Anda di halaman 1dari 10

Peranan Neurotransmiter Otak Pada

Gangguan Perilaku dan


Gangguan Psikiatrik
Peranan Neurotransmiter Otak Pada Gangguan Perilaku
dan Gangguan Psikiatrik
Dalam berbagai tinjauan penelitian berbasis imunoneuropatobiologis menunjukkan
bahwa Neurotransmiter berperanan sangat penting dalam gangguan perilaku dan
gangguan psikiatrik. Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan
perilaku dan pskiatrik diantaranya adalah dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA,
glutamat dan asetilkolin. Selain itu, penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya
kelompok neurotransmiter lain yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu
golongan neuropeptida, termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin.
Diketahui bahwa neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak
seimbang (unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.
GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal pada pasien
mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi dengan serotonin
normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik, menimbulkan
hiperaktivitas dan asgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia. Antidepresan
trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa merangsang timbulnya
mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin yang menurunkan kadar
dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada skizofrenia.

Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan untuk


komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi ini, dikenal
sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai pembawa pesan,
mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk menyampaikan pesan-
pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya ada neuron lainnya. Satu neuron
mengirimkan pesan dengan mengeluarkan neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di
dekatnya melalui celah sinaptik, ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.

Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara neuron.


Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan bertepatan dengan
datangnya potensial aksi. Neurotransmitter dalam bentuk zat kimia bekerja sebagai
penghubung antara otak ke seluruh jaringan saraf dan pengendalian fungsi tubuh. Secara
sederhana, dapat dikatakan neurotransmiter merupakan bahasa yang digunakan neuron di
otak dalam berkomunikasi. Neurotransmiter muncul ketika ada pesan yang harus di
sampaikan ke bagian-bagian lain.

Seluruh aktivitas kehidupan manusia yang berkenaan dengan otak di atur melalui tiga cara,
yaitu sinyal listrik pada neuron, zat kimiawi yang di sebut neurotransmitter dan hormon yang
dilepaskan ke dalam darah. Hampir seluruh aktivitas di otak memanfaatkan neurotransmitter.

Beberapa neurotransmiter utama, antara lain:


 Asam amino: asam glutamat, asam aspartat, serina, GABA, glisina
 Monoamina: dopamin, adrenalin, noradrenalin, histamin, serotonin, melatonin
 Bentuk lain: asetilkolina, adenosina, anandamida, dll.

Puluhan jenis neurotransmiter yang telah teridentifikasi di bentuk melalui asupan yang
berbeda. Bahan dasar pembentuk neurotransmiter adalah asam amino.
Asam amino merupakan salah satu nutrisi otak terpenting, yang berfungsi meningkatkan
kewaspadaan, mengurangi kesalahan, dan memacu kegesitan pikiran.

Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas badan
sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain terdapat celah
yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima berbagai macam informasi
yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan
responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter. Terjadi
potensial aksi dalam membran sel neuron yang memungkinkan dilepaskannya molekul
neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor
di membran sel dendrit dari neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi
neurokimiawi antar dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan
“subsensitivitas”. Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang
menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak jumlahnya yang
berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut. Subsensitivitas reseptor
adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat tertentu maka kemampuannya
menerima neurotransmiter akan hilang dan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik
akan berkurang yang menyebabkan menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di
celah sinaptik.

Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas enam
neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin dan histamin.
Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang sama, tirosin, dan
diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari asam
amino triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu. Serotonin juga
dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).

Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino. Asam amino
dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama dari asam amino ini
adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino
inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang cara
sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat keseimbangan dari kedua
neurotransmiter tersebut.

Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada membran sel
paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya
pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi
asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter asetilkolin di celah
sinaptik, terjadilah gejala depresi.

Monoamin dan Depresi

 Penelitian menunjukkan bahwa zat-zat yang menyebabkan berkurangnya monoamin,


seperti reserpin, dapat menyebabkan depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan
bahwa berkurangnya ketersediaan neurotransmiter monoamin, terutama NE dan
serotonin, dapat menyebabkan depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat
antidepresan trisiklik dan monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan
monoamin di sinap. Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.

Serotonin

 Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke korteks
serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus. Proyeksi ke
tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan psikiatrik.
Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di
susunan syaraf pusat.
 Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem serotonin
yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur ritmik
sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin
bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang
terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan
reptilia.
 Kelainan Serotonin (5HT) berimplikasi terhadap beberapa jenis gangguan jiwa yang
mencakup ansietas, depresi, psikosis, migren, gangguan fungsi seksual, tidur, kognitif,
dan gangguan makan.
 Banyak tindakan dalam perawatan gangguan jiwa adalah dengan jalan mempengaruhi
sistem serotonin tersebut.
 Fungsi Utama dari Serotonin (5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri,
mengatur status mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi
atau marah dan libido.
 Gejala Defisit : Irritabilitas & Agresif, Depresi & Ansietas, Psikosis, Migren,
Gangguan fungsi seksual, Gangguan tidur & Gangguan kognitif, Gangguan makan.
Obsessive compulsive disorder (OCD)
 Gejala Berlebihan : Sedasi, Penurunan sifat dan fungsi aggresi Pada kasus yang
jarang: halusinasi
 Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan alat
pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-HT2A
pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi tanda
kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
 Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal
dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan. Kadar
serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.
 Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada pasien
depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada pasien depresi
yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga menderita depresi.
Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan.
Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia
dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
 Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat
penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini
sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.
 Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan HPA
aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak
sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan
penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw
adanya gangguan serotonin pada depresi.
 Pada penderita bulimia nervosa (BN), dan terkait pesta-purge sindrom, faktor
serotonin pusat (5-hydroxytryptamine, 5-HT) berkontribusi tidak hanya untuk
disregulasi appetitive tetapi juga untuk manifestasi temperamental dan kepribadian.
Pada temuan dari studi neurobiologis, molekul-genetik, dan otak-pencitraan, telah
diungkapkan model integratif peran 5-HT fungsi dalam sindrom bulimia.

Asetilkolin

 Neuron kolinergik mengandung setilkolin yang terdistribusi difus di korteks serebri


dan mempunyai hubungan timbal balik dengan sistem monoamin. Abnormal kadar
kolin (prekursor asetilkolin) terdapat di otak pasien depresi. Obat yang bersifat agonis
kolinergik dapat menyebabkan letargi, anergi, dan retardasi psikomotor pada orang
normal. Selain itu, ia juga dapat mengeksaserbasi simptom-simptom depresi dan
mengurangi simptom mania.
 Hipotesis kolinergik mengklaim bahwa penurunan fungsi kognitif pada demensia
terutama terkait dengan penurunan neurotransmisi kolinergik. Hipotesis ini telah
menyebabkan minat yang besar dalam keterlibatan putatif dari neurotransmisi
kolinergik dalam proses pembelajaran dan memori.
 Fungsi asetilkolin antara lain mempengaruhi kesiagaan, kewaspadaan, dan
pemusatan perhatian. Berperan pula pada proses penyimpanan dan pemanggilan
kembali ingatan, atensi dan respon individu. Di otak, asetilkolin ditemukan pada
cerebral cortex, hippocampus (terlibat dalam fungís ingatan), bangsal ganglia
(terlbat dalam fungís motoris), dan cerebrlum (koordinasi bicara dan motoris).
Ach merupakan neurotransmitter yang tidak diproduksi didalam neuron. Ia
ditransportasikan ke otak dan ditemukan pada seluruh bagaian otak. AcH memiliki
konsentrasi tinggi di basal ganglia dan cortex motorik.
 Fungsi Utama Acetylcholine (ACh) adalah mengatur atensi, memori, rasa haus,
pengaturan mood, tidur REM, memfasilitasi perilaku sexual dan tonus otot.
 Gejala Defisit: Kurangnya inhibisi, Berkurangnya fungsi memori, Euphoria,
Antisosial, Penurunan fungsi bicara
 Gejala Berlebihan: Over-inhibisi, Anxietas & Depresi dan Keluhan Somatic
 Asetilkolin merupakan neurotransmiter hasil sintesa dari bahan utama berupa kolin.
Saat ini, sangat cukup banyak penelitian yang mengkaji peranan kolin dalam
pembelajaran.
 Peran asetilkolin (Ach) dalam fungsi kognitif diselidiki. Keterlibatan AcH dalam
proses pembelajaran dan memori. Terutama, penggunaan skopolamin sebagai alat
farmakologis dikritik. Dalam bidang perilaku neuroscience racun kolinergik yang
sangat spesifik telah dikembangkan. Tampaknya bahwa kerusakan yang lebih besar
dan lebih spesifik kolinergik, efek sedikit dapat diamati pada tingkat perilaku.
Korelasi antara penurunan penanda kolinergik dan penurunan kognitif pada demensia
mungkin tidak tebang habis seperti yang telah diasumsikan. Keterlibatan sistem
neurotransmitter lain dalam fungsi kognitif secara singkat dibahas. Dengan
mempertimbangkan hasil dari berbagai bidang penelitian, gagasan bahwa AcH
memainkan peran penting dalam belajar dan proses memori tampaknya dilebih-
lebihkan. Bahkan ketika peran sistem neurotransmitter lainnya dalam belajar dan
memori dipertimbangkan, tidak mungkin bahwa AcH memiliki peran tertentu dalam
proses ini. Atas dasar data yang tersedia, AcH tampaknya lebih khusus terlibat dalam
proses attentional dibandingkan dalam proses pembelajaran dan memori
Noradrenergik atau Norepinefrin

 Norepinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus serta dalam


konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral. Selain itu
ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis.
 Norepinephrine dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan melalui
proses reuptake aktif.
 Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi;
mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran dan memory.
 Gejala Defisit : Ketumpulan. Kurang energi (Fatique), Depresi
 Gejala Berlebihan : Anxietas. kesiagaan berlebih. Penurunan rasa awas, Paranoia,
Kurang napsu makan. dan Paranoid
 Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus
ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal
ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan
keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus
terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus
ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari. Locus
ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan sumber
utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.
 Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi LC,
fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor
ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC, selanjutnya
ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif
dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut
tersebut.
 Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak) meningkat
pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan. Stressor yang
menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial. Penurunan ini
dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada depresi.
 Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol (MHPG).
Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi
MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada
penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada
penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).

Dopamin

 Berbagai penelitian menunjukkan dopamin juga makin mendekatkan pada kesimpulan


bahwa neurotransmiter jenis ini mempengaruhi proses pengingatan. Melalui
mekanisme kompensasi yang di munculkan oleh dopamin, maka hubungan zat kimia
ini dalam proses belajar dan ingatan dapat terlihat jelas.
 Dopamin di produksi pada inti-inti sel yang terletak dekat dengan sistem aktivasi
retikuler. Dopamin di bentuk dari asam amino tirosin, yang berfungsi membantu otak
mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental.
 Walaupun dopamin di produksi oleh otak, individu tetap membutuhkan asupan tirosin
yang cukup guna memproduksi dopamin. Tirosin di temukan pada makanan
berprotein seperti : daging, produk-produk susu (sperti keju), ikan , kacang panjang,
kacang-kacangan dan produk kedelai. Dengan 3-4 ons protein sehari, energi kita akan
lebih terjaga.
 Fungsi Dopamin sebagai neururotransmiter kerja cepat disekresikan oleh neuron-
neuron yang berasal dari substansia nigra, neuron-neuron ini terutama berakhir pada
regio striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya sebagai inhibisi
 Dopamin bersifat inhibisi pada beberapa area tapi juga eksitasi pada beberapa area.
Sistem norepinefrin yang bersifat eksitasi menyebar ke setiap area otak, sementara
serotonin dan dopamin terutama ke regio ganglia basalis dan sistem serotonin ke
struktur garis tengah (midline)
 Ada empat jaras dopamin di otak, yaitu tuberoinfundobulair, nigrostriatal,
mesolimbik, mesokorteks-mesolimbik. Sistem ini berfungsi untuk mengatur motivasi,
konsentrasi, memulai aktivitas yang bertujuan, terarah dan kompleks, serta tugas-
tugas fungsi eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan dengan
gangguan kognitif, motorik, dan anhedonia yang merupakan manifestasi simptom
depresi.

Glutamate

 Asam amino glutamat dan glisisn merupakan neurotransmiter utama di SSP, yang
terdistribusi hampir di seluruh otak. Ada 5 reseptor glutamat, yaitu NMDA, kainat, L-
AP4, dan ACPD. Bila berlebihan, glutamat bisa menyebabkan neurotoksik. Obat-obat
yang antagonis terhadap NMDA mempunyai efek antidepresan.
 Glutamat merupakan neurotransmitter excitatory utama pada otak dimana hampir tiap
area otak berisi glutamate. Glutamat memiliki konsentrasi tinggi di corticostriatal dan
di dalam sel cerebellar. Gangguan pada neurotrasmitter ini akan berakibat gangguan
atau penyakit bipolar afektif dan epilepsi.
 Fungsi Utama Glutamat adalah pengaturan kemampuan memori dan memelihara
ufngsi automatic.
 Gejala Defisit : Gangguan memori, Low energy, Distractibilitas. Schizophrenia
 Gejala Berlebihan : Kindling, Seizures dan Bipolar affective disorder.

GABA

 GABA merupakan neurotransmitter yang memegang peranan penting dalam gejala-


gejala pada gangguan jiwa. Hampir tiap-tiap area otak berisi neuron-neuron GABA.
 GABA (gamma-aminobutyric acid) memiliki efek inhibisi terhadap monoamin,
terutama pada sistem mesokorteks dan mesolimbik.
 Pada penderita depresi terdapat penurunan GABA. Stressor khronik dapat mengurangi
kadar GABA dan antidepresor dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA.Banyak
pathway di otak menggunakan GABA dan merupakan Neurotransmitter utama untuk
sel Purkinje. GABA dipindahkan dari synaps melalui katabolism oleh GABA
transaminase
 Fungsi Utama adalah menurunkan arousal dan mengurangi agresi, kecemasan dan
aktif dalam fungsi eksitasi.
 Gejala Defisit : Irritabilitas, Hostilitas, Tension and worry, Anxietas, Seizure.
 Gejala Berlebihan : Mengurangi rangsang selular, Sedasi dan Gangguan memori

HPA aksis (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal)

 Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita tercatat
dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang mengganggu,
bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh meningkatkan
kewaspadaan untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah kelenjar adrenal.
Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk mempertahankan kehidupan.
Kortisol memegang peranan penting dalam mengatur tidur, nafsu makan, fungsi
ginjal, sistem imun, dan semua faktor penting kehidupan. Peningkatan aktivitas
glukokortikoid (kortizol) merupakan respon utama terhadap stressor. Kadar kortisol
yang meningkat menyebabkan “umpan balik”, yaitu hipotalamus menekan sekresi
cortikotropik-releasing hormone (CRH), kemudian mengirimkan pesan ini ke
hipofisis sehingga hipofisi juga menurunkan produksi adrenocortictropin hormon
(ACTH). Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke adrenal untuk mengurangi
produksi kortisol.
 Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran pada awal
perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya gangguan mood
pada masa dewasa.
 Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang dialami
seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan
peningkatan sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis.
Stressor pada awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang
menetap pada sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf yang
berfungsi merespon respon tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan terhadap
stressor dan resiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan stressor
meningkat, seperti terjadinya depresi setelah dewasa.
 Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola pengasuhan buruk,
menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang kehidupannya. Selain itu ,
setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan terhadap stressor.
 Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,
mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf.
Keadaan ini menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa.
Depresi dapat dicetuskan hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.
 Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal terhadap
stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat penyiksaan
fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.
 Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik seseorang
terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi bila orang
tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh pula pada
tempat di luar hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya, mekanisme “umpan
balik” semakin terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan kortisol menekan
sekresi CRH sehingga pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini mempermudah
seseorang mengalami depresi mayor, bila berhadapan dengan stressor.
 Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila peningkatan kadar
kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini
menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan
dengan gangguan hipokampus
 Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten pada
gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan
dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi
deksametason, tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan
peningkatan konsentrasi CRH di cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada
keadaan depresi, terjadi akibat tidak berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi
inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui dengan test DST (dexamethasone
supression test).
Endorphin

 Endorphin adalah suatu bahan-kimia diproduksi di dalam otak dan spinal cord yang
mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan mood. Dalam keadaan defisit adalah
Keluhan Somatic.
 6. Glisin
 Glisin (Gly, G) atau asam aminoetanoat adalah asam amino alami paling sederhana.
Rumus kimianya NH2CH2COOH. Glisin merupakan asam amino terkecil dari 20
asam amino yang umum ditemukan dalam protein. Kodonnya adalah GGU, GGC,
GGA dan GGG.
 Glisin merupakan satu-satunya asam amino yang tidak memiliki isomer optik karena
gugus residu yang terikat pada atom karbon alpha adalah atom hidrogen sehingga
terjadi simetri. Jadi, tidak ada L-glisin atau D-glisin.
 Glisin merupakan asam amino yang mudah menyesuaikan diri dengan berbagai situasi
karena strukturnya sederhana. Sebagai contoh, glisin adalah satu-satunya asam amino
internal pada heliks kolagen, suatu protein struktural. Pada sejumlah protein penting
tertentu, misalnya sitokrom c, mioglobin, dan hemoglobin, glisin selalu berada pada
posisi yang sama sepanjang evolusi (terkonservasi). Penggantian glisin dengan asam
amino lain akan merusak struktur dan membuat protein tidak berfungsi dengan
normal. Secara umum protein tidak banyak pengandung glisina. Perkecualian ialah
pada kolagen yang dua per tiga dari keseluruhan asam aminonya adalah glisin.
 Glisin bekerja sebagai transmiter inhibisi pada sistem saraf pusat, terutama pada
medula spinalis, brainstem, dan retina. Jika reseptor glisin teraktivasi, korida
memasuki neuron melalui reseptor inotropik, menyebabkan terjadinya potensial
inhibisi post sinaps (Inhibitory postsynaptic potential / IPSP). Strychnine merupakan
antagonis reseptor glisin yang kuat, sedangkan bicuculline merupakan antagonis
reseptor glisin yang lemah. Glisin merupakan reseptor agonis bagi glutamat reseptor
NMDA.
3. GlutamateGlutamate merupakan neurotransmitter yang paling umum di
sistem saraf pusat, jumlahnya kira-kira separuh dari semua neurons di otak. Sangat
penting dalam hal memori. Kelebihan Glutamate akan membunuh neuron di otak.
Terkadang kerusakan otak atau stroke akan mengakibatkan produksi glutamat
berlebih akan mengakibatkan kelebihan dan diakhiri dengan banyak sel-sel otak mati
daripada yang asli dari trauma. AlS, lebih dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig’s, dari
hasil produksi berlebihan glutamate. Banyak percaya mungkin juga cukup
bertanggung jawab untuk berbagai penyakit pada sistem saraf, dan mencari cara untuk
meminimalisir efek.
9. Asetilkolin
Asetilkolin disekresi oleh neuron-neuron yang terdapat di sebagian besar daerah otak,
namun khususnya oleh sel-sel piramid besar korteks motorik, oleh beberapa neuron dalam
ganglia basalis, neuron motorik yang menginervasi otot rangka, neuron preganglion sistem
saraf otonom,, neuron postganglion sistem saraf simpatik,. Pada sebagian besar contoh di atas
asetilkolin memiliki efek eksitasi, namun asetilkolin juga telah diketahui memilik efek
inhibisi pada beberapa ujung saraf parasimpatik perifer, misalnya inhibisi jantung oleh nervus
vagus.
b. Norephineprin
Disekresi oleh sebagian besar neuron yang badan sel/somanya terletak pada batang
otak dan hipothalamus. Secara khas neuron-neuron penyekresi norephineprin yang terletak di
lokus seruleus di dalam pons akan mengirimkan serabut-serabut saraf yang luas di dalam otak
dan akan membantu pengaturan seluruh aktivitas dan perasaan, seperti peningkatan
kewaspadaan. Pada sebagian daerah ini, norephineprin mungkin mengaktivasi reseptor
aksitasi, namun pada yang lebih sempit malahan mengatur reseptor inhibisi. Norephineprin
juga sebagian disekresikan oleh sebagian besar neuron post ganglion sistem saraf
simpatisdimana ephineprin merangsang beberapa organ tetapi menghambat organ yang lain

Anda mungkin juga menyukai