Anda di halaman 1dari 11

Proses terbentuknya fosil dan syarat terbentuknya fosil–

Fosil (dalam bahasa Latin diebut : fossa yang memiliki arti


“menggali keluar dari tanah”) merupakan jejak atau sisa-sisa
organisme hidup yang menjadi mineral atau batu. Untuk menjadi
fosil, tanda tumbuhan atau hewan harus ditutup dengan sedimen.
Oleh para ahli dari bebrapa jenis dibedakan menjadi beberapa jenis
fosil. Ada jenis fosil batu biasa, fosil yang terbentuk dalam damar,
fosil ter, seperti yang terbentuk di La Brea tar sumur di California.
Tanaman atau hewan dianggap punah namun masih hidup disebut
fosil. Yang paling umum kerangka fosil yang tersisa sebagai shell
atau cangkang, tulang dan gigi. Fosil jaringan lunak sangat jarang.
Studi tentang fosil adalah “paleontologi”, juga sebagai cabang ilmu
yang direngkuh arkeologi.
Proses Terbentuknya Fosil
Fosil terbentuk dari proses penghancuran peninggalan organisme
yang pernah hidup. Itu sering terjadi saat tumbuhan atau hewan
terkubur dalam lingkungan yang bebas dari oksigen. Fosil yang ada
jarang dipertahankan dalam bentuk aslinya. Dalam beberapa kasus,
mineral atau perubahan kimia sisa-sisa dilarutkan sehingga semua
di ubah dengan membuat cetakan.

Fosil hidup
Istilah “fosil hidup” merupakan sebuah istilah yang dipakai sebuah
spesies yang menyerupai spesies yang hanya diketahui dari fosil
hidup. Beberapa fosil hidup termasuk ikan pohon ginkgo dan
coelacanth. Fosil hidup juga dapat merujuk kepada spesies yang
tidak memiliki spesies dekat lainnya atau sebuah kelompok spesies
kecil yang tidak memiliki kerabat dekat dengan spesies lainnya yang
hidup. Contoh kriteria terakhir ini ialah nautilus.

Tempat penemuan fosil


Kebanyakan fosil ditemukan dalam batuan sedimen (endapan) yang
terkena permukaan. Batuan yang mengandung banyak fosil disebut
fosiliferus. Ketika fosil yang terkandung dalam batuan tergantung
pada jenis lingkungan di mana sedimen ilmiah disimpan. Sedimen
laut, dari garis pantai dan laut dangkal, biasanya mengandung
banyak fosil.
Syarat Terbentuknya Fosil
Fosilisasi merupakan proses akumulasi sisa-sisa tanaman atau
hewan yang menumpuk di sedimen atau endapan, baik menjalani
konservasi menyeluruh, atau sebagian jejaknya saja. Ada beberapa
kriteria yang dapat di anggap pemfosilan diantaranya yakni:

1. Umur lebih dari 10.000 tahun yang lalu.


2. Organisme memiliki bagian tubuh yang sulit.
3. Mengalami pelestarian.
4. Terjadi secara alami.
5. Mengandung kadar oksigen dalam jumlah kecil.
6. Bebas dari bakteri pembusuk.

Pemanfaatan fosil
Fosil penting untuk memahami sejarah batuan sedimen bumi.
Subagian waktu geologi dan kompatibilitas dengan lapisan batuan
tergantung pada perubahan fosil. Organisme yang sesuai dengan
waktu dan perubahan ini dipakai untuk menandai periode waktu.
Contoh, jenis batuan yang mengandung fosil graptolit harus pada
waktu di era Paleozoic. Distribusi geografis fosil memungkinkan
ahli geologi untuk mencocokkan komposisi batuan dari bagian lain
dunia.
Apa Itu Fosil? Fosil dapat berumur semuda 10.000 tahun, atau setua 3,5 miliar tahun. Fosil
dapat sebesar Seismosaurus, atau sekecil amoeba. Fosil bisa berupa mamut beku Siberia
yang ditemukan lengkap dengan rambut, atau hanya berupa jejak. Fosil dapat berisi material
dari organisme aslinya, atau tidak sama sekali. Jadi apa itu fosil? Fosil adalah sisa-sisa atau
bukti kehidupan dari waktu geologi sebelumnya / purba. Pada umumnya semua fosil
memberi kita petunjuk tentang dunia lampau. Berkat fosil, kita tahu bahwa berbagai bentuk
kehidupan telah menduduki planet ini. Fosil menceritakan kita bahwa kehidupan telah
berkembang dari waktu ke waktu. Fosil telah berkontribusi dalam penyusunan skala waktu
geologi.

Dua Jenis Umum Fosil Fosil tubuh / body fossils - ahli paleontologi mendefinisikan sebagai
fosil-fosil yang terdiri dari sisa-sisa material organisme aslinya, seperti; cangkang, tulang,
dan gigi. Dimana tulang sebagai bagian keras dan jaringan organik sebagai bagian lunak.
Mereka juga mendefinisikan hewan tanpa tulang sebagai organisme bertubuh lunak. Istilah-
istilah ini adalah cara yang berguna untuk membedakan tulang dan jaringan hewan. Fosil
jejak / trace fossils - ahli paleontologi mendefinisikan sebagai fosil-fosil yang dibentuk oleh
aktivitas atau perilaku organisme pada jaman dulu, seperti; jejak, jalur, liang, pengerekan,
sarang, dan koprolit (fosil kotoran). Setiap sisa-sisa organisme dan segala macam jalur atau
jejak, bahkan jika ahli paleontologi tidak dapat mengidentifikasinya sebagai tanaman atau
aktivitas hewan, akan memenuhi syarat sebagai fosil jika itu dibentuk oleh suatu bentuk
kehidupan dari waktu geologi sebelumnya. Pada umumnya fosil berumur sangat tua, jutaan
dan kadang-kadang lebih dari satu miliar tahun, namun secara teknis setiap sisa-sisa atau
bukti kehidupan yang berumur lebih dari sekitar 10.000 tahun adalah fosil. Yang jauh lebih
penting adalah bagaimana cara objek dipelajari. Tidak peduli berapa umur sebuah objek,
jika dipelajari dengan cara yang sama sebagai fosil yang berumur tua, sebagai sesuatu yang
berasal dari batuan, maka sering dianggap sebagai fosil. Dengan demikian, dikarenakan
jasad beku manusia es yang ditemukan beberapa tahun lalu di Pegunungan Alpen dipelajari
dengan metode biologi dan antropologi, sebagian besar ahli paleontologi tidak akan
menganggap manusia es tersebut sebagai fosil. Di sisi lain, seorang ahli paleontologi tertarik
menafsirkan interaksi antara organisme dan lingkungan tempat tinggal mereka, mungkin
dengan mempelajari cangkang modern seolah-olah sebagai fosil, bahkan jika suatu
organisme mati hanya beberapa hari yang lalu. Subfossil adalah istilah yang kadang-kadang
digunakan untuk sisa-sisa organisme yang baru saja mati jika ingin dipelajari seolah-olah
sebagai fosil.

Mahluk Hidup / Organisme yang Terfosilkan

 Fosil Invertebrata Sejauh ini jumlah terbesar ahli paleontologi adalah mereka yang
mempelajari fosil invertebrata, fosil organisme yang tidak memiliki tulang belakang. Hal
ini dikarenakan jenis-jenis fosil invertebrata yang melimpah dan terawetkan dengan baik
di berbagai jenis batuan, berasal dari berbagai jenis organisme, kebanyakan hidup
dalam rentang waktu geologi yang panjang; dan karena jenis fosil ini sering terawetkan
secara keseluruhan (bukan sebagai fragmen).

 Fosil Vertebrata Fosil-fosil hewan bertulang belakang, seperti; ikan, amfibi, berbagai
kelompok reptil, burung, dan mamalia - adalah contoh dari fosil vertebrata. Tulang dan
gigi organisme jenis ini adalah bagian terkeras dari beberapa bagian tubuh lainnya, dan
dengan demikian bagian tersebut cenderung tahan terhadap erosi, sehingga fosil
vertebrata sering ditemukan hanya berupa tulang-tulang dan gigi-gigi nya saja. Seorang
ahli paleontologi vertebrata akan mendapatkan informasi lebih banyak dari kerangka
yang terawetkan secara utuh dibandingkan dari tulang-belulang dan gigi-gigi yang
terpisah.

 Fosil Mikro Ahli paleontologi menggunakan mikroskop untuk mempelajari segala macam
fosil, bahkan tulang-tulang dinosaurus raksasa yang mungkin berukuran lebih dari
beberapa meter dan memiliki berat puluhan kilogram. Sebuah mikrofosil adalah salah
satu yang dapat dipelajari dengan mikroskop karena ukurannya yang sangat kecil.
Mereka yang mempelajari fosil mikro disebut micropaleontologists, dan banyak dari
mereka bekerja untuk perusahaan minyak karena fosil mikro berguna untuk menentukan
usia batuan, dan cenderung menjadi satu-satunya jenis fosil yang menjadi alasan ketika
sumur minyak dibor.
Bakteri yang terawetkan sebagai fosil jauh lebih banyak daripada yang diharapkan, mungkin
karena bakteri begitu berlimpah, keras dan karena mereka dapat mengubah lingkungan
mereka dengan cara yang signifikan. Studi tentang interaksi bakteri dengan batuan disebut
geobiologi - merupakan salah satu bagian dari ilmu geologi yang menjanjikan dan sedang
berkembang pesat saat ini.
 Fosil Tanaman Sebagian besar jenis tanaman tidak memiliki cangkang apapun seperti
yang dimiliki hewan, meskipun beberapa jenis rumput memiliki butiran opal kecil yang
kadang dapat merusak gigi hewan pemakan rumput. Kemungkinan tanaman terfosilkan
sangatlah tipis, tetapi jika berada pada kondisi yang tepat, sebuah tanaman bisa
terfosilkan. Ukuran batang pohon dan kelimpahan daun sangat berkontribusi terhadap
kelimpahan catatan fosil tanaman. Batang pohon yang berukuran besar dapat memfosil
sebelum membusuk; begitu pula halnya daun, jika terakumulasi dalam jumlah banyak
pada satu lingkungan, daun-daun tersebut dapat mengubah lingkungan sehingga dapat
meningkatkan kemungkinan fosilisasi mereka.
Satu fakta yang mengejutkan adalah bahwa meskipun organisme vertebrata dan tanaman
saling ketergantungan dalam banyak hal, merupakan hal yang sedikit tidak lazim jika
menemukan kedua fosil vertebrata dan tanaman terawetkan bersama dalam jenis batuan
yang sama. Kondisi yang diperlukan untuk fosilisasi keduanya cukup berbeda, oleh karena
itu tidak mungkin terjadi bersamaan. Meskipun kita tahu bahwa mereka umumnya tinggal
bersama, di tempat yang sama.
 Palynomorphs Bagian ini lebih fokus mempelajari apa pun yang berukuran kecil sebagai
spora atau butiran serbuk sari yang terawetkan pada batuan dalam jangka waktu geologi
yang lama, disebut Palynology. Fosil serbuk sari cukup melimpah dan cukup resisten,
ahli paleontologi membedakan fosil serbuk sari dari "fosil tanaman" meskipun keduanya
tentu saja merupakan satu bagian. Berbagai jenis tanaman memiliki berbagai jenis spora
dan serbuk sari yang dapat dibedakan dengan mempelajarinya dibawah mikroskop.
Fosil spora dan serbuk sari memberikan banyak informasi tentang sejarah evolusi
tanaman dan lingkungan pengendapan.

Bagaimana Fosil Terbentuk? Ahli paleontologi sering berhubungan dengan orang-orang


yang menemukan fosil dan ingin tahu lebih banyak tentang fosil. Salah satu pertanyaan
pertama yang mereka tanyakan adalah, "Has it been fossilized?" Ingat bahwa fosil adalah
sisa-sisa atau bukti kehidupan dari waktu geologi sebelumnya. Anything that keeps the
remains from being destroyed by geological processes is a type of fossilization.

 Permineralisasi Pada umumnya tulang memiliki pori dengan derajat yang beda-beda.
Tulang yang berpori adalah tulang manusia dan cangkang-cangkang dari berbagai jenis
hewan invertebrata. Ketika air tanah merembes masuk ke dalam fosil berpori, biasanya
air akan mengendapkan material mineral ke dalam pori-pori, proses ini disebut sebagai
permineralization. Material endapan dari proses ini dapat berkomposisi sama seperti
tulang yang ditempatinya, atau dapat sangat berbeda.
 Petrifikasi Secara harfiah, petrifikasi berarti pembatuan (beralih ke batu). Penggunaan
kata ini menyiratkan bahwa suatu zat yang membatu harus dimulai tanpa mineral yang
keras. Artinya, organisme yang terpetrifikasi adalah organisme yang bertubuh lunak.
Petrifikasi adalah proses dimana bagain lunak dari objek terubah dengan mineral,
contohnya mineral silika dalam bentuk mikrokristalin kuarsa, kalsit atau kadang-kadang
apatit - mineral kalsium fosfat dengan campuran beberapa elemen lain, terutama
fluorine. Contoh fosil yang mengalami petrifikasi adalah fosil kayu / petrified wood - kayu
yang membatu.
 Rekristalisasi Rekristalisasi adalah proses fosilisasi dimana satu jenis mineral
mengkristal ke berbagai jenis mineral lainnya. Contohnya pada cangkang yang tersusun
dari mineral aragonit, dalam proses fosilisasinya mineral tersebut akan
merekristalisasikan mineral kalsit. Kebanyakan keong, kerang, kelompok cumi, dan koral
dari era Mesozoikum dan Kenozoikum memiliki kerangka yang tersusun dari mineral
aragonit. Aragonit dan kalsit memiliki komposisi kimia yang sama (CaCO3), akan tetapi
kalsit memiliki struktur kristal yang stabil.
 Casts dan Molds Cast dan mold adalah bentuk tiga dimensi dari hasil pengawetan suatu
organisme. Proses fosilisasi ini dimulai ketika suatu cangkang/kerangka organisme
terperangkap dalam batuan sedimen. Sebagian besar dari kerangka ini terdiri dari zat-
zat yang mudah larut dalam air berkarbonasi. Pada umumnya proses fosilisasi ini terjadi
pada batuan yang berpori, contohnya batupasir. Sifat batuan yang berpori memudahkan
air berkarbonasi untuk melarutkan cangkang dan jaringan asli dari organisme. Cast
adalah bentuk cetakan bagian eksternal organisme, sedangkan mold adalah bentuk
negative imprint dari permukaan organisme.
 Karbonisasi Terkadang suatu jasad organisme terkubur dengan cepat sebelum
membusuk. Suksesi lapisan sedimen terendapkan dengan cepat di atasnya, membuat
jasad organisme terkubur lebih dalam. Kemudian, semua material yang mudah menguap
terpanaskan oleh panas bumi, dan menyisahkan carbon film. Fosil daun merupakan
contoh terbaik dari proses ini.
 Mumi Mumi Firaun Mesir yang terawetkan dalam piramida tidak dianggap sebagai fosil
biasanya, meskipun proses fosilisasinya sama dengan sisa-sisa organisme kuno
lainnya. Ahli paleontologi beranggapan bahwa mumi terbentuk karena proses
pengeringan yang cepat sebelum jasad mumi tersebut membusuk. Proses fosilisasi
seperti ini jarang ditemukan, dan hanya terjadi pada daerah dengan kondisi yang sangat
kering (mis; gurun atau goa). Mumi tidak bertahan lama, maka dari itu tidak ada mumi
yang berumur sangat tua. Perubahan iklim, goa yang runtuh, dan serangan bakteri dapat
menghancurkan mumi.
 Frozen Mammoth Pembekuan adalah jenis khusus dari proses mumifikasi. Lebih
spektakuler lagi, fosil yang dihasilkan dari pembekuan tidak mengalami pengeringan.
Pada tahun 1900 beberapa orang berburu fosil gading dari taring mammoth di Siberia
Utara, dan mereka menemukan fosil mammoth yang tertanam dalam permafrost (lapisan
es abadi) di tepi sungai. Dalam beberapa tahun terakhir para ilmuwan melakukan projek
untuk menghasilkan mammonth hidup dengan cara mengumpulkan DNA mammoth
beku dan menggabungkannya dengan DNA gajah. Sejauh ini projek tersebut tidak
menghasilkan banyak kemajuan, para ahli masih optimis, projek ini masih dianggap
sesuatu yang menarik, yang suatu saat akan menghasilkan penemuan-penemuan baru.
 Fosil Amber Amber adalah fosil getah pohon. Beberapa jenis pohon, bila kulit atau
batangnya terkupas, pohon tersebut akan mengeluarkan cairan getah. Mekanisme
tersebut yang membuat serangga terperangkap dalam getah. Amber tertua adalah yang
pernah ditemukan di midcontinent Amerika Utara yang berumur sekitar 300 juta tahun.
 Phosphatic fossilization Mineral yang kaya akan fosfat, terutama mineral kalsium fosfat,
terkadang menembus masuk ke ruang pori pada batuan, dan membentuk nodul fosfat.
Ketika hal tersebut terjadi, pengawetan bisa terjadi dengan sangat baik. Serat otot ikan,
larva invertebrata, dan bahkan semua individual bakteri bisa terawetkan dengan proses
ini.

Fosil kayu yang membatu adalah sejenis fosil, yaitu fosil kayu di mana semua bahan
organiknya telah digantikan oleh mineral (biasanya sejenis silikat, seperti quartz), dengan
struktur kayu tetap terjaga. Proses fosil terjadi di bawah tanah, ketika kayu terkubur di bawah
lapisan sedimen. Air yang banyak mengandung mineral masuk ke dalam sel-sel tanaman dan
sementara lignin dan selulosa membusuk, mereka digantikan oleh batu.
FOSIL

Kira-kira 550 juta tahun yang lalu longsoran lumpur terjadi di dasar laut purba.
Tumbuhan dan binatang terangkut pada proses tersebut ke dasar laut yang lebih
dalam dan terjebak dalam lapisan sedimen lumpur yang kemudian mengalami litifikasi
menjadi serpih. Selanjutnya serpih mengalami pengangkatan membentuk pegunungan
yang tinggi pada batuan tersebut ditemukan sejumlah sisa-sisa organisme tadi yang
beberapa jenis diantaranya masih tetap hidup sampai sekarang sedang lainnya telah
musnah.
Sisa-sisa kehidupan dimasa lampau dan telah mengalami pembatuan disebut fosil.
Sampai saat ini telah dijumpai banyak jenis fosil dari unsur yang berbeda-beda. Fosil
yang tertua adalah jejak yang sangat kecil dari organisme yang menyerupai bakteri
yang pernah hidup 3000 juta tahun lalu. Cabang ilmu geologi yang memperlajari
tentang kehidupan yang pernah ada dimasa lampau disebut paleontologi. Paleontologi
sangat membantu ahli geologi dalam melakukan interpretasi mengenai sejarah bumi.

1. Proses Pembentukan Fosil

Untuk mengetahui bagaimana fosil terbentuk, tergantung apa yang terjadi


setelah organisme tersebut mati. Kebanyakan organisme yang telah mati
dimakan oleh binatang atau hancur karena organisme lainnya. Selain itu proses
dekomposisi dapat juga menghancurkan organisme tersebut. Proses tersebut
kadang sangat aktif, sehingga dapat menghilangkan sama sekali jejak-jejak
dari organisme yang telah mati. Tetapi pada kondisi tertentu sisa dan atau
jejak dari organisme yang mati tersebut dapat terawetkan dan menjadi fosil.
a. Fosil yang terbentuk oleh proses pengawetan
Proses pengawetan adalah proses yang menyebabkan suatu organisme
baik seluruh atau sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan
sedikit perubahan sifat kimia maupun fisikanya.
Di Siberia pernah ditemukan bayi mammoth (gajah purba) yang
berumur sekitar 44.000 tahun terawetkan pada tanah yang membeku.
Tubuh mammoth tersebut ditemukan lengkap dengan kulit dan bulunya.
Daging mammoth yang telah terawetkan tersebut ternyata masih tetap
segar dan merupakan salah satu hidangan yang disajikan pada pertemuan
para ahli geologi dan ahli biologi telah mempelajari informasi genetik dari
sel yang mengalami pembekuan. Organisme kecil semacam insekta dapat
pula membentuk fosil. Organisme kecil tersebut dapat terjebak dalam
lapisan-lapisan kayu, dan apabila kayu tersebut mengalami fosilisasi dan
membentuk material yang sebut amber, organisme tersebut dapat
terawetkan didalamnya.
Pada lingkungan gurun, sisa-sisa binatang dapat mengalami proses
dehidrasi yang disebut proses mummifikasi. Salah satu contoh dari fosil
yang mengalami mummifikasi pernah dijumpai di New Meksiko. Kulit dari
organisme tersebut masih tetap ada dan tulang-tulangnya masih terikat
satu dengan lainnya oleh ligament.
Bagian organisme yang keras seperti tulang, gigi atau cangkang pada
umumnya tahan terhadap proses dekomposisi, dan apabila lingkungan
fisika dan kimia memungkinkan, bagian-bagian tersebut terawetkan untuk
jangka waktu yang cukup lama.
b. Mineralisasi
Pengawetan tanpa perubahan sifat fisika dan kimia sangat jarang
terjadi dan fosil dengan tipe ini sangat jarang terjadi. Pada kondisi lain,
seluruh atau sebagian dari tubuh organisme mengalami penggantian oleh
mineral yang disebut proses mineralisasi. Meski material yang menyusun
organisme tersebut telah digantikan oleh mineral, struktur sel organisme
tersebut masih dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop.
Proses mineralisasi dapat terjadi dengan bermacam cara, yaitu
rekristalisasi, permineralisasi dan penggantian (replacement).
Rekristalisasi. Kebanyakan cangkang dari organisme invertebrata
laut seperti koral, kerang dan oyster terutama disusun oleh Kalsium
karbonat. Kebanyakan invertebrata yang masih hidup menyerap kalsium
karbonat untuk membuat rangkanya dengan menghasilkan mineral
aragonit. Setelah organisme tersebut mati, struktur kristal aragonit
akan berubah menjadi mineral kalsit yang lebih stabil. Perubahan ini
terjadi karena atom-atom penyusun mineral aragonit akan menyesuaikan
diri dan membentuk kristal yang lebih solid. Fosil yang telah mengalami
proses rekristalisasi akan mempunyai bentuk dan struktur dalam yang
tetap hanya komposisi mineralnya yang berubah.
Permineralisasi. Pada tulang dan cangkang binatang kadang dijumpai
rongga arau lubang yang saluran darah, syaraf dan bagian lunak
organisme lainnya. Ketika organisme tersebut mati, air dapat mengalir
melalui rongga-rongga tersebut. Jika air masuk ke dalam rongga tersebut
mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida
besi, ion-ion tersebut akan mengalami presipitasi dan mengisi rongga-
rongga tersebut dengan mineral. Proses tersebut disebut proses
permineralisasi. Selama proses tersebut, tulang dan cangkang asli dari
organisme tidak mengalami perubahan. Tetapi karena adanya mineralisasi
di dalam rongga dan pori-porinya, maka fosil organisme tersebut lebih
berat dan lebih tahan. Proses permineralisasi dapat juga terjadi pada
bagian lunak dari tumbuhan. Air yang membawa larutan silika masuk ke
dalam jaringan tumbuhan yang tumbang dan mengkristal membentuk
mineral kuarsa. Fosil yang dihasilkan dari proses tersebut disebut fosil
kayu atau petrified wood. Lingkaran tahun dan jaringan pada fosil kayu
ini sama dengan yang terdapat pada pohon yang hidup jutaan tahun yang
lalu.
Replacement. Material yang menyusun organisme dapat mengalami
pelarutan dan digantikan oleh mineral lainnya. Proses ini disebut dengan
replacement atau penggantian. Selama proses tersebut volume dan
bentuk organisme yang asli tetap tetapi material penyusunnya mengalami
perubahan. Sebagai contoh cangkang binatang yang tadinya tersusun oleh
kalsium karbonat, pada waktu menjadi fosil cangkang tersebut sudah
mengalami perubahan disusun oleh silika atau pirit.
c. Mold dan Cast
Bayangkan cangkang binatang yang tertinggal di dasar laut dan
tertutupi oleh sedimen. Kemudian sedimen tersebut mengalami kompaksi
dan membentuk batuan sedimen, dan cangkang tersebut mengalami
pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen tersebut yang
disebut mold. Apabila yang tercetak adalah bagian luar dari cangkang
tersebut di sebut eksternal mold, sedangkan bila yang tercetak bagian
dalamnya disebut internal mold. Bila cetakan tersebut terisi oleh
material lain maka akan terbentuk cast.
d. Carbonisasi
Fosil dapat juga terbentuk oleh proses karbonisasi. Pada proses ini
bagian-bagian lunak dari organisme seperti daun, ubur-ubur dan cacing,
pada waktu mati dengan cepat mengalami penimbunan oleh sedimen.
Karena penimbunan tersebut material mengalami kompresi sehingga
komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan unsur karbon
yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.
e. Fosil Jejak
Beberapa fosil tidak terdiri dari sisa tubuh organismenya, tetapi
organisme tersebut meninggalkan jejak, lubang atau sarang atau tanda-
tanda lain yang dibuatnya. Apabila jejak-jejak tersebut terawetkan,
maka disebut fosil ejak (trace fossils). Jejak-jejak binatang telah
banyak dijumpai pada batuan sedimen. Fosil jejak tersebut dapat
memberikan informasi kepada kita bagaimana organisme tersebut
bergerak semasa hidupnya, apakah organisme tersebut berjalan dengan
dua kaki atau empat kaki dan memberikan petunjuk bagaimana kebiasaan
hidup dari organisme tersebut.

2. Kegunaan Fosil Dalam Geologi

Para ahli geologi selalu tertarik terhadap bagaimana batuan, mineral dan
bentang alam mangalami perubahan dengan berubahnya waktu. Ukuran waktu
dalam skala waktu geologi akan di uraikan pada bab lain, tetapi di sini akan
diuraikan bagaimana para ahli geologi mengunakan fosil.
a. Fosil dan pengukuran umur.
Fosil dapat digunakan untuk menentukan umur relatif dari batuan
sedimen. Lapisan sedimen yang mengandung fosil tertentu dapat
dikatakan bahwa batuan sedimen berbentuk pada waktu binatang-
binatang yang membentuk fosil tersebut hidup. Jadi batuan sedimen
tersebut terbentuk bersamaan rentang waktu kehidupan binatang
tersebut. Setiap organisme mengalami perubahan dengan perubahan
waktu, sehingga setiap organisme mempunyai rentang waktu yang
berbeda-beda. Jadi fosil tertentu akan dapat menunjukkan batuan
sediman yang mengandung fosil tersebut terbentuk pada waktu tertentu.
Jadi umur relatif dari batuan sedimen dapat ditentukan dengan
mempelajari fosil-fosil yang terkandung didalamnya.
b. Fosil dan Korelasi
Korelasi adalah menghubungkan antara dua alam atau lebih unit
batuan yang berada pada tempat yang berbeda dan mempunyai kesamaan
umur. Korelasi merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam geologi,
karena pada kenyataanya batuan-batuan yang menyusun kerak bumi isi
tersingkap setempat-setempat dan kadang mempunyai jarak yang
berjauhan.
Jika proses evolusi terjadi sangat cepat pada suatu organisme
tersebut mempunyai jangka waktu hidup yang pendek. Fosil dan
organisme tersebut dapat menunjukkan umur batuan dengan rentang
waktu yang sangat pendek. Fosil dengan rentang waktu hidup yang sangat
pendek tersebut di sebut fosil indeks atau fosil penunjuk, karena fosil
tersebut dapat digunakan untuk menentukan umur batuannya. Fosil
indeks yang sangat baik adalah yang berevolusi dengan cepat, sangat
melimpah pada jangka waktu yang pendek, mempunyai penyebaran yang
luas dan dengan cepat mengalami pemusnahan dan terawetkan dengan
baik pada batuan. Bahan-bahan yang mengandung fosil yang sama
dikatakan mempunyai umur yang sama jadi batuan yang mengandung fosil
dengan umumr yang sama dan berasal dari tempat yang berbeda dapat
diselesaikan.
c. Penyusunan skala waktu Geologi
Tidak hanya individu spesies tertentu yang dapat mengalami
perubahan yang sangat cepat, tetapi kadang-kadang, seluruh karakter
kehidupan pada planet ini dapat mengalami perubahan dengan sangat
cepat pula. Sebagai contoh, meskipun kehidupan dipercaya telah
mengalami evolusi mulai sekitar 4 milyar tahun lalu. Kehidupan awal ini
sangat kecil dan tidak mempunyai bagian yang keras seperti tulang dan
cangkang, Sehingga sisa kehidupan organisme ini sebagai fosil sangat
jarang sekali. Kemudian dengan tiba-tiba, seperti ledakan, spesies yang
bercangkang terbentuk sekitar 570 juta tahun lalu. Evolusi yang cepat
dari binatang bercangkang keras ini menandakan awal dari Era Paleozoik
dan merupakan batas utama dari skala waktu geologi. Pembagian utama
pada skala waktu geologi di dasarkan pada perubahan flora dan fauna di
planet ini yang terawetkan sebagai fosil.
d. Interpretasi lingkungan pengendapan
Leonardo da vinci (1452-1519) salah seorang filosof, kira-kira 400
tahun yang lalu menemukan fosil pada batuan di tepi pegunungan dekat
dengan laut Adriatik Italia. Fosil-fosil tersebut mirip dengan organisme
yang telah diketahui hidup di laut yang berdekatan. Ia melihat batuan
yang mengandung fosil tersebut adalah pasir hasil proses pelapukan dari
batuan yang ada di pegunungan mengalami pengangkutan oleh sungai
hingga di kawasan pantau dimana pasir tersebut mengalami pengendapan.
Penumpukan pasir tersebut mengubur sisa-sisa tumbuhan dan binatang
yang hidup di kawasan tersebut. Selanjutnya pasir tersebut mengalami
litifikasi menjadi batupasir. Ia juga menyatakan bahwa daerah tersebut
tadinya merupakan laut dimana pasir terendapkan dan mengubur
kehidupan yang pernah ada di tempat tersebut. Kemudian daerah
tersebut mengalami pengangkatan menjadi pegunungan. Jadi fosil yang
dijumpai di daerah tersebut dapat membantu untuk melakukan
interpretasi mekanisme pembentukan batupasir, dan dapat digunakan
untuk menjelaskan bahwa pegunungan dapat dibangun oleh batuan
sedimen yang terbentuk di laut.
Ahli geologi modern kemudian mencontoh yang diberikan oleh
Leonardo da Vinci dalam menggunakan fosil untuk menentukan lingkungan
pengendapan batuan sedimen. Sebagai contoh dengan ditemukannya suatu
pegunungan yang tingginya sampai beribu meter dan disusun oleh sekuen
batuan sedimen. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana suatu
perlapisan batuan sedimen yang sangat tebal tersebut terbentuk.
Kemungkinan pertama adalah pada waktu itu ada cekungan yang sangat
dalam (palung) yang terus menerus terisi oleh sedimen, hingga mencapai
ketebalan beribu meter. Tetapi pada batuan sedimen tersebut ternyata
dijumpai fosil dari binatang yang umumnya hidup pada lingkungan laut
dangkal. Jadi sedimen tersebut tentunya diendapkan pada kondisi
lingkungan laut dangkal. Dari keadaan tersebut dapat diketahui bahwa
pada waktu sedimen tersebut terakumulasi, cekungan terus mengalami
penurunan bersamaan dengan terendapkannya sedimen.

3. Proses Evolusi

Proses evolusi ada;ah proses perubahan karakteristik fisk dan genetik


dari suatu spesies karena perubahan waktu. Proses ini dapat dipelajari dengan
mempelajari fosil.
Teori evolusi pertama kali diperkenalkan kepada umum oleh Charles Darwin
pada tahun 1858. Darwin mengatakan bahwa proses evolusi terjadi secara
bertahap dengan perlahan-lahan. Setiap tahap terdiri dari perubahan yang
sangat kecil dari karakteristik suatu organisme untuk keuntungan dari
organisme tersebut ketika menyesuaikan dirinya dengan keadaan di sekitarnya.
Perubahan tersebut dimaksudkan agar organisme tersebut tetap hidup dengan
adanya perubahan lingkungannya.
Dengan teorinya Darwin menunjukkan bahwa evolusi kehidupan terjadi
secara bertahap. Setiap tahap terdiri dari perubahan kecil pada karakteristik
suatu organisme yang sedikit memberikan keuntungan pada organisme lainnya
yang tidak mengalami perubahan. Perubahan tersebut memberikan keuntungan
pada indivisu organisme untuk dapat mempertahankan kehidupannya. Perubahan
tersebut akan menjadi lebih umum pada generasi berikutnya. Pada umumnya
individu yang mengalami perubahan tersebut akan mendominasi spesies individu
tersebut dan pada akhirnya spesiespun akan mengalami perubahan. Konsep
mengenai perubahan ini disebut dengan konsep gradualisme, karena perubahan
yang terjadi secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Berdasarkan teori ini
perubahan akan berlanjut terus dari satu tahap ke tahap berikutnya dan setiap
spesies baru akan menggantikan fasies yang lebih tua. Dalam beberapa hal
teori evolusi cukup memuaskan, tetapi teori gradualisme ini tetap memberikan
pertanyaan yang tidak terjawabkan.
Problem lainnya dari teori yang diusulkan oleh Darwin ini adalah sangat
sedikit fosil yang dijumpai yang menunjukkan secara langsung adanya
perubahan pada kehidupan yang pernah ada. Sebaliknya studi mengenai fosil
menunjukkan bahwa banyak spesies tetap menunjukkan tidak adanya perubahan
fisik untuk jangka waktu yang panjang meskipun ada perubahan kondisi
lingkungan dan iklim. Selanjutnya dalam periode waktu geologi yang pendek,
mungkin sekitar ribuan atau ratusan tahun, spesies baru muncul. Kejadian ini
memberikan kesan bahwa perubahan bertahap pada spesies kurang umum
daripada seperti yang telah dijelaskan oleh Darwin. Selain itu proses evolusi
mungkin terjadi pada suatu seri yang hancur oleh satu periode panjang dengan
sedikit atau tanpa perubahan. Konsep ini disebut dengan punctuated evolution.
Untuk memahami bagaimana pertanda evolusi terjadi dengan
membayangkan suatu populasi kecil diisolasi dari anggota spesies lainnya.
Selanjutnya dibayangkan perubahan yang jarang tetapi sangat radikal terjadi
di dalam kelompok yang diisolasi ini. Jika perubahan ini sangat baik, maka akan
mendominasi populasi kecil ini dan akan membentuk spesies yang baru. Spesies
baru ini akan hidup bersama dengan spesies yang lama, khususnya bila populasi
keduanya tetap terisolasi satu dan lainnya. Kemungkinannya spesies baru akan
bermigrasi ke dalam wilayah kehidupan spesies yang lama dan akhirnya akan
menggantikannya.

Anda mungkin juga menyukai