Anda di halaman 1dari 2

BAB VI

PENYUSUTAN DAN AMORTISASI

A. Harta yang Dapat Disusutkan Secara Fiskal


UUPPh menganut pemajakan penghasilan berdasar prinsip kemampuan bayar dengan konsep
pertambahan kemampuan ekonomis yang diakui pada saat diterima (cash basis – untuk
pemajakan final berdasar sistem skedular) atau saat diperoleh (accrual basis – untuk
pemajakan komprehensif berdasar sistem unitary/global)

 Pasal 6(1)(b) UUPPh menyatakan bahwa Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan harta tak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.
 Pasal 11 A
- UUPh memakai istilah pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan,
perbaikan, dan perubahan harta ketimbang ‘harta’. Sejalan dengan konsep ekonomi,
pemajakan atas tambahan kemampuan ekonomis memandang harta sebagai aktivasi
pengeluaran (dari kemampuan ekonomis WP) yang bermanfaat untuk mendapatkan,
memelihara dan menagih tambahan kemampuan ekonomis dalam beberapa masa
mendatang. Dengan demikian yang menjadi fokus adalah alokasi pengeluaran yang
memberikan manfaat menghasilkan tambahan kemampuan ekonomis untuk
beberapa tahun mendatang.
- Harta yang dapat disusutkan secara fiskal yaitu harta berwujud yang memiliki masa
manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan (objek pajak), kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak
guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai.
- Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal.
 Pasal 11(1) UUPPh mensyaratkan bahwa harta harus dimiliki (legal ownership) dan
digunakan (benefits).
 Teori penyusutan tahunan dapat diberikan dalam 3 hal variasi saat kritis yaitu,
(1) Awal tahun
(2) Akhir tahun
(3) Setengah tahun pertama atau pemakaian

 Secara fiskal untuk keseragaman, kemudahan, penyerderhanaan dan pengawasan


administrasi, Pasal 11(6) UUPPh menguasakan Menteri keuangan untuk menentukan
kelompok dan masa manfaat harta
 Untuk keseragaman dan kemudahan serta kesederhanaan administrasi pemungutan
pajak, secara fiskal harta bangunan hanya dapat disusutkan berdasar metode garis lurus
(dalam bagian yang sama selama masa manfaat), sedang untuk harta bukan bangunan
terdapat pilihan antara metode garis lurus dengan metode saldo menurun (declining
balance method, yang karena tarifnya dua kali metode garis lurus tepatnya di sebut double
declining balance method).
 Menurut penjelasan pasal 11(4), kecuali alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis
yang dengan pembukuan WP dapat disusutkan dalam satu golongan, nampaknya
penyusutan harga dilakukan secara individual.
 Dalam UU No 7 tahun 1983, metode penyusutan aktiva yang diikuti adalah gabungan
untuk tiap kelompok masa manfaat.
 Dengan persetujuan Dirjen Pajak, mungkin untuk menyelaraskan dengan praktik
akuntansi atau agar lebih memberikan manfaat pajak.
 Berbeda dengan praktik akuntansi yang terbiasa menghitung dasar penyusutan sebesar
nilai perolehan dikurangi taksiran nilai residu.
 Apabila WP melakukan penilain kembali aktiva berdasarkan ketentuan Pasal 19 UU PPh,
maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali
dengan masa manfaat penuh seperti awal mulai perolehan harta (Pasal 11(6) UUPPh).
 Untuk tujuan PPh, Pasal 19(1) UU PPh memberikan kewenangan pengaturan revalusian
harta kepada Menteri Keuangan bukan kepada yang lain.
 Tanpa adanya validasi dari menteri keuangan bahwa metode revaluasian berdasar PSAK
16.
 Sesuai dengan ketentuan Pasal 4(1)(m) UU PPh apabila dimaksudkan juga untuk
perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai