Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN TERAPI KELUARGA (HOME VISIT)

KLIEN Tn. H DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


GANCAHAN VIII RT 01 RW 17 SIDOMULYO GODEAN
SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

IRYANE DESIANTA P (1910206014)


AMALIA YUYUN P (1910206017)

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2018
LAPORAN TERAPI KELUARGA (HOME VISIT)
KLIEN Tn. H DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
GANCAHAN VIII RT 01 RW 17 SIDOMULYO GODEAN
SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Oleh:

IRYANE DESIANTA P (1010206014)


AMALIA YUYUN P (1910206017)

Mengetahui:
Clinical Intruction Wisma Nakula

Mamat S.R, S.Kep.,Ns


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan perkumpulan dua orang atau lebih individu yang hidup bersama
dalam keterikatan, emosional dan setiap individu memiliki peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga (Fatimah, 2010).

Menurut Mubarak (2009) keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang
terikat oleh hubungan perkawinan, hubungan darah, ataupun adopsi, dan setiap anggota
keluarga saling berinteraksi satu dengan lainnya. Sedangkan menurut UU No. 52 Tahun
2009, mendifinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Wirdhana et al.,
2012).

Peran dalam keluarga sangat dibutuhkan klien guna memenuhi kesehatan jiwa setiap
kliennya. Dalam sebuah keluarga terdapat suatu system yang tidak dapat dipisahkan. Hal
ini menujukkan bahwa jika salah satu anggota keluarga itu terserang penyakit atau
mempunyai masalah maka anggota keluarga lain pasti akan merasakan dan berperan
aktif dalam proses pemulihan atau penyelesaian masalah tersebut. Keluarga merupakan
unit terpenting dalam pemulihan kesehatan jiwa karena keluarga adalah tempat dimana
klien pertama kali mendapatkan pendidikan perilaku dan tempat dimana klien
berhubungan interpersonal.

Mengingat betapa pentingnya peran keluarga dalam upaya penyembuhan klien


maka salah satu terapi yang digunakan pada penderita gangguan jiwa adalah terapi
keluarga. Terapi keluarga adalah memberikan pembelajaran kepada keluarga tentang
mengasuh anggota keluarga gangguan jiwa dengan menggunakan metoda belajar.
Keluarga merupakan support system yang paling efektif bagi individu sehingga berperan
penting bagi kesembuhan klien.
Pada kenyataannya stigma di masyarakat bahwa individu dengan gangguan jiwa
merupakan aib bagi keluarga adalah sesuatu yang menghalangi kesembuhan karena
keluarga sebagai support system tidak mau melakukan perannya. Melihat uraian di atas
maka penting bagi perawat untuk melakukan penyuluhan pada keluarga tentang peran
keluarga dalam perawatan pada penderita gangguan jiwa di rumah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ciri – Ciri Fungsional Keluarga


Terdapat 8 fungsi keluarga dan berikut penjelasannya antara lain (Wirdhana et
al., 2013) :
a. Fungsi Keagamaan Fungsi keluarga sebagai tempat pertama seorang anak
mengenal, menanamankan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai
agama, sehingga bisa menjadi insan-insan yang agamis, berakhlak baik dengan
keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Fungsi Sosial Budaya Fungsi keluarga dalam memberikan kesempatan kepada
seluruh anggota keluarganya dalam mengembangkan kekayaan sosial budaya
bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.
c. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang Fungsi keluarga dalam memberikan landasan
yang kokoh terhadap hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anak-
anaknya, anak dengan anak, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga
keluarga menjadi tempat utama bersemainya kehidupan yang punuh cinta kasih
lahir dan batin.
d. Fungsi Perlindungan Fungsi keluarga sebagai tempat berlindung keluarganya
dalam menumbuhkan rasa aman dan tentram serta kehangatan bagi setiap anggota
keluarganya.
e. Fungsi Reproduksi Fungsi keluarga dalam perencanaan untuk melanjutkan
keturunannya yang sudah menjadi fitrah manusia sehingga dapat menunjang
kesejahteraan umat manusia secara universal.
f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan Fungsi keluarga dalam memberikan peran dan
arahan kepada keluarganya dalam mendidikketurunannyasehingga dapat
menyesuaikan kehidupannya di masa mendatang.
g. Fungsi Ekonomi Fungsi keluarga sebagaiunsur pendukung kemandirian dan
ketahanan keluarga.
h. Fungsi Pembinaan Lingkungan Fungsi keluarga dalam memberi kemampuan
kepada setiap anggota keluarganya sehingga dapat menempatkan diri secara
serasi, selaras, dan seimbang sesuai dengan aturan dan daya dukung alam dan
lingkungan yang setiap saat selalu berubah secara dinamis.
B. Disfungsi Keluarga
Ciri–ciri keluarga yang disfungsional tersebut oleh Hawari (dalam Yusuf, 2004)
ditandai dengan karakteristik:
1. Adanya kematian salah satu atau kedua orangtuanya
2. Kedua orangtua berpisah atau bercerai (divorce)
3. Hubungan kedua orang tua tidak baik (poor marriage)
4. Hubungan orangtua dengan anak tidak baik (poor parent–child relationship)
5. Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and low
warmth)
6. Orang tua sibuk dan jarang berada di rumah (parent’s absence)
7. Salah satu atau kedua orang tua memiliki kelainan kepribadian atau gangguan
kejiwaan (personality or psychological disorder).
C. Tugas Pokok Keluarga
Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut:
1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-
masing.
4. Sosialisasi antar anggota keluarga.
5. Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya
D. Reaksi Keluarga Berbeda–Beda: Konflik
1. Keadaan klien tergantung VS mandiri
2. Efek samping dari pengobatan
3. Tingkah laku yang aneh dan komunikasi
4. Intoleransi aktivitas dan pemenuhan ADL
5. Sikap eksploitasi dan provokative
6. Isolasi sosial
7. Ide bunuh diri yang muncul
8. Sulit bekerja sama
9. Banyak perilaku/sikap yang dihindari
10. Perubahan mood yang cepat
E. Efek Gangguan Mental Pada Keluarga
1. Ingkar, marah, cemas
2. Kehilangan pengharapan, integritas dan optimis
3. Gangguan interaksi keluarga
4. Perpanjangan proses parenting dan fungsi perawatan
5. Tambahan biaya untuk tindakan dan medikasi
6. Keterbatasan income keluarga
7. Keterbatasan aktivitas sosial dan social support
8. Berhubungan dengan RS dan pusat rehabilitasi
F. Bentuk Keluarga Terdapat beberapa tipe atau bentuk keluarga diantaranya
(Fatimah, 2010):
a. Keluarga inti (nuclear family), yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak
yang diperoleh dari keturunan atau adopsi maupun keduanya.
b. Keluarga besar (ekstended family), yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak
saudaranya, misalnya kakek, nenek, keponakan, paman, bibi, saudara sepupu, dan
lain sebagainya.
c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family), yaitu keluarga baru yang terbentuk
dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya.
d. Orang tua tunggal (single parent family), yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua baik pria maupun wanita dengan anak-anaknya akibat dari perceraian
atau ditinggal oleh pasangannya.
e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
f. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah (the single adult living alone).
g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual
cohabiting family) atau keluarga kabitas (cohabition).
h. Keluarga berkomposisi (composite) yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
G. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan pola perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu. Adapun macam
peranan dalam keluarga antara lain (Istiati, 2010):
a. Peran Ayah Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah
berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari nafkah, serta
pemberi rasa aman bagi anak dan istrinya dan juga sebagai anggota dari kelompok
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.
b. Peran Ibu Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana
peran ibu sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai pengasuh 6 dan
pendidik anak-anaknya, sebagai pelindung dari anak-anak saat ayahnya sedang
tidak ada dirumah, mengurus rumah tangga, serta dapat juga berperan sebagai
pencari nafkah. Selain itu ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok
dari peranan sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan di mana dia
tinggal.
c. Peran Anak Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.
H. Kondisi Klien
Klien bernama Tn. H usia 39 Tahun berjenis kelamin laki-laki, klien masuk di
rawat di IGD RSJ Grhasia pada tanggal 20 Desember 2019 jam 22.10 WIB. Pasien
datang dengan keadaan ngamuk, bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, ngamuk,
memukul tetangga dan saudara –saudara. Kemudian pada tanggal 21 Desember 2019
dipindah ke ruang Bima dengan kondisi pasien suka bicara sendiri marah-marah
kemudian pada tanggal 22 Desember 2019 Tn.H di pindahkan ke ruang Nakula
dengan kondisi pasien masih berbicara sendiri,masih nampak marah
Pada saat pengkajian tanggal 30 Desember 2019 didapatkan data kondisi
pasien yaitu pasien tampak tenang, terkadang nampak ingin marah, terlihat rapi,
tampak kooperatif. Pasien mengatakan bosan dan jenuh , ingin bertemu dengan
keluarganya,pasien sering ngobrol dengan teman sesama. Klien merupakan anak
tunggal, dirumah klien tinggal bersama orangtuannya. Pasien mengatakan hubungan
dengan keluarganya baik.
Diagnosis Keperawatan Keluarga
Resiko Perilaku Kekerasan
I. Tujuan
Berdasarkan uraian di atas, dapat diyakini bahwa keluarga mempunyai tanggung
jawab yang penting dalam proses perawatan di rumah sakit, persiapan pulang dan
perawatan waktu dirumah agar adaptasi klien berjalan dengan baik, kualitas dan
efektivitas peran serta keluarga dalam upaya peningkatan peran serta dalam perawatan
klien dengan gangguan jiwa dalam hal ini Tn.H bertujuan sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Meningkatkan pemahaman dan kemampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga dengan gangguan jiwa.
2. Tujuan khusus
a. Memberikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan kondisi klien
selama dirumah sakit
b. Memvalidasi data dan melengkapi data yang diperoleh dari klien dan data
sekunder (Rekam Medik) mengenai:
1) Alasan masuk atau dirawat di Rumah Sakit
2) Faktor predisposisi dan presipitasi
3) Genogram keluarga
4) Persepsi keluarga terhadap penyakit yang diderita klien
5) Sistem suport keluarga
c. Melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan
terkait dengan Tn.H dan 5 tugas perkembangan keluarga.
1) Keluarga mampu mengenal masalah yang dapat menyebabkan klien
mengalami gangguan jiwa (Perilaku yang tak terarah, gangguan persepsi
sensori halusinasi, dan Resiko perilaku kekerasan)
2) Keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan perawatan
terhadap klien.
3) Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap klien yang sakit di
rumah.
4) Keluarga dapat mengidentifikasi support sistem yang ada di keluarga
dan memodifikasi lingkungan yang terapeutik yang ada di masyarakat.
5) Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di
masyarakat.
d. Melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang
ditemukan
e. Memotivasi pihak keluarga untuk melajutkan perawatan ketika klien sudah
pulang dari runah sakit.
f. Mengkaji keadaan rumah dan lingkungan sekitar.
J. Identitas Keluarga
Nama : Tn.H
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gancahan VII Rt 01 Rw 17 Sidomulyo, Godean, Sleman
Penanggung jawab : Ny.N
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gancahan VII Rt 01 Rw 17 Sidomulyo, Godean, Sleman
Sasaran : Keluarga Tn.H
K. Manfaat
1. Bagi keluarga
a. Terjalin kerjasama yang baik antar perawat/petugas dengan keluarga.
b. Keluarga mampu untuk mengungkapkan perasaan sehubungan dengan kondisi
klien.
c. Keluarga mampu memberi dukungan moral yang tepat bagi klien.
d. Kelurga memahami, mengetahui keadaan klien dan mengetahui bagaimana cara
perawatan klien dirumah.
e. Keluarga mampu membimbing klien untuk mentaati aturan berobat secara
teratur.
2. Bagi perawat
a. Terbina hubungan saling percaya antara keluarga dan tenaga kesehatan
b. Perawat mampu mengamati sikap keluarga terhadap klien
c. Terbina komunikasi terapeutik untuk mencapai kesembuhan klien
d. Perawat mampu memberikan dorongan dan motivasi kepada keluarga
L. Metode
Wawancara dan diskusi.
M. Kontrak Waktu
Hari/tanggal : Rabu, 8 Januari 2020
Waktu : Pukul 16.00 WIB
Tempat : Rumah Tn. H
N. Strategi Pelaksanaan
1. Fase Pra Interaksi
a. Perawat mempersiapkan pengkajian pada keluarga klien
b. Perawat menggunakan teknik komunikasi terapeutik pada keluarga klien
c. Perawat menyiapkan mental dan fisik
d. Perawat menyiapkan diri untuk melakukan terapi keluarga dan berkunjung
kerumah Tn.H
2. Fase Orientasi
a. Salam dan perkenalan
Memperkenalkan diri dengan terlebih dulu memberi salam dan menjelaskan
bahwa perawat merupakan mahasiswa dari UNISA yang sedang praktik di RSJ
Ghrasia di Wisma Sembodro dan merupakan perawat praktik yang merawat
klien selama 1 minggu. Menjelaskan tujuan dan kontrak waktu bila keluarga
bisa menerima kedatangan mahasiswa.
b. Validasi
Mengkaji dan menvalidasi data tentang klien antara lain: alasan klien dibawa
ke RS Grhasia, faktor predisposisi dan presipitasi, genogram, psikososial dan
lingkungan, persepsi keluarga tentang penyakit klien, sistem pendukung di
keluarga, usaha-usaha yang telah dilakukan keluarga, serta kendala keluarga
dalam merawat klien dirumah dan mendiskusikan dengan keluarga hal-hal
yang dapat dilakukan dirumah.
c. Kontrak
Mahasiswa dan keluarga membuat kesepakatan tentang topik yang akan
dibicarakan terkait dengan masalah keperawatan dan perkembangan kondisi
klien dan waktu yang diperlukan untuk membicarakan masalah klien serta
memilih tempat yang nyaman bagi keluarga dan perawat untuk berbincang-
bincang dan berdiskusi.
3. Fase Kerja
a. Menanyakan kepada keluarga keadaan klien sebelum dirawat dirumah sakit
b. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
terhadap apa yang dialami klien
c. Diskusikan dengan keluarga tentang apa yang dialami klien
d. Menjelaskan tentang konsep gangguan yang dialami klien
e. Menjelaskan pentingnya minum obat secara teratur bagi klien
f. Memberikan reinforcement positif bila keluarga telah merawat klien dengan
benar
g. Menyampaikan perkembangan klien selama dirawat
h. Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk bertanya
i. Menjelaskan pentingnya dukungan keluarga untuk merawat klien
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi subyektif: menanyakan perasaan keluarga setelah berbicara dan
berdiskusi dengan perawat
b. Evaluasi Obyektif: keluarga dapat menyebutkan peran serta keluarga dalam
merawat klien, cara-cara merawat klien, mendemontrasikan cara merawat
klien, dapat menyebutkan akibat bila masalah tidak ditangani dengan tepat,
dapat menyebutkan tempat yang dapat dikunjungi bila kambuh
c. Tindak lanjut: meminta keluarga untuk dapat melakukan perawatan klien
dirumah seperti yang telah didiskusikan dengan perawat saat kunjungan rumah
d. Kontrak: menganjurkan keluarga untuk datang ke RSJ Ghrasia bila masih ada
yang kurang paham tentang cara perawatan di rumah dan dapat meminta
penjelasan dari perawat.
BAB III
HASIL TERAPI KELUARGA

A. Identitas Anggota Keluarga


No. Nama Anggota Keluarga Umur Pendidikan Pekerjaan
(tahun)
1 Ngatinah 64 SD IRT

B. Keadaan Geografis Rumah


Rumah keluarga Tn. H terletak Gancahan VII Rt 01 Rw 17 Sidomulyo, Godean, Sleman
Keadaan rumah bersih, bangunan semi permanen. Suasana rumah bersih. Ukuran rumah
tidak besar dengan berbagai barang yang tidak tertata rapih. Terdapat halaman rumah
yang tidak luas dan terlihat kurang bersih
C. Keadaan Umum Ekonomi Keluarga
Tn.H dirumah tinggal dengan orang tuanya yang tidak bekerja untuk kehidupan
sehari-hari Tn.H berpenghasilan dari kerja serabutan .
D. Kondisi Bio-Psiko-Spiritual
Tn.H tidak memiliki riwayat keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Pasien beragama
islam tetapi baru fakum dari sholat karena imannya sedang turun.
E. Waktu Pelaksanaan Kunjungan Rumah
Kunjungan ke rumah Tn.H dilaksanakan pada Rabu, 8 Desember 2020 (pukul 16.00
WIB).
F. Interaksi Antar Anggota Keluarga
Klien tinggal bersama orangtuannya. Interaksi antara Tn.H dan keluarga baik. Tidak
terdapat hambatan dalam keluarga.
G. Terapi Keluarga
Terapi yang dilakukan adalah :
 Mengenalkan masalah yang dialami oleh Tn.H “Bahwa Tn.H mengalami resiko
perilaku kekerasan.”
 Memberikan penjelasan terkait dengan resiko perilaku kekerasan dan bagaimana
cara mengatasi resiko perilaku kekerasan yaitu dengan tarik nafas dalam,
memukul bantal, meminta dengan baik, melakukan spiritual dan patuh minum
obat (memberikan pendidikan kesehatan terkait patuh minum obat kepada klien
maupun ibu klien guna membantu klien agar tepat minum obat dan tidak putus
obatnya).
 Memberikan penjelasan untuk dapat menkontrol perilaku kekerasan jika tiba-
tiba rasa ingin marah , bisa dengan dengan tarik nafas dalam, memukul bantal,
meminta dengan baik, melakukan spiritual dan patuh minum obat (memberikan
pendidikan kesehatan terkait patuh minum obat kepada klien, dan minum obat
yang teratur sesuai dosis (tidak putus obat).
Fase Orientasi
Mahasiswa : “Selamat sore pak? “
Keluarga : “Ya, Selamat sore”.
Mahasiswa : “Ini benar dengan Tn. H ?”
Keluarga : “ iya benar sekali, mari silahkan masuk... duduk mbak.”
Mahasiswa : “ nggih pak, trimakasih pak. Begini pak, perkenalkan nama

saya Iryane Desianta dan ini teman saya Amalia yuyun, kami

mahasiswa profesi dari Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

yang saat ini sedang praktek di RSJ Grhasia Yogyakarta dan

yang mendampingi Tn.H dalam beberapa hari ini. Maksud

kedatangan kami kesini pertama bersilaturahmi. Selanjutnya

kami kesini ingin mengklarifikasi data lebih lengkap terkait

kondisi Tn.H dan menyampaikan perkembangan Tn.H di RS

Grhasia, apakah bapak berkenan?”

Keluarga :” ya mbak, saya senang dikunjungi dan diberikan informasi

tentang kesehatan istri saya. Saya juga sangat khawatir dengan

keadaan kakak saya.

Mahasiswa :” nggih pak, kira-kira sekitar 45 menit untuk ngobrol-ngobrol

dengan bapak, apakah bapak berkenan... atau bapak ada

kegiatan lain.”

Keluarga : “ iya mbak saya berkenan. Saya tidak ada kegiatan.”


Mahasiswa :” nggih trimakasih pak, sebelumnya mohon maaf bapak

dirumah sama siapa ?”

Keluarga :” saya dirumah dengan kakak ipar saya alhamdulillah tidak

merasa kesepian ada yang nemenin”

Mahasiswa :” oh nggih... alhamdulillah pak ada yang nemenin... oh iya

pak mohon maaf sebelumnya kalau boleh tau apa yang

menyebabkan Tn.H sakit seperti ini pak.”

Keluarga : “ iya mbak. Awalnya saya mempunyai pacar tetapi saya tidak

direstui oleh keluarga pacar saya lalu kemudian kami putus,

setelah itu saya punya pacar lain dan kemudian saya merasa

orang-orang di desa saya selalu menggosipi saya karena saya

mempunyai pacar yang canti-cantik. Kemudian saya merasa

kecewa dan agak sedih sampai dihati itu rasanya nyesak dan

kemudian saya marah-marah, mengamuk lalu memukul tv

sampai rusak, kemudian saya dibwa ke RSJ Grhasia oleh

keluarga saya.

Mahasiswa :” oh begitu ya pak alur dari ceritanya.untuk keluarga ada yang

memiliki riwayat gangguan jiwa tidak pak?”

Keluarga :” tidak ada mbak.

Mahasiswa :” kalau aktivitas sehari-hari Tn.H bagaimana ya ?”

Keluarga :” kalau pas dirumah biasa, hanya pas kumat saya sering

marah-marah.

Mahasiswa :” oh begitu ya pak, apakah bapak sudah tau apa yang diderita

oleh bapak serta tanda-tandanya?”

Keluarga :” saya kurang tahu itu mbak,”


Mahasiswa : Jadi begini pak, bapak mengalami resiko perilaku kekerasan

pak, mengalami resiko perilaku kekerasan dan sudah

melakukan kekerasan namun kemarin saat saya kaji bapak

sudah tidak ingin marah dan bapak sudah bisa mengontrol

marah, karena bapak sudah tidak tampak marah. Nah bapak

kan sudah mengetahui ya tanda-tandanya, besok jika bapak

sudah bisa pulang apakah bapak dan keluarga sudah mengerti

apa saja yang harus di persiapkan untuk merawat Tn.H?”

Keluarga :” Belum mbak”.

Mahasiswa :” nggih jadi nanti jika Tn. H sudah pulang tolong untuk

dilatih bersosialisasi dengan tetangga ya bu, dan perbanyak

dengan kegiatan-kegiatan dirumah. Misalnya tadi seperti

arisan ibu-ibu dan sebayangan digereja. Mungkin itu bisa di

mulai lagi pak biar nanti untuk membantu Tn.H untuk

teralihkan dengan kegiatannya. Jika nanti tanda-tanda marah

datang kembali yaitu Tn.H menunjukkan mata melotot, marah,

nada tinggi, menggebu gebu tampak tegang, ingin memukul.

bapak bisa menasehati Tn.H untuk tarik nafas dalam dan

ajaklah Tn.H ngobrol dengan keluarga ataupun tetangga,

kemudian tadi libatkan kegiatan- kegiatan seperti merawat

kandang ataupun ikut kegiatan di desa. Selanjutnya yang

paling penting jangan sampai putus minum obat ya pak.”

Keluarga :” iya mbak”

Mahasiswa :” iya bu, jadi bapak harus sabar ya.”

Keluarga :” oh iya mbak,”


Mahasiswa :” Bapak tau jadwal untuk minum obat tau tidak pak.”

Keluarga :” pagi jam 09.00, siang jam 13.00 dan malam jam 20.00 kan

mbak.”

Mahasiswa :” kurang tepat bapak, jadi untuk minum obat jika pagi pukul

07.00, siang pukul 13.00 dan malam jam 19.00 ya pak. Selalu

dipantau ya pak..”

Keluarga :” Baik mbak.”

Fase Terminasi

Mahasiswa :” baik pak, coba diulangi pak tadi apa yang dilakukan untuk

menghilangkan halusinasinya?”

Keluarga : “untuk tarik nafas dalam dan mengajak Tn.H ngobrol dengan

keluarga ataupun tetangga, kemudian tadi libatkan kegiatan-

kegiatan seperti merawat kandang ataupun ikut kegiatan di

desa. Selanjutnya yang paling penting jangan sampai putus

minum obat.”

Mahasiswa :” iya benar sekali pak.

Mahasiswa :” iya benar sekali ibu, ibu sudah mengerti apa yang saya

jelaskan tadi yah.”

Keluarga :” iya mbak”.

Mahasiswa :” bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang

bincang?”

Keluarga :” senang mbak, saya jadi plong rasanya, dan jadi tahu apa

yang harus saya lakukan nantinya, dan terimakasih atas

informasi serta kunjungannya ya mbak.


Mahasiswa : syukur pak kalau begitu, baiklah pak saya rasa cukup nggih

pak, saya permisi dulu nggih pak, maaf sudah mengganggu

kegiatan bapak..”

Keluarga :” tidak mengganggu kok mbak, terimakasih ya mbak ...”

Mahasiswa :” sama-sama bapak, kami permisi ya pak... selamat sore pak.

assalamualaikum”

Keluarga :” ya, sore mbak. Waalaikumsalam”

Implementasi Hasil Kunjungan

Tanggal/jam Implementasi Evaluasi


Rabu,8 a. Membina hubungan saling percaya Rabu,8 Januari 2020, Jam
Januari 2020,  Memperkenalkan diri dengan 16.00 WIB
Jam 16.00 sopan S:
WIB - Keluarga mengerti apa
 Menanyakan nama keluarga
yang sudah dijelaskan
 Membuat kontrak/persetujuan
- Keluarga mengatakan
pertemuan
akan berusaha
 Menerapkan teknik komunikasi
melakukan yang sudah
b. Mengenalkan pada keluarga masalah
disarankan
gangguan jiwa
- Keluarga mengatakan
 Resiko Perilaku Kekerasan sangat senang dan
Mengajarkan cara mengontrol merasa plong karena
RPK yaitu dengan cara menarik
sudah bisa bercerita.
nafas dalam, , melakukan
kegiatan mengontrol dengan - Keluarga mengatakan
memukul bantal, mengajak semakin bersyukur
kegiatan spiritual, patuh minum dengan semua yang
obat sesuai dengan yang sudah diberikan.
diresepkan. O:
c. Membantu keluarga memutuskan - Keluarga tampak
tindakan menerima mahasiswa
 Menganjurkan keluarga untuk dengan baik
berdiskusi dengan Tn.H dalam - Keluarga tampak
pembuatan jadwal. kooperatif.
 Jangan membiarkan Tn.H - Keluarga dapat
Sendirian dan melamun. mengulangi apa yang
 Minum obat teratur yang sudah
 Melakukan kegiatan didalam disampaikan
rumah dan diluar rumah. (mengontrol RPK)
 Bersosialisasi dengan tetangga. -
d. Mengevaluasi kemampuan keluarga A:
selama interaksi Masalah ketidakmampuan
e. Rencana tindak lanjut koping keluarga belum
teratasi
 Mengingatkan keluarga dalam
P: Lanjutkan intervensi
merawat klien jika pulang - Memotivasi keluarga
 Mengingatkan keluarga untuk untuk merawat pasien
melakukan control rutin - Ingatkan untuk
f. Melakukan terminasi kontrol rutin 1 / 2
 Mengakhiri pertemuan hari sebelum obat
 Berpamitan habis
- Lakukan kerjasama
dengan keluarga
untuk mengatasi
masalah klien.

H. Respon Keluarga Terhadap Pengenalan Masalah dan Terapi


Keluarga mengatakan sudah mengerti dengan apa yang dialami oleh Tn.H yaitu Resiko
Perilaku Kekerasan dengan keadaan klien agar lebih sabar lagi membimbingnya dan
akan mencoba untuk memberi perhatian, aktifitas Tn.H dan melakukan pengawasan dan
pemberian obat dalam penyembuhan dan melakukan kontrol sesuai jadwal yang
diberikan.
I. Kesimpulan
Keluarga Tn.H adalah keluarga yang secara ekonomi rendah, Keluarga Tn.H telah
mengerti terhadap apa yang dialami Tn.H. Adapun kekurangan dan kelebihannya antara
lain :
1. Kekurangan
- Keluarga tidak bisa memantau secara penuh karena beraktifitas masing-
masing.
2. Kelebihan
- BHSP dengan keluarga tercapai
- Diagnosa dan tujuan yang direncanakan tercapai
- Keluarga menyadari pentingnya obat dalam proses penyembuhan klien dan
penuhnya perhatian dan kasih sayang yang dibutuhkan oleh Tn.H
J. Rencana Tindak Lanjut
Menganjurkan kepada keluarga serta memberikan bimbingan dan dapat mengontrol
RPK, mengalihkannya dengan hal yang positif, dan patuh minum obat serta kontrol rutin
setiap bulannya sebelum obat habis. Memberikan pengawasan dan perintah untuk
menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
SAP (Satuan Acara Penyuluhan)

Pokok bahasan : Resiko Perilaku Kekerasan

Sub pokok bahasan : Resiko Perilaku Kekerasan

Sasaran : Keluarga Tn.H

Hari : Rabu,8 Desember 2020

Waktu : 16.00 WIB

A. Tujuan

1. Tujuan instruksi umum

Setelah mengikuti penkes keluarga selama 60 menit, keluarga klien dapat

mengetahui dan memahami tentang resiko perilaku kekerasan.

2. Tujuan instruksional khusus

Setalah mengikuti penkes keluarga klien dapat:

a. Keluarga dapat mengenal masalah gangguan jiwa pada Tn.H

b. Keluarga dapat mengambil keputusan untuk merawat Tn.H, dengan gangguan

jiwa

c. Keluarga dapat merawat dan memberikan asuhan kepada klien dengan

gangguan jiwa sesuai kebutuhan klien selama dirumah.

d. Keluarga dapat mengerti penyebab, tanda dan gejala serta akibat resiko

perilaku kekerasan.

e. Keluarga dapat mengetahui cara merawat klien dengan resiko perilaku

kekerasan.

f. Menyebutkan kembali situasi yang dapat menimbulkan resiko perilaku

kekerasan.

g. Keluarga dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada seperti

puskesmas, RSU dan RSJ untuk merawat klien.


B. Metode

a. Ceramah

b. Diskusi

C. Media
1. Leaflet
Tahap Kegiatan pemberi materi Kegiatan sasaran Media
Orientasi - Salam terapeutik
Assalammualaikum.. selamat sore Menjawab salam
Bapak & Ibu. Bapak & Ibu
Perkenalkan nama saya .............
Saya mahasiswadari UNISA profesi
Ners. saya yang merawat Tn.H
selama kurang lebih 6 hari kemarin
di Wisma Nakula RSJ Grasia DIY, Memperhatikan
tujuan saya kesini adalah untuk
menjelaskan mengenai masalah
keperawatan yang dialami oleh Tn.H
".
"Boleh saya tahu, nama bapak& Ibu
siapa ? biasa dipanggil siapa ?.
- Evaluasi/validasi
Benarkah ini rumah keluarganya Menjawab pertanyaan
Tn.H?
- Kontrak Topik:
Begini pak tujuan saya ke rumah
bapak adalah untuk melengkapi dan
mengklarifikasi data yang didapat Menjawab pertanyaan
dari Tn.H serta melakukan asuhan
keperawatan, yaitu memberi Memeperhatikan
penyuluhan kesehatan jiwa kepada
keluarga khususnya keperawatan
yang dihadapi oleh Tn.H.
Bagaimana pak apakah Bapak
menyetujuinya?
- Kontrak waktu:
Baiklah pak kalau bapak setuju kira-
kira bapak ada waktu berapa lama Menjawab pertanyaan
untuk berbincang-bincang dengan
saya? Bagaimana kalau satu jam, Memperhatiakan
apakah bapak setuju?
- Kontrak tempat: Dimana kita akan
berbincang-bincang pak?..baiklah
SP 1
Apakah bapak dan keluarga
mempunyai masalah dalam merawat
Ny.Sm/Ny.Ss? Apa saja masalah dan
kendalanya pak? Bisa bapak
ceritakan? baik seperti itu nggeh pak.
Setelah saya mendengarkan apa yang
bapak ceritakan dan dari hasil
pengkajian selama di RSJ Grasia DIY
bahwa Tn.H mempunyai resiko
perilaku kekerasan. Jadi saya akan
Fase Kerja menjelaskan tentang resiko perilaku
kekerasanyang dialami oleh Tn.H.
Sebelumnya Ini pak saya punya
leafletnya silahkan Bapak Lihat. Jadi
begini pak yang dimaksud dengan
resiko perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seorang
individu mengalami perilaku yang Leaflet
dapat melukai secara fisik baik
terhadap diri sendiri maupun orang
lain. Dimana penyebab dari resiko
perilaku kekerasan itu banyak pak
diantaranya genetik, psikologi, dari Menjawab pertanyaan
dalam diri klien misalnya isolasi
sosial (isos) adalah percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang
lain, atau menghindari untuk
berhubungan dengan orang lain. Ya
seperti itu pak.. sebelumnya apakah
bapak mempunyai pertanyaan?
baiklah pak saya akan melanjutkan
penjelasannya akibat dari resiko
perilaku kekerasan. Itu pak sekilas
tentang resiko perilaku kekerasan.
Apakah bapak masih bingung?
Silahkan bapak tanyakan jika di
leaflet masih ada yang bapak belum
mengerti.
SP 2
Untuk mengendalikan atau
mengontrol resiko perilaku kekerasan
ada beberapa cara pak yaitu: dengan
cara mengajak berdiskusi yaitu
apabila Tn.H sudah mempunyai
gejala-gejala resiko perilaku Menjawab pertanyaan
kekerasan muncul ajak klien
berdiskusi memberikan jadwal
kegiatan untuk aktifitas) berusaha
untuk menjadi teman agar ada teman
berbicara untuk Tn.H (bersosialisasi),
dan mengungkapkan segala
permasalahan (sharing) dengan orang
yang dipercayainya dan dengan cara
yang baik (di praktikkan oleh
perawat). Bagaimana pak apakah ada
yang perlu bapak tanyakan?
selanjutnya cara mengontrol resiko
perilaku kekerasan secara spiritual
seperti berdo’a. Apakah selama
dirumah Tn.H melaksanakan Ibadah
pak? Ibadah juga dapat meredakan
resiko perilaku kekerasan, jadi
keluarga bisa mengejarkan atau
mengajak klien untuk melaksanakan
ibadah.
SP 3
Cara mengontrol resiko perilaku
kekerasan selanjutnya adalah dengan
cara minum obat secara teratur. Disini
peran keluarga sangat berperan dalam
mengawasi klien untuk minum obat Menjawab pertanyaan
secara teratur apabila klien telah
pulang ke rumah. Keluarga harus Memperhatikan
memperhatikan prinsip 5 B. Benar
obat, benar pasien, benar cara, benar
waktu, benar dosis pak.
Bagaimana pak bisakah nanti
keluarga mempraktikkan cara
merawat dengan resiko perilaku
kekerasan. Ya.. baik pak. Kalau
keluarga akan mencobanya.

Terminasi - Evaluasi respon keluarga terhadap


tindakan keperawatan
1.Evaluasi klien (subyektif)
Bagaimana perasaan bapak setelah
berbincang-bincang tentang Tn.H
dengan saya pak?
2.Evaluasi perawat (objektif)
Apakah bapak sudah mengetahui apa Menjawab Pertanyaan
itu resiko perilaku kekerasan,
penyebab, tanda gejala dan akibat Memperhatikan
resiko perilaku kekerasan?
Bisakah keluarga membantu Tn.H
mengontrol marahnya dengan lima
cara yang telah di ajarkan?
- Rencana Tindak Lanjut
Jadi bagaimana pak adakah
keinginan keluarga untuk
mengunjungi Tn.H ke RSJ, karena
saat ditanyakan Tn.H menjawab
jarang sekali di kunjungi oleh
keluarganya Tn.H sangat
membutuhkan dukungan keluarga Menjawab pertanyaan
untuk menunjang proses
kesembuhan karena yang paling Memperhatikan
mengerti klien dan paling dekat
dengan klien adalah keluarganya
pak.
Apabila Tn.H sudah pulang kerumah
maukah keluarga merawat Tn.H
serta membantu Tn.H dalam
mengontrol resiko perilaku
kekerasandengan cara yang telah di
ajarkan oleh perawat.
Baiklah pak karena waktu sudah
habis. Saya permisi dulu..selamat
sore pak.

D. Evaluasi

a.Keluarga dapat mengetahui pengertian resiko perilaku kekerasan

b.Keluarga dapat mengetahui penyebab resiko perilaku kekerasan

c. Keluarga dapat mengetahui tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan

d. Keluarga dapat mengetahui akibat resiko perilaku kekerasan

e. Keluarga dapat mengetahui cara perawatan dirumah


LAMPIRAN
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata –
kata ancaman melukai disertai melukai pada tingkat ringan. Dan yang paling berat adalah
melukai atau merusak secara social

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Resiko
perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis.
Resiko perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
Resiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang
lain.
Resiko perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
B. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif amuk

Keterangan :

1. Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.


2. Frustasi : Kegagalan Mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat
3. Pasif : Respon lanjut klien tidak mampu ungkapkan perasaan
4. Agresif : Perilaku dekstruksi masih terkontrol
5. Kekerasan : Perilaku dekstruktif dan tidak terkontrol
( stuart dan sundeen, 2010)
C. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang
dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial resiko perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus
frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada
penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh
Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik
dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan
arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan resiko perilaku kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan
rendahnya harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk
berresiko perilaku kekerasan setelah dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima resiko
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk resiko perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
D. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan resiko perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala resiko perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
F. Penilaian Terhadap Stressor
Penilaian terhadap stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dan situasi
stress bagi individu. Itu mencakup kognitif, afektif, fisiologi, perilaku dan respon sosial.
G. Psikodinamika
1. Marah dengan perilaku konstruktif
2. Marah diekspresikan dengan perilaku agresif
3. Perilaku tidak asertif seperti menahan perasaan marah atau melarikan diri sehingga
rasa marah tidak terungkap.
Stres, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal dan internal:
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Mengekspresikan resiko perilaku kekerasan dapat disebabkan karena
frustasi,takut,manipulasi/ intimidasi. Resiko perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Resiko perilaku kekerasan terjadi karena
gangguan konsep diri, HDR, mudah tersinggung, destruktif terhadap diri sendiri.
Akibatnya muncul resiko menciderai diri sendiri, orang lain/ lingkungan ditandai dengan
klien marah, suka membanting barang, suka menganiaya orang lain, dan berusah melukai
diri sendiri.
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diharapkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelasaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi.

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain :

1. Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata


masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluranya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuanya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temanya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya
3. Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya.
4. Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan. Dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
5. Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu. Misalnya : timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai
perang-perangan dengan temanya.
I. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang individu dapat
mengatur emosinya dengan menggunakan sumber koping dilingkungan , sumber koping
tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah interaksi dengan orang lain dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan emosi dan
mengandopsi strategi koping yang berhasil

J. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya.
Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine
estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek
anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan
uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.

3. Peran serta keluarga


Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.

4. Terapi somatic
Somatic terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan
melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi
adalah perilaku klien

5. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).

K. Pohon Masalah
Risiko Menciderai ; Orang lain/lingkungan

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan Harga Diri : harga diri rendah


DAFTAR PUSTAKA

Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Purbo, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Aziz. (2014). Buku ajaran Keperwatan Jiwa.Jakarta: PT Gramedia Utama.

Direja, A.H.(2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Keliat Budi Anna. (2006). Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC.

Musliha, S. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Meco Medica.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Vedebeck, S. L. (2009). Psychiatric Mental Healt Nu.rsing. Philadelphia: Lippicott

Yosep, I.(2009).Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika Aditama.


DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai