Anda di halaman 1dari 8

III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Kegiatan Praktek Kerja Lapangan dilaksanakan selama ± 2 bulan yaitu

pada tanggal 2 Juli 2018 – 31 Agustus 2018. Kegiatan Praktek Kerja Lapangan

dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang bertempat di Jalan

Tangkuban Perahu No.517, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah : isolat lokal Trichoderma

sp, isolat patogen penyebab antraknosa, aquades, Potato Dekstrose Agar (PDA)

dan alkohol 95%.

Sedangkan alat yang digunakan adalah : Autoclave, Laminar Air Flow,

timbangan analitik, rak kultur, cawan petri, cover glass, objek gelas, scalpel,

corkborer, silet, tabung reaksi, beker glass, mikropipet, schotbottle, plastik bening,

lampu spiritus, pinset, cutter, selotip, mikroskop, penggaris, kamera, dan alat tulis

menulis.

3.3 Metode Pelaksanaan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode biakan ganda yang

dilakukan dengan menempatkan potongan miselium patogen dan antagonis

berdiameter 5 mm yang berumur masing – masing 12 hari pada media PDA dalam

satu cawan petri. Media yang diisolasikan patogen tanpa antagonis digunakan

sebagai kontrol.
3.4 Prosedur Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan di

lapangan yaitu meliputi: Metode pelaksanaan dilakukan dalam dua tahap, yaitu:

3.1.1 Isolasi dan Pengamatan secara Makroskopis

a. Pembuatan media PDA

1. Kentang dikupas lalu dicuci hingga bersih.


2. Kentang yang telah dicuci kemudian dipotong-potong menjadi bagian

yang lebih kecil.


3. Potongan kentang ditimbang sebanyak 200 gram.
4. Potongan-potongan kentang direbus dengan air sampai volumenya 1000

ml.
5. Kentang dengan cairannya (ekstrak) dipisahkan untuk diambil cairannya

(ekstrak) saja.
6. Cairan kentang (ekstrak) dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer

kemudian ditambahkan agar-agar 20 gram dan gula 15 gram.


7. Bahan PDA yang terdiri dari ekstrak kentang, agar-agar, gula dan air

dalam tabung erlenmeyer diaduk secara merata sampai homogen.


8. Tabung erlenmeyer yang telah berisi bahan PDA ditutup dengan

alumunium foil dan selotip.


9. Bahan PDA dalam tabung erlenmeyer disterilkan menggunakan autoklaf.
10. Bahan PDA yang telah steril diangkat dan didinginkan.

b. Isolasi Trichoderma sp.

Isolat Trichoderma sp. diperoleh dari Laboratorium Fitopatologi dan

Entomologi di Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Bandung, Jawa Barat


yang kemudian di perbanyak kembali pada media PDA untuk mendapatkan

biakan murni.

Isolat jamur Trichoderma sp. dapat tumbuh dengan cepat pada media PDA

dan pada awal pertumbuhannya mula – mula memiliki koloni berwarna putih

kehijauan yang setelah hari ke-5 warna koloni berubah menjadi hijau terang dan

akhirnya menjadi hijau gelap. Konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek

(Samson et al. 1995)

c. Isolasi Collectotrichum sp

Bahan tanaman diperoleh dari Pasar Panorama, Lembang, Bandung, Jawa

Barat yang menunjukan gejala terserang antraknosa pada buah kemudian diambil

dan dimasukan kedalam kantong plastik dan diberi label sebagai bahan untuk

diisolasi dan menentukan penyebab penyakit. Tubuh buah dibersihkan dengan

menggunakan aquadest,dipotong dadu ukuran 1cm³,dan kemudian dicuci dengan

air steril. Sampel ini selanjutnya dikering anginkan di atas kertas saring steril dan

ditanam pada media PDA (potato dextrose agar) menggunakan pinset secara

aseptis.

d. Pengamatan secara Makrosksopis

Biakan murni jamur diremajakan pada media PDA, jamur yang telah

tumbuh pada media diamati ciri-ciri makroskopisnya yaitu ciri koloni seperti

tumbuh hifa, dan warna koloni. Pengamatan makroskopis ini dilakukan pada

biakan Collectotrichum sp , T. harzianum, T. koningii, T. viridae.


3.1.1. Uji Pengaruh Antagonis Trichoderma Terhadap Penyakit antraknosa

(Collectotrichum sp).

Setelah diperoleh agen antagonis (T. harzianum, T. koningii, T. viridae)

kemudian dilakukan uji antagonis Trichoderma Sp. Terhadap Penyakit antraknosa

(Collectotrichum sp) dengan cara meletakkan agen antagonis dan pathogen dalam

Petridis yang sama dengan jarak yang telah ditentukan.

3.2. Pengamatan

Pengamatan ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pengaruh

Trichoderma sp terhadap penghambatan penyakit antraknosa.

3.5.1 . Laju Pertumbuhan Koloni Collectotrichum sp

Pengamatan laju pertumbuhan koloni dilakukan setiap hari setelah

penginokulasian agen antagonis tersebut sampai pinggiran koloni Collectotrichum

sp dengan agen antagonis bersinggungan. Pengamatan ini dilakukan selama 1-7

hari .

3.5.2. Persentase Hambatan Pertumbuhan Koloni Collectotrichum sp

Pengamatan persentase hambatan pertumbuhan Collectotrichum sp

dilakukan setelah koloni Collectotrichum sp tidak berkembang lagi. Menurut


Dharmaputra (1999), rumus yang digunakan untuk mengetahui persentase daya

antagonisme adalah:

Keterangan:

P = persentase penghambatan

R1 = jari-jari koloni kapang patogen yang menjauhi kapang antagonis

R2 = jari-jari koloni kapang patogen yang mendekati kapang antagonis.

Gambar 2.1. Cara Meletakkan Potongan Cakram Miselium Kapang Patogen


Collectotrichum sp. dan Kapang Antagonis Trichoderma sp. Pada
Permukaan Medium(Sumber: dimodifikasi dari Szekeres et
al.,2006).

Keterangan:

P = Cakram miselium kapang patogen


A = Cakram miselium kapang antagonis

3.5.3. Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Menghambat Pertumbuhan

Collectotrichum sp (hari)

Pengamatan waktu yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan

Collectotrichum sp dilakukan setelah penginokulasian agen antagonis tersebut

sampai pinggiran koloni Collectotrichum sp dengan agen antagonis

bersinggungan.

Anda mungkin juga menyukai