Search:
HIV - AIDS
A. PENGERTIAN
1. HIV
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family
lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu untuk
membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus
lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab
munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk
mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit
(Nursalam 2007).
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa
menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia, dan HIV-2
banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau
retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim
reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007
).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah
putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki
CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena
berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih
atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan
pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV)
nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol)
(KPA, 2007).
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara
material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk
dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara
lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai
lagi berbagai subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi.
Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di
seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup.
Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa
pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat
virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi
oportunistik (Zein, 2006).
2. AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala
atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh
manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus,
dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya
(Laurentz, 2005).
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan berbagai
gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia,
yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh
manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk mereplikasi
lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi
infeksi akibat berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang
didiagnosa mengalami AIDS apabila sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan
infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011).
B. ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus
ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari
HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini mengandung
3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen
tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein
replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus
terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat
efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi
protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus.
Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang
lain (Brooks, 2005).
C. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada
saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV
) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang
juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded
DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel
T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi
primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit
kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare,
meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan
erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma
viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu
diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu
gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari
penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi
secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan
tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan
masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala
yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut
AIDS.
E. CARA PENULARAN
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan
pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara
penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan
perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi
vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal
atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang
terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara
bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai
kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena
dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum
digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan
sesudah lahir melalui ASI.
8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja
kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan terinfeksi
HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik
melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain
itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000). Menurut WHO (1996),
terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang
sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular.
Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak
akan menyebabkan seseorang tertular.
Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-hari seperti
berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita
HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat
lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah
transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang menghasilkan sistem
kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak
terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6
minggu selepas paparan akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan
apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV.
kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil tes
mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu
jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes
positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa
definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus ditampilkan oleh acrylamide gel
electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika
terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan
p24. Kemudian ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia.
Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi
(Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel darah
untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes
positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus, manakala
polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan
pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR
mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA
adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika
ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum
antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana
antibodi ibunya merumitkan tes lain (Swierzewski, 2010).
E. KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)
F. PENCEGAHAN
Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga cara untuk
pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya tidak melakukan hubungan
seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia pada satu pasang yang juga setia
padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut
sering disingkat dengan ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam mengamalkan
hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan konseling kelompok kecil.
Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman,
dan seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV
(UNAIDS, 2000).
Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk mengurangi
risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang dapat diminum
secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk
menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau semprit baru yang sekali pakai atau
jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA,
gunakan air yang steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan
tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada bayinya
ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat mengambil
pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi.
Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak untuk mengurangkan
risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV
akan direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini dapat ditransmisi melalui
ASI ( The Nemours Foundation, 1995).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal (Universal
Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam , mencuci
tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan
alat pelindung seperti sarung tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles)
saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi
instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara
tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi
dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui
status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup
memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik
pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih
efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah
mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini
dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan
protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral
DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari
HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim
tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–
obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu
virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+)
dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui.
Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita
yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia
untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu selama
masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati
67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi
telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis
tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan
penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet
kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3
hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang
dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang
menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun
terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu
pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan
bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan
untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui
pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang
digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine
sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena
infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam,
sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan,
maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan proses
terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat
memberikan efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik
infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik,
dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun
anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun
perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang
terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer
(Brooks, 2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau
sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat dan kelaparan
3. Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur.
4. Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara
berubah, epsitaksis.
5. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku
kuduk, kejang, paraplegia.
6. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
7. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.
8. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu pernapasan, batuk
produktif atau non produktif.
9. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
10. Genital : lesi atau eksudat pada genital.
11. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyaknya mukus
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri, kecemasan
3. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi
4. Nyeri b.d agen injury biologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan
faktor biologis, psikologis
6. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi
7. Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan
8. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik
9. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi, imonusupresi ,
ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak adekuat pertahanan tubuh primer
10. Kelelahan b.d anemia, status penyakit
11. Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam mengaktualisasi diri
12. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA/MASALAH
NO TUJUAN (NOC)
KOLABORASI
1. Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk Respiratory status : Airway patency Pastikan kebutuhan
membersihkan sekresi atau obstruksi Aspiration Control Auskultasi suara n
dari saluran pernafasan untuk Informasikan pada
mempertahankan kebersihan jalan nafas. Kriteria Hasil : Minta klien nafas d
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas Berikan O2
Batasan Karakteristik : yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu memfasilitasi suk
- Dispneu, Penurunan suara nafas (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas Gunakan alat yang
- Orthopneu, Cyanosis dengan mudah, tidak ada pursed lips) Anjurkan pasien u
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak kateter dikeluark
- Kesulitan berbicara merasa tercekik, irama nafas, frekuensi Monitor status oks
- Batuk, tidak efekotif / tidak ada Ajarkan keluarga b
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
- Mata melebar nafas abnormal) Hentikan suksion
- Produksi sputum, Gelisah Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor menunjukkan bra
- Perubahan frekuensi dan irama nafas yang dapat menghambat jalan nafas
Airway Managem
Faktor-faktor yang berhubungan: Buka jalan naf
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan thrust bila perlu
nafas, sekresi tertahan, banyaknya Posisikan pasien
mukus, Identifikasi pasi
buatan
Pasang mayo bil
Lakukan fisioter
Keluarkan sekre
Auskultasi suara
Lakukan suction
Berikan bronkod
Berikan pelemba
Atur intak
keseimbangan.
Monitor respiras
2. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
Respiratory status : Ventilation
Definisi : Pertukaran udara inspirasi Respiratory status : Airway patency
dan/atau ekspirasi tidak adekuat Vital sign Status Airway
Kriteria Hasil :
Batasan karakteristik : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas Buka jalan naf
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu thrust
- Penurunan pertukaran udara per menit (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas Posisikan pasien
- Menggunakan otot pernafasan dengan mudah, tidak ada pursed lips) Identifikasi pasi
tambahan Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak buatan
- Nasal flaring merasa tercekik, irama nafas, frekuensi Lakukan fisioter
- Dyspnea Keluarkan sekre
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara
- Orthopnea nafas abnormal) Auskultasi suara
- Perubahan penyimpangan dada Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan Berikan bronkod
- Nafas pendek darah, nadi, pernafasan)
Berikan pelemba
- Assumption of 3-point position
Atur intak
- Pernafasan pursed-lip
keseimbangan.
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat
Monitor respiras
lama
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal Terapi Oksigen
Bersihkan mulut,
Bayi : < 25 atau > 60
Pertahankan jalan
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
Atur peralatan oks
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
Monitor aliran ok
Usia > 14 : < 11 atau > 24
Pertahankan posis
- Kedalaman pernafasan
Onservasi adanya
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat
Monitor adanya k
istirahat
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
- Timing rasio Vital sign Monit
Monitor TD, nadi, suh
- Penurunan kapasitas vital
Catat adanya fluktuas
Faktor yang berhubungan : Monitor VS saat pa
Auskultasi TD pada k
- Penurunan energi/kelelahan
- Posisi tubuh Monitor TD, nad
- Kelelahan otot pernafasan aktivitas
- Nyeri , Kecemasan Monitor kualitas dari
- Kerusakan persepsi/kognitif Monitor frekuensi dan
Monitor pola pernapa
Monitor suhu, warna,
Monitor sianosis perif
Monitor adanya cush
bradikardi, penin
3. Hipertermia NOC : Thermoregulation NIC :
Kriteria Hasil : Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang Suhu tubuh dalam rentang normal Monitor suhu sese
normal Nadi dan RR dalam rentang normal Monitor IWL
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada Monitor warna da
Batasan Karakteristik: pusing, merasa nyaman Monitor tekanan d
kenaikan suhu tubuh diatas rentang Monitor penuruna
normal Monitor WBC, Hb
serangan atau konvulsi (kejang) Monitor intake da
kulit kemerahan Berikan anti pireti
pertambahan RR Berikan pengobata
takikardi Selimuti pasien
saat disentuh tangan terasa hangat Lakukan tapid spo
Berikan cairan int
Faktor faktor yang berhubungan : Kompres pasien p
- penyakit Tingkatkan sirkula
- peningkatan metabolisme Berikan pengobata
- dehidrasi
Temperature re
Monitor suhu min
Rencanakan moni
Monitor TD, nadi,
Monitor warna da
Monitor tanda-tan
Tingkatkan intake
Selimuti pasien
tubuh
Ajarkan pada pasi
Diskusikan tent
kemungkinan efe
Beritahukan tent
penanganan eme
Ajarkan indikasi
diperlukan
Berikan anti pireti
Vital sign Monit
Monitor T
Catat ada
Monitor
berdiri
Auskultas
bandingk
Monitor
setelah ak
Monitor k
Monitor f
Monitor s
Monitor p
Monitor s
Monitor s
Monitor a
melebar,
Identifika
12. Tidak efektif koping keluarga Keluarga atau orang penting lain Coping Enhance
berhubungan dengan cemas tentang mempertahankan : 1. Kaji koping
keadaan yang orang dicintai. suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan perawatannya
akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan2. Biarkan keluar
Definisi : pengelolaan dalam keluarga berinteraksi dengan cara yang verbal
menyesuaikan diri yang efektif anggota konstruktif 3. Ajarkan kepa
keluarga dengan petugas kesehatan, transmisinya.
dalam meningkatkan kesehatan dan
pertumbuhan
Title: LAPORAN PENDAHULUAN HIV - AIDS; Written by wiwing setiono; Rating: 5 dari 5
Diposkan oleh wiwing setiono Jam 5:26 AM
Label: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap
0 Comments
2 Comments
nt.fb admin wiwing setiono
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Popular Posts
Bl