Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS (CHA)

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WANGON 1
KABUPATEN BANYUMAS

Disusun Oleh :
Inka Putri Kosita G4A019004
Lintang Sandya G4A019007
Wilvi Rahmannesa G4A017015

Pembimbing Fakultas :
dr. Dwi Arini Ernawati, MPH.

Pembimbing Lapangan :
dr. Tulus Budi Purwanto

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN
COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DIABETES MELITUS DI WILAYAH PUSKESMAS WANGON I
KABUPATEN BANYUMAS

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari Kepaniteraan Ilmu Kedokteran


Komunitas / Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh :

Inka Putri Kosita G4A019004


Lintang Sandya G4A019007
Wilvi Rahmannesa G4A017015

Telah Disetujui :
Tanggal, Desember 2019

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Tulus Budi Purwanto dr. Dwi Arini Ernawati, MPH.


NIP. 19820327 200903 1 006 NIP. 19701006 200701 1 007
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas limpahan
rahmat serta anugerah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan laporan
Community Health Analysis (CHA) dengan judul “Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Wangon 1 Kabupaten Banyumas”. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan
kepada junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammas SAW.
Terimakasih kami ucapkan kepada pihak kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga kami
bisa lebih memahami seluruh proses yang terjadi di dalamnyasejak pembuatan
prioritas masalah, proses pengolahan data, hingga membuat planning ofaction
kepada masyarakat.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pembimbing kami dr.Tulus Budi
Purwanto sebagai pembimbing puskesmas dan dr. Dwi Arini Ernawati, MPH
sebagai pembimbing fakultas yang telah membimbing kami, memberikan saran,
arahan serta masukan kepada kami. Kami juga mengucapkan terimasih kepada
segenap karyawan PuskesmasWangon I yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan informasi, arahan, dukungan selama pembuatan laporan ini.
Laporan ini berisi faktor risiko penyakit DM yang kami amati di wilayah
kerja PuskesmasWangon I. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan masyarakat.
Penulis memohon maaf apabila masih terdapat banyak kekurangan di
dalam penyusunan laporan ini. Kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangununtuk menjadikan laporan ini lebih baik lagi kedepannya.

Penulis
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi
masalah utama dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. DM adalah
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Lebih
dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes melitus tipe 2 yang
ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel beta
pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin (American
Diabetes Association, 2012).
Menurut World Health Organization/ WHO (2012) bahwa jumlah klien
dengan DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian
akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2020 nanti
diperkirakan akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20
tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta klien
yang menderita DM. Hasil penelitian yang dilakukan pada seluruh provinsi yang
ada di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk toleransi
glukosa tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM adalah sebesar
5,7% (Balitbang Depkes RI, 2008).
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan berupa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan
2 terjadi peningkatan prevalensi klien diabetes melitus pada tahun 2007 yaitu
1,1% meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,4%. Sementara itu prevalensi DM
berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1%
prevalensi yang tertinggi adalah pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling
rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2012 prevalensi DM adalah 0,6%. Data Riskesdas tersebut
menyebutkan bahwa prevalensi klien DM cenderung meningkat pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dimana terjadi peningkatan
prevalensi penyakit DM sesuai dengan pertambahan umur namun pada umur ≥
65 tahun prevalensi DM cenderung menurun. Prevalensi DM cenderung lebih
tinggi bagi klien yang tinggal di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan.
Ditinjau dari segi pendidikan menurut Riskesdas bahwa prevalensi DM
cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi
(Balitbang Depkes RI, 2013).
Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak
negatif terhadap fisik maupun psikologis klien, gangguan fisik yang terjadi
seperti poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk (Price &
Wilson, 2005). Disamping itu klien juga dapat mengalami penglihatan kabur,
kelemahan dan sakit kepala. Dampak psikologis yang terjadi pada klien dengan
DM seperti kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang
harapan, depresi, kesepian, tidak berdaya (Potter & Perry 2010), ditambah lagi
klien dapat menjadi pasif, tergantung, merasa tidak nyaman, bingung dan merasa
menderita (Purwaningsih & Karlina, 2012).
Salah satu dampak psikologis yang dialami pada klien dengan DM adalah
3 stres. Stres merupakan perasaan yang diciptakan ketika seseorang bereaksi
terhadap peristiwa tertentu. Reaksi tersebut merupakan cara tubuh meningkatnya
untuk suatu tantangan dan bersiap-siap untuk memenuhi situasi yang sulit
dengan berfokus, kekuatannya, stamina, dan kewaspadaan yang meningkat.
Peristiwa yang memicu stres disebut stresor, dan mereka mencakup berbagai
macam situasi fisik, seperti cedera atau sakit. Tubuh bersiap untuk mengambil
tindakan dalam menanggapi stres. Persiapan ini disebut respon fight or flight.
Diabetes itu sendiri juga merupakan penyebab stres (Eom et al, 2011).
Stres pada klien DM dibandingkan dengan populasi umum, memiliki
tingkat stres yang lebih tinggi, dan sebagaimana tingkat stres meningkat, kontrol
glikemik semakin memburuk dapat berakibat gangguan pada pengontrolan kadar
gula darah (Eom et al, 2011). Pada keadaan stres akan terjadi peningkatan
hormon-hormon stres epinefrin dan kortisol. Hormon epinefrin dan kortisol
keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak dalam darah sehingga
meningkatkan kadar gula darah (Sherwood, 2001).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor risiko terjadinya peningkatan kasus diabetes mellitus tipe 2 di
wilayah kerja Puskesmas Wangon I Kabupaten Banyumas?
2. Apa faktor risiko paling dominan dalam peningkatan kasus diabetes mellitus
tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Wangon I Kabupaten Banyumas?
3. Bagaimana alternatif pemecahan masalah peningkatan kasus diabetes
mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Wangon I Kabupaten Banyumas?
4. Bagaimana intervensi yang sesuai terhadap penyebab masalah peningkatan
kasus diabetes mellitus tipe 2 untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas Wangon I Kabupaten Banyumas?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis)
faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar gula darah pasien diabetes
mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Wangon I Kabupaten Banyumas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar gula darah
pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Wangon I.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah pengendalian gula darah pasien
diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Wangon I.
c. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah pengendalian gula
darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Wangon
I.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang
permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Wangon I.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Wangon I.
b. Bagi masyarakat desa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan
rehabilitatif) kepada masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Wangon I khususnya berkaitan dengan pengendalian gula darah pada
pasien diabetes mellitus tipe 2.
c. Bagi instansi terkait
Membantu memberikan bahan pertimbangan menentukan kebijakan
yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah, terutama program
pengelolaan penyakit kronis.
d. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai
acuan dalam penelitian selanjutnya.

II. ANALISIS SITUASI


A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Puskesmas Wangon I adalah salah satu bagian dari wilayah kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2. Wilayah kerja
Puskesmas Wangon I terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memiliki wilayah
paling luas yaitu Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang tersempit adalah
Banteran dengan luas 2,5 km2.

Gambar 2.1 Peta Desa Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I


Batas Wilayah Puskesmas Wangon I:
a. Utara : Wilayah Puskesmas IWangon I
b. Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap
c. Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang
d. Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir.
Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas Wangon I dirinci
sebagai berikut:
a.Tanah Sawah : 8.625,00 Ha
b.Tanah Pekarangan : 57,16 Ha
c.Tanah tegalan : 1.889,79 Ha
d.Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha
e.Tanah Perkebunan Rakyat : 85,00 Ha
f. Lain-lain : 241,00 Ha
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk

2018
14000

12000

10000

8000

6000

4000

2000

0
Klapagadin Klapagadin Pengadega
Wangon Banteran Rawaheng Randegan
g g Kulon n
2018 10868 11666 11899 5524 5979 6735 7834

Gambar 2.2 Grafik Jumlah Penduduk Desa Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I Tahun 2018

Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I pada Tahun


2018 jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa Klapagading Kulon
yaitu 11.899 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah ada pada Desa
Banteran yaitu sebanyak 5.524 jiwa.
b. KepadatanPenduduk

2018
4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

0
Klapagading
Wangon Klapagading Banteran Rawaheng Pengadegan Randegan
Kulon
2018 2612 3086 3390 2707 574 973 940

Gambar 2.3 Grafik Kepadatan Penduduk Desa Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I Tahun 2018

Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wangon I pada


tahun 2018 Desa Klapagading Kulon memiliki kepadatan penduduk
tertinggi yakni 3390 jiwa per km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah
terdapat pada Desa Rawaheng sebesar 574 jiwa per km2.
c. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

7000

5796 5912
6000
5345

5000

3884
4000
3360
2943
3000 2750

2000

1000

0
Klapagad Klapagad Randega Rawahen Pengade
Wangon Banteran
ing ing Kulon n g gan
Laki-laki 5523 5870 5987 2774 3959 3036 3375
Perempuan 5345 5796 5912 2750 3884 2943 3360

Gambar 2.4 Jumlah penduduk Laki-laki dan Perempuan


di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2018

Berdasarkan Gambar 2.4 Pada Tahun 2018 Desa Klapagading Kulon


merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di wilayah Puskesmas
Wangon I dengan jumlah laki-laki 5.987 jiwa dan perempuan sebanyak
5912 jiwa.
d. Kelompok Usia

75+
70 - 74
65 - 69
60 - 64
55 - 59
50 - 54
45 - 49
40 - 44
35 - 39
30 - 34
25 - 29
20 - 24
15 - 19
10 - 14
5-9
0-4

-3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000


0 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65 - 69 70 - 74 75+
Laki-laki -2183 -2,483 -2,476 -2,302 -2,392 -2,263 -2,166 -2,297 -2,188 -2,186 -1,960 -1,705 -1,307 -1020 -640 -956
Perempuan 2007 2,286 2,224 2,289 2,285 2,272 2,039 2,360 2,399 2,383 2,057 1,707 1,265 895 694 828

Gambar 2.5 Grafik Jumlah penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis
Kelamin tahun 2018

Berdasarkan Gambar 2.5 grafik piramida termasuk jenis ekspansive,


jumlah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan tingkat kelahiran
yang meningkat setiap tahunnya. Pada Tahun 2018 Kelompok usia 5-9
tahun merupakan kategori dengan jumlah penduduk terbanyak sebesar 2483
jiwa laki-laki dan 2286 jiwa perempuan.

B. Situasi Derajat Kesehatan


Untuk memberikan gambaran derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Wangon I pada tahun 2018 terdapat beberapa indikator yang
dapat digunakan. Indikator yang disajikan yaitu situasi angka kematian
(mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) dan status gizi
1. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat
dari kejadian kematian di masyarakat. Di samping itu kejadian kematian
juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan
pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka
kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai survei
dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang
terjadi pada periode tahun 2018 akan diuraikan di bawah ini
a. Jumlah Kasus Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-
12 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun.
AKB dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
masyarakat berkaitan dengan faktor penyebab, pelayanan antenatal,
status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB serta
kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
25
20
20
14 13
15

10 AKB

0
2016 2017 2018

Gambar 2.6 Grafik Angka Kematian Bayi di Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 2.6 Jumlah kasus kematian Bayi di Wilayah


Puskesmas Wangon I Tahun 2018 mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya, Angka Kematian Bayi Tahun 2018 sebanyak 13 kasus
b. Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi
ibu selama kehamilan, melahirkan dan nifas, yang dipengaruhi baik
oleh penyebab langsung maupun tak langsung. Penyebab langsung
terbesar adalah komplikasi obstetrik seperti perdarahan, eklampsia-
preeklampsia, dan infeksi, sedangkan penyebab tak langsung erat
hubungannya dengan sosial budaya seperti keyakinan, kepercayaan,
sikap dan perilaku masyarakat terhadap perawatan selama hamil,
melahirkan dan nifas.
1.2
1
1

0.8

0.6
AKI
0.4

0.2
0 0
0
2016 2017 2018

Gambar 2.7 Grafik Angka Kematian Ibu


di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 2.8 tidak ada kematian ibu di wilayah kerja


Puskesmas Wangon I Tahun 2018.
2. Mobiditas
a. Tuberkulosis
Angka kesembuhan pederita TB Paru BTA (+) dievaluasi dengan
melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif
satu bulan sebelum akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan dahak
akhir pengobatan ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya
(sesudah fase awal atau satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya
negatif. Bila pemeriksaan follow up tidak dilksanakan, namun pasien
telah menyelesaikan pengobatan, maka eveluasi pengobatan pasien
dinyatakan sebagai pengobatan lengkap.
Kegagalan pengobatan TB sebagian besar karena pasien berobat
secara tidak teratur, sehingga menimbulkan kasus-kasus MDR maupun
XDR, WHO telah menetapkan strategi untuk mengatasi kegagalan
pengobatan TB yaitu dengan strategi DOT (Directly Observed
Treatment Short Course) yang telah dimulai sejak tahun 1995.
150
100
100
46.51 53.66
50

0
2016 2017 2018

Angka Kesembuhan TB

Gambar 2.8 Grafik Persentase Angka Kesembuhan TB Paru


di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 2.9 Jumlah Angka Kesembuhan (Cure Rate)


Penderita TB Paru BTA (+) di Tahun 2018 sebesar 53,66% menurun
dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 100%.

b. Pneumonia
Cakupan penemuan pneumonia dan
ditangani
40
Cakupan
20 penemuan
pneumonia dan
0 ditangani
2016 2017 2018

Gambar 2.9 Cakupan Penemuan Pneunomia dan Ditangani


di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan gambar 2.9 cakupan penemuan pneumonia dan


ditangani selama tahun 2018 di Puskesmas Wangon I ditemukan
sebanyak 37.2% meningkat dibandingkan tahun 2017 sebesar 27%.
c. Penyakit HIV/AIDS

Prevalensi HIV
10
8
6
4
2
0
2016 2017 2018
AIDS 0 2 6
HIV 1 2 2
Gambar 2.10 Prevalensi HIV di Wilayah Kerja Puskesmas 1

Berdasarkan 2.10 di atas menunjukkan trend kasus HIV dan


AIDSmengalami peningkatan pada tahun 2018 sebanyak 2 kasus HIV
dan 6 kasus AIDS sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 2 kasus (HIV)
dan 2 kasus (AIDS) setelah pada tahun sebelumnya tahun 2016 1 kasus.

d. Penyakit Diare
Angka Kasus diare yang ditangani
70

65

60
Angka Kasus diare
55 yang ditanganni

50

45
2016 2017 2018

Gambar 2.11 Angka Kasus Diare yang Ditangani pada semua umur
di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan gambar 2.11 angka kasus diare yang ditangani pada


semua umur di wilayah kerja puskesmas Wangon I mengalami
penurunan di tahun 2018 yaitu 54.5% dibandingkan tahun 2017 yaitu
65.2%.
e. Penyakit Kusta
Berdasarkan data di puskesmas Wangon I tidak ada kasus kusta selama
tahun 2018.
f. Hepatitis B
Angka Kasus Hepatitis B
15

10
Angka Kasus
5 Hepatitis B

0
2016 2017 2018

Gambar 2.12 Kasus Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas


Wangon I

Berdasarkan gambar 2.12 kasus hepatitis B di wilayah kerja


puskesmas Wangon I mengalami peningkatan di tahun 2018 yaitu 13
kasus dibandingkan tahun 2017 yaitu 0 kasus.
g. DBD
60
50
40
30
20
10
0
2016 2017 2018
CFR 0 0 0
IR 33.58 0 5
Kasus 21 0 3

Gambar 2.13 Jumlah Kasus DB dan Angka Kematian


di Wilayah kerja puskesma Wangon I

Berdasarkan gambar 2.13 di atas jumlah kasus DBD pada tahun


2018 mengalami peningkatan yaitu 3 kasus dibandingkan pada tahun
2017 jumlha kasus DBD di wilayah kerja puskesmas Wangon I tidak
ada.
h. Malaria
Kasus malaria
1.5

1
Kasus malaria
0.5

0
2016 2017 2018

Gambar 2.14 Jumlah kasus malaria di wilayah kerja puskesmas


Wangon I

Berdasarkan gambar 2.14 di atas jumlah kasus malaria pada tahun


2018 mengalami peningkatan yaitu 1 kasus dibandingkan pada tahun
2017 jumlah kasus malaria di wilayah kerja puskesmas Wangon I tidak
ada.
i. Deteksi Kanker leher rahim dan kanker payudara
Pemeriksaan leher rahim dan payudara
2.5
2
1.5 Pemeriksaan
1 leher rahim dan
0.5 payudara
0
2016 2017 2018

Gambar 2.15 Persentase pemeriksaan leher rahim dan payudara di


wilayah kerja puskesmas Wangon I

Berdasarkan gambar 2.15 di atas persentase pemeriksaan leher


rahim dan payudara pada tahun 2018 mengalami penurunan yaitu 0.3%
dibandingkan pada tahun 2017 (1%) dan 2016 (2%).
12
10
8
6
4
2
0
2016 2017 2018
Tumor/benjolan 0 2.35 7.1
IVA positif 0 0 3.6

Gambar 2.16 Persentase IVA positif dan tumor/benjolan di


wilayah kerja puskesmas Wangon I

Berdasarkan gambar 3.6 persentase IVA positif mengalami peningkatan


di tahun 2018 yaitu 3.6% dibandingkan tahun 2017 dan 2016 yaitu 0%,
sedangkan tumor/benjolan juga mengalami peningkatan dari 2.35% di tahun
2017 menjadi pada tahun 2018.

C. Pelayanan Kesehatan Anak


1. Angka Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Angka Balita Bawah Garis Merah
0,8
0,7 0,76
0,6 0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,2
0,1
0
2016 2017 2018

Gambar 2.17 Angka Kasus Balita Bawah Garis Merah di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I
Berdasarkan Gambar 3.7 Angka Kasus Balita Bawah Garis
Merah di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun 2018
sebesar 0,76% meningkat dari tahun sebelumnya di Tahun 2017
yaitu 0,6%.
2. Angka Balita Gizi Buruk

Angka Balita Gizi Buruk


4 4
3,5
3
2,5
2 2 2
1,5

1
0,5
0
2016 2017 2018
Gambar 2.18 Angka Kasus Balita Gizi Buruk yang ditemukan di Wilayah
Kerja Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.8 Angka Kasus Balita Gizi Buruk


yang ditemukan di Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I Tahun
2018 sebesar 2 balita meningkat sama dengan dtahun sebelumnya
yaitu 2 balita di taun 2017.
3. Cakupan Asi Eksklusif

Cakupan Asi Eksklusif

Angka Balita Bawah Garis Merah


80

70 67,4
60

50 46,8
40

30
33,1

20

10

0
2016 2017 2018

Gambar 2.19 Cakupan Asi Eksklusifdi Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 3.9 Cakupan Asi Eksklusif di


Wilayah Kerja Puskesmas Wangon I pada tahun 2018 sebesar
67,4% meningkat di banding tahun 2017 sebesar 33,1%.
4. Angka kasus Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Angka Kasus BBLR
8 8,3
7 7,3
6 6,6
5
4
3
2
1
0
2016 2017 2018
5.
Gambar 2.20 Angka Kasus BBLR di Wilayah Kerja
Puskesmas Wangon I

Berdasarkan Gambar 4.0 Angka Kasus BBLR di Wilayah Kerja


Puskesmas Wangon I tahun 2018 sebesar 7,1% menurun dibandingkan tahun
2017 angka kasusnya sebesar 8,3%.

D. Jumlah Kasus Tersering di Balai Pengobatan Puskesmas Wangon I


Berikut 10 besar Penyakit pada di wilayah Puskesmas Wangon I,
Bulan September-November 2019.
Tabel 2.21 Data 10 Besar Penyakit di Puskesmas Wangon I Bulan
September – November 2019
No Penyakit JUMLAH KASUS
1 ISPA 2598
2 Myalgia 868
3 Dermatitis Kontak Alergi 678
4 Cephalgia 505
5 Demam, Unspesified 475
6 Hipertensi Esensial 465
7 DM Tipe II 410
8 Gagal Jantung 288
9 Asma 179
10 Bronkhitis Akut 158
TOTAL 6624
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Berikut ini adalah daftar sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Wangon
I bulan September - November 2019.
Tabel 3.1 Data 10 Penyakit Terbesar Penyakit di Puskesmas Puskesmas
Wangon I bulan September - November 2019.

No Penyakit JUMLAH KASUS


1 ISPA 2598
2 Myalgia 868
3 Dermatitis Kontak Alergi 678
4 Cephalgia 505
5 Demam, Unspesified 475
6 Hipertensi Esensial 465
7 DM Tipe II 410
8 Gagal Jantung 288
9 Asma 179
10 Bronkhitis Akut 158
TOTAL 6624

Sumber : Data Sekunder SPM Puskesmas Wangon 1

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah output di wilayah kerja Puskesmas Wangon I
dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok
kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah (magnitude of the problem)
2. Kelompok
A A kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah
di Puskesmas Wangon I adalah sebagai berikut :
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari jumlah
penduduk yang terkena efek langsung.
a. 25% atau lebih : 10
b. 10% - 24,9% :8
c. 1% - 9,99 % :6
d. 0,1% - 0,99% :4
e. 0,01% - 0,09% :2
f. Kurang dari 0,01 :0
Tabel 3.2 Kriteria A Hanlon Kuantitatif
N Penyakit Jumlah Kasus Prevalensi Besarnya
1o ISPA 2598 5,19 Masalah
6
2 Myalgia 868 1,73 6
3 DKA 678 1,35 6
4 Chepalgia 505 1,01 6
5 Demam,Unspesified 475 0,94 4
6 Hipertensi Esensial 465 0,92 4
7 DM Tipe II 410 0,81 4
8 Gagal Jantung 288 0,57 4
9 Asma 179 0,35 4
1 Bronkhitis Akut 158 0,31 4
0 Sumber : Data Sekunder Puskesmas Wangon I
2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian):
Skor : 1-2 = Tidak gawat
3-4 = Kurang gawat
5-6 = Cukup gawat
7-8 = Gawat
9-10 = Sangat gawat
Urgensi (harus segera ditangani karena dapat menyebabkan kematian):
Skor : 1-2 = Tidak urgen
3-4 = Kurang urgen
5-6 = Cukup urgen
7-8 = Urgent
9-10 = Sangat urgen
Biaya :
Skor : 1-2 = Sangat murah
3-4 = Murah
5-6 = Cukup mahal
7-8 = Mahal
9-10 = Sangat mahal

Tabel 3.3 Kriteria B Hanlon Kuantitatif


No. Masalah Kegawatan Keparahan Biaya Nilai
1 ISPA 2 2 4 2,6
2 Myalgia 4 2 4 3,2
3 DKA 4 2 4 3,3
4 Cephalgia 4 2 4 3,3
5 Demam, Unspesified 4 4 4 4
6 Hipertensi Esensial 6 8 8 7,33
7 DM Tipe II 8 8 7 7,66
8 Gagal Jantung 8 8 8 8
9 Asma 6 6 4 5,33
10 Bronkhitis Akut 4 4 6 4,67

3. Kriteria C (penanggulangan masalah)


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1-2 = Sangat sulit ditanggulangi
3-4 = Sulit ditanggulangi
5-6 = Cukup bisa ditanggulangi
7-8 = Mudah ditanggulangi
9-10 = Sangat mudah ditanggulangi
Tabel 3.4 Kriteria C Hanlon Kuantitatif
No. Masalah Efisiensi
1 ISPA 6
2 Myalgia 8
3 DKA 6
4 Chepalgia 6
5 Demam, Unspisified 6
6 Hipertensi Esensial 6
7 Dm Tipe II 6
8 Gagal Jantung 4
9 Asma 7
10 Bronkhitis Akut 6
4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.5 Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif

No. Masalah P E A R L Hasil


1 ISPA 1 1 1 1 1 1
2 Myalgia 1 1 1 1 1 1
3 DKA 1 1 1 1 1 1
4 Chepalgia 1 1 1 1 1 1
5 Demam, Unspesified 1 1 1 1 1 1
6 Hipertensi Esensial 1 1 1 1 1 1
7 Dm Tipe II 1 1 1 1 1 1
8 Gagal Jantung 1 1 1 1 1 1
9 Asma 1 1 1 1 1 1
10 Bronkhitis Akut 1 1 1 1 1 1
5. Penetapan Nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut:
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) xC
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.6 Tabel Kumulatif Hanlon


Masalah A B C D NPD NPT Prioritas
P EAR L
ISPA 6 2,6 6 1 1 1 1 1 51,6 51,6 8
Myalgia 6 3,2 8 1 1 1 1 1 73,6 73,6 2
DKA 6 3,3 6 1 1 1 1 1 55,8 55,8 6
Chepalgia 6 3, 6 1 1 1 1 1 55,8 55,8 5
3
Demam, 4 4 6 1 1 1 1 1 48 48 9
Unspesified
Hipertensi 4 7,33 6 1 1 1 1 1 67,98 67.98 3
Esensial
Dm Tipe II 4 7,66 6 1 1 1 1 1 69,9 69,9 1
Gagal Jantung 4 8 4 1 1 1 1 1 48 48 10
Asma 4 5,33 7 1 1 1 1 1 65,3 65,3 4
Bronkhitis Akut 4 4,67 6 1 1 1 1 1 52,1 52,1 7
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon Kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:

1. DM Tipe 2

2. Hipertensi

3. Supervisi persalinan normal

4. Demam

5. Faringitis akut
6. ISPA

7. Myalgia

8. Dispepsia

9. Common cold

10. CHF

Anda mungkin juga menyukai