Anda di halaman 1dari 16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gonore
1. Definisi
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi
diantara PMS. Pada pengobatannya terjadi pula perubahan karena
sebagian disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang telah resisten
terhadap penisilin. Kuman ini meningkat di banyak negeri termasuk
Indonesia (Daili, 2010).
Umumnya penularan melalui hubungan kelamin yaitu secara genitogenital, oro-henital, dan ano-genital. Tetapi, di samping itu dapat juga
terjadi secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, termometer, dan
sebagainya (Daili, 2010).
2. Etiologi
Gonore

disebabkan

oleh

Neisseria

gonorrhoeae.

Neisseria

gonorrhoeae berbentuk coccus, formasi diplococcus dengan sisi yang


berdekatan agak gepeng seperti biji kopi, gram negative, mengeluarkan
endotoksin, fakultatif anaerob, untuk pertumbuhan pada isolasi primer,
Neisseria gonorrhoeae memerlukan 5-10% CO2.

N. gonorrhoeae hanya

menimbulkan penyakit pada manusia (Daili, 2010).

Gambar 2.1. Neisseria gonorrhoeae


3. Tanda dan Gejala
Sesudah lewat masa tunas 3-5 hari, penderita mengeluh nyeri dan
panas waktu kencing. Kemudian keluar nanah yang berwarna putih susu
dari uretra, dan muara uretra membengkak. Pada wanita dapat timbul
fluor albus (Siregar, 2013). Pada wanita masa tunas sulit ditentukan
karena pada umumnya asimptomatik (Daili, 2010).
4. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis
Keluhan utama berhubungan erat dengan infeksi pada organ
genital yang terkena. Keluhan tersering pada pria adalah kencing
nanah. Gejala diawali oleh rasa panas dan gatal di distal uretra,
disusul dengan disuria, polakisuria dan keluarnya nanah dari ujung
uretra yang kadang disertai darah. Selain itu, terdapat perasaan nyeri
saat terjadi ereksi. Gejala terjadi pada 2-7 hari setelah kontak
seksual. Apabila terjadi prostatitis, keluhan disertai perasaan tidak
enak di perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing
hingga hematuri, serta retensi urin, dan obstipasi (Permenkes, 2014).
Sedangkan keluhan pada wanita, gejala subyektif jarang
ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan obyektif.
Wanita umumnya datang setelah terjadi komplikasi atau pada saat
pemeriksaan antenatal atau Keluarga Berencana (KB). Keluhan yang
sering menyebabkan wanita datang ke dokter adalah keluarnya
cairan hijau kekuningan dari vagina, disertai dengan disuria, dan
nyeri abdomen bawah. Keluhan selain di daerah genital yaitu : rasa
terbakar di daerah anus (proktitis), mata merah pada neonatus dan
dapat terjadi keluhan sistemik (endokarditis, meningitis, dan
sebagainya pada gonore diseminata 1% dari kasus gonore)
(Permenkes, 2014).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik didapatkan hasil tampak eritem, edema dan
ektropion pada orifisium uretra eksterna, terdapat duh tubuh
mukopurulen, serta pembesaran KGB inguinal uni atau bilateral.
Apabila terjadi proktitis, tampak daerah anus eritem, edem dan
tertutup pus mukopurulen. Pada pria, pemeriksaan rectal toucher
dilakukan untuk memeriksa prostat: pembesaran prostat dengan
konsistensi kenyal, nyeri tekan dan bila terdapat abses akan teraba
fluktuasi. Sedangkan pada wanita, pemeriksaan in speculo dilakukan
apabila wanita tesebut sudah menikah. Pada pemeriksaan tampak
serviks merah, erosi dan terdapat secret mukopurulen (Siregar,
2014).

Gambar 2.2. Gambaran klinis gonore pada pria

Gambar 2.3. gambaran klinis gonore pada wanita


c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan mikroskopis sediaan langsung duh tubuh dengan
pewarnaan gram untuk menemukan kuman gonokokus gram negarif,
intra atau ekstraseluler. Pada pria sediaan diambil dari daerah fossa
navikularis, dan wanita dari uretra, muara kelenjar bartolin, serviks
dan rektum. Pemeriksaan lain bila diperlukan:
1) Kultur
2) Tes oksidasi dan fermentasi
3) Tes beta-laktamase
4) Tes Thomson dengan sediaan urine
B. HIV / AIDS
1. Definisi
HIV Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sel-sel
kekebalan tubuh. AIDS atau Acquired Immunodefficiency Syndrome
adalah kumpulan gejala akibat penurunan kekebalan tubuh yang

disebabkan oleh infeksi HIV. Faktor risiko untuk terkena HIV / AIDS
antara lain hubungan seksual yang berisiko / tidak aman, penggunaan
napza suntik, transfusi, pembuatan tato dan atau alat medis / alat tajam
yang tercemar HIV, bayi dari ibu dengan HIV/ AIDS, dan pasangan
serodiskordan- salah satu pasangan positif HIV. Penularan HIV dapat
melalui transmisi seksual, produk darah, dan dari ibu ke janin
(Permenkes, 2014).
2. Etiologi
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV) . HIV adalah virus sitopatik yang
diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus
Lentivirus. HIV termasuk virus Ribonucleic Acid (RNA) dengan berat
molekul 9,7 kb (kilobases). Strukturnya terdiri dari lapisan luar atau
envelop yang terdiri atas glikoprotein gp120 yang melekat pada
glikoprotein gp4. Dibagian dalamnya terdapat lapisan kedua yang terdiri
dari protein p17. Setelah itu terdapat inti HIV yang dibentuk oleh protein
p24. Didalam inti terdapat komponen penting berupa dua buah rantai
RNA dan enzim reverse transcriptase. Bagian envelope yang terdiri atas
glikoprotein, ternyata mempunyai peran yang penting pada terjadinya
infeksi oleh karena mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor
spesifik CD4 dari sel Host. Molekul RNA dikelilingi oleh kapsid berlapis
dua dan suatu membran selubung yang mengandung protein (Budiyono,
2005).
3. Tanda dan Gejala
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV menurut
WHO SEARO 2007 :
a. Keadaan umum :
1) Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
2) Demam (terus menerus atau intermitten, temperatur oral >
37,5oC yang lebih dari satu bulan
3) Diare (terus menerus atau intermitten) yang lebih dari satu
bulan.
4) Limfadenopati meluas
b. Kulit :
Post exposure prophylaxis (PPP) dan kulit kering yang luas
merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kulit

genital (genital warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada


orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tapi tidak selalu terkait dengan
HIV.
c. Infeksi
1) Infeksi Jamur : Kandidiasis oral, dermatitis seboroik, kandidiasis
vagina berulang
2) Infeksi viral : Herpes zoster
3) Herpes genital (berulang), moluskum kotangiosum, kondiloma.
4) Gangguan pernafasan : batuk lebih dari 1 bulan, sesak nafas,
tuberkulosis,

pneumonia

berulang,

sinusitis

kronis

atau

berulang.
5) Gejala neurologis : nyeri kepala yang makin parah (terus
menerus dan tidak jelas penyebabnya), kejang demam,
menurunnya fungsi kognitif.

4. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada
seseorang penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena
symptomasi yang ditunjukan pada umumnya adalah bermula dari
gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai Penderita
penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan
sebagai berikut (Chodidjah, 2004) :
1) Rasa lelah dan lesu
2) Berat badan menurun secara drastis
3) Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
4) Mencret dan kurang nafsu makan
5) Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6) Pembengkakan leher dan lipatan paha
7) Radang paru
8) Kanker kulit
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda vital, BB, tanda-tanda
yang mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium
klinis HIV (Sasongko, 2003).
1) Stadium 1
a) Tidak ada gejala

b) Limfadenopati Generalisata Persisten


2) Stadium 2
a) Penurunan berat badan bersifat sedang yang tidak diketahui
penyebabnya (<10% dari perkiraan berat badan atau berat
badan sebelumnya)
b) Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis,
c)
d)
e)
f)

tonsilitis, otitis media, faringitis)


Herpes zoster
Keilitis Angularis
Ulkus mulut yang berulang
Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic

eruption)
g) Dermatitis seboroik
h) Infeksi jamur pada kuku
3) Stadium 3
a) Penurunan berat badan yang tak diketahui penyebabnya
(lebih dari 10% dari perkiraan berat badan atau berat badan
sebelumnya)
b) Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih
c)
d)
e)
f)
g)

dari 1 bulan
Demam menetap yang tak diketahui penyebab
Kandidiasis pada mulut yang menetap
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema,
meningitis,

piomiositis,

infeksi

tulang

atau

sendi,

bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)


h) Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau
periodontitis
i) Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl), netropeni
(<0.5 x 10 g/l) dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10
g/l)
4) Stadium 4
a) Sindrom wasting HIV
b) Pneumonia Pneumocystis jiroveci
c) Pneumonia bakteri berat yang berulang
d) Infeksi Herpes simplex kronis (orolabial, genital, atau
anorektal selama lebih dari 1 bulan atau viseral di bagian
manapun)
e) Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau
paru)

f) Tuberkulosis ekstra paru


g) Sarkoma Kaposi
h) Penyakit cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain,
tidak termasuk hati, limpa dan kelenjar getah bening)
i) Toksoplasmosis di sistim saraf pusat
j) Ensefalopati HIV
k) Pneumonia
Kriptokokus
ekstrapulmoner,
termasuk
meningitis
l) Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang menyebar
m) Leukoencephalopathy multifocal progresif
n) Cyrptosporidiosis kronis
o) Isosporiasis kronis
p) Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
q) Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)
r) Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin)
s) Karsinoma serviks invasif
t) Leishmaniasis diseminata atipikal
u) Nefropati ataukardiomiopati terkait HIV yang simtomatis
c. Pemeriksaan Penunjang
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan
panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan
menggunakan strategi 3 (untuk penegakan Diagnosis, menggunakan
3 macam tes dengan titik tangkap yang berbeda) dan selalu didahului
dengan konseling pra tes atau informasi singkat (Budiyono, 2005).
Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagen tes cepat atau
dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan
tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk
pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan
spesifisitas tinggi (>99%) (Budiyono, 2005).
Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu
hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela.
Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil
negatif, maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih
terdapat perilaku yang berisiko (Sasongko, 2003).
Terdapat dua macam pendekatan untuk tes HIV, antara lain
(Sasongko, 2003) :
1) Konseling dan tes HIV sukarela (KTS-VCT = Voluntary
Counseling & Testing)
2) Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan (TIPK
PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling)

TIPK merupakan kebijakan pemerintah untuk dilaksanakan di


layanan kesehatan yang berarti semua petugas kesehatan harus
menganjurkan tes HIV setidaknya pada ibu hamil, pasien TB, pasien
yang menunjukkan gejala dan tanda klinis diduga terinfeksi HIV,
pasien dari kelompok berisiko (penasun, PSK-pekerja seks
komersial, LSL lelaki seks dengan lelaki), pasien IMS dan seluruh
pasangan seksualnya (Sasongko, 2003).
Kegiatan memberikan anjuran dan pemeriksaan tes HIV perlu
disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan
informasi yang cukup dan menyetujui untuk tes HIV dan semua
pihak menjaga kerahasiaan (prinsip 3C counseling, consent,
confidentiality) (Sasongko, 2003).
C. Trikomoniasis
1. Definisi
Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah
pada wanita dan pria, dapat bersifat akut atau kronik. Trikomoniasis pada
saluran urogenital dapat menyebabakan vaginitis dan sistitis. Walau
sebagian besar tanpa gejala, akan tetapi dapat menimbulkan masalah
kesehatan yang kurang pentingnya, misalnya perasaan dispareunia,
kesukaran melakukan hubungan seksual yang dapat menimbulkan
ketidakserasian dalam keluarga. Pada pria dapat menyebabkan uretritis
dan prostatitis yang kira-kira merupakan 15% kasus uretritis nongonore
(Daili, 2010).
2. Etiologi
Penyebab trikomoniasis adalah Trichomonas vaginalis. Merupakan
flagelaat berbentuk filiformis, berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4
flagela, dan bergerak seperti gelombang. Parasit ini berkembang biak
secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana pH 5
7,5. Pada suhu 50o C akan mati dalam beberapa menit, tetapi pada suhu 0o
Cdapat bertahan sampai 5 hari (Daili, 2010).

Gambar 2.4. Trichomonas vaginalis


3. Tanda dan Gejala
Gejala klinis trikomoniasis pada wanita tidak merupakan parameter
diagnostik yang dapat dipercaya. Masa tunas sulit untuk dipastikan, tetapi
diperkirakan berkisar antara 3-28 hari. Pada wanita sering tidak
menunjukkan keluhan maupun gejala sama sekali. Bila ada keluhan
biasanya berupa duh tubuh vaginal yang banyak dan berbau. Biasanya
penderita datang dengan keluhan gatal pada daerah kemaluan dan gejala
keputihan. Yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut
maupun kronis. Pada kasus akut terlihat sekret vagina seropurulen
berwarna

kekuning-kuningan,

kuning-hijau,

berbau

tidak

enak

(malodorous), dan berbusa. Duh tubuh yang banyak sering menimbulkan


keluhan gatal dan perih pada vulva serta kulit sekitarnya. Dinding vagina
dan labium tampak kemerahan dan sembab serta terasa nyeri. Sedangkan
pada vulva dan paha bagian atas kadang-kadang ditemukan abses-abses
kecil dan maserasi yang disebabkan oleh fermen proteolitik dalam duh
tubuh. Kadang-kadang juga terbentuk abses kecil pada dinding vagina
dan serviks, yang tampak granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai
strawberry appearance, yang menurut Fouts et al, hal ini hanya
ditemukan pada 2% kasus trikomoniasis (Hobbs, 2008).
Keluhan lain yang mungkin terjadi adalah dispareunia, perdarahan
pascakoitus, dan perdarahan intermenstrual. Bila sekret banyak yang
keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia
eksterna. Selain vaginitis dapat pula terjadi uretritis, Bartholinitis,
skenitis, dan sistitis yang pada umumnya tanpa keluhan. Pada kasus yang
kronik gejalanya lebih ringan dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.

Kadang-kadang reaksi radang sangat minimal sehingga duh tubuh sangat


minimal pula, bahkan dapat tidak tampak sama sekali. Polakisuria dan
disuria biasanya merupakan keluhan pertama pada infeksi traktus
urinarius bagian bawah yang simptomatik. Dua puluh lima persen
penderita mengalami infeksi pada uretra (McCormack, 2010).
Seperti pada wanita spektrum klinik trikomoniasis pada pria sangat
luas, mulai dari tanpa gejala sampai pada uretritis yang hebat dengan
komplikasi prostatitis. Masa inkubasi biasanya tidak melebihi 10 hari.
Pada laki-laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadangkadang preputium, vesikula seminalis, dan epididimis. Pada umumnya
gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut
gejalanya mirip uretritis nongonore, misalnya disuria, poliuria, dan sekret
uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi kadangkadang ada benang-benang halus. Pada bentuk kronik gejalanya tidak
khas; gatal pada uretra, disuria, dan urin keruh pada pagi hari (Hobbs,
2008).
4. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang bisa dialami oleh wanita, antara lain bagian perut
bawah terasa sakit, muncul rasa sakit atau tidak nyaman saat buang
air kecil atau berhubungan intim, cairan vagina yang diproduksi
dalam jumlah lebih banyak bisa kental, encer, atau berbusa.
Keputihan bisa berwarna kekuningan atau kehijauan dan berbau
amis, timbul rasa nyeri, bengkak dan gatal di area kewanitaan.
Kadang gatal juga muncul di bagian paha dalam. Sedangkan gejala
yang bisa dialami oleh pria meliputi frekuensi buang air kecil lebih
sering dari biasanya, dan disertai rasa sakit, muncul cairan putih dari
penis, muncul rasa sakit, bengkak, dan kemerahan di area ujung
penis. Rasa sakit ini juga bisa muncul saat ejakulasi (Malik, 2004).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Perempuan
a) Pada pemeriksaan panggul dengan spekulum, tanda-tanda
trikomoniasis diantaranya

colpitis macularis (disebut

sebagai strawberry cervix); keputihan yang purulen yang

dapat berwarna putih krem, kuning, hijau atau abu-abu,


keputihan yang berbusa, erythema vagina dan vulva.
b) Colpitis macularis dan keputihan yang berbusa bersamasama memiliki spesifisitas 99% dan secara sendiri-sendiri
memiliki nilai prediksi positif (positive predictive value)
90% dan 62%. Yang menarik, penelitian yang dilakukan
oleh Wolner-Hanssen dkk. Menemukan bahwa pemeriksaan
dengan mata telanjang (tanpa bantuan alat) menemukan
colpitis

macularis

hanya

1,7%

dari

klien

dengan

trikomoniasis sedangkan pemeriksaan dengan bantuan


kolposkopi mendapatkan colpitis macularis sebanyak 70%
dari pasien yang menderita trikomoniasis yang dipastikan
diagnosisnya dengan pemeriksaan sediaan basah.
c) Sebagian besar dari gejala-gejala yang disebutkan di atas
tidak spesifik untuk infeksi trikomoniasis dan dapat terjadi
pada berbagai infeksi vagina dan serviks yang lain.
Sehingga jika hanya bergantung pada pemeriksaan fisik saja
banyak klien dengan trikomoniasis akan tidak terdiagnosis.
Diagnosis pasti trikomoniasis dapat ditegakkan dengan
adanya protozoa berflagel yang terlihat dari pemeriksaan
sediaan basah, Papanicolaou (Pap) smears, atau media
kultur.
2) Laki-laki
a) Kebanyakan laki-laki yang terinfeksi trikomoniasis tidak
ada tanda fisik.
b) Pada beberapa kasus, laki-laki dengan infeksi ini mungkin
menunjukkan adanya discharge dari penis.
c) Beberapa kasus yang lain mungkin ada tanda-tanda
prostatitis atau epididymitis.
3) Bayi baru lahir perempuan: T vaginalis yang didapat pada saat
melewati jalan lahir dapat menyebabkan keputihan pada bayi
pada minggu-minggu pertama kehidupannya.
4) Anak-anak sebelum usia pubertas yang terkena trikomoniasis
akan menunjukkan gejala yang mirip dengan gejala pada klien
remaja dan dewasa. Adanya T vaginalis pada anak-anak sebelum

pubertas harus dicurigai kemungkinan adanya kekerasan


seksual.

Gambar 2.5. Gambaran Strawberry cervix

Gambar 2.6. Discharge pada trikomoniasis


c. Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan langsung dengan mikroskopik sediaan basah
dapat juga dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan Giemsa,
akridin oranye, Leishman, Gram, dan Papanicolau. Akan tetapi
pengecatan tersebut dianggap sulit karena proses fiksasi dan
pengecatan diduga dapat mengubah morfologi kuman (Danim,
2003).
Pada pembiakan pemilihan media merupakan hal penting,
mengingat banyak jenis media yang digunakan. Media modifikasi
Diamond, misalnya In Pouch TV digunakan secara luas dan menurut
penelitian yang dilakukan media ini yang paling baik dan mudah
didapat (Daili, 2010).
D. Kandidiasis Vulvovaginalis
1. Definisi

Kandidosis vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi mukosa vagina dan


vulva (epitel tidak berkeratin) yang disebabkan oleh spesies Candida.
Penyebab terbanyak (80-90%) adalah Candida albicans, sedangkan
penyebab terbanyak kedua dan ketiga adalah Candida glabrata
(Torulopsisglabrata) dan Candida tropicalis. Merupakan infeksi jamur
oportunistik yang dapat terjadi secara primer atau sekunder dan dapat
bersifat akut, subakut maupun kronis episodik. Infeksi kronis bila
berlangsung lebih dari 3 tahun (Holland, 2003).
2. Etiologi
Kandidosis vulvovaginalis disebabkan oleh Candida albicans (8590%) dan ragi (yeast) lain dari genus Candida dan setidaknya ditemukan
sebanyak 150 spesies. Namun hanya 7 spesies yang penting diketahui
sebagai penyebab infeksi patogen, yaitu Candida albicans, Candida
glabrata, Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida krusei,
Candida kefyr dan Candida guillermondii.
organisme yang dimorfik (dua kutub)

Candida merupakan

di mana organisme ini dapat

ditemukan pada manusia pada fase fenotip yang berbeda. Kandida


tumbuh sebagai blastospora bentuk oval tanpa kapsul, dan bereproduksi
melalui pembentukan tunas, hifa yang pipih, memanjang tidak bercabang
dapat tumbuh dalam biakan atau in vivo sebgai tanda penyakit yang aktif
(budding). Umumnya blastospora fenotip yang bertanggung jawab
terhadap perpindahan atau penyebaran termasuk fase masuk ke dalam
aliran darah (Foxman, 2013).
Banyak faktor resiko yang merupakan predisposisi terjadinya
kandidosis vulvovaginalis. Hal ini erat hubungannya dengan lingkungan
yang hangat dan lembab, pakaian rapat dan ketat, pemakaian kontrasepsi,
antibiotik spectrum luas, kortikosteroid, pemakaian pembersih vagina,
menderita Diabetes mellitus, obesitas, penyakit infeksi, stress, reaksi
alergi dan keganasan serta imunosupresan. Selain itu dapat pula melalui
hubungan seksual (Nyirjesy, 2013).

Gambar 2.7. Candida albicans


3. Tanda dan Gejala
Pruritus akut dan keputihan (fluor albus) merupakan keluhan awal,
gejala yang lebih sering adalah pruritus vulva. Keputihan tidak selalu ada
dan seringkali hanya sedikit. Pada pemeriksaan tampak mukosa vagina
kemerahan dan pembengkakan labia dan vulva sering disertai
pustulopapular di sekeliling lesi. Kadang-kadang dijumpai gambaran
khas berupa vaginal trush yaiut bercak putih terdiri atas gumpalan jamur,
jaringan nekrosis sel epitel yang menempel pada dinding vagina. Rasa
sakit di daerah vagina, iritasi, rasa panas, dispareuni dan sakit bila buang
air kecil adalah gejala sering yang biasa ditemukan. Sekret berwarna
putih seperti krim susu/keju atau kuning tebalm, tetapi dapat juga cair
seperti air atau tebal homogen, bau minimal dan tidak mengganggu,
ekskoriasi atau ulkus, serviks biasanya normal, dapat sedikit eritema
disertai sekret putih yang menempel pada dindingnya (Sobel, 2007).
4. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan yang paling sering adalah rasa gatalpada daerah vulva
dan adanya duh tubuh. Adanya rasa kering pada liang vagina, rasa
terbakar pada vulva, dispareunia, dan disuria (Sobel, 2007).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan duh tubuh yang sifatnya
bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan homogen
dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu
basi

pecah

dan

tidak

berbau.

Ditemukan

eritema

dan

pembengkakan pada labia dan vulva, juga dapat ditemukan lesi


papulopustular di sekitarnya. Serviks tampak normal sedangkan

mukosa vagina tampak kemerahan. Ditemukan pH vagina < 4,5


(Neves, 2005).

Gambar 2.8. Kandidiasis vulvovaginalis

Gambar 2.9. Discharge kandidiasis vulvovaginalis


c. Pemeriksaan Penunjang
Metode
pemeriksaan

laboratorium

dilakukan

untuk

mendiagnosis adanya infeksi vulvovaginal, salah satunya adalah


dengan pemeriksaan langsung dengan menggunakan aglutinasi
lateks dan metode kultur dengan menggunakan media biakan yang
konvensional. Deteksi sel-sel ragi atau hifa dengan pewarnaan gram
dari hapusan vagina dan hapusan serviks papaniculau juga sensitif
untuk mendeteksi adanya infeksi pada vagina. Hapusan vagina yang
diambil diberi larutan KOH 10-20% dan dipulas dengan pewarnaan
Gram atau PAS. Dengan pemeriksaan langsung terlihat sel budding

yang khas, pseudohifa dan kadang-kadang hifa sejati (D'Antuono,


2012).
Bila cairan yang keluar jelas berasal dari vagina, maka diagnosis
dapat pula dibuat berdasarkan pH dan pemeriksaan mikroskopis
sekret vagina. Bila pH kurang dari 4,5 menunjukkan bahwa infeksi
tersebut disebabkan oleh mikroorganisme lain atau bakteri (foxman,
2013).
Pembiakan dapat dilakukan dengan media kultur Sabouraud
Dextrose Agar (SDA) tanpa sikloheksimid, dengan antibiotika
kloramphenikol ditambahkan pada media. Kolonisasi jamur akan
tumbuh dalam 24-48 jam pada suhu 20-35 oC. Koloni yang tumbuh
berbentuk bulat, tepi seperti lensa bikonveks, basah dan berwarna
krem.

Dengan

media

Cornmeal-Tween

80

atau

Nickerson

Polysacharide Trypan Blue pada suhu 25oC, biakan akan tumbuh


dalam 3 hari (Foxman, 2013).

Anda mungkin juga menyukai