Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN DASAR PROFESI


PADA PASIEN GANGGUAN CAIRAN , ELEKTROLIT DAN
ASAM BASA DENGAN DIAGNOSA GASTROENTERITIS
AKUT DI RUANGAN MAWAR RSUD MARDI WALUYO
KOTA BLITAR

Oleh :
YUNITA SARI
NIM. 40219024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : YUNITA SARI

NIM : 40219024

PRODI : PENDIDIKAN PROFESI NERS

PEMEBIMBING LAHAN (CI) PEMEBIMBING INSTITUSI

(…………………………………..….) (…………………………………..….)
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Cairan tubuh adalah lAarutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat
tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-
partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespon
terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Manusia membutuhkan cairan dan
elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di berbagai jaringan tubuh agar
dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya. Hal tersebut dapat
dicapai dengan serangkaian manuver fisika-kimia yang kompleks. Air
menempatai proporsi yang besar dalam tubuh. Air menyusun 75% berat badan
bayi, 70% berat badan pria dewasa dan 55% tubuh pria usia lanjut, karena
wanita memiliki simpanan lemak yang relative banyak (relative bebas air),
kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit dibandingkan dengan pria
. Air tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh yaitu, cairan intra
selular dan cairan ekstra seluler ( Anas, 2008 ).

Kebutuhan cairan elektrolit menurut Abraham Maslow dalam hirarki


merupakan kebutuhan fisisologis yang memiliki prioritas tertinggi.
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Secara
umum, kekurangan cairan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan
cairan abnormal melalui kulit, penurunan asupan cairan, dan perdarahan.
Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler,
interstisial, dan atau intraselular. Hal ini mengacu pada pada dehidrasi,
kehilnangan cairan saja tanpa perubahan natrium ( Anas, 2008 )

B. TUJUAN PEMBERIAN

Tujuan dilakukan intervensi pemenuhan kebutuhan cairan,


elektrolit dan asam basa yaitu agar pasien tidak mengalami dehidrasi
C. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian
awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut
merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-
bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal
dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring,
dan laring Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu
kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga
hidung, didepan ruas tulang belakang Keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso –
“membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”).Esofagus bertemu
dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi. Esofagus
dibagi menjadi tiga bagian:
a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu
1. Kardia.
2. Fundus.
3. Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah
dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M
Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ). Usus halus terdiri dari
tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum).
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
a. Kolon asendens (kanan)
b. Kolon transversum
c. Kolon desendens (kiri)
d. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna


beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.

7. Usus Buntu (Sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam
bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk
dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing
berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial
(sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi
dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendektomi.
9. Rektum dan Anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan
lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air
besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon
penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan
berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
11. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,
sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile,
yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk
hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah
ke dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada
akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi
menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi,
setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam
sirkulasi umum.
12. Kandung Empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk
buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan
tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu
adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna
jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang dikandungnya.
Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
a. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
b. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolesterol.
( Galang , 2015 )
D. ETIOLOGI

Menurut Diskin ( 2009 ) penyebab terjadinya diare adalah :

1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal yang merupakan penyebab utama diare, yaitu :
1) Infeksi bakteri Esherichia coli, salmonella, shigella, vibrio.
2) Infeksi virus : Rotavirus, adeno virus, virus norfewolk
3) Infeksi parasit: Giardia, amebiasis, cryptosporidium dan
cylospora.
4) Infeksi parenteral adalah infeksi di luar alat pencernaan,
seperti : OMA, tonsillitis,bronkopnemoni, enchepalitis
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat
a. Monosakarida ( glukosa, laktosa, galaktosa )
b. Disakarida ( sukrosa, maltosa )
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan
Makanan yang mengandung basi, mengandung toksin dan
seseorang yang alergi terhadap makanan tertentu.
d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas dapat menjadi pencetus diare.
E. KLASIFIKASI CAIRAN ELEKTROLIT

Klasifikasi cairan menurut Anas ( 2008 ) yaitu :


1. Cairan intraseluler
a. Merupakan cairan yang terdapat di dalam sel
b. 67 % dari total air tubuh manusia terdapat di dalam intrasel
c. Mengandung banyak ion kalium, magnesium, fosfat
2. Cairan ekstraseluler
a. Merupakan cairan yang terdapat di luar sel
b. 33% dari total air tubuh manusia terdapat di luar sel
c. Dibagi dalam 2 bagian, cairan intravaskuler/plasma darah dan cairan
interstisial
d. Mengandung banyak ion natrium, klorida, dan bikarbonat serta
terdapat berbagai nutrient
Klasifikasi Elektrolit:
1. Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah
dan pengaturan volume ekstra sel.
2. Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik
dalam tubuh.
3. Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air
pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam
cairan ekstrasel.
4. Kalsium : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-
otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan,
kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah.
5. Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan,
mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan
kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi menurut Anas (2008 ) yaitu :
1. Hipovolemi
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan
hipovolemia antara lain : pusing, kelemahan, keletihan, sinkope,
anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental, konstipasi, oliguria.
Tergantung jenis kehilangan cairan hipovolemia dapat disertai ketidak
seimbangan asam basa, osmolar/elektrolit. Penipisan (CES) berat dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi tubuh pada
kondisi hipolemia adalah dapat berupa peningkatan rangsang sistem
syaraf simpatis (peningkatan frekwensi jantung, inotropik (kontraksi
jantung) dan tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antideuritik
(ADH), dan pelepasan aldosteron. Kondisi hipovolemia yang lama
menimbulkan gagal ginjal akut.
2. Hipervolemi
Tanda dan gejala klinik yang mungkin didapatkan pada klien dengan
hipervolemia antara lain : sesak nafas, dan ortopnea. Mekanisme
kompensasi tubuh pada kondisi hiperlemia adalah berupa pelepasan
Peptida Natriuretik Atrium (PNA), menimbulkan peningkatan filtrasi
dan ekskresi natrium dan air oleh ginjal dan penurunan pelepasan
aldosteron dan ADH. Abnormalitas pada homeostatisiselektrolit,
keseimbangan asam-basa dan osmolalitas sering menyertai
hipervolemia. Hipervolemia dapat menimbulkan gagal jantung dan
edema pulmuner, khususnya pada pasien dengan disfungsi
kardiovaskuler.
G. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh menururut mutaqqin ( 2011) yaitu :

1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia
akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat
badan. Infant dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan
keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi
ginjal atau jantung.

2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban
udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan
elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di
lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per
hari.

3. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit.
Ketika intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein
dan lemak sehingga akan serum albumin dan cadangan protein akan
menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses
keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.

4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium
dan retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan
volume darah.

5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh Misalnya :

a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air


melalui IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi
proses Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami
gangguan pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan
untuk memenuhinya secara mandiri
H. MASALAH – MASALAH YANG TERJADI
1. Hipovolemia (Kekurangan Volume cairan)
Kekurangan Volume cairan terjadi jika air dan elektrolit hilang pada proporsi
yang sama ketika mereka berada pada cairan tubuh normal sehingga rasio
elektrolit serum terhadap air tetap sama
2. Hipervolemia (Kelebihan Volume cairan)
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
kelebihan cairan intraseluler atau interstisial..Kelebihan volume cairan
mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan oleh retensi air
dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana
mereka secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada
peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya menyebabkan
peningkatan air tubuh total.
3. Ciri – Ciri Dehidrasi
a. Haus dan lapar
b. Jarang buang air kecil
c. Kulit kering
d. Mual muntah
e. Pusing dan berkunang – kunang
f. Pingsan
(Mutaqqin, 2011)

I. PATOFISIOLOGI
1. Hipovolemi
Kekurangan volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi
seperti ini disebut juga hipovolemia. Umumnya, gangguan ini diawali dengan
kehilangan cairan intravaskuler, lalu diikuti dengan perpindahan cairan
interseluler menuju intravaskuler sehingga menyebabkan penurunan cairan
ekstraseluler. Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini, tubuh melakukan
pemindahan cairan intraseluler.
2. Hipervolemi
Hipervolemia) yaitu Keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. Kelebihan
volume cairan mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan
oleh retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih
sama dimana mereka secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi
sesudah ada peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya
menyebabkan peningkatan air tubuh total.
( Diskin, 2009)
K. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian cairan dan elektrolit per oral
a. Penambahan intake cairan dapat diberikan peroral pada pasien-pasien
tertentu, misalnya pasien dengan dehidrasi ringan atau DHF stadium I.
b. Penambahan inteke cairan biasanya di atas 3000cc/hari.
c. Pemberian elektrolit peroral biasanya melalui makanan dan minuman.
2. Pemberian therapy intravena
a. Pemberian terapy intravena merupakan metode yang efektif untuk
memenuhi cairan extrasel secara langsung.
b. Tujuan terapy intravena :
1). Memenuhi kebutuhan cairan pada pasien yang tidak mampu
mengkonsumsi cairan peroral secara adekuat.
2). ,Memberikan masukan-masukan elektrolit untuk menjaga
keseimbangan elektrolit.
c. Jenis cairan intravena yang biasa digunakan :
1). Larutan nutrient, berisi beberapa jenis karbohidrat dan air, misalnya
dextrosa dan glukosa. Yang digunakan yaitu 5% dextrosa in water
(DSW), amigen, dan aminovel.
2). Larutan elektrolit, antara lain larutan salin baik isotonik, hypotonik,
maupun hypertonik yang banyak digunakan yaitu normal saline
(isotonik) : NaCL 0,9%.
3). Cairan asam basa, contohnya sodium laktate dan sodium bicarbonat.
4). Blood volume expanders, berfungsi untuk meningkatkan volume
pembuluh darah atau plasma. Cara kerjanya adalah meningkatkan
tekanan osmotik darah.
3. Menghitung balance cairan.
a. Input
Input merupakan jumlah cairan yang berasal dari minuman, makanan,
ataupun cairan yang masuk ke dalam tubuh klien, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan yang termasuk input yaitu:
1.) Minuman dan makanan
2.) Terapi infus
3.) Terapi injeksi
4.) Air Metabolisme (5cc/kgBB/hari)
5.) NGT masuk
b. Output
Output merupakan jumlah cairan yang dikeluarkan selama 24 jam.
Cairan tersebut berupa:
1.) Muntah
2.) Feses, satu kali BAB kira-kira 100cc.
3.) Insensible Water Loss (IWL), menggunakan rumus15cc/kgBB/hari
4.) Cairan NGT terbuka
5.) Urin
6.) Drainage dan perdarahan
4. Hipovolemia
a. ,Pemulihan volume cairan normal dan koreksi gangguan penyerta asam
basa dan elektrolit.
b. Perbaikan perfusi jaringan pada syok hipovolemik.
c. Rehidrasi oral pada diare pediatrik.
5. Hipervolemia, tindakan:
a. Pembatasan natrium dan air.
b. Diuretik.
c. Dialisis atau hemofiltrasi arteriovena kontinue: pada gagal ginjal atau
kelebihan beban cairan yang mengancam hidup
(Mutaqqin, 2015).

L. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


1. Pengkajian Fokus
a. Riwayat keperawatan
1) Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral, parenteral)
2) Tanda umum masalah elektrolit
3) Tanda kekurangan dan kelebihan cairan
4) Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostatis cairan dan
elektrolit
5) Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu minus
status cairan
6) Status perkembangan seperti usia atau status sosial
7) Faktor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan
b. Pengukuran klinik
1) Berat badan
Kehilangan/bertambahnya berat badan menunjukkan adanya masalah
keseimbangan cairan.
a) ± 2% : Ringan
b) ± 5% : Sedang
c) ± 10% : Berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang sama.
2) Keadaan Umum
Pengukuran tanda vital seperti suhu, tekanan darah, nadi, pernafasan,
dan tingkat kesadaran.
3) Pengukuran pemasukan cairan
a) Cairan oral : NGT dan oral
b) Cairan parenteral termasuk obat-obatan IV
c) Makanan yang cenderung mengandung air
d) Irigasi kateter atau NGT
4) Pengukuran pengeluaran cairan
a) Urine : volume, kejernihan/kepekatan
b) Feses: jumlah dan konsentrasi
c) Muntah
d) Tube drainase
e) IWL
5) Ukur keseimbangan cairan dengan akurat : normalnya sekitar ± 200cc.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kebutuhan cairan dan elektrolit difokuskan pada:
1) Integumen : keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot,
tetani, dan sensasi rasa.
2) Kardiovaskuler : detensi vena jugularis, tekanan darah, hemoglobin,
dan bunyi jantung.
3) Mata : cekung, air mata kering
4) Neurologi : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5) Gastrointestinal : keadaan mukosa mulut, mulut dan lidah, muntah-
muntah, dan bising usus.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : pemeriksaan ini meliputi jumlah sel
darah, hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
a) Ht naik : adanya dehidrasi berat dan gejala syok
b) Ht turun : adanya pendarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik
c) Hb naik : adanya hemokonsentrasi
d) Hb turun : adanya pendarahan hebat, reaksi hemolitik
2) Pemeriksaan elektrolit serum : pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
3) pH dan berat jenis urin : berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal
untuk mengatur konsentrasi urine, normalnya pH urine adalah 4,5-8
dan berat jenisnya 1,003-1,030.
4) Analisa gas darah : biasanya yang biasa diperiksa adalah pH, PO,
HCO, PCO, dan saturasi O2.
a) PCO2 normal : 35-40 mmHg
b) PO2 normal : 80-100 Hg
c) HCO3 normal : 25-29 mEq/l
d) Saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan
jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri
(95%-98%) dan vena (60%-85%
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada gastroenteritis adalah :

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare dan muntah.


b. Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
c. Nyeri akut berhubungan dengan hiperperistalsis.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan defekasi yang sering
3. Intervensi

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif


(diare dan muntah)
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Kriteria
Hasil :
1. Mukosa bibir lembap
2. Turgor kulit elastis
3. TTV dalam batas normal
4. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
5. Intake dan output cairan seimbang
Intervensi :
1. Pantau status hidrasi

Rasional : Untuk mengetahui adanya tanda-tanda dehidrasi dan mencegah


syok hipovolemik
2. Monitor intake cairan dan output

Rasional : Untuk mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk


mengatur keseimbangan cairan
3. Berikan terapi IV, sesuai program

Rasional : Untuk memberikan hidrasi cairan tubuh secara parenteral


4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan oral

Rasional : Untuk mempertahankan cairan


b. Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas usus. Tujuan : Diare
dapat teratas
Kriteria Hasil :
1. Pola eliminasi defekasi yang normal
2. Tidak ada darah atau lendir dalam feses
3. Mukosa bibir lembap
4. TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Kaji dan observasi pola BAB (frekuensi, warna, konsistensi, jumlah


feses)
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan
mengkaji beratnya tiap defekasi
2. Anjurkan pasien untuk menghindari susu, kopi, makanan pedas, dan
makanan yang mengiritasi saluran cerna
Rasional : Menghindari diare berlanjut
3. Berikan diet cair untuk mengistirahatkan usus

Rasional : Menghindari iritasi, meningkatkan istirahat usus

4. Anjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil, tetapi sering dan
tingkatkan kepadatannya secara bertahap
Rasional : Untuk menjaga asupan makanan yang dibutuhkan tubuh
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Rasional : Menurunkan motilitas atau peristaltik usus dan


menunjukkan sekresi degestif untuk menghilangkan kram dan diare
c. Nyeri berhubungan dengan hiperperistalsis Tujuan : Nyeri berkurang atau
hilang Kriteria Hasil :
1. Skala nyeri berkurang
2. Tidak ada ketegangan abdomen
3. Pasien melaporkan pola tidur yang baik

Intervensi :

1. Kaji nyeri, karakteristik, lokasi, awitan dan durasi, frekuensi,


kualitas,dan faktor presipitasinya
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri
2. Beri analgetik yang sesuai program
Rasional : Pemberian analgetik untuk mengendalikan nyeri
3. Berikan informasi pada pasien dan keluarga tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri dan berapa lama berlangsung
Rasional : Memberikan pengetahuan mengenai penyebab nyeri pasien
4. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (relaksasi, terapi musik,
hipnosis)
Rasional : Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada tingkat
yang dapat diterima
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
1. Memperlihatkan asupan makanan dan cairan yang adekuat
2. Pasien mampu menghabiskan diit satu porsi
3. Tidak ada mual muntah

Intervensi :

1. Timbang BB pasien pada interval yang tepat


Rasional : Untuk memantau perubahan atau penurunan BB
2. Identifikasi faktor pencetus mual dan muntah
Rasional : Untuk memberikan tindakan keperawatan mengatasi
mual muntah
3. Berikan antiemetik dan atau analgesik sebelum makan atau sesuai
program
Rasional : Mengatasi atau menghilangkan rasa mual muntah
4. Tanyakan makanan kesukaan pasien dan sajikan dalam keadaan
hangat
Rasional : Makanan kesukaan yang tersaji dalam keadaan hangat akan
meningkatkan keinginan untuk makan.
DAFTAR PUSTAKA
Anas Tamsuri. (2008). Klien gangguan keseimbangan cairan & elektrolit,
Jakarta : EGC

Diskin Arthur. 2009. Gastroenteritis. Diakses : 14 Juli 2013. http://


www.Medscape.com/tentang/komplikasi.Gastroenteritis.Akut.ht
ml

Mutaqqin, A dan Sari, K. 2011. Gangguan Gastroenterintestinal Aplikasi


Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:Penerbit Salemba
Medika

Herdman, H. T. (2012) . Diagnosis Keperawatan Definisian Klasifikasi.


Jakarta : EGC

Galang. (2015). Sistem Pencernaan Manusia. [online]. Tersedia:


http://galang-ikhwan.blogspot.co.id/2015/05/sistem-pencernaan-
pada-manusia.html Diakses: 24 Februari 2016 pukul 10.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai