Anda di halaman 1dari 47

Visum et Repertum

dan prosedur medikolegal


dr. M Zaenuri S Hidayat, SpF,MSiMed
Departemen Forensik dan Medikolegal FK Unsoed
Instalasi Forensik RSMS Purwokerto
Visum et Repertum ( VeR )
Pada dasarnya, tidak ada satu pasalpun dalam KUHAP
yang menyatakan secara eksplisit tentang pengertian
maupun keterangan VeR.
pengertian VeR ini diambil dari Staatsblaad 350 tahun
1937 pasal 1 yang berbunyi : Visa et reperta dari
dokter-dokter, yang dibuat atas sumpah jabatan yang
diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran
kedokteran di negeri belanda atau indonesia, atau
sumpah khusus, sebagai dimaksud dalam pasal 2,
mempunyai daya bukti dalam perkara-perkara pidana,
sejauh itu mengandung keterangan tentang apa yang
dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa.
Surat Keputusan Menteri
Kehakiman No.M04/UM/01.06 tahun 1983
pasal 10 menyatakan bahwa:
hasil pemeriksaan ilmu kedokteran
kehakiman disebut sebagaiVisum et
Repertum
Manfaat VeR
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et
repertum berguna untuk mengungkapkan
perkara.
Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan
itu berguna untuk menentukan pasal yang
akan didakwakan
Bagi Hakim sebagai alat bukti formal
untuk menjatuhkan pidana atau
membebaskan seseorang dari tuntutan
hukum.
Lokakarya PDFI 1986
Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter yang
berisi Fakta dan pendapat berdasarkan
keahlian/keilmuan,tentang hasil pemeriksaan
medis terhadap manusia atau bagian tubuh
manusia, baik hidup atau mati ,yang dibuat atas
permintaan tertulis(resmi) dari penyidik yang
berwenang yang dibuat atas sumpah/dikuatkan
dengan sumpah untuk kepentingan peradilan
DASAR PENGADAAN
VISUM ET REPERTUM (masa penyidikan)

PASAL 133 KUHAP


Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya

APAKAH AHLI KEDOKTERAN KEHAKIMAN SAMA TINGKATNYA DENGAN DOKTER ?


KETERANGAN YG DIBUAT DOKTER
FORENSIK ADALAH KETERANGAN AHLI,
SEDANGKAN KETERANGAN DOKTER LAIN
ADALAH KETERANGAN. (Penjelasan Ps 133
KUHAP)
Standar Kompetensi Dokter Indonesia (KKI,2012)
Prosedur Permintaan ..

Ps 133 (2-3) KUHAP:


Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik
dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi
cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain
badan mayat.
A DE CHARGE

VeR SECARA FORMAL :


Diterima sebagai Alat Bukti Surat, namun
kesimpulan dlm visum tidak harus diterima
BILA DIRAGUKAN,
Hakim dapat minta second opinion
ataupun pemeriksaan ulang
Oleh Institusi sama namun dengan beda personil
Atau oleh Institusi lain
SANKSI HUKUM BILA
MENOLAK MEMBUAT VISUM ET REPERTUM

Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah


atau permintaan yang dilakukan menurut undang-
undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya,
demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau
menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan
ribu rupiah.

PASAL 216 KUHP


KHUSUS PEMERIKSAAN MAYAT
UNTUK PERADILAN

PASAL 222 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan
pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah
PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
BAGI TERSANGKA (misalnya : VR psikiatris)

PASAL 120 KUHAP


(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian
khusus.
PASAL 180 KUHAP
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya
persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim
Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat
pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan
PEJABAT YG BERWENANG MEMINTA
VISUM ET REPERTUM

PASAL 133 KUHAP : PENYIDIK


PASAL 6 (1) KUHAP :
PENYIDIK ADALAH :
Pejabat Polisi Negara RI
Pejabat PNS Tertentu yang Diberi wewenang
Khusus oleh UU

YG MEMBUTUHKAN VeR ADALAH KASUS PIDANA


UMUM, SEHINGGA :
Penyidiknya adalah : POLISI.
Penyidik PNS : Tidak berwenang Meminta VeR

KECUALI VER PELANGGARAN HAM BERAT : KEJAGUNG


PASAL 11 KUHAP :
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut
dalam pasal 7 (1), KECUALI MENGENAI PENAHANAN
Yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari
penyidik
Mendatangkan ahli atau meminta Visum et Repertum
BOLEH DILAKUKAN Penyidik Pembantu.

Yang Berwenang meminta VeR adalah :

Penyidik Polisi
Penyidik Pembantu Polisi
PP NO 27 TAHUN 1983
PASAL 2 PP No 27 TAHUN 1983
(2) Penyidik adalah :
a.Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua
polisi (Ajun Inspektur Dua)

PASAL 3 PP No 27 TAHUN 1983


(2) Penyidik pembantu adalah :
a. Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurang-kurangnya
berpangkat Sersan Dua polisi (Bripda);
PASAL 2 (2) PP No 27 TAHUN 1983
(2) Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian tidak ada
pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a, maka Komandan Kepolisian yang
berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua
Polisi, karena jabatannya adalah penyidik.

ARTINYA :--------------------------------------------------------------
Tidak semua Polisi berpangkat AIPDA ke atas adalah
PENYIDIK,
Tidak semua Polisi berpangkat Brigadir adalah
PENYIDIK PEMBANTU
Setiap KAPOLSEK Pasti PENYIDIK
DALAM PRAKTEK :
PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM :
Surat tertulis
Surat Resmi
(Kepala Surat, Nomor, Tanggal, Alamat Surat, ISI,
Tandatangan, Nama Jelas, Pangkat, NRP, Stempel
Dinas)
Mengatasnamakan Kapolsek / Kapolres /
Penyidik yang lain sbg pejabat yang berwenang.
PENANDATANGAN SURAT (PEJABAT MANDAT) BOLEH
SIAPA SAJA YANG SECARA ORGANISATORIS
BERWENANG MENGATASNAMAKAN PEJABAT
ATRIBUTIF.
PASIEN / KLIEN BOLEH TIDAK DIANTAR
PETUGAS KEPOLISIAN, ALASAN :
Korban luka dibawa ke Dokter/RS/Puskesmas dulu
sebelum ke polisi
Tidak ada peraturan yang mengharuskan adanya
petugas pengantar korban.
Visum et Repertum dibuat setelah adanya
permintaan dari penyidik
Permasalahan..

Sering yang memeriksa pertamakali adalah paramedis ( tu di


Puskesmas)
Pada kasus kejahatan seksual Korban minta divisum oleh
bidan
Korban datang meminta visum tanpa membawa surat
permintaan visum yg sah
Permintaan visum terlambat (bisa sampai sebulan lebih dari
kejadian)
Sering permintaan VeR dipakai korban untuk memeras atau
menakut-nakuti tersangka
Dokter larut dalam suasana hati korban
Dokter tidak mau ribet urusan pengadilan
SURAT PERMINTAAN VER DAPAT
TERLAMBAT :
-Korban luka dibawa ke RS dulu sebelum lapor
ke polisi
VER = SURAT KETERANGAN, JADI DAPAT DIBUAT
BERDASARKAN REKAM MEDIS (RM telah menjadi
barang bukti sejak datang SPV)
PEMBUATAN VER TANPA IJIN PASIEN,
SEDANGKAN SKM LAIN HARUS DENGAN IJIN.
VeR dapat diperlakukan surut dengan catatan bahwa
dokter yang membuat visum adalah dokter yang
merawat korban saat pertama datang.
Kerahasiaan
Klien adalah penyidik
Hindari terlalu banyak komentar
( terutama di depan wartawan )
Keluarga / korban bertanya ??????
KLASIFIKASI VeR
VeR orang hidup:
VeR Perlukaan
VeR Keracunan
VeR Kekerasan seksual
VeR Psikiatri
VeR Jenasah
ISI VISUM ET REPERTUM

1. SYARAT FORMAL ADMINISTRATIF


Pro Justitia (??)
Tanda tangan dan nama jelas
Stempel
Diketik, dengan bahasa Indonesia, Tidak
ada singkatan
2.SYARAT FORMAL SUBSTANSI
Pendahuluan
Hasil pemeriksaan
Kesimpulan
Penutup
PENDAHULUAN

IDENTITAS DOKTER & INSTITUSINYA


IDENTITAS PENYIDIK PEMINTA + NO & TGL
SURAT
IDENTITAS KORBAN
WAKTU & TEMPAT
HASIL PEMERIKSAAN
Korban Hidup :
HASIL ANAMNESIS YG PENTING
KEADAAN UMUM
PERLUKAAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TINDAKAN atau TERAPI YANG TELAH
DIBERIKAN
KESIMPULAN

JENIS PERLUKAAN
JENIS KEKERASAN
KUALIFIKASI LUKA / DERAJAT LUKA
PENUTUP

PERNYATAAN TENTANG KEBENARAN


PERNYATAAN TENTANG SUMPAH
Aspek medikolegal luka
Ditinjau dari aspek medik, konsekuensi dari
luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat
berupa :
Kelainan fisik / organik.
Dapat berupa : Hilangnya jaringan atau bagian dari
tubuh atau hilangnya sebagian atau seluruh organ
tubuh.
Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.
Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ
atau bagian tubuh yang terkena trauma. Contoh dari
gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau
terganggunya organ-organ dalam.
Infeksi
Penyakit
Kelainan psikis
Kelainan psikis
Trauma, meski pun tidak menimbulkan kerusakan otak,
kemungkinan dapat menjadi triggering factor bagi
terjadinya kelainan mental yang spektrumnya sangat
luas; yang dapat berupa compensational neurosis,
ansietas, skizofrenia, manic depresif ataupun psikosis.
Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi
mental abnormal merupakan faktor utama timbulnya
gangguan mental tersebut. Oleh sebab itu, pada setiap
gangguan mental post trauma perlu dikaji elemen-
elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang mental
dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas
jaringan atau organ yang terkena.
Dari sudut hukum
Luka merupakan kelainan yang dapat disebabkan oleh
suatu tindak pidana, baik bersifat intensional,
kecerobohan ( recklessness ), atau kekuranghati-hatian
( negligence ).
Kebijakan hukum pidana dalam penentuan berat
ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya
terhadap :
1. Kesehatan jasmani dan rohani
2. Kelangsungan hidup janin
3. Estetika jasmani
4. Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian.
5. Fungsi alat indera
Untuk menentukan berat ringannya hukuman
kepada terdakwa kasus pidana yang berkaitan
dengan perlukaan, perlu ditentukan lebih dahulu
berat ringannya luka.

1. Luka ringan
Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian.
Hukuman terhadap luka ringan ini tercantum pada pasal
352 ayat 1 KUHP :
Kecuali yang tersebut pada pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah
2. Luka sedang
Luka sedang adalah luka yang mengakibatkan
penyakit atau halangan dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencahariannya
untuk sementara waktu.
Hukuman dapat dijatuhkan berdasarkan pasal
351 ayat 1 KUHP: Penganiayaan diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3. Luka berat

Luka berat adalah luka menurut pasal 90 KUHP, yang


terdiri atas :
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi
harapan akan kesembuhan sempurna, atau yang
menimbulkan bahaya maut
Yang menyebabkan rintangan tetap dalam menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian.
Kehilangan salah satu panca indera
Cacat besar atau kudung
Lumpuh
Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya
Keguguran atau kematian janin seorang perempuan.
Hukuman dapat dijatuhkan berdasarkan pasal dalam
KUHP di bawah ini :

Pasal 351 ayat 2 : Jika perbuatan mengakibatkan luka-


luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
Pasal 353 ayat 2 : Jika perbuatan itu ( penganiayaan
dengan rencana terlebih dahulu ) mengakibatkan luka-
luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
Pasal 354 ayat 1 : Barang siapa sengaja melukai berat
orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan
berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
Pasal 355 ayat 1 : Penganiayaan berat yang dilakukan
dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
PENGANIAYAAN
DIKUALIFIKASI
PENGANIAYAAN (DIPERBERAT)
RINGAN (352) PADA:
LUKA RINGAN DENGAN RENCANA
(353 DAN 355)
PADA KORBAN
PENGANIAYAAN (351) TERTENTU: ORANG
LUKA SEDANG TUA, ISTERI, ANAK
LUKA BERAT (356)
UU KDRT
UUPA
PENGANIAYAAN
BERAT (354)
LUKA BERAT
LUKA RINGAN: 352 (1) 3 bln

LUKA SEDANG: 351 (1) 2 th 8 bln


353 (1) 4 th

LUKA BERAT 351 (2) 5 th


353 (2) 7 th
354 (1) 8 th
355 (1) 12 th
VeR Perkosaan
Perkosaan : istilah Hukum
Dokter tidak berwenang menentukan
suatu peristiwa perkosaan atau bukan
Tugas dokter adalah membuktikan adanya
hubungan seksual dan kemungkinan
adanya perlukaan akibat kekerasan
seksual.
VISUM ET REPERTUM
KORBAN MATI
SYARAT FORMAL ISI
PENDAHULUAN
FAKULTATIF:
HASIL PEMERIKSAAN CIRI IDENTITAS, BILA
TAK DIKENAL
KESIMPULAN PETUNJUK CARA
JENIS PERLUKAAN KEMATIAN
PETUNJUK ALAT,
JENIS KEKERASAN
TEMPAT, dll
SEBAB KEMATIAN PETUNJUK PELAKU
TERMASUK MEKANISME
KEMATIAN
PENUTUP
KESIMPULAN
Pembuatan VeR adalah kewajiban berdasarkan Undang-
undang, harus dipatuhi.
VeR adalah keterangan ahli untuk peradilan, shg harus
dibuat sesuai prosedur hukum yang benar, berdasarkan
pemeriksaan medis yang benar secara tehnis dan
keilmuan, serta dipresentasikan dg akurat

Semua dokter adalah ahli, tergantung


kompetensi masing-masing

Anda mungkin juga menyukai