangkap Tangan, diantaranya:
Skipsi Nurdiansyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 yang berjudul “Kewenangan Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam Penuntutan Tindak Pidana Korupsi
Pencucian Uang”.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah membahas kewenangan
Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penuntutan tindak pidana
pencucian uang, khususnya dalam penuntutan tindak pidana pencucian
uang dan dissenting opinion hakim tindak pidana korupsi dalam
penuntutan tindak pidana pencucian uang sebagai bahan pertimbangan
analisis permasalahan dalam penelitian tersebut.
Dalam peneilitiannya menggunakan penelitian hukum normatif,
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang terkait tindak
pidana pencucian uang tidak dijelaskan bahwa Komisi Pemberantasan
Korupsi berwenang dalam penuntutan tindak pidana pencuciang uang.50
Bedanya dengan penelitian ini adalah penelitian ini meneliti
Bagaimana Prosedural KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan
terahadap pelaku Tindak Pidana Korupsi dan Faktor KPK melakukan
Operasi Tangkap Tangkap terhadap para tindak pidana korupsi.
Persamaannya adalah sama-sama menyinggung lembaga KPK.
Skripsi Muhammad Rizal Akbar, Fakultas Hukum Universitas
Bandar Lampung 2016 yang berjudul :”Kebijakan Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam Penanggulangan Tindak Pidana
50
Nurdiansyah, Berjudul Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Penuntutan Tindak Pidana Korupsi Pencucian Uang, skripsi Tahun 2012
36

Korupsi Melalui Operasi Tangkap Tangan”. Perbedaan dalam skripsi


ini perumusan masalahnya tentang Bagaimana Kebijakan Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam Penanggulangan tindak pidana korupsi
melalui Operasi Tangkap Tangan.? Apakah faktor penghambat dari
kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam penanggulangan tindak
pidana korupsi melalui Operasi Tangkap Tangan?.51
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan.
Data diperoleh dari peneliti dari penelitian kemudian akan diolah data,
sistemalisasi data. Data yang diolah dianalisis secara deskriptif kualitatif
untuk selanjtnya ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan dalam
penelitian.
Hasil temuan dalam skripsi ini adalah penyadapan merupakan
kegiatan mendegarkan, merekam, membelokkan, menghambat, atau
mencatat transmisi informasi elektronik dan dokumen elektronik, baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel,
seperti pancaran elektronik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa
paket, pos, surat menyurat dan dokumen lainnya dan penyadapan dan
penjebakan rentan terhadap pelanggaran ham.
Beda dengan penelitian ini membahas tentang Prosedural Komisi
Pemberantasan Korupsi dalam melakukan Operasi Tangkap Tangan
terhadap para tindak pidana korupsi dan faktor penyebab Komisi
Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap
Tindak Pidana Korupsi. Persamaan sama-sama menyinggung OTT KPK.
Jurnal Luthvi Febryka Nola, Jurnal Vol,V,24/II/P3DII/Desember /2103,
yang berjudul : “Operasi Tangkap Tangan Oleh KPK’. Persamaan

51
Rizal Akbar, berjudul Kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam
Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Melalui Operasi Tangkap Tangan, skripsi Tahun 2016
37

dalam skripsi ini sama-sama membahas mengenai Operasi Tangkap


Tangan KPK.52
Sedikit mempunyai kemiripan dengan penelitian saya, bedanya
dengan penelitian ini adalah penelitian saya mencari tau apa faktor
penyebab Komisi Pemberantasn Korupsi melakukan Operasi Tangkap
Tangan terhadap Tindak Pidana korupsi. Dan faktor penyebab
diberlakukannya operasi Tangkap Tangan terhadap para Tindak Pidana
Korupsi.
Tesis I G B P Ananda Yoga, Universitas Gadjah Mada, yang
berjudul “Pembaharuan Hukum Pidana Materiil dalam Rangka
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”. Perbedaan dalam Tesis ini
masalah penelitiannya adalah menganalisis dan merumuskan pembaharuan
hukum pidana materiil tindak pidana korupsi terkait dengan jenis-jenis
tindak pidana, sanksi pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam
rangka pemberantasan tindak pidana korupsi di masa datang. 53
Penelitian ini menggunkan jenis penelitian hukum normatif yang
didukung data primer bersifat deskriptif, dan bentuk preskriptif. Data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari data sekunder, primer,
tersier serta data primer berupa wawancara.
Kesimpulan temuan dalam penelitian ini adalah 1. Memaksimalkan
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia perlu segera diadakan
pembaharuan hukum pidana materiil terkait dengan jenis perbuatannya, 2.
Sanksi tindak pidana dalam UUPTPK tidak lagi memadai, sehingga perlu
dilakukan pembaharuan hukum. 3. Masih belum jelasnya bagaimanakah
pertanggungjawaban terhadap korporasi dalam UUPTPK.
Sangat berbeda beda dengan penelitian saya, membahas tentang
Prosedural Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan Operasi

52
Luthvi Febryka Nola, Operasi Tangkap Tangan Oleh KPK, Jurnal Vol.V,
No.24/II/P3DII/Desember/2013
53
I G B P Ananda Yoga, Pembaharuan Hukum Pidana materiil dalam Rangka
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Tesis Tahun 2017
38

Tangkap Tangan terhadap para tindak pidana korupsi dan faktor penyebab
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan
terhadap Tindak Pidana Korupsi. Persamaan dalam penelitian ini sama-
sama menyinggung tindak pidana korupsi
Buku Herlambang “Tindak Pidana Penerima Hasil Korupsi”
Perbedaan dalam buku ini berdasarkan Latar Belakang pemikiran dan
kenyataan tidak adanya ketentuan hukum (Kevakuman hukum) yang dapat
dikenakkan terhadap mereka yang menerima manfaat hasil korupsi yang
dilakukan oleh orang lain.54
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk perbuatan
yang dapat dikategorikan sebagai penerima hasil korupsi adalah setiap
orang baik diri sendiri atau bersama-bersama, melakukan perbuatan
menerima manfaat dan atau mendapatkan keuntungan dari suatu yang
diberikan atau dikirimkan kepadanya, yang diketahui atau patut diduga
sebagai hasil tindak pidana korupsi.
Tentu sangat berbeda dengan skripsi saya yang membahas
bagaimana Prosedural Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan
Operasi Tangkap Tangan terhadap para tindak pidana korupsi dan faktor
penyebab Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap
Tangan terhadap Tindak Pidana Korupsi. Persamaan sama-sama
menyinggung tindak pidana korupsi.

54
Herlambang,Tindak Pidana Penerima Hasil Korupsi,
BAB III
Eksistensi Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi

A. Sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi1


Rezim berganti rezim, orde berganti orde, partai berkuasa yang
satu berganti dengan partai berkuasa yang lain, korupsi tetap menjadi
masalah yang sulit diatasi sampai saat ini. Korupsi di Indonesia sudah
membudaya sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan. Era Orde
Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh
panggang dari api.
Periode Pra Kemerdekaan di Indonesia, dari catatan sejarah,
kehancuran kerajan-kerajaan besar di Indonesia disebakan perilaku korup
sebagian besar tokoh elite bangsa pada masa itu, sebut saja Sriwijaya yang
hancur karena tidak ada penerus setelah mangkatnya Raja Bala Putra
Dewa dan Majapahit karena perang saudara (Paregreg) setelah
mangkatnya Maha Patih Gajah Mada. Sedangkan kerajaan Mataram di
Jawa Tengah semakin melemah karena ditekan politik pecah belah serta
adanya perjanjian Giyanti pada Tahun 1975 yang membelah dua wilayah
Mataram menjadi kesultanan Yogyakarta dan kesunaan Surakarta. Pada
Tahun 1799 asosiasi dagang VOC (Verenigde Indische Compagnie)
menjadi Verhaan Onder Corruptie, runtuh karena Korupsi.
Priode Pasca Kemerdekaan, pada masa kepemimpinan Soekarno
korupsi merajalela meskipun negara RI baru terbentuk dan belum stabil.
Pada masa ini ada dua badan yang dibentuk untuk pemberantasan korupsi;
PARAN (Panitia Retooling Aparatur Negara) dan “Operasi Budhi”.
Masa Orde Baru, dimasa ini dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi
(TPK) sebagai tindak lanjut pidato Pj. Presiden Soharto di depan
DPR/MPR 16 Agustus 1967, karena selalu gagal, maka dibentuk Opstib

1
Masa Kolonial Sampai Era Reformasi, Malang : Dinamika Hukum Universitas Islam
Malang 2001, h.20-25

39
40

(Operasi Tertib) yang di komandoni Soedomo. Akhirnya Optsib tidak


bertahan lama, Opstib juga hilang tanpa bekas sama sekali.
Masa Reformasi, korupsi yang ada pada jaman orde baru hanya
melingkar di pusat kalangan elit kekuasaan, dengan adanya desentralisasi
maka semua pemerintahan terjangkit virus korupsi. Usaha pemberantasan
korupsi dilakukan dijaman Presiden Bj. Habibie, Gusdur, Megawati dan
SBY berbagai peraturan dan badan atau lembaga dibentuk diantaranya :
Komisi Penyelidik Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Ombudsman, Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Dari semua lembaga
tersebut hasil tetap tidak berubah.
Perjalan panjang memberantas korupsi seperti mendapatkan angin
segar ketika muncul sebuah lembaga negara yang memiliki tugas dan
kewenangan yang jelas untuk memberantas korupsi, meskipun sebelumnya
ini dibilang terlambat dari agenda yang diamanatkan oleh ketentuan Pasal
43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah
diubah dengan Undang-Undang 20 Tahun 2001 yang sekarang Undang-
Undang No 30 Tahun 2002, pembahasan RUU KPK (Rancangan Undang-
Undang Komisi Pemberantasan Korupsi) dapat dikatakan merupakan
bentuk keseriusan pemerintah Megawati Soekarno Putri dalam
pemberantasan korupsi, keterlambatan pembahasan RUU tersebut
dilatarbelakangi oleh banyak sebab, pertama, perubahan konstitusi uang
berimplikasi pada perubahan peta ketatanegaraan, kedua kecenderungan
legislative heavy pada DPR. Ketiga kecenderungan tirani DPR.
Keterlambatan perubahan RUU KPK salah satunya juga disebabkan oleh
persoalan internal yang melanda sistem politik di Indoensia pada era
reformasi.2
KPK adalah sebuah lembaga baru dengan kewenangan yang sering
disebut sebagai lembaga superbody yang memiliki kewenangan ekstra

2
http://acch.kpk.go.id diakses Tanggal 17 Juli 2018 jam 09:34 BBWI
41

dibanding dengan lembaga lain berdasarkan Undang-Undang Nomor 30


Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada
permulaan KPK mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat.
Berbagai kasus korupsi mampu diselesaikan oleh KPK. Keadaan
mendorong suatu opini publik untuk mempermanen eksistensi KPK.
Bahkan beberapa ahli menyarankan agar kedudukan KPK diatur dalam
konsitusi seperti negara-negara lain seperti Afrika Selatan.3
Tujuan dibentuknya lembaga tersebut adalah untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi yang sudah merajalela keseluruh lapisan masyarakat. Perang
terhadap korupsi merupakan fokus yang sangat signifikasi dalam suatu
negara berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan
suatu pemerintahan. Salah satu yang sangat penting dalam penegakan
hukum dalam suatu negara adalah perang terhadap korupsi, karena korupsi
merupakan suatu penyakit dan merusak sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara termasuk perekonomian serta penataan ruang wilayah.
KPK sendiri resmi dibentuk pada Desember 2003 berdasarkan
Undang-Undang Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahawa KPK dibentuk karena
lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
Gagasan pembentukan KPK sebenarnya diawali oleh Tap MPR
Nomor 11 Tahun 1998 Tentang Pemerintahan yang Bersih dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Menindaklanjuti amanat itu, DPR dan
pemerintah kemudian membuat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Tindak Pidana Korupsi ketika pembahasan Undang-Undang
itulah, muncul gagasan dari beberapa orang Fraksi PPP, seperti Zein
Badjeber, Ali Marwan Hanan dkk. Mereka mengusulkan untuk menambah
bab tentang KPK.

3
Fitria, Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Lembaga Negara
Penunjang dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia , h. 2
42

Tetapi usulan itu ditolak oleh Fraksi ABRI, argumentasinya adalah


tidak logis menambahkan bab dalam RUU. Tapi soal pembentukan KPK,
mereka setuju, kemudian disepakati amanat pembentukan KPK akan
dimuat dalam aturan peralihan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Akhirnya aturan peralihan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
mengamanatkan agar paling lambat 2 tahun setelah Undang-Undang itu
disahkan , KPK sudah dibentuk.
B. Tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi
Tugas dan wewenang KPK terdapat dalam Bab II Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada
Pasal 6- 14, mencakup wilayah yang sangat luas. Menurut ketentuan Pasal
6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 Tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi tersebut KPK mempunyai tugas-tugas sebagai berikut :
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
b. Supervise terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
c. Melakukan Penyelidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi.
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
e. Melakukan monitoring terhadap pelanggaran pemerintah negara.

Dalam jurnal Nody Mohede kedudukan, tugas dan wewenang


Komisi Pemberantasan Korupsi:4
a. KPK adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
apapun. KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
b. Dalam menjalanan tugasnya, KPK berdasarkan pada : kepastian
hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan
proposionalitas.

Wewenang KPK :
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi.
4
Nody Mohede, Tugas dan Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia,
Jurnal Vol.XX/No.1/Januari- Maret 2012, h. 78
43

2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak


pidana korupsi.
3. Meninta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instani yang terkait.
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak
pidana korupsi.
KPK bewenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi yang :
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelengaraan negara, dan
orang lain yang ada kaitannnya dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
2. Mendapatkan perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/ atau,
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit 1.000.000.000 (Satu
Milyar).
C. Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh Undang-Undang
Dasar (UUD) merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang merupakan organ Undang-Undang,
sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih
rendah lagi tingkat dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang
duduk didalamnya. Demikian pula jika lembaga yang dimaksud dibentuk
dan diberi kekuasaan berdasarkan peraturan daerah, tentu lebih rendah lagi
tingkatnya.5
Lembaga negara kerap dipersamakan dengan organisasi negara,
dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur
pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk
atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya, organ dalam bahasa
inggris form, dalam bahasa jerman vorm, sedangkan functie adalah
gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. 6

5
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Tata Negara Jilid 1, Jakarta : Konstitusi Press, h. 35
6
Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Cet, II, Jakarta : Sinar Grafika, 2012, h. 84
44

Lembaga negara adalah organ negara yang menjalankan fungsi


negara untuk mewujudkan tujuan negara.7 Lembaga negara dapat
dibedakan berdasarkan.
1. Fungsi yang dimilikinya,
2. Kedudukan, atau
3. Peraturan yang menjadi dasar pembentukannya.
Dalam sistem ketatatanegaraan, lembaga negara harus memiliki status dan
wewenang yang jelas. Hal ini untuk menunjukkan keberadaan lembaga
tersebut memang meiliki kedudukan yang jelas dalam ketetanegaraan.
Khususnya di Indonesia, Lembaga negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mebentuknya dapat dibedakan.
1. KPK Lembaga negara yang diberikan wewenang oleh undang-undang
2. Lembaga negara yang dibentuk atau diberi wewenang oleh Keputusan
Presiden.8
Salah satu lembaga negara penunjang yang dibentuk pada era
reformasi di Indonesia adalah KPK. Lembaga ini dibentuk salah satu
bagian agenda pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda
terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia. Dengan
demikian, kedudukan lembaga Penunjang dalam sistem ketatanegaraan RI,
tidak hanya ditinjau dari Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945,
tetapi juga berdarkan berbagai pendapat para ahli dibidang hukum tata
negara, dengan menjadikan KPK sebagai contoh lembaga negara
penunjang.
KPK adalah lembaga negara yang bersifat independen dan
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi tidak berada di bawah
kekuasaan kehakiman. KPK dibutuhkan sebagai trigger mechanism untuk

7
Ahmad Roestandi, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, Sekretariat Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah K onstitusi, Jakarta, h. 53
8
Firmansyah Arifin Et, All, lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara, Konsorium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta h. 66-67
45

mendorong lembaga-lembaga penegak hukum yang selain ini belum


berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas korupsi.
Dengan demikian KPK dapat dikatakan sebagai lembaga negara
pembantu (Auxiliary Organs), secara konseptual, tujuan diadakannya
lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah selain untuk
menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan
secara aktual. Dengan kata lain lembaga-lembaga itu harus membentuk
suatu kesatuan proses satu sama lain saling berhubungan dalam rangka
penyelenggaraan negara, fungsi negara atau istilah yang digunakan oleh
Sri Soemantri adalah Actual Govermental Process.9
Dalam hirarki peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa
undang-undang sebagai peraturan perundang-undangan yang
kedudukannya dibawah Undang_Undang Dasar. Ketentuan demikian
dapat dipahami dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 7
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
D. Struktur Organisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Berdasarkan lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi No.PER-08/XII/2018 Tanggal 30 Desember 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja KPK. 10

9
Sri Soemantri, Eksistensi Sistem Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD 1945,
Makalah Proseeding diskusi Publik, Komisi Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta
10
https://googleweblight.com/i?u=https://www.kpk.go.id/tentang-kpk/struktur-
organisasi7hl=id-ID diakses pada Tanggal 29 Agustus 2018 Jam 11:30 BBWI
46

Pimpinan KPK
Pimpinan KPK adalah pejabat negara yang terdiri dari 5 anggota
yakni ketua merangkap Anggota, serta Wakil ketua yang terdiri dari 4
(empat) orang masing-masing merangkap Anggota.
Ketua KPK
Ketua KPK adalah salah satu dari lima pimpinan di KPK. Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi juga merangkap sebagai anggota KPK.

Wakil Ketua KPK


Wakil ketua KPK merupakan pimpinan KPK, wakil ketua KPK terdiri
dari :
1. Wakil Ketua Bidang Pencegahan.
2. Wakil Ketua Bidang Penindakan.
3. Wakil ketua Bidang Informasi dan Data; dan
4. Wakil ketua Bidang Pengawasan dan Pengaduan Masyarakat.
47

Tim penasihat
Tim penasihat berfungsi memberikan nasihat dan pertimbangan
sesuai dengan kepakarannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantsan Korupsi.
Tim penasihat terdiri dari 4 (empat) anggota.
Pelaksanaan Tugas
Berdasarkan lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi No.PER-08/XII/2008 Tanggal 30 Desember 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja KPK, pelaksana tugas KPK terdiri dari :
1. Deputi Bidang Pencegahan
Deputi Bidang pencegahan KPK RI atau Deputi Bidang
Pencegahan KPK adalah unit eselon I di KPK yang mempunyai tugas
menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan dibidang
pencegahan tindak pidana korupsi. Deputi Bidang pencegahan
dipimpin oleh Deputi Bidang Pencegahan dan bertanggungjawab atas
pelaksana tugasnya kepada Pimpinan KPK.
2. Deputi Bidang Penindakan
Deputi Bidang penindakan KPK RI mempunyai tugas
menyiapkan rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di bidang
penindakan tindak pidana korupsi, deputi bidang pencegahan dipimpin
oleh deputi bidang penindakan dan bertanggungjawab atas
pelaksanaanya tugas kepada pimpinan KPK.
3. Deputi Bidang Informasi dan Data
Deputi Bidang Informasi dan Data adalah unit eselon I di KPK
yang mempunnyai tugas menyiapkan rumusan kebijakan pada Bidang
Informasi dan Data. Deputi Bidang Informasi dan Data dipimpin oleh
Deputi Bidang penindakan dan bertanggungjawab atas pelaksanaan
tugas kepada pimpinan KPK.
4. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
Deputi Bidang pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat adalah unit eselon 1 di KPK yang mempunyai tugas
48

menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan dibidang


Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Deputi ini dipimpin
oleh Deputi Bidang Penindakan dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada pimpinan KPK.
5. Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi Republik
Indonesia Sekretaris Jenderal KPK RI atau cukup disebut
Sekretarian Jenderal KPK adalah aparatur pemerintah yang dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya berada dibawah dan
bertanggungjawab kepada Pimpinan KPK. Setjen KPK dipimpin oleh
seorang Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
Republik Indoensia.
E. Peraturan Peundang-undangan yang terkait dengan Komisi
11
Pemberantasan Korupsi
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 Tentang Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan
Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2002 Tentang Tata cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi.
7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
11
https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/undang-undang-terkait diakses pada Tanggal 10
Agustus 2018 Jam 9:59 BBWI
49

8. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 Tentang Sistem


Managemen Sumber Daya Manusia KPK.
9. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun Tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 Tentang Sistem
Managemen Sumber Daya KPK.
11. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimgrasian.

Sejumlah Peraturan Pemberantasan Korupsi antara lain :


a. Organisasi dan tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi.
b. Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi.
BAB IV

EFEKTIVITAS OPERASI TANGKAP TANGAN


KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) DALAM UPAYA
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

A. Faktor Yang Menjadi Penyebab Diberlakukannya Operasi Tangkap


Tangan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi (TPK)

Operasi Tangkap tangan atau yang dikenal dengan OTT menjadi


senjata andalan KPK, prestasi KPK memang ada di bagian OTT, bisa kita
lihat sudah banyak pejabat daerah yang tertangkap basah sedang melakukan
tindakan korupsi atau penyuapan, dibandingkan dengan lembaga hukum
lainnya. Faktor yang menjadi penyebab diberlakukaannya OTT. Pertama,
pejabat daerah masih banyak yang korup. Kedua,‎lese e‎iai‎ emeie‎ emele‎ ‎
aidei‎aemeeeli‎tit.1
Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi selama 15 tahun terakhir
telah membawa angin perbaikan dalam hal pemberantasan korupsi, namun
memberantas korupsi akan selalu berhadapan dengan reaksi balik dari para
pelaku tindak pidana korupsi. Maka kita bercita-cita Indonesia kedepan lebih
bersih dari praktik korupsi harus mengawal Komisi Pemberantasan Korupsi
menjadi lembaga yang efektif, dan membentanginya dari setiap serangan
balik yang berkehendak melemahkannya atau membubarkannya.
Upaya pemberantasan korupsi bukan persoalan yang mudah, upaya
untuk memberantas korupsi sudah dilakukan sejak pertengahan tahun
1950an, oleh Jaksa Agung Suproto, yang melakukan berbagai tindakan
terhadap para koruptor, dengan upaya pemberantasan korupsi baik secara
preventif maupun secara represif.2 Tindak pidana korupsi yang selama ini

1
https://news.okezone.com/read/2017/06/22/337/1722309/kpk-beberkan-2-faktor-
penyebab-maraknya-ott-terhadap-pejabat-daerah di akses tgl 7 November 2018 Jam 08;00 BBW1
2
Ganjar Laksamana, Laporan Tim Pengkajian tentang Partisifasi Aktif Publik dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, Pusat penelitian dan Pengembangan Sistem Nasional
Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Tahun 20Z15,
h. 2

50
51

terjadi secara meluas tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat
secara meluas, karena itu tindak pidana korupsi digolongkan sebagai
kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.3
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting
pemerintah dalam rangka membersihkan dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan sistematis sehingga
diperlukan upaya yang luar biasa pula dalam memberantasnya. Upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak tahun 1957,
dalam perjalannya, upaya tersebut merupakan sebuah proses pelembagaan
yang cukup lama dalam penangan korupsi, upaya-upaya tersebut :4
a. Operasi Militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas
korupsi di bidang logistik.
b. Dibentuknya tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dengan
tujuan melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
c. Pada Tahun 1970 dibentuk tim advokasi yang lebih dikenal dengan nama
tim empat, yang bertugas memberikan rekomendasi penindakan korupsi
kepada pemerintah.
d. Operasi Penerbitan (Opstib) dibentuk pada tahun 1977 untuk memberantas
korupsi melalui aksi pendisplinan administrasi dan operasional.
e. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani
pemberantasan korupsi dibidang pajak.
f. Pada tahun 1999 dibentuk tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (TGPTPK) dibawah naungan kejaksaan Agung, pada tahun yang
sama juga dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara
(KPKPN).

3
Hariadi Kartodiharjo, Lingkaran Korupsi Sumber Daya Alam, Prisma Vol, 37, No,3,
2018 h. 113
4
Achmad Badjuri, Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Lembaga
Anti Korupsi di Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) Vol.18,No.1 Maret 2011, h. 87
52

Pemberantasan korupsi memerlukan kemauan politik luar biasa


sehingga Presiden sebagai kepala negara menjadi figure penting dalam
menggerakkan dan mengkoordinasikan peran Polisi, Kaksa, pengadilan dan
KPK menjadi keutamaan yang dahsyat, sehingga praktek KKN dapat
dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa dan
terpadu.
Penindakan korupsi tetap dilanjutkan sebagai salah salah satu upaya
untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku dan efek pencegehan bagi orang
lain, sejarah membuktikan pemberantasan korupsi yang dilakukan hanya
dengan penindakan dan tidak disertai pencegahan berupa perbaikan sistem
tidak akan pernah memberantas korupsi dengan baik.
Penanganan korupsi selama ini mengahadapi berbagai hambatan
serius. Pertama, hambatan struktural, yaitu hambatan yang bersumber dari
praktik-praktik pelanggaran negara dan pemerintahan yang membuat
penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Termasuk dalam kelompok ini diantaranya meliputi egoisme sektoral dan
institusional yang menjurus pada pengajuan dan sebanyak-banyaknya untuk
sektor dan instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan nasional secara
keseluruhan serta berupaya menutup-nutupi penyimpangan-penyimpangan
yang terdapat di sektor dan instansi yang bersangkutan belum efektif,
lemahnya koordinasi antara aparat penegakan hukum, serta lemahnya
pengendalian intern. Kedua, hambatan kultural, yaitu hambatan yang
bersumber dari kebiasaan yang berkembang di masyarakat.5
Termasuk dalam kelompok ini diantaranya meliputi : masih adanya
sikap sungkan dan toleran diantara aparatur pemerintah yang dapat
menghambat penanganan tindak pidana korupsi, kurang terbukannya
pimpinan instansi sehingga sering terkesan toleran dan melindungi pelaku
korupsi, campur tangan eksekutif dalam penangan tindak pidana korupsi,

5
Agung Djoyokarto, Fiani Sadiawati, Hera Setiawati, Membangun Sistem Integritas
dalam Pemberantasan Korupsi di Daerah, 2008, Jakarta : kemitraan, h. 51
53

rendahnya komitmen untuk menangani korupsi secara tegas dan tuntas, serta
sikap masa bodoh sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan
korupsi. Ketiga, hambatan instrumental yaitu bersumber dari kurangnya
instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang
membuat penangan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Empat, hambatan manajemen, yaitu hambatan yang bersumber dari
diabaikannya atau tidak diterapkannnya prinsip-prinsip manajemen yang baik
yang membuat penangan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya.6
Menurut wakil ketua KPK Laoede M Syarif ada empat hal utama
yang dilakukan KPK untuk pencegahan7. Pertama, upaya perbaikan dalam
pengadaan barang dan jasa pemerintah, agar lebih akuntabel dan transparan.
Sektor ini menurut KPK rawan terjadinya tindak pidana korupsi, pengadaan
barang dan jasa memakai layanan e-procurement agar akuntabel dan
transparan. Kedua, KPK membantu melakukan perbaikan masalah perizinan,
sistem prizinan harus satu pintu agar mudah untuk dikontrol. Sistem yang
sudah berjalan juga harus diperbaiki agar akuntabel dan transparan.
Ketiga, dalam sistem penangan harus ada sistem e planning dan e
budgeting, hal itu terjadi untuk mencegah mark up yang biasa terjadi pada
saat perencanaan anggaran. Misalnya seharusnya penggaran barang dan jasa
Rp 4 Milyar, karena dipikir harus ada fee untuk kepala daerah, akhirnya jadi
mark up lebih mahal. Dengan sistem e-planning dan e-budgeting hal ini
dihemepiea‎ bile‎ dicegeh.‎ “sayangnya sampai hari ini belum semuanya
menerapkan itu.

6
Agung Djoyokarto, Fiani Sadiawati, Hera Setiawati, Membangun Sistem Integritas
dalam Pemberantasan Korupsi di Daerah, h.51
7
https://nasional.kompas.com/read/2017/17480601/empat-hal-yang-diupayakan-kpk-
untuk-mencegah-korupsi diakses pada 31 Agustus 2018 Jam 09:40 BBWI
54

Keempet, yakni penguatan peran Aparat pengawasan intern


pemerintah (APIP), sekarang ini, APIP punya tugas melapor ke kepala derah,
APIP juga masih dibawah kepala daerah, hal ini dinilai masih kurang efektif,
karena KPK bekerja sama dengan Kemendagri membuat peraturan baru,
supaya inspektorat di kabupaten kota dan provinsi itu adalah perwakilan
kemendagri, sehingga APIP nantinya bukan lagi lapor ke Bupati atau lapor ke
Gubernur, sebernya awalnya mau lapor ke Presiden atau DPKP tapi undang-
undangnya harus diubah dan lama.
Berbagai upaya atau startegi yang dilakukasn untuk memberantas
korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan The
Global Program Againt Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations
Anti Corruption Toolkit :8
a. Pembentukan lembaga Anti Korupsi
b. Untuk memberantas korupsi salah satu cara adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani kasus korupsi, dan di
Indonesia lembaga tersebut dinamakan Komisi Pemberantasan korupsi
(KPK).
c. Memperhatikan dan memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari
tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakan.
d. Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektoral
jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama
leiesi‎ „aidei‎ puaye‎ gigi‟‎ ietika berhadapan dengan korupsi yang
melibatkan pejabat tinggi.
e. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara
untuk mencegah korupsi, salah satu cara menghindari praktek suap
menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan
secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh sesorang usaha atau ijin
mendirikan bangunan (IMB).
f. Memperbaiki dan memantau kinerja pemerintah daerah. Sebelum otonomi
daerah diberlakukan, umunya semua kebijakan dari pemeintah pusat.

8
Buku Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, 2017, h. 93-94
55

g. Hati- hati dalam memilih calon dalam pemilihan umum.


Korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime)
karena itulah memerlukan upaya yang luar biasa pula untuk memberantasnya.
Upaya korupsi yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan, dan
pencegahan tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh
pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu
mahasiswa bagian dari masyarakat merupakan pewaris masa depan
diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi Presiden
Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun
2012 Tentang Stranas PPK jangka Panjang 2012-2025 dan Stranas jangka
menengah tahun 2012 -2014, sebagai tindak lanjut atas rumusan strategi
tersebut pemerintah menyusun aksi pencegahan dan pemberantsan korupsi
yang di impelementasikan dan dievaluasi setiap tahun. Dalam rencana aksi
pencegahan dan pemberantasan korupsi (Renaksi PPK) tersebut. Presiden
secara tegas menginstruksikan kepada semua jajaran pemerintahan baik di
tingkat nasional maupun tingkat daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota)
untuk mengimplementasikan Stranas PPK.
Seharusnya korupsi dapat dicegah dengan kejujuran, diberantas
dengan penegakan hukum yang efektif. Namun pendidikan kejujuran kita
sendiri sudah koruptif. Berbohong, menyontek, berlaku curang adalah bagian
dari tingkah perilaku yang masih marak kita dengar dibanyak pemberitaan.
Di sisi lain, pilar pemberantasan korupsi juga mandul, praktik korupsi juga
mewabah dengan luas pada profesi penegakan hukum. Dapat kita simpulkan
bahwa upaya pemberantasan korupsi harus dilihat dari sisi kuantitasnya, jika
hanya dilihat dari kualitasnya, maka kasus korupsi besar bisa terabaikan.
Bangsa ini sedang dilanda bencana korupsi yang amat dahsyat,
korupsi merebak disegala aspek kehidupan dan merusak kehormatan tatanan
sosial. Hal ini tentu sangat ironis sekali, mengingat bangsa ini dikenal sebagai
bangsa yang religious, penuh rumah ibadah dan ramainya hari keagaaman
56

ternyata berbanding terbaik dengan realitas korupsi yang semakin menjadi-


jadi.
Tidak dipungkiri, banyak sistem di Indonesia yang justru membuka
celah terjadinya Tindak Pidana Korupsi, misalnya prosedur publik yang
menjadi rumit, sehingga memicu terjadinya penyuapan. Tidak saja yang
berkaitan dengan pelayanan publik, tetapi juga perizinan, pengadaan barang
dan jasa, dan sebagainya. Dengan hal tersebut harus dilakukan perbaikan,
karena sistem yang baik, bisa meminimalisir terjadi praktek tindak pidana
korupsi, dengan penataan layanan publik melalui koordinasi dan supervisi
pencegahan serta mendorong transparansi penyelenggara negara.
Undang-Undang Nomor Pasal 6 No 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantsaan Korupsi ada 5 tugas yang dilakukan KPK. Pertama,
KPK melakukan koordinasi dengan intansi yang berwenang melakukan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kedua, KPK dapat melakukan upaya
supervisi atau pendampingan terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiga, KPK melakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana. Keempat, KPK kemudian
melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, tekhir yakni
melakukan mentoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Tugas dan kewenangan yang dimiliki KPK sebagai lembaga yang
independen negara yang cukup luas mencakup banyak hal tersebut tidak
berbanding lurus dengan munculnya kasus korupsi di Indonesia. Kasus,
korupsi Indonesia sudah merjalela ini merupakan masalah serius, teorganisir
yang telah menimbulkan masalah dan ancaman serius. Secara
konstitusionalitas kesejahteran rakyatlah merupakan hak asasi manusia yang
harus diwujudkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara, salah satu
upayanya adalah pemanfaatan sumber daya alam yang ada, dalam
pemenfaatannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.9

9
Ridwan, Peningkatan Kesejahteraan Rakyat melalui Pendekatan Ekonomi Kerakyatan
di Kabupaten Serang”,‎ Majalah Dinamika, Vol.34.No.4,2009, h. 32
57

Korupsi yang dilakukan oleh orang yang mempunyai kuasa pada


intinya dilakukan oleh lemah kontrol sosial lingkungan sosial yang
membentuknya demikian.10 Dampak korupsi yang dilakukan oleh para
koruptor sangat berdampak buruk, yang hasilnya rakyat yang menjadi
korban, untuk itulah peran masyarakat juga dibutuhkan dalam pencegahan
Tindak Pidana Korupsi (TPK) sangat dibutuhkan dan memiliki peran penting
sebagai bentuk dari kontrol sosial, tingginya kontrol sosial akan mampu
mempersulit ruang gerak bagi korupsi dan memperlebar ruang anti korupsi.
Dapat kita ketahui bahwa, KPK merupakan lembaga yang bersifat ad
hoc dalam melaksanakan fungsi pemberantasan korupsi. Pembentukan KPK
berdasarkan alasan yang kuat, bahwa penegak hukum Polri dan Kejaksaan
tidak berdaya dalam pemberantasan korupsi, dalam aspek peraturan
perundang-undangan, KPK tidak menemui kendala yang berarti. Undang-
Undang yang sangat efektif untuk melakukan tindakan memberantas
korupsi.11
Bisa kita lihat diawal 2018 KPK beberapa kali melakukan OTT
diataranya :12
1. Bupati Subang Imas Aryuningsih
KPK sudah menetapkan bupati subang, Imas Ayu Ningsih,
sebagai tersangka kasus suap terkait pengurusan izin dari dua perusaan di
Subang, Jawa Barat, sebelumnya tim KPK menjaring delapan orang, satu
diantaranya adalah Bupati Subang (14/2/2018) dini hari. OTT yang
melibatkan Bupati Subang, Penyidik Pemberantasan Korupsi menemukan
uang sebesar Rp 337.378.000 yang berasal dari beberapa orang.

10
Topo Sentoso dan Eva Achzani Zulfa, Krimonologi, Jakarta :Radja Grafindo Persada,
2003, h. 23
11
Suharyo, Optimalisasi Pemberantasan Korupsi dalam Era Desentralisasi di Indonesia,
Vol.3, No.3 Desember 2014, h. 377
12
http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-tertangkap-tangan-
kpk-diawal-2018 diakses pada 2 September 2018 Jam 18:46 BBWI
58

Jumlah tersebut merupakan total dari pengumpulan barang bukti


tim KPK di tiga tempat di Rest Area Cileunyi Bandung mengamankan
data dan mengaman uang Rp 62.278.000. dari tangan kepala bidang
Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Asep Santika Rp 225.050.000 dan sementara dari Kepala
Seksi Pelayanan Perizinan DPMPTSP, Sutiana diamankan uang senilai
Rp 50 Juta.
Uang tersebut diduga untuk memuluskan perizinan pendirian
pabrik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang Jawa Barat, izin
tersebut diajukan dua perusahaan yaitu PT.ASP dan PT.PBM senilai
Rp.1,4 Miliar.
2. Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur, Marianus Sae
Bupati Ngada, Marianus sae, yang terjaring dalam OTT Komisi
Pemberantasan Korupsi diketahui maju dalam Pilkada Nusa Tenggara
Timur (NTT), KPK menduga aliran suap dari Direktur PT.Sinar 99
Permai, Wihemus Iwan Ulumbu tersebut akan digunakan untuk biaya
kampanye oleh Marianus.
Wakil ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan prediksi dari tim
kemungkinan besar dia butuh uang untuk kampanye, namun Basaria
belum dapat memastikan hal tersebut. Saat ini tim dari KPK masih
menelusuri aliran dana dari Marianus untuk biaya Pilkada.
3. Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif
Mengawali Tahun 2018, KPK bergerak cepat melakukan OTT
(Operasi Tangkap Tangan) Kepala Daerah, kali ini KPK menangakap
Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif dan sejumlah orang Hulu Sungai
Tengah Kalimantan Selatan, dan Surabaya, Jawa Timur (3/1/2018)
hingga kamis (4/1/2018) Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan
bahwa kedua Operasi Tangkap Tangan itu masih dalam satu perkara,
Bupati ini diduga melakukan praktik dugaan suap di HST.
4. Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan
59

KPK menetapkan Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan sebagai


tersangka kasus suap proyek Kementrian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat tahun 2016, penetapan tersangka tersebut disampaikan
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam Jumpa Pers di gedung KPK
Kuningan Jakarta.
Saut menyatakan, Rudi Erawan ditetapkan menjadi tersangka
setelah KPK melakukan pengembangan penyidikan kasus tersebut,
dalam kasus ini KPK sudah memproses 10 orang baik dari unsur swasta,
pemerintahan, maupun DPR. Sebagian sudah diproses hingga
pengadilan, Saut mengatakan, selaku Bupati, Rudi menerima hadiah atau
janji suap yang bertentangan dengan kewajibannya.
Suap diduga diberikan mantan Kepala Bali Pelaksana Jalan
Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.
Amran disuga menerima sejumlah uang pada Proyek di PUPR tersebut
dari beberapa kontraktor, salah satunya Dirut PT WTU Abdul Khoir.
5. Bupati Kabumen, Mohammda Yahya Fuad
KPK menetapkan Bupati Kabumen sebagai tersangka, Fuad
diduga menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016. MYF bersama HA
diduga menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa
yang menggunakan APBD Kabupaten tahun 2016, ujar Juru Bicara KPK
Febri Diansyah di Gedung KPK, menurut KPK Fuad menerima Suap
bersama Hojin senilai Rp 2,3 Miliar. Suap tersebut terkait proyek
pengadaan barang dan jasa yang anggarannya diperoleh APBD
Kabupaten Kebumen.
6. Gubernur Jambi Zumi Zola
Wakil ketua KPK, Basaria Panjaitan, mengungkapkan bahwa
Gubernur Jambi, Zumi Zola diduga menerima hadiah atau janji sebesar
Rp 6 Miliar dari sejumlah proyek yang ada di Provinsi Jambi. Jumlah
gratifikasi yang diterima Zumi Zola sekitar 6 milar, Zumi Zola sendiri
ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji
60

terkait sejumlah proyek di Provinsi Jambi bersama dua tersangka lainnya


yakni ARN (Kabid Bidang Bina Marga Jambi) dan Arfan (Kadis PUPR
Jambi). Atas kedua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 b
atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Juncto Undang-Undang Nomor 20 Juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
7. Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko
KPK mengamankan Bupati Jombang ini dalam Operasi Tangkap
Tangan, KPK telah menetapkan Nyono sebagai tersangka dan seorang
lainnya yakni pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab
Jombang Inna Silestyowati. Semuanya diamankan bersama lima orang
lainnya yakni, Kepala puskesmas perak sekaligus bendahara penguyuban
puskesmas sejombang Oisatin (OST). Kepala penguyuban puskesmas
sejombang Didi Rijadi, Ajudan Bupati Jombang Munir, serta S, dan A.
Bupati Jombang ini ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap
saji di Satisun Solo Balapan, saat sedang menunggu kereta yang akan
membawanya kejombang. Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp
25.550.000 dan US$ 9.500.
Dari beberapa kasus diatas ada kosus korupsi yang lebih
mengejutkan yang terjadi dikota Malang, sebanyak 41 dari 45 Anggota
DPRD Kota Malang Jawa Timur, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK
dalam kasus dugaan suap pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun
Anggaran 2015. Kasus ini mengkhawatirkan dan menjadi cerminan
kejahatan korupsi dilakukan secara massal. Pasalnya, selain anggota DPRD
sebagai pihak legisaltif, kepala daerah dan pejabat pemerintahan daerah
selaku eksekutif ikut terlibat.13
Sering kita saksikan setiap saat berita-berita yang memaparkan
tentang kedzaliman para pejabat negeri ini tentang tindak pidana korupsi
yang mereka lakukan sudah sangat melanggar norma-norma Agama dan
13
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/04/08512451/kasus-dprd-kota-malang-
korupsi-massal-yang-mengkhawatirkan diakses pada 31 September 2018 Jam 07: 30 BBWI
61

norma-norma hukum dan peraturan di negeri ini. Dalam Al- Qum‟ea‎


terkandung mengenai larangan korupsi sebagaimana tercantum pada Surah
Q.S Ali-Imran ayat 161 :

Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan


harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan
rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa
apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi
pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan)
setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” ( Ali Imran : 161 )

Q.S Al-Baqarah ayat 188

Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta


sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."( Al-Baqarah :188)

Banyaknya kasus Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan KPK


jelas bahwa KPK didirikan untuk memberantas korupsi di Indonesia, KPK
sebagai lembaga Superbody belum ada organ pemberantasan korupsi yang
sangat powerfull seperti KPK, KPK berwenang menyadap pembicaraan
telepon, mencekal orang yang hendak berpergian keluar negeri, meminta
informasi dari Bank, memblokir rekening bank, meminta terduga korupsi
untuk diberhentikan untuk sementara, memperoleh data dari kantor pajak,
memberhentikan transaksi bisnis, meminta bantuan Interpol dan kepolisian
serta lembaga lainnya melakukan penangkapan dan penahanan.
Baik tersurat maupun tersirat tak bisa dibantah bahwa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga superbody mengharapkan
62

bahwa gebrakan KPK akan spektakuler, tanpa takut dan tak kenal mundur,
dan pada akhirnya akan menyapu bersih korupsi di Indonesia. harapan itu
bisa dilihat dari dua pengertian, yaitu dari sisi membasmi semua tikus
korupsi, baik besar maupun kecil. Disi lain membangun sistem tata kelola
pe emiaaehea‎ yeag‎ beii,‎ yeag‎ lese e‎ iai‎ iiae‎ ieaes‎ lebegei‎ “good
governance”14
Tujuan utama dilakukan pemberantasan korupsi disuatu negara
umunya adalah menjadikan negara tersebut sebagai negara yang bersih
dari perilaku koruptif warga negraranya, sekaligus menghilangkan
persepsi sebagai negara terkorup, naik turunnya CPI secara tidak langsung
menunjukkan fluktuasi efektivitas pemberantasan korupsi di suatu negara.
Adanya lembaga independen sejenis KPK diasumsikan akan
meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi yang pada akhirnya
mampu memperbaiki persepsi akan tingkat korupsi di suatu negara.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh Lembaga Independen ini
dalam membersihkan suatu negara dari penyakit korupsi amat tergantung
kepada faktor utama yang berpengaruh, misalnya dukungan politik dan
dukungan masyarakat. Dapat kita simpulkan bahwa Komisi
Pemberantasan Korupsi melakukan Operasi Tangkap Tangan dalam
upaya pemberantasan tindak korupsi yang dilakukan para korupor yang
rakus dan tidak bersyukur atas apa yang telah mereka miliki hingga
mempunyai nafsu untuk maling uang rakyat dengan kesempatan dan
jabatan yang mereka miliki. Jika KPK tidak melakukan Operasi Tangkap
Tangan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, maka lembaga itu akan
dinilai membiarkan akan terjadinya korupsi.

B. Prosedural Operasi Tangkap Tangan yang dapat dilakukan Komisi


Pemberantasan Korupsi terhadap Tindak Pidana Korupsi (TPK)

14
Todung Mulya Lubis, Peta Korupsi : Jalan Berlubang di mana-mana, Prisma Vol,37
No.3, 2018, h.83
63

Prosedur yang digunakan KPK dalam melakukan operasi tangkap


tangan ada dua teknik yaitu teknik penyadapan dan penjebakan. Penyadapan
di Indonesia memang sudah sering dilakukan, karena penyadapan memang
selalu dibutuhkan untuk dijadikan salah satu jenis alat bukti di Pengadilan
mengenai suatu tindak pidana, pembuktian sangat dibutuhkan dalam
menentukan apakah suatu perbuatan itu termasuk dalam perbuatan pidana
atau bukan hal ini juga berkaitan dengan pembuktian negatif yang dianut oleh
indonesia, yaitu sistem pembuktian yang menitik beratkan pada hakim dalam
mengambil keputusan tentang salah satu atau tidaknya seorang terdakwa
berdasarkan alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan ditambah
keyakinan (nurani) hakim sendiri.15
Hasil rekaman dari penyadapan tidak dapat menjadi alat bukti, namun
informasi dalam rekaman hasil penyadapan tersebut terbukti sangat efektif
untuk dapat memperoleh alat bukti menurut KUHAP sehingga mampu
mengungkap adanya tindak pidana korupsi. Sebagian pihak menganggap
bahwa penyadan adalalah pelanggaran hukum, bahkan justru dianggap
sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia karena orang merasa dizalimi
dengan adanya penyadapan KPK tersebut.
Rekaman ini mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, karena hasil
penyadapan tersebut merupakan bagian dari informasi elektronik, sehingga
hasil penyadapan tersebut merupakan bagian dari informasi elektronik,
sehingga penyadapan menjadi alat bukti yang sah secara hukum sebagaina
ditegaskan dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang ITE, selain itu disebut
pula dalam Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang ITE bahwa hasil penyadapan
sebagai informasi elektronik yang dianggap sah secara hukum sebagai alat
bukti merupakan perluasan dari ketentuan alat bukti sesuai hukum acara yang
berlaku, dalam Pasal 284 KUHAP, khususnya sebagai alat bukti petunjuk,
sehingga hasil penyadapan yang dilakukan oleh KPK memiliki kekuatan

15
Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung :
Mandar Maju, 2003, h. 3
64

pembuktian menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum


Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksudkan.
Dalam rangka pemberantasan korupsi, Undang-Undang yang
memberi kewenangan Kepada KPK untuk melakukan penyadapan,
sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan
behee‎ :‎ “dese ‎ eseileaeiea‎ augel‎ peayesidiiea,‎ peayidiiea,‎ dea‎
penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang : a. melakukan penyadapan dan merekan
pe bicemeea”,16
Tetapi dalam Undang-Undang tersebut, tidak menjelaskan dengan
rinci mekanisme dan batasan mengenai pelaksanaan penyadapan tersebut.
Berbeda dengan Pasal 31 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme sebagaimana telah disahkan sebagai Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme telah diatur secara rinci pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam
pasal 26 Ayat (4), penyidik berhak :
a) Membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan
perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa.
b) Menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain
yang digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan
melakukan tindak pidana terorisme.
2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) huruf b,
hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk
jangka waktu paling lama 1 Tahun.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) harus
dilaporkan atau dipertanggungjwabakan kepada atasan penyidik.

16
Citra Mandiri, Himpunan Peraturan Perundang-udangan Republik Indonesia, Jakarta
: CV.Citra Mandiri (Jilid III), 2002, h. 245
65

Kewenangan penyadapan oleh KPK menuai banyak kontropersi


protes dari kalangan DPR RI hingga para koruptor yang terjaring
penyadapan, koruptor berdalih mengatakan bahwa penyadapan yang
dilakukan KPK adalah melanggar Hak Asasi Manusia, Pasal 7 Ayat (1) UUD
1945 semua orang mempunyai hak atas kebebasan dan keamanan pribadi.
Tentu tidak sembarangan penyadapan yang dilakukan KPK karena ini
menyakut Hak Asasi Manusia yang kita tahu bahwa hak harus dijunjung
tinggi.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Raharjo menjelaskan


rangkain proses Operasi Tangkap Tangan (OTT) termasuk penyadapan, Agus
menjelaskan, KPK bertugas menangani kasus yang di dalamnya terdapat
penyelenggara negara, ketika Direktorat Pengaduan masyarakat (DIT Dumas)
KPK mendapatkan aduan, maka pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket),
saat tim pulbaket bekerja dan ditemukan bukti permulaan kuat akan adanya
indikasi transaksi, maka mereka melaporakn ke pimpinan KPK. lalu
pimpinan KPK melakukan gelar perkara, baru dikeluarkan sprindik (surat
perintah penyelidikan).
Wakil ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, direktorat
penyidikan tidak bisa mengintervensi direktorat penyelidikan, saat tingkat
penyelidikan, tentu kewenangan berada direktorat penyelidikan, sedangkan
ditingkat penyidikan, kewenangan berada di direktorat penyidikan, namun
kata Basaria didalam suatu satgas itu ada penyelidik, penyidik dan jaksa.17
Sebelum KPK melakukan penyadapan terlebih dahulu KPK
melakukan :
1. Penyelidikan
Penyelidik adalah penyelidik KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan

17
Baca lebih jelas https://www.jpnn.com/news/kpk-beberkan-cara-lakukan-ott diakses
pada 12 September 2018 Jam 09:00 BBWI
66

menemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi


dalam waktu paling lambat tujuh hari kerja terhitung sejak tanggal
ditemukan bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila
ditemuka sekurang-kurang 2 alat bukti. Namu jika penyelidik tidak
menemukan bukti permulaan yang cukup maka penyelidik melaporkan ke
KPK, dan KPK menghentikan penyelidikan, dan jika KPK berpendapat
bahwa perkara itu diteruskan maka KPK melaksanakan penyelidikan
sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik
kepolisian atau kejaksaan.
Konsep peneyelidikan yang ideal dari aspek hukum dalam
pemberantasan korupsi sebagai berikut :18
a. Pendidikan hukum dan penelitian hukum memadai bagi penyidik,
dilakukan secara periodik dan terstruktur serta dinamis mengikuti
perkembangan kejahatan korupsi itu sendiri.
b. Organisasi profesi hukum, memiliki visi dan misi yang sama dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan demikian, dalam
prosedur dan sistem kerja yang dibangun mendukung proses
penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik.
c. Orientasi kerja birokrasi penyidik polri, tidak ditentukan dengan target
tertentu atau ABS, akan tetapi mengacu pada due procces of law
dengan mengedepankan profesionalisme, transparasi dan akuntabilitas.
d. Etika profesi hukum tetap harus dikedepankan dengan didasarkan pada
konsep civilian police (polisi sipil) yang humanis dan religious.
e. Dana pembangunan di bidang hukum memadai serta mengakomodir
semua perkara yang ditangani.
f. Koordinasi antar aparat penegak hukum, sinergis dan harmonis dalam
suatu sistem yang integral.
g. Koordinasi dengan instansi pemerintah lainnya juga terbangun secara
sinergis dan harmonis, namun tetap independen (tanpa interpensi)
18
M Aris Purnomo, Eko Soponyono, Rekonseptualisasi Penyidikan Tindak Pidana
Korupsi oleh Polri dalam Rangka Efektivitas Pemberantasan Korupsi, Vol.11, No.2, 2015, h. 236
67

h. Sarana dan prasarana yang memadai hingga pelosok-pelosok daerah


diseluruh indonesia.
i. Tidak ada tumpang tindih kewenangan antar penyidik, tetapi institusi
penyidik integral, sinegis, dan harmonis.
j. Kesatuan Penafsiran masing-masing institusi penyidik, dalam satu visi
dan misi yang integral, saling melengkapi dan saling mendukung.
2. Penyidikan
Penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan
oleh KPK Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Penyidik melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi. Atas
dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup.
Sedangkan dalam Pasal 1 KUHAP dinyatakan bahwa penyidik
adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pegawai negeri sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan.
3. Penuntutan
Penuntut adalah penuntut umum di KPK yang diangkat dan diberhentikan
oleh KPK. Penuntut adalah jaksa penuntut umum. Penuntut umum,
setelah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada
pengadilan negeri. Wewenang penyadapan dilakukan dalam proses
penyidikan, penyelidikan dan penuntutan sesuai Pasal 12 huruf (a).
perlunya penyadapan melalui media rekaman dan media lainnya ini
melihat dari realita yang ada bahwa pelaku tindak pidana korupsi telah
semakin canggih dalam menjalankan perbuatan korupsi. Oleh sebab itu
kebijakan penyadapan yang dimilki KPK harus didukung oleh semua
pihak.
Bentuk tindakan dan wewenang yang diberikan undang-undang
(KUHAP) kepada penyidik bukan dalam rangka pembatasan kebebasan
dan hak asasi seseorang. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 54
KUHAP, guna kepentingan pembela, tersangka atau terdakwa berhak
68

mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum


selama dalam waktu dari seseorang atau lebih penasihat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang. Hak didampingi penasihat hukum ini
dapat dilakukan sejak tersangka ditangkap, bahkan sejak dimulainya
penyidikan, yakni ketika dilakukan pemanggilan pro justitia terhadap diri
tersangka. Semua itu dilakukan pemanggilan untuk kepentingan
pemeriksaan dan penegakan hukum.19
Untuk kepentingan penyelidikan, penyidik atas perintah penyidik
yang berwenang melakukan penangkapan Pasal 16 Ayat (1) KUHAP.
Sebagaimana diungkapkan dalam Bab IV Pasal 7 Ayat (1) KUHAP
bahwa penyidik mempunyai kewajiban wewenang untuk melakukan
tindakan berupa sebagai berikut :
4. Penangkapan
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 20 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), penangkapan adalah suatu tindakan
penydik, berupa penangkapan sementara waktu kebebasan tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidik atau
penuntutan dan atau badan peradilan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang. Kemudian yang berhak untuk melakukan
penangkapan diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) dan (2) KUHAP, penyidik
sebagaiman dimaksud dalam ketentuan Pasal 4 mempunyai ketentuan
sebagai berikut :
a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang :
1) Menerima laporan pengaduan dari seseorang terhadapnya adanya
tindak pidana.
2) Mencari keterangan dan barang bukti;
3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;

19
Fachmi, Kepastian Hukum mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : PT.Ghalia Indonesia Publishing, 2011.,h.. 135
69

4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertangung jawab.


b. Atas perintah penyidik, dapat dilakukan tindakan berupa:
1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, pengeledahan dan
penyitaan;
2) Pemeriksaan dan penyitaan;
3) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4) Membawa dan membawa seorang pada penyidik.20
Dasar atau alasan penangkapan, dalam Pasal 17 KUHAP
menyatakan bahwa perintah penagkapan dilakukan terhadap seorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang
cukup. Dalam tugas penangkapan, penyidik memperlihatkan surat perintah
penangkapan serta memberikan kepada tersangka surat perintah
penangkapan yang berisikan identitas tersangka dan menyebut alasan
penangkapan serta urain singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan
serta tempat ia diperiksa (Pasal 18 Ayat (1) KUHAP), namun dalam hal
tertangkap tangan, tidak diperlukan adanya surat tugas, karena tertangkap
tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang melakukan
tindak pidana, atau dngan segera sesudah beberapa saat melakukan tindak
pidana itu dilakukan (Pasal 1 Butir 19 KUHAP).21
Dalam Pasal 19 KUHAP lamanya penahanan :
1) Penangkapan senagaimana dimaksud dalam pasal 17 dalam
dilakukan untuk paling lama satu hari.
2) Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan
penagkapan, kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua
kali berturut-turut tidak memenunhi panggilan itu tanpa alasan
yang sah.
5. Penahan
Pasal 1 Butir 21 KUHAP menyebutkan, penahan adalah
penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut
20
Fachmi, Kepastian Hukum mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, h. 135-136
21
Fachmi, kepatian Hukum mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sitem Peradilan
Pidana Indonesia, h. 137
70

cara yang diatur dalam undang-undang. Undang-Undang Nomor 8 Tahun


1981 Tentang KUHAP menentukan bahwa ada tiga macam pejabat atau
instansi yang berwenang melakukan penahanan, yaitu penyidik atau
penyidik pembantu, penuntut umum dan hakim yang menurut tingkat
pemeriksaan terdiri atas hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan
Mahkamah Agung (Pasal 20 sampai Pasal 31 KUHAP).
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu
atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud (Pasal 20 Ayat (1)
KUHAP). Perintah penahanan lanjutan dilakukan terhadap sesorang
tersangka atau terdakwa diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaaan yang
menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan melarikan
diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi
tindak pidana (Pasal 21 KUHAP).
Apablia diperlukan, demi untuk kepentingan pemeriksaan
penyidikan yang belum selesai, dapat meminta perpanjangan kepada
penuntut umum yang berwenang paling lama 40 hari (Pasal 24 Ayat (2)
KUHAP). Untuk perparpanjangan penahanan 30 hari ditambah 30 hari lagi
diatur dalam Pasal (29 Ayat (2) KUHAP).
1) Guna kepentingan pemeriksaaan, penahan terhadap tersangka atau
terdakwa dapat diperpanjang berdasarkan alasan yang patut dan tidak
dapat dihindari karena perkara yang sedang diperiksa diancam dengan
pidana penjara 9 tahun atau lebih.
2) Perpanjangan penahanan diberi untuk paling lama 30 hari, dalam hal
penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk
paling lama 30 hari (Pasal 29 Ayat (2) KUHAP).
6. Penggeledahan
Untuk menemukan bukti yang cukup untuk permulaan atau untuk
menemukan bukti penunjang lainnya, dengan izin dari ketua pengadilan,
penyidik dapat melakukan penggeledahan sebagaimana diatur dalam
Pasal 1 butir 17 18 KUHAP.
“Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki
tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan
pemeriksaaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penggeledahan badan
adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau
71

pakain tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada
bedeaaye‎eaeu‎dibeee‎lemae,‎uaaui‎diliae.”
Dalam Pasal 33 KUHAP, dalam melaksanakan penggeledahan,
penyidik harus dilengkapi dengan surat izin dari ketua pengadilan negeri.
Kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak, bilamana penyidik harus
segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih
dahulu, maka penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa surat izin
tertulis dari ketua pengadilan negeri (Pasal 34 KUHAP).22
7. Penyitaan
Penyitaan dalam Pasal 1 Butir 16 KUHAP adalah serangkain tindakan
penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan,
peradilan.
Penyitaan pada hakikatnya termasuk wewenang dan fungsi
penyidik, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai
barang bukti dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
persidangan pengadilan. Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik
dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat (Pasal 38 Ayat (1),
bila mana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan pada
ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak
dan untuk itu, wajib segera melaporakan kepada ketua pengadilan negeri
setempat guna memperoleh persetujuan (Pasal 38 Ayat (2)).
Selanjutnya tujuan dari penyitaan adalah untuk kepentingan
pembuktian, terutama ditunjukkan sebagai barang bukti dimuka sidang.
Hakim ketua siding memperlihatkan segala barang bukti kepada terdakwa
dan menanyakan apakah ia mengenal benda itu, apabila perlu
diperlihatkan pula kepada saksi (Pasal 181 (1) (2) KUHAP).23

22
Fachmi, Kepastian Hukum mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, h. 139
23
Fachmi, Kepastian Hukum Mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam Sistem
Peradilan Pidana Indonesia, h 139
72

Selanjutnya adalah teknik penjebakan, Penjebakan adalah kegiatan


penjebakan yang dilakukan oleh penegak hukum untuk menemukan proses
pidana, untuk menangani tindak pidana korupsi. cara-cara penjebakan dan
penyamaran (Under Cover) dari sisi sosiologi adalah cara-cara yang secara
etika belum dapat diterima dari sisi kepatuhan masyarakat. Disamping itu
dari sisi yuridis perbuatan penjebakan boleh dikatan sebagai kegiatan yang
tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku perbuatan yang
tidak dapat dibenarkan.24 Lebih jelas dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait dengan Pasal
12 Undang-undang itu juga tidak dimaksud yang tidak mengatur secara
jelas mengenai aktivitas penjebakan atau penyamaran tersebut.
Di Indonesia , teknik penjebakan telah dikenal dalam mengungkap
terjadinya tindak pidana narkotika yang biasa disebut pidana narkotika
yang bias disebut dengan teknik penyelidikan yang diawasi dan teknik
pembelian terselubung, teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan
teknik pembelian terselubung secara tegas diatur dalam Pasal 55 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika) jo. Pasal 75 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009, Tentang Narkotika. Dengan demikian,
pelaksanaan teknik penjebakan oleh penyidik dalam rangka penyidikan
yang ditujukan untuk mengungkap terjadinya tindak pidana narkotika
merupakan suatu tindakan yang sah dan tidak melawan hukum (Lawful).
Sedangkan dalam tindak pidana korupsi, tidak ada satu peraturan
perundang-undangan pun yang memberikan ligitimasi bagi penyidik (baik
Polri maupun KPK) untuk melakukan penjebakan dalam mengungkapkan
terjadinya tindak pidana korupsi, apabila kita merujuk pada Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak ada satu pasal pun

24
Antonius Ketut D, Makalah yang di Sampaikan Dalam Panel Diskusi Program Pasca
Sarjana Magister Hukum –UPH, 2008, h.1
73

yang memberikan legitimasi bagi penyelidik/penyidik untuk melakukan


penjebakan dalam mengungkapkan suatu tindak pidana korupsi. 25

25
lihat http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt509a4b3e/penjebakan-pada-operasi-
tertangkap-tangan-kpk-proses-hukum-atau-tindakan-melawan-hukum-broleh--tiur-henny-monica--
sh- diakses pada tgl 10 September 2018 jam 13:00 BBWI
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan sebelumnya disimpulkan bahwa :

1. Faktor yang menjadi penyebab diberlakukaannya OTT pertama, pejabat


daerah masih banyak yang korup, kedua,‎ananem‎anamim‎aseme‎‎inimam‎ses‎
eanamsmis‎ et. Tujuan utama dilakukan pemberantasan korupsi disuatu
negara umunya dalah menjadikan negara tersebut sebagai negara yang
bersih dari perilku koruptif warga negaranya. Prosedur Operasi Tangkap
Tangan menuai banyak kontroversi dan protes dari kalangan DPR RI
hingga para koruptor yang terajaring penyadapan. Dalam melakukan
Operasi Tangkap Tangan terhadap para pelaku tindak pidana korupsi,
ada dua teknik yang digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu
penyadapan dan penjebakan. Tentu KPK tidak sembarangan dalam
melakukan OTT dan melakukan taktik yang tidak mungkin melanggar
HAM seperti yang dikatakan para pelaku tindak pidana korupsi.
2. OTT yang dilakukan oleh KPK dengan cara melakukan penyadapan
dianggap sangat efektif, dengan terbukti banyaknya pejabat negara baik
pusat maupun daerah yang terjaring OTT KPK.

74
75

B. Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan dan disimpulkan,
rekomendasi yang diberikan oleh peneliti sebagai berikut :
1. Korupsi harus segera diberantas, dengan cara memberikan hukuman berat
terhadap koruptor, seperti memberlakukan hukuman mati terhadap
Tindak Pidana Korupsi agar dapat memberi efek jera. Vietnam salah satu
negara yang memberlakukan hukuman mati terhadap koruptor. KPK
harus kita dukung, karena Operasi Tangkap Tangan yang terus dilakukan
KPK sangat penting guna membersihkan dunia penegakan hukum kita
dari suap menyuap, dan mengajak rakyat Indonesia untuk menyuarakan
kepeduliannya pada pemberantas korupsi, dan mendukung penuh
terbentuknya generasi masa depan yang bersih dari korupsi.
2. Adanya komitmen yang kuat dari pejabat negara dan aparatur pemerintah
untuk tidak melakukan korupsi, disamping itu masyarakat agar
melaporkarkan dugaan tindak pidana korupsi kepada KPK bagian
pengaduan masayarakat.
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ali, Faried, Teori Konsep Administrasi (dari Pemikiran Paragdigmatik


dan Menuju Redefinisi), Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011

Arifin, Firmansyah, Et, all, lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan


Antar Lembaga Negara, Konsorium Reformasi Hukum Nasional
(KRHN), Jakarta

Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Tata Negara Jilid 1, Jakarta :


Konstitusi Press

Alatas, Syed Hussen, Sosiologi Korupsi, Jakarta : LP3ES, 1975

Assiddiqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara


Pasca Reformasi, Cet, II, Jakarta : Sinar Grafika, 2012

Chazawi, Adami, Hukum Pidana Materiil dan Formil di Indonesia.


Cetakan ke II ,Malang, Jawa Timur-Indonesia : Bayu Media
Publishing 2005

____________, Buku Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi,


2017

Djaja, Ermansyah, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta : Sinar


Grafika, 2011

Djoyokarto, Agung, Dkk, Membangun Sistem Integritas dalam


Pemberantasan Korupsi di Daerah, Jakarta : Kemitraan, 2008

Effendi, Erdianto, Hukum Pidana Indonesia, suatu pengantar, Bandung :


Rafika Aditama, 2010

Fachmi, Kepastian Hukum mengenai Putusan Batal Demi Hukum dalam


Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta : PT.Ghalia Indonesia
Publishing, 2011

Hamzah, Andi, Bunga Rampai Hukum dan Acara Pidana, Jakarta : Ghalia
Indonesia 2001

76
77

Ibrahim, Jhonny, Teori Tentang Metodelogi Penelitian Hukum Normatif,


Malang : Banyumedia Publishing, 2006

Kligaard, Robert, at all, Penuntutan Pemberantasan Korupsi dalam


Pemerintahan Daerah, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2002

Kelsen, Hans, General Teory of Law and State, Translate by Anders


Wedbeg, New York : Russel and Russel, 1991, dikutip dari Jimly
Ashidiqqie dan M ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,
Cet 2, Konstitusi Press, Jakarta, 2012

Lubis, Mochtar, dan James C.Scott, Bunga Rampai Korupsi, Jakarta :


LP3ES, 1985

Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1993

Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis,


Praktik dan Masalahnya, Bandung : PT. Alumni , 2001

Maggalatung, Salman, Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 dan Politik Hukum


di Indonesia, Jakarta : Focus Graha Media, 2012

_________________, Masa Kolonial sampai Era Reformasi,


Malang : Dinamika Hukum Universitas Islam Malang 2001

Mahmud, Metode Penelitian, Bandung : Pustaka Setia, 2011

Mandiri, Citra, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik


Indonesia, Jakarta : CV. Citra Mandiri, Jilid III, 2002

Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta : Prenada Media,


2005
Nurdjana, IGM Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi
(Problematik Sistem Hukum Pidana dan Implikasi pada
Penegakan Hukum), Yogyakarta : Total media, 2009

Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Bahasa


Departemen Pendidikan Nasional, 2008

Poernomo, Bambang, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar


Kodifikasi Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara, 1997
78

Prodjodikoro, Wiryono, Tindak Pidana Tertentu di Indoensia, Bandung.


Refika Aditama, 2003

____________, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum


Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017

Poernomo, Soen’an Hadi, Berani Korupsi itu memalukan! Bunga Rampai


Filosofi, Masalah, Solusi Negeri Kelautan dan Upaya
Pemberantasan Korupsi, Depok : Ki Town House, 2013

Roestandi, Ahmad, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab,


Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,
Jakarta

Sopyan, Yayan, Pengantar Metode Penelitian, (Ciputat, Fakultas Syariah


dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarih Hidayahtullah
Jakarta)

Soemantri, Sri, Eksistensi Sistem Kelembagaan Negara Pasca


Amandemen UUD 1945, makalah Proseeding diskusi Publik,
Komisi Revormasi Hukum Nasional (KRHN), Jakarta

Sugiyono, Metode, Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung :


Alfabeta, 2014 h. 23-24 Soejono Soekanto, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2008

Sentoso, Topo, dan Eva Achzani Zulfa, Kriminologi, Jakarta : Radja


Grafindo Persada, 2003

Sasangka, Hari dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara


Pidana, Bandung : Mandar Maju, 2003

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Balai Lektur


Mahasiwa

Wahid, Marzuki dkk, Jihad Nahdatul Ulama Melawan Korupsi,


Lakspedam PBNU : Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pengurus Besar Nahdatul Ulama, Cet : 3, 2017

Wiyono, R, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi


Tindak Pidana Korupsi, edisi ke.2 Jakarta : Sinar Grafika, 2008
79

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Nomor 10 Tahun


1946

KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) Nomor 8


Tahun 1981

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi


Pemberantasan Korupsi

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi,

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan


Peraturan perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan


Transaksi Elektonik (ITE)

Lembaran Negara Republik Indonesia No.31 Tahun, Peraturan


Pemerintahh Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

C. JURNAL HUKUM

Badjuri, Achmad, Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sebagai


lembaga anti korupsi di Indonesia, Maret 2011

Bidari, Ashinta Sekar, Fenomena Korupsi Sebagai Patologi di Indonesia

Fitria, Eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sebagai Lembaga


Negara Penunjang dalam sistem Ketatanegaraan Indonesia, T.T

Hariadi, Kartodiharjo, Lingkungan Korupsi Sumber Daya Alam, Vol.37,


No.3, 2018

Ketut D, Antonius, Makalah yang disampikan dalam diskusi Program


Pasca sarjana Megister Hukum, UPH, 2008
80

Lubis, Todung Mulya Peta Korupsi : Jalan Berlubang di Mana-mana,


Prisma Vol, 37 No.3, 2018

Mohede, Nody Tugas dan Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi di


Indonesia, Jurnal Vol.XX/No.1/Januari-Maret 2012

Maheka, Arya , Menganali dan Memberantas Korupsi, Jakarta. T.T

Nola, Febryka Luthvi, Operasi Tangkap Tangan Oleh KPK, Jurnal Vol.V,
NO.24/II/P3DII/Desember/2013

Purwanto, Yedi & Ridwan Fauzy, Analisis Terhadap Hukum Islam dan
Hukum Positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta,alim Vol.15 No.2, 2017

Pascha, Werner, Corruption in Japan-An Economist’s Perspective. T.T

Purnomo, M Aris, Eko Soponyono, Rekonseptualisasi Penyidik Tindak


Pidana Korupsi Oleh Polri dalam Rangka Efektivitas
Pemberantasan Korupsi, Vol.11,No.2, 2015

Rahman, Fatur dkk, Pola Jaringan Korupsi di Tingkat Pemerintah Desa


(Studi Kasus Korupsi DD dan ADD Tahun 2014-2015 di Jawa
Timur, Jurnal Volume 4 No.1 Juni 2018

Ridwan, Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Melalui Pendekatan Ekonomi


Kerakyatan di Kabupaten Serang, Vol.34,No.4, 2009

Salama,Wer Nadia Fenomena Korupsi Indonesia (Kajian Mengenai Motif


dan Proses Terjadinya Korupsi), Pusat Penelitian IAIN Walisongo
Semarang, 2010

Suharyo, Optimalisasi Pemberantasan Korupsi dalam Era Desentralisasi


di Indonesia, Vol.3,No. 2014

Umar, Haryono, Menghitung kembali dampak Korupsi, Jurnal Bisnis dan


manajemen, Maret, Volume XII, 2011

Wattie, Andre Johanes, Sifat Eksesional Tertangkap Tangan dalam


Penangkapan Pelaku Tindak Pidana, Lex Crime Vol.IV/No.5 Juli
2015
81

D. INTERNET

https://m.republika.co.id/amp/p1vv1h409

http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-
tertangkap-tangan-kpk-di-awal-2018

http://acch.kpk.go.id

https://googleweblight.com/i?u=https://www.kpk.go.id/tentang-
kpk/struktur-organisasi7hl=id-ID

https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/undang-undang-terkait

https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20170201175140-185-190637/aksi-
penyadapan-dan-a

https://nasional.kompas.com/read/2013/10/07/1116524/Operasi.Tangkap.T
angan

http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt509a4b3e/penjebakan-pada-
operasi-tertangkap-tangan-kpk-proses-hukum-atau-tindakan-
melawan-hukum-broleh--tiur-henny-monica--sh-

https://nasional.kompas.com/read/2017/17480601/empat-hal-yang-diupayakan-
kpk-untuk-mencegah-korupsi

http://wartakota.tribunnews.com/2018/02/15/inilah-7-pejabat-yang-tertangkap-
tangan-kpk-diawal-2018

https://www.jpnn.com/news/kpk-beberkan-cara-lakukan-ott

https://nasional.kompas.com/read/2018/09/04/08512451/kasus-dprd-kota-
malang-korupsi-massal-yang-mengkhawatirkan

Anda mungkin juga menyukai