Anda di halaman 1dari 5

MENINGKATKAN DERAJAT KELUARGA MELALUIMEWARIS

Pengertian Mawaris

Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (‫)موارث‬, yang merupakan
mashdar (infinitif) dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan. Maknanya menurut bahasa adalah ;
berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum
lain. Sedangkan, Mawaris menurut istilah yang dikenal para ulama ialah, berpindahnya hak
kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik
yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik yang legal
secara syar’i. Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak
milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup sesuai dengan
ketentuan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 180. Firman Allah swt:

‫ْن َواأل َ ْق َر ِبينَِ ِب ْال َم ْع ُروفِِ َحقًّا‬


ِِ ‫ص َّي ِةُ ل ِْل َوا ِلدَي‬
ِ ‫ن ت ََركَِ َخي ًْرا ْال َو‬
ِْ ‫ض َِر أ َ َحدَ ُك ُِم ْال َم ْوتُِ ِإ‬
َ ‫علَ ْي ُك ِْم ِإذَا َح‬ َِ ‫ُكت‬
َ ‫ِب‬
َِ‫علَى ْال ُمتَّقِين‬ َ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

Adapun tujuan kewarisan dalam Islam dapat kita rumuskan sebagai berikut :

1. Penetapan bagian-bagian warisan dan yang berhak menerima secara rinci dan jelas, bertujuan agar
tidak terjadinya perselisihan dan pertikan antara ahli waris. Karena dengan ketentuan-ketentuan
tersebut, masing-masing ahli waris harus mengikuti ketentuan syariat dan tidak bisa mengikuti
kehendak dan keinginan masing-masing.
2. Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan (yang pada masa jahiliyah hanya laki-
laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang.
Dalam artian masing-masing berhak menerima warisan sesuai dengan porposi beban dan tanggung
jawabnya.
2.3 Rukun mawaris
Yang menjadi rukun waris mewaris ada 3 yaitu :
1. Al-Muwarrits (‫)ال ُم َو ِرث‬
Al-muarrist (pewaris) adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
warisan.Bagi seorang pewaris terdapat ketentuan bahwa harta yang yang ditinggalkan miliknya
dengan sempurna, baik menurut kenyataan maupun menurut hukum.
2. Al-warits (ahli waris)
Orang yang akan menerima harta warisan dari pewaris disebabkan mempunyai hak-hak untuk
menerima warisan. Seperti keluarga, namun tidak semua keluarga dari pewaris dinamakan ahli
waris.Begitu pula orang yang berhak menerima warisan mungkin saja diluar ahli waris.
3. Harta warits (‫)ال َم ْو ُروث‬
Menurut hukum islam, mauruts (harta waris) adalah harta benda yang ditinggalkan oleh si
mati yang akan di warisi oleh para ahli waris setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi
hutang dan melaksanakan wasiat. Harta peninggalan ini oleh para faradhiyun di sebut juga dengan
tirkah yaitu semua yang menjadi milik seseorang, baik berupa harta benda maupun hak-hak
kebendaan yang diwarisi oleh ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Jadi, hak-hak
kewarisan bukan hanya berupa harta benda akan tetapi juga menyangkut harta yang tidak berupa harta
benda yang dapat berpindah kepadam ahli warisnya. Seperti hak-hak menarik hasil dari sumber air,
benda-benda yang digadaikan oleh pewaris (orang yang meninggal dunia), termasuk benda-benda
yang sudah dibeli oleh pewaris yang bendanya belum diterima.

Hukum Waris Islam


Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176.
hukum Waris Islam atau ilmu faraidh adalah ilmu yang diketahui. siapa yang berhak mendapat waris
dan siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.[5]
Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia tingkat bahayanya, paling tinggi kedudukannya, paling
besar ganjarannya, oleh karena pentingnya, bahkan sampai Allah sendiri yang menentukan
takarannya, Dia terangkan jatah harta warisan yang didapat oleh setiap ahli waris, dijabarkan
kebanyakannya dalam beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya merupakan sumber
ketamakan bagi manusia, sebagian besar dari harta warisan adalah untuk pria dan wanita, besar dan
kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga tidak terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat
atau berbicara dengan hawa nafsu.[6]
Dzawil Furudl
Dzawil Furudl adalah anggota keluarga yang memiliki hak atas harta peninggalan seorang yang
meninggal dunia,[7] yaitu:

 Laki-laki:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Ayah
4. Kakek / ayahnya ayah
5. Saudara kandung
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki
7. Suami
8. Paman
9. Anak dari paman
10. Laki-laki yang memerdekakan budak
 Perempuan:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek
5. Saudari kandung
6. Istri
7. Wanita yang memerdekakan budak
Penggolongan Ahli Waris
Terdapat tiga golongan ahli waris menurut ajaran bilateral:
Dzul faraa-idh (biasa disebut juga sebagai ashabul furudh atau dzawil furudh)
Dzul faraa-idh ialah ahli waris yang telah mendapat bagian pasti, yang bagian-bagian tersebut telah
ditentukan dalam Alquran surat An-Nisa, atau sebagaimana pula telah disebutkan dalam Kompilasi
Hukum Islam bab ketiga, yang di antaranya:
1. anak perempuan yang tidak didampingi laki-laki
2. ibu
3. bapak dalam hal ada anak
4. duda
5. janda
6. saudara laki-laki dalam hal kalaalah
7. saudara, laki-laki dan perempuan bergabung bersyirkah dalam hal kalaalah
8. saudara perempuan dalam hal kalaalah
Dzul qarabat atau ashabah
Dzul qarabat ialah ahli waris yang mendapat bagian sisa atau tidak ditentukan, di antaranya:

1. anak laki-laki
2. anak perempuan yang didampingi laki-laki
3. bapak
4. saudara laki-laki dalam hal kalaalah
5. saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki dalam hal kalaalah
Mawali
Mawali adalah ahli waris pengganti yang menggantikan seseorang untuk memeroleh bagian warisan
yang tadinya akan diperoleh orang yang digantikan itu. Mawali ialah keturunan anak pewaris,
keturunan saudara pewaris, atau keturunan orang yang mengadakan semacam perjanjian mewaris
(misalnya wasiat) dengan pewaris.

Pembagian
Setengah
Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Saudari seayah Ibu, Saudari seayah
dan Suami jika tanpa anak.
 Seperempat
Suami bersama anak atau cucu, Istri tanpa anak atau cucu dari anak laki-laki.
 Seperdelapan
Istri bersama Anak atau cucu dari anak laki-laki
 Sepertiga
Ibu tanpa ada anak, Saudari seibu 2 orang atau lebih.
 Duapertiga
Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Saudari seayah ibu, Saudari seayah
 Seperenam
Ibu bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, Nenek, Saudari seayah bersama Saudari
seayah ibu, Ayah bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, Kakek.

Adapun rukun warisan disebutkan oleh Dr. Musthafa Al-Khin ada 3 (tiga) yakni:

1. Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi oleh orang lain yang berhak
mewarisinya.

2. Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit dengan salah satu dari
beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi.
3. Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya.

.HIKMAH ADANYA HUKUM WARIS

Mempererat Persaudaraan

Dengan meratanya pembagian harta kepada ahli waris sesuai dengan hukum syara, maka ahli waris
satu sama lain semakin merasakan ikatan saudara senasib. Teknis pembagian harta warisan dilakukan
dengan musyawarah secara kekeluargaan dan kasih sayang. Hal ini demi mempererat persaudaraan.

Termasuk Golongan yang Memurnikan AjaranNya


Orang yang mempelajari dan mengamalkan faraidh, InsyaAllah akan termasuk golongan orang-orang
yang memurnikan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan
ibadah kepada-Nya, meskipun orang orang kafir tidak menyukainya.” (Qs al-Mu’min : 14)

Menjauhkan Diri dan Sifat Serakah


Dengan adanya sistem pembagian harta warisan yang adil berdasarkan hukum Islam, setiap ahli waris
harus patuh pada ketentuan tersebut. Pada sistem ini ahli waris tidak mungkin mementingkan dirinya
sendiri. Dengan demikian hubungan waris menjauhkan diri dari sikap egois, serakah, dan mendidik
taslim (tunduk patuh) pada ketentuan Allah. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, termasuk
mempelajari ilmu pembagian harta warisan (faraidh).

Rasulullah memperingatkan kepada umat Islam supaya sungguh-sungguh mempelajari faraidh. Beliau
bersabda, “Belajarlah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan
ajarkanlah faraidh, karena sesungguhnya aku seorang yang akan mati. Dan ilmu akan terangkat, dan
bisa jadi akan ada dua orang yang berselisih, tetapi mereka tak bertemu dengan orang yang
menyampaikan kepada mereka hukumnya.” (HR Ahmad, Tirmizi, dan Nasai). (muf/smn)
TUGAS
AGAMA ISLAM

DISUSUN OLEH:

ANANDA NOVITASARI

ANGGRI WIDYA LESTARI

FRIKA APRILIA RAHIM

ABDIAS AGRIS ILSAWAN

LD.ALFIAN

LA RONE

MUH. RIFKI PRATAMA

Anda mungkin juga menyukai