Anda di halaman 1dari 11

Efek Profilaksis Acetazolamide Oral terhadap Peningkatan Tekanan

Intraokular setelah Operasi Katarak Pada Mata dengan Glaukoma

Tujuan: Mengkonfirmasi efek profilaksis acetazolamide oral terhadap peningkatan tekanan


intraokular (IOP) pada periode segera setelah operasi katarak pada mata dengan glaukoma sudut
terbuka primer (POAG) dan mengevaluasi waktu pemberian acetazolamide oral yang tepat untuk
mencegah elevasi IOP.
Desain: Studi klinis acak.
Peserta: Sembilan puluh mata dari 90 pasien dengan POAG yang dikontrol dengan baik yang
dijadwalkan untuk fakoemulsifikasi.
Metode: Mata secara acak dimasukkan kedalam 1 dari 3 kelompok: (1) pemberian
acetazolamide oral (500 mg) 1 jam sebelum operasi, (2) pemberian acetazolamide oral (500 mg) 3 jam
pasca operasi, atau (3) tidak diberikan acetazolamide. Tekanan intraokular diukur dengan
menggunakan tonometer rebound 1 jam sebelum operasi, sehingga diizinkan dilakukan operasi
(disesuaikan dalam kisaran antara 15 dan 25 mmHg), dan 1, 3, 5, 7, dan 24 jam pasca operasi. Kejadian
mata dengan elevasi IOP lebih dari 100% di atas IOP praoperasi dibandingkan
Ukuran Hasil Utama: IOP pascaoperasi dan kejadian mata dengan elevasi IOP yang ditandai.
Hasil: Mean IOP 1 jam sebelum operasi dan pada akhir operasi tidak berbeda secara signifikan
di antara kelompok. Pada semua kelompok, rata-rata IOP meningkat secara signifikan dari 3 sampai 7
jam pasca operasi, dan kemudian menurun setelah 24 jam. Pada 1 dan 3 jam pasca operasi, rata-rata
IOP secara signifikan lebih rendah pada kelompok pemberian sebelum operasi daripada 2 kelompok
lainnya (pemberian pasca operasi atau tanpa pemberian; p < 0.0031). Pada 5, 7, dan 24 jam pasca
operasi, IOP pra operasi dan pasca operasi secara signifikan lebih rendah pada kelompok pemberian
dibandingkan kelompok non pemberian (P < 0,0224). Elevasi tekanan intraokular lebih dari 100%
terjadi pada 1 mata (3,3%) pada kelompok pemberian pra operasi, 7 mata (23,3%) pada kelompok
pemberian pasca operasi, dan 8 mata (26,6%) pada kelompok non pemberian; Kejadian itu secara
signifikan lebih rendah pada kelompok pemberian pra operasi (P = 0,0459).
Kesimpulan: Mata dengan POAG mengalami kenaikan IOP jangka pendek dari 3 sampai 7 jam
setelah fakoemulsifikasi. Pemberian acetazolamide oral 1 jam sebelum operasi secara signifikan
mengurangi elevasi IOP dari 1 hingga 24 jam, sedangkan pemberian 3 jam pasca operasi mengurangi
elevasi IOP pada 5 jam atau lebih setelah operasi.

Tekanan intraokular (IOP) meningkat tajam pada sebagian besar pasien dengan glaukoma segera atau
saat periode awal dan dini setelah operasi katarak.1-5 Elevasi IOP jangka pendek dapat terjadi dalam
waktu 7 jam setelah operasi, walaupun pada sebagian besar penelitian, IOP tidak diukur secara
periodik.3-7 Karena elevasi IOP dapat memperburuk kerusakan saraf optik glaucomatosa, ahli bedah
harus mempertimbangkan profilaksis mencegah elevasi IOP jangka pendek pada mata dengan
glaukoma. Menurut survei konsultan Inggris, 37,4% ahli bedah oftalmik secara rutin meresepkan obat
antiglaucoma untuk mata yang menjalani operasi katarak.8
Beberapa penelitian telah mengevaluasi efek profilaksis dari berbagai jenis obat antiglaukoma
topikal, termasuk analog prostaglandin F2a, inhibitor II anhidrida karbonat aktif topikal, b-blocker,

1
atau agonis a-adrenergik topikal, terhadap kenaikan IOP pasca operasi, namun temuan mengenai
efektivitas jangka pendeknya masih kontroversial. Sebaliknya, pemberian profilaksis acetazolamide
oral memiliki efek yang cepat dan substansial mencegah elevasi IOP jangka pendek.14-18 Memang,
menurut survei konsultan di Inggris, 87% responden yang secara rutin diberikan obat profilaksis lebih
memilih acetazolamide oral dibanding agen topikal.8 Namun, sebagian besar penelitian dan dalam
situasi klinis, obat-obatan antiglaukoma, termasuk acetazolamide oral, digunakan sebelum atau
sesudah operasi katarak. Karena waktu elevasi IOP jangka pendek setelah operasi katarak masih
kontroversial, waktu optimal untuk pemberian obat antiglaukoma untuk mencegah elevasi IOP pasca
operasi tidak jelas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memeriksa waktu elevasi IOP jangka pendek pada mata
dengan glaukoma setelah operasi katarak, untuk menilai efek profilaksis acetazolamide oral terhadap
elevasi IOP, dan untuk menentukan waktu optimal untuk pemberian acetazolamide menggunakan
model campuran linier. Karena waktu elevasi IOP jangka pendek mungkin berbeda tergantung jenis
glaukoma, hanya pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer (POAG) yang ikut serta dalam
penelitian ini.

Metode
Pasien
Ini adalah penelitian klinis acak prospektif. Pada tanggal 9 bulan September, 2014, koordinator
penelitian klinis mulai menyaring semua pasien dengan POAG yang terkontrol secara medis (IOP < 21
mmHg pada 2 kunjungan berturut-turut sebelum operasi) yang dijadwalkan untuk fakoemulsifikasi
dengan implantasi lensa intraokular di Rumah Sakit Mata Hayashi. Kriteria eksklusi adalah mata
dengan kelainan patologis selain katarak dan POAG; Mata dengan sindrom pseudoexfoliation; Mata
yang dijadwalkan untuk direncanakan ekstraksi katarak ekstrakapsular atau intrakapsular; Mata
dengan riwayat operasi okular atau pembengkakan; Pasien dengan kontraindikasi acetazolamide oral;
Pasien menolak untuk berpartisipasi; Dan kesulitan saat pemeriksaan atau tindak lanjut. Mata dengan
IOP lebih tinggi dari 21 mmHg pada 2 kunjungan berturut-turut sebelumnya atau ikut serta dalam
studi lain juga dikeluarkan dari penelitian ini. Skrining dilanjutkan sampai 90 pasien direkrut, pada
tanggal 10 bulan Mei, 2016. Penelitian ini mengacu pada prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki. Komite
Lembaga / Lembaga etik Rumah Sakit Mata Hayashi, Fukuoka, Jepang, tempat penelitian ini dilakukan,
menyetujui protokol penelitian, dan semua pasien diberikan Informed consent untuk berpartisipasi.
Penelitian ini didaftarkan di University Hospital Medical Information Network (pengenal, 000017556).

Randomisasi
Semua 90 pasien yang terdaftar diacak untuk masuk ke dalam 1 dari 3 kelompok (N = 30 / kelompok)
sehari sebelum operasi: (1) mata yang mendapat pemberian acetazolamide oral 1 jam sebelum
operasi (Kelompok pemberian pra operasi), (2) mata yang mendapat pemberian acetazolamide oral 3
jam setelah operasi (Kelompok pemberian pasca operasi), atau (3) mata yang tidak mendapatkan
pemberian (kelompok nonpemberian). Koordinator dari penelitian ini menghasilkan kode pengacakan
dengan jumlah yang sama (Rasio 1: 1: 1) dengan menggunakan tabel nomor acak dan menugaskan
setiap pasien dibagi ke dalam 1 dari 3 grup sesuai kode ini. Koordinator memberitahu seorang perawat
yang bertanggung jawab atas pemberian acetazolamide oral yang mengelompokkan pasien sesuai
yang ditugaskan. Untuk memastikan penyembunyian alokasi, koordinator tetap bertugas dengan
jadwal yang disembunyikan sampai semua data dikumpulkan. Penguji, semua perawat selain perawat

2
yang bertugas, staf ruang operasi, dokter bedah, dan analis data tidak sadar akan kelompok dimana
pasien ditugaskan.

Pemberian Acetazolamide Oral


Obat antiglaukoma hipotensif topikal apapun yang diresepkan sebelum operasi dihentikan sehari
sebelum operasi. Perawat yang bertugas mengelola 500 mg acetazolamide oral (Diamox; Sanwa
Kagaku Kenkyusho, Nagoya, Jepang) kepada pasien kelompok pemberian pra operasi 1 jam sebelum
operasi atau dosis acetazolamide oral yang sama dengan pasien kelompok pemberian pasca operasi
3 jam setelah operasi. Formulasi pelepasan langsung acetazolamide oral juga diberikan.

Teknik Operasi
Seorang ahli bedah (M.Y.) melakukan semua operasi katarak. Setiap mata menerima injeksi 2 ml
Xylocaine 2% (AstraZeneka, Osaka, Jepang) ke dalam kapsula sub-Tenon di awal operasi. Operasi
katarak pada kornea dilakukan menggunakan teknik dan instrumen standar yang dijelaskan
sebelumnya.19 Setelah membuat 2 sisi port dengan pisau, capsulorrhexis curvilinear terus dilakukan
melalui port samping menggunakan jarum bengkok. Sebuah insisi 2.2 mm kornea dibuat dengan
keratom baja dari margin posterior kornea. Setelah hidrodiseksi menyeluruh, fakoemulsifikasi dari
nukleus dan aspirasi residu korteks telah dilakukan. Kapsul lensa digelembungkan dengan natrium
hyaluronate 1% (Hyaguard; Nihon Tenganyaku Kenkyusyo, Nagoya, Jepang) untuk implantasi lensa
intraokular akrilat hidrofobik (SN60WF; Alcon Laboratories, Fort Worth, TX), setelah itu lensa
intraokular dimasukkan ke kantong kapsul menggunakan injector Monarch II dengan cartridge C
(Alcon). Bahan viskoelastik kemudian dievakuasi secara menyeluruh. Luka kornea dan port samping
terhidrasi dengan menggunakan larutan garam seimbang. Pada akhir operasi, IOP disesuaikan berkisar
antara 15 dan 25 mmHg dengan hidrasi stroma menggunakan metode yang telah dijelaskan
sebelumnya.20 Singkatnya, seorang pemeriksa dilatih untuk menggunakan sebuah tonometer rebound
(Icare; Tiolat, Helsinki, Finlandia) untuk mengukur IOP menggunakan tonometer rebound Icare. Saat
IOP tidak dalam kisaran antara 15 dan 25 mmHg, IOP ditingkatkan menjadi sekitar 30 mmHg dengan
menyuntikkan larutan garam seimbang ke ruang anterior dan stroma kornea di sekitar luka dan sisi
port untuk menutup sayatan ini. Setelah menaikkan IOP, tekanan dikurangi dengan menguras cairan
ruang anterior melalui sisi port menggunakan cannula untuk mendapatkan IOP pada kisaran 15 sampai
25 mmHg.

Pengukuran Hasil
Semua pasien menjalani pengukuran IOP dan pemeriksaan status luka dan intensitas flare pada
periode awal dan dini setelah operasi katarak IOP diukur dengan menggunakan Icare Rebound
tonometer 1 jam sebelum operasi, di akhir operasi, dan 1, 3, 5, 7, dan 24 jam setelah operasi. Rincian
dari tonometer ini telah dijelaskan sebelumnya.21 Singkatnya, Icare tonometer meliputi solenoid
magnetized probe dan processing electronic. Probe bergerak menuju kornea dengan kecepatan kira-
kira 0,2 m / detik Setelah gelombang penggerak awal penuh, probe mempengaruhi permukaan
kornea, melambat, dan terjadi rebound dari permukaan kornea. Pemrosesan sinyal elektronik dan
mikrokontroler dari deselerasi probe akan berdampak kornea. Perangkat lunak ini diprogram untuk
6 pengukuran; Pembacaan tertinggi dan terendah dihilangkan, dan rata-rata IOP dihitung dari
pembacaan yang ada. Perangkat lunak ini dapat mendeteksi apakah pengukuran yang salah diperoleh.
Dalam kasus ini, tonometer menunjukkan pesan kesalahan dan tidak menerima pembacaan tersebut
sebagai kebenaran. Selain itu, Icare tonometer membuat hubungan di antara semua pengukuran yang

3
diperoleh dengan memperkirakan standar deviasi terhadap hasil akhir yang koheren. Saat perangkat
mendeteksi adanya perbedaan antara pengukuran, tanda kesalahan ditampilkan. Dalam penelitian ini,
IOP diukur dengan pasien berbaring dalam posisi telentang. Pemeriksa yang sama dilakukan untuk
semua pasien. Untuk memastikan keandalan pembacaan IOP, pengukuran diulang 3 kali, dan nilai
rata-rata digunakan untuk analisis. Ketika terdapat tanda kesalahan ditampilkan atau jika terjadi
ketidaksesuaian antara 1 pembacaan IOP dan 2 pembacaan lainnya, pembacaannya disingkirkan dan
pengukuran diulang. Banyak penelitian telah mengkonfirmasi reliabilitas dan reproduktifitas data yang
didapat menggunakan Icare tonometer,21-28 meskipun Munkwitz dkk melaporkan hasil yang
bertentangan pada kisaran IOP yang lebih tinggi.
Arsitektur luka dari sayatan kornea diperiksa sekitar 5 jam setelah operasi menggunakan
segmen anterior (AS) optical coherence tomography (OCT; Tomey, Nagoya, Jepang). AS OCT memindai
seluruh AS mata, melintasi sayatan utama dan port samping, dan menunjukkan profil insisi. Dalam
penelitian ini, 5 unsur luka arsitektur digunakan untuk menggambarkan status luka menurut sistem
klasifikasi yang dilaporkan oleh Calladine dan Packard30: (1) luka menganga di sisi epitel, (2) luka
menganga di sisi endotel, (3)misalignment atap dan lantai sayatan di sisi endotel, (4) detachment lokal
membran Descemet, dan (5) kehilangan coaptation sepanjang terowongan stroma. Kami
mendefinisikan pembukaan luka sebagai hilangnya coaptation sepanjang terowongan stroma.
Panjang insisi diukur dengan menggunakan gambar AS OCT. Intensitas flare diukur 5 jam setelah
operasi menggunakan flare meter (FC-1000; Kowa, Tokyo, Jepang). Dua dokter (S.M. K.Y.) melakukan
tes Seidel kira-kira 5 jam setelah operasi menggunakan mikroskop slit lamp.
Kekuatan bias sferis dan silinder diperiksa menggunakan autorefractometer (KR-7100;
Topcon, Tokyo, Jepang); Nilai ekuivalen sferis ditentukan sebagai kekuatan sferis ditambah setengah
daya silindris. Tajam penglihatan desimal tak terkoreksi dan koreksi jarak pandang dicatat pada semua
pemeriksaan saat kunjungan. Ketajaman penglihatan desimal diubah menjadi skala logaritma resolusi
minimum untuk analisis statistik. Pengangkatan nukleus lensa dinilai menggunakan Lens Lens
Opacities Classification System III.31 Durasi operasi dan total volume larutan irigasi yang digunakan
dicatat. Sensitivitas lapang pandang diukur dengan program Humphrey Visual Field Analyzer 30-2
dalam waktu 6 bulan sebelum operasi. Semua uji dilakukan oleh teknisi oftalmik berpengalaman yang
tidak mengetahui tujuan penelitian.

Analisis Statistik
Data mengenai IOP diuji untuk distribusi normalitas menggunakan histogram karena IOP pada
beberapa titik waktu pada 3 kelompok tidak mengikuti distribusi normal, IOP telah dikonversi ke skala
logaritma untuk analisis statistik dan diubah kembali untuk skala aritmatika untuk deskripsi.
Perubahan longitudinal pada IOP di masing-masing dari 3 kelompok diperiksa dengan
membandingkan IOP menggunakan uji t berpasangan. Karena IOP pada saat dilakukan operasi
disesuaikan dengan sengaja untuk rentang antara 15 dan 25 mmHg, IOP pada akhir operasi tersebut
dikecualikan dari analisis.
Perbedaan IOP 1, 3, 5, 7, dan 24 jam setelah operasi di antara 3 kelompok tersebut
dibandingkan dengan menggunakan model campuran linier dengan titik waktu sebagai variabel
kategoris dan nilai logaritma pra operasi sebagai kovariat (SAS PROC MIXED with REPEATED statement
and no RANDOM statement; SAS Institute Inc., Cary, NC). IOP pada akhir operasi tidak
dipertimbangkan dalam model ini karena IOP disesuaikan dengan sengaja dengan teknik bedah. Untuk
mendeteksi titik perubahan dalam IOP di antara kelompok, model linier campuran mengikutsertakan
interaksi antara kelompok dan indikator variabel yang menunjukkan apakah waktu di luar titik

4
tersebut mengalami perubahan. Struktur kovariansi dari model linier campuran dipilih berdasarkan
indeks kriteria informasi Akaike di antaranya tidak terstruktur, simetris, atau autoregresif. Indeks
kriteria informasi Akaike juga digunakan untuk mendeteksi titik perubahan antara 3, 5, 7, dan 24 jam
setelah operasi. Karena indeks kriteria informasi Akaike dipilih 5 jam sebagai titik perubahan dengan
struktur kovariansi model campuran linier tidak terstruktur dimana perbedaan antar kelompok
diubah 5 jam setelah operasi kemudian diterapkan. Preoperative value-adjusted means dari IOP
dihitung dari model ini.
Kejadian elevasi IOP ditandai dan dibandingkan di antara kelompok menggunakan analisis
survival Kaplan-Meyer dengan 2 kriteria: (1) elevasi IOP lebih dari 100% lebih tinggi dari pada IOP pra
operasi, dan (2) elevasi IOP 26 mmHg atau lebih tinggi. Kurva untuk setiap pasangan kelompok juga
dibandingkan.
Intensitas flare, logaritma sudut minimum resolusi ketajaman penglihatan, nilai ekuivalen
sferis, dan Variabel kontinyu lainnya dibandingkan diantara 3 kelompok dengan menggunakan uji
KruskaleWallis, dan variabel kategoris dibandingkan di antara kelompok menggunakan uji chi-square.
Ketika sebuah perbedaan yang signifikan secara statistik terdeteksi di antara kelompok, perbedaan
antara masing-masing pasangan kelompok dibandingkan dengan penggunaan uji ManneWhitney U
untuk variabel kontinyu dan uji chi-square atau Fisher exact untuk variabel kategori. Adanya
perbedaan ditunjukkan dengan nilai P kurang dari 0,05 yang dianggap signifikan secara statistik.

Hasil
Semua pasien yang direkrut menjalani intervensi dan menyelesaikan penelitian. Karena perawat
memeberikan acetazolamide sesuai resep dokter (analis data) menurut protokol penelitian,
pemeriksa, perawat lain, ahli bedah, staf ruang operasi, dan analis data tidak mengetahui kelompok
masing-masing pasien ditugaskan. Mean + standar deviasi usia pasien adalah 70,9+8,9 tahun (kisaran,
44-87 tahun); Ada 44 pria. Demografi pasien pada baseline dan faktor pembedahan kelompok
pemberian pra operasi, kelompok pemberian pasca operasi, dan kelompok nonpemberian
ditunjukkan pada Tabel 1. Usia, jenis kelamin, rasio mata kiri dan kanan, astigmatisma kornea, nilai
ekuivalen sferis, opasitas nukleus, durasi operasi, dan total volume larutan irigasi yang digunakan tidak
berbeda secara signifikan antar kelompok. Jumlah dan jenis obat antiglaukoma topikal yang
ditentukan sebelum operasi tidak berbeda secara signifikan antar kelompok (Tabel 2). Pada
pemeriksaan terakhir menggunakan program Humphrey Visual Field Analyzer 30-2 dalam waktu 6
bulan sebelum operasi, nilai mean dari deviasi mean dan pola standar deviasi masing - masing sebesar
-8,80+6,68 dan 9,38+4,74 pada kelompok pemberian pra operasi, -8,62+8,64 dan 6,51+4,85 pada
kelompok pemberian pasca operasi, -7,38+5,40 dan -7,40+5,00 pada kelompok nonpemberian; Rerata
deviasi mean (P = 0,6640) dan pola standar deviasi (P = 0,2684) tidak berbeda secara signifikan antar
kelompok.

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Pasien saat Baseline dan Pembedahan di antara Mata Pasien yang
Mendapat Acalazolamide Oral 1 Jam sebelum Operasi (Kelompok Pemberian Pra Operasi), Mata Pasien yang
Mendapat Acetazolamide Oral 3 Jam Setelah Operasi (Kelompok Pemberian Pasca Operasi), dan Mata Pasien
yang Tidak Mendapat Acetazolamid (Kelompok Nonpemberian)

5
Tabel 2. Perbandingan Jumlah (Persentase) dan Jenis Pengobatan Antiglaucoma Topikal yang Ditetapkan pada
Mata Pasien yang Mendapat Acalazolamide Oral 1 Jam sebelum Operasi (Kelompok Pemberian Pra Operasi),
Mata Pasien yang Mendapat Acetazolamide Oral 3 Jam Setelah Operasi (Kelompok Pemberian Pasca Operasi),
dan Mata Pasien yang Tidak Mendapat Acetazolamid (Kelompok Nonpemberian)

Pemeriksaan perubahan longitudinal dalam IOP pada masing-masing kelompok


mengungkapkan bahwa pada kelompok nonpemberian, setelah penyesuaian IOP pada akhir operasi,
rata-rata IOP 1, 3, 5, 7, dan 24 jam setelah operasi secara signifikan lebih tinggi dari pada IOP pra
operasi (P<0,0002), dan IOP 3, 5, dan 7 jam setelah operasi secara signifikan lebih tinggi dari IOP 1 dan
24 jam setelah operasi (P=0.00375), menunjukkan bahwa elevasi IOP jangka pendek terjadi selama 3
dan 5 jam setelah operasi (Tabel 3). Pada kelompok pemberian pra operasi, rata-rata IOP 3, 5, dan 7
jam setelah operasi secara signifikan lebih tinggi daripada IOP pra operasi dan IOP 1 jam setelah
operasi (P=0,0159), dan IOP 5 dan 7 jam setelah operasi lebih tinggi dari IOP 24 jam setelah operasi
(p=0,0111). Dalam kelompok pemberian pasca operasi, IOP 1, 3, 5, dan 7 jam setelah operasi secara
signifikan lebih tinggi dari IOP pra operasi dan IOP 24 jam setelah operasi (P=0,0033), dan IOP 3 jam
setelah operasi secara signifikan lebih tinggi dari IOP 1, 5, dan 7 jam setelah operasi (P=0,0487).
Rata-rata IOP tidak berbeda secara signifikan diantara 3 kelompok sebelum operasi dan pada
akhir operasi. Saat membandingkan IOP pada 1, 3, 5, 7, dan 24 jam setelah operasi menggunakan
model campuran linier (Gambar 1), IOP 1 dan 3 jam setelah operasi secara signifikan lebih rendah
pada kelompok pemberian pra operasi daripada kelompok pemberian operasi dan nonpemberian
(P=0.0031). TIO 5, 7, dan 24 jam setelah operasi secara signifikan lebih rendah pada kelompok
pemberian pra operasi dan kelompok pemberian pasca operasi daripada kelompok nonpemberian
(P=0,0224).

6
Peningkatan IOP lebih dari 100% lebih Tabel 3. Perubahan Longitudinal Aritmetik Rata-rata (+
tinggi dari pada IOP pra operasi terjadi pada 1 95% Interval Keyakinan) Tekanan Intraokular Mata
mata (3,3%) pada kelompok pemberian pra Pasien yang Mendapat Acalazolamide Oral 1 Jam
sebelum Operasi (Kelompok Pemberian Pra Operasi),
operasi, 7 mata (23,3%) pada Kelompok Mata Pasien yang Mendapat Acetazolamide Oral 3
pemberian pasca operasi, dan 8 mata (26,6%) Jam Setelah Operasi (Kelompok Pemberian Pasca
pada kelompok nonpemberian; tingkat Operasi), dan Mata Pasien yang Tidak Mendapat
insidensi berbeda secara signifikan di antara Acetazolamid (Kelompok Nonpemberian)

kelompok (P = 0,0459; Gambar 2). Elevasi IOP


26 mmHg atau lebih tinggi terjadi pada 5 mata
(16,7%) pada Kelompok pemberian
preoperatif, 8 mata (26,7%) pada kelompok
pemberian pasca operasi, dan 13 mata (43,3%)
pada kelompok nonpemberian; tingkat
insidensi berbeda secara signifikan di antara
kelompok (P = 0,0407). Dengan kriteria sebuah
elevasi IOP lebih dari 100% lebih tinggi dari
pada IOP pra operatif, tingkat insidensi secara
signifikan lebih rendah pada Kelompok
pemberian pra operasi daripada kelompok
pemberian pasca operasi dan non pemberian
(P = 0,0121).

7
Gambar 1. Grafik yang membandingkan mean eksponensial (+ 95% confidence interval) tekanan intraokular
(IOP) 1, 3, 5, 7, dan 24 jam setelah operasi di antara mata. pasien yang mendapat acalazolamide oral 1 jam
sebelum operasi (kelompok pemberian pra operasi), mata pasien yang mendapat acetazolamide oral 3 jam
setelah operasi (kelompok pemberian pasca operasi), dan mata pasien yang tidak mendapat acetazolamid
(kelompok nonpemberian) menggunakan model campuran linier. Rata-rata IOP 1 dan 3 jam setelah
pembedahan secara signifikan lebih rendah pada kelompok pemberian pra operasi daripada pada kelompok
pemberian pasca operasi dan kelompok nonpemberian, dan rata-rata IOP 5, 7, dan 24 jam setelah operasi
secara signifikan lebih rendah pada kelompok pemberian pra operasi dan kelompok pemberian pasca operasi
daripada kelompok nonpemberian.

8
Gambar 2. Grafik yang membandingkan kejadian peningkatan tekanan intraokular (IOP) di antara mata. pasien
yang mendapat acalazolamide oral 1 jam sebelum operasi (kelompok pemberian pra operasi), mata pasien
yang mendapat acetazolamide oral 3 jam setelah operasi (kelompok pemberian pasca operasi), dan mata
pasien yang tidak mendapat acetazolamid (kelompok nonpemberian) berdasarkan analisis survival
KaplaneMeyer dengan 2 kriteria: (A) kenaikan IOP lebih dari 100% lebih tinggi daripada PP preoperatif, dan (B)
IOP meningkat 26 mmHg atau lebih. Insidensi peningkatan IOP berbeda secara signifikan di antara 3 kelompok
dengan kedua kriteria tersebut. Bila membandingkan antara masing-masing pasangan dari 2 kelompok,
kejadian tersebut secara signifikan lebih rendah pada kelompok pemberian pra operasi daripada kelompok
pemberian pasca operasi dan kelompok nonpemberian dengan kriteria kenaikan IOP lebih dari 100%.

Rata-rata intensitas flare 5 jam setelah operasi adalah 39,23+21,03 mg / dl pada kelompok
pemberian pra operasi, 29,19+21,11 mg / dl pada kelompok pemberian pasca operasi, dan
28,75+18,63 mg / dl pada kelompok nonpemberian; perbedaan rata-rata signifikan di antara
kelompok (P=0.0187). Perbandingan intensitas flare antara masing-masing 2 kelompok pasangan
mengungkapkan bahwa intensitas flare jauh lebih tinggi pada kelompok pemberian pra operasi
daripada kelompok pemberian postoperatif (P = 0,0135) dan kelompok nonpemberian (P=0.0163),
sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada intensitas flare di antara kelompok pemberian
pasca operasi dan nonpemberian.
Jumlah mata dengan luka menganga di sisi epitel, luka menganga di sisi endotel, misalignment
luka, atau detachment lokal membran descemet tidak berbeda secara signifikan antar kelompok.
Hilangnya coaptation sepanjang terowongan stroma tidak terdeteksi pada semua mata dalam
kelompok tersebut. Panjang insisi rata-rata tidak berbeda secara signifikan antar kelompok (P =
0,4567). Tes Seidel menunjukkan negatif pada semua mata. Tidak ada komplikasi akibat pemberian
acetazolamide oral terjadi pada penelitian ini.

Diskusi
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sebuah elevasi IOP jangka pendek dengan POAG terjadi
dari 3 sampai 7 jam jam setelah operasi katarak saat tidak diberikan pengobatan antiglaukoma. Rata-
rata IOP 1 dan 3 jam setelah operasi secara signifikan lebih rendah pada kelompok pemberian pra
operasi daripada kelompok pemberian pasca operasi dan kelompok pemberian nonpemberian.

9
Selanjutnya, IOP 5, 7, dan 24 jam setelah operasi secara signifikan lebih rendah pada mata kelompok
pemberian pra operasi dan kelompok pemberian pasca operasi daripada Kelompok nonpemberian.
Temuan ini menunjukkan bahwa elevasi IOP jangka pendek dikurangi sepanjang masa follow up (dari
1 sampai 24 jam setelah operasi) dengan pemberian acetazolamide oral yang diberikan 1 jam sebelum
operasi, dan elevasi IOP dari 5 sampai 24 jam dikurangi dengan pemberian acetazolamide oral yang
diberikan 3 jam setelah operasi.
Tingkat insidensi kenaikan IOP berbeda secara signifikan di antara 3 kelompok dengan kedua
kriteria. Secara khusus, kelompok pemberian pra operasi secara signifikan lebih rendah dibandingkan
kelompok pemberian pasca operasi dan kelompok nonpemberian sesuai kriteria elevasi TIO lebih dari
100%. Dengan demikian, timbulnya elevasi IOP segera pasca operasi bisa dikurangi dengan
penggunaan acetazolamide oral bila diberikan 1 jam sebelum operasi.
Intensitas flare diukur 5 jam setelah operasi menunjukkan secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok pemberian pra operasi daripada kelompok pemberian pasca operasi dan kelompok
nonpemberian. Oshika dan Araie32 melaporkan bahwa acetazolamide oral secara signifikan
meningkatkan Konsentrasi protein aquos humor, yang menentukan intensitas flare, selama 2 sampai
10 jam setelah pemberian dengan puncak setelah 6 jam pada relawan yang sehat. Temuan penelitian
ini konsisten dengan penelitian mereka. Dengan demikian, efek obat acetazolamide oral terjadi
dengan cepat, dalam beberapa jam setelah pemberian, bahkan pada mata dengan POAG.
Tingkat insidensi dari 5 arsitektur luka diperiksa menggunakan AS OCT menunjukkan tidak ada
perbedaana secara signifikan di antara 3 kelompok. Selain itu, panjang dan lebar luka serupa di antara
kelompok, dan hasil tes seidel adalah negatif pada semua mata di dalam kelompok tersebut yang
menunjukkan bahwa status lukatidak mempengaruhi perbedaan TIO di antara kelompok.
Waktu pemberian acetazolamide oral mempengaruhi perbedaan IOP pada berbagai interval.
Pemberian acetazolamide oral 1 jam sebelum operasi menyebabkan penurunan TIO dari 1 sampai 24
jam yang signifikan setelah operasi fakoemulsifikasi pada mata dengan POAG, sedangkan pemberian
3 jam setelah operasi menyebabkan terjadinya penurunan TIO yang signifikan mulai dari 5 hingga 24
jam setelah operasi. Oshika dan Araie32 melaporkan bahwa acetazolamide oral menurunkan IOP
selama 2 sampai 6 jam setelah pemberian dengan puncak pada 4 jam setelah pemberian pada subyek
yang sehat. Berdasarkan temuan ini, telah diketahui acetazolamide oral menurunkan IOP dalam
beberapa jam setelah pemberian. Meski begitu, alasan untuk pengurang IOP 24 jam setelah operasi
tidak bisa dijelaskan pada penelitian ini. Di sisi lain, karena elevasi IOP terjadi selama 3 sampai 7 jam
setelah operasi dengan puncak pada 3 atau 5 jam pada mata dengan POAG, acetazolamide oral
dianggap paling efektif untuk profilaksis mencegah elevasi IOP bila diberikan 1 jam sebelum operasi.
Elevasi tekanan intraokular terjadi segera atau sesaat setelah operasi katarak pada mata
dengan Glaukoma.1-5 Penelitian sebelumnya meneliti efikasi obat antiglauoma topikal atau sistemik
sebagai profilaksis terhadap kenaikan IOP jangka pendek.4,6,9-13 Meskipun demikian banyak obat
topikal, termasuk analog prostaglandin F2a, penghambat anhidrase karbonat topikal, b-blocker, dan
agonis a-adrenergik topikal, telah dievaluasi, efek agen topikal tersebut masih bertentangan.4,6,9-13
Sebaliknya, studi menunjukkan efek substansial dari asetamida sistemik untuk profilaksis
menghambat elevasi IOP jangka pendek.14-18 Secara khusus, beberapa penelitian menunjukkan efek
acetazolamide oral dalam menurunkan IOP lebih menonjol dibandingkan dengan dorzolamide topikal
pada mata dengan atau tanpa glaukoma.16,17 Dalam penelitian ini, bagaimanapun, obat obatan
antiglaukoma diresepkan tepat sebelum dan sesudah operasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
acetazolamide oral lebih efektif untuk profilaksis terhadap elevasi IOP jangka pendek bila diberikan 1
jam sebelum operasi daripada bila diberikan 3 jam setelah operasi.

10
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kami tidak mengukur IOP antara 7
dan 24 jam setelah operasi. Dapat terjadi kemungkinan peningkatan IOP selama interval tersebut.
Rata - rata IOP menurun antara 7 dan 24 jam pada semua 3 kelompok. Dengan demikian, tidak
mungkin elevasi IOP cukup untuk memperburuk neuropati optik glaucomatous yang terjadi setelah 7
jam setelah operasi. Kedua, tidak jelas apakah profilaksis terhadap elevasi IOP yang dihasilkan
acetazolamide oral sebenarnya mengurangi kerusakan saraf optik. Namun, kami percaya bahwa lebih
aman menghindari elevasi IOP, terutama pada mata dengan glaukoma stadium lanjut.
Sebagai kesimpulan, kenaikan IOP jangka pendek terjadi pasca operasi segera, dengan puncak
3 sampai 5 jam setelah operasi fakoemulsifikasi pada mata dengan POAG. Pemberian acetazolamide
oral 1 jam sebelum operasi menurunkan tingkat elevasi IOP jangka pendek untuk 1 sampai 24 jam
setelah operasi, sedangkan pemberian acetazolamide oral 3 jam setelah operasi mengurangi derajat
elevasi IOP antara 5 dan 24 jam setelah operasi. Jadi pemberian acetazolamide oral 1 jam sebelum
operasi lebih efektif dari pada 3 jam setelah operasi untuk mencegah peningkatan IOP jangka pendek
pada mata POAG. Namun, tetap tidak jelas apakah hal ini dapat dilakukan pada mata dengan sindrom
pseudoexfoliation. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memeriksa efek obat profilaksis
antiglaukoma menghambat elevasi IOP jangka pendek pada mata dengan pseudoexfoliation.

11

Anda mungkin juga menyukai