Anda di halaman 1dari 25

Makalah DAS

“Karakterisitik Wilayah DAS Oko-Oko, Provinsi Sulawesi Tenggara”

Oleh :

FARIDA (M1A1 15 206)


IKA PUSPITA SARI J. (M1A1 15 044)
ALIMIN (M1A1 15 008)

KEHUTANAN A

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

selesainya makalah yang berjudul “Karakterisitik Wilayah DAS oko oko, Provinsi

Sulawesi Tenggara”. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas

bantuan dari pihak yang telah berkkontribusi dengan memberikan sumbangan

baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami

yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat

mengharapkan saran dan kritik yang membangun daripembaca demi

kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 15 Desember 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulusan......................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
1.1 BentukPeta DAS Oko-Oko.......................................................................4
1.2 Bentuk Penggunaan Lahan........................................................................5
1.3 Drainase da Pola Aliran DAS Oko-Oko...................................................7
1.4 Tingkat Topografi DAS Oko-Oko............................................................9
1.5 Bentuk Kontur DAS Oko-Oko................................................................11
1.6 Jenis Tanah Das Oko-Oko........................................................................13

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan..................................................................................................16
3.2 Saran............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) (Watershed )adalah suatu wilayah daratan

yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah

hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih

terpengaruh aktivitas daratan. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam

mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di

dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian

ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia

secara berkelanjutan. Kerusakan DAS dapat disebabkan oleh aktivitas manusia

dan atau oleh bencana alam. Oleh karena itu dalam pengelolaan DAS perlu

melibatkan peran serta aktif manusia, sehingga tercapai manfaat yang maksimal

dan berkesinambungan.

Pada dasamya karakteristik DAS sangat menentukan dalam mencapai

tujuan perencanaan pengelolaan suatu DAS. Sebagaimana tujuan pengelolaan

DAS (Sinukaban, 1991) adalah: (1) Untuk menggunakan sumberdaya lahan

secara rasional untuk produksi maksimurn yang lestari, (2) Menekan kerusakan

seminimal mungkin pengaruh erosi dan sedimentasi, (3) Distribusi air merata

sepanjang tahun, (4) Mampu mempertahankan DAS yang bersifat lentur

iresilient) dan (5) Adanya pemerataan pendapatan. Kesalahan dalam penentuan

iv
karakteristik DAS akan mempengaruhi perencanaan penggunaan lahan pads DAS

tersebut. Karakteristik DAS yang dimaksud merupakan indikator fisik yang

digunakan dalam menentukan kebijakan dalam pengelolaan DAS diantaranya

berupa karakteristik hidrologi, iklim dan tanah. Pengetahuan tentang karakteristik

suatu DAS merupakan data dasar sebagai indikator yang memudahkan kita untuk

melakukan perencanaan pengelolaan DAS dalam arti luas dan pengelolaan penggunaan

lahan usahatani dalam arti sempit.

Semakin pesatnya pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan

wilayah DAS juga tidak terlepas dalam pemanfaatan ruang dalam rangka

memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk

memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi. Menurut SCBFWM (2010),

ada tiga hal utama yang dapat menyebabkan Daerah Aliran Sungai di Indonesia

terdegradasi yaitu (a)aktifitas manusia seperti penebangan hutan yang dilakukan

secara illegal (illegal loging), kebakaran hutan, perambahan hutan, eksploitasi

hutan dan lahan yang berlebihan; (b)pemanfaatan lahan yang tidak menerapkan

konservasi tanah dan air; (c)iklim atau curah hujan yang tinggi. Curah hujan

tinggi tersebut sangat berpotensi untuk merusak tanah (erosivitas), apalagi curah

hujan yang tinggi tersebut terjadi di daerah yang sebelumnya didahului oleh ulah

perusakan.

v
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada makalah


ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana BentukPeta DAS Oko-Oko?
2. Apa Saja Bentuk Penggunaan Lahan?
3. Bagaimana Drainase da Pola Aliran DAS Oko-Oko?
4. Bagaimana Tingkat Topografi DAS Oko-Oko?
5. Bagaimana Bentuk Kontur DAS Oko-Oko?
6. Bagaimana Jenis Tanah Das Oko-Oko?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui BentukPeta DAS Oko-Oko
2. Untuk Mengetahui Bentuk Penggunaan Lahan
3. Untuk Mengetahui Drainase da Pola Aliran DAS Oko-Oko
4. Untuk Mengetahui Tingkat Topografi DAS Oko-OKo
5. Untuk Mengetahui Bentuk Kontur DAS Oko-Oko
6. Untuk Mengetahui Jenis Tanah Das Oko-Oko

vi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peta DAS Oko-Oko


a. Luas DAS
DAS merupakan tempat pengumpulan presipitasi ke suatu sistem sungai.
Luas daerah aliran dapat diperkirakan dengan mengukur daerah tersebut pada peta
topografi.

DAS Oko-Oko secara adminisrasi terletak pada wilayah Kabupaten Kolaka,


provinsi Sulawesi Tenggra, dengan luasan wilayah DAS sebesar 13.315,23 Ha.
Gambar 1. Wilayah DAS Kowuoha Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi
Tenggara
b. Bentuk DAS
Beberapa bentuk DAS yang terdapat di Indonesia secara skematis dapat
dilihat dalam Gambar 2 :
 Berbentuk Bulu Burung, disebut demikian karena jalur anak sungai di kiri
kanan sungai utama langsung mengalir ke sungai utama. DAS seperti ini

vii
mempunyai debit banjir yang relatif kecil, namun banjir yang terjadi
berlangsung relatif lama. Hal ini karena waktu tiba banjir dari anak-anak
sungai berbeda-beda.
 Berbentuk Menyebar (Radial). Bentuk ini mempunyai karakteristik dimana
anak-anak sungai terkonsentrasi ke suatu titik secara radial. DAS dengan
karakteristik demikian, berpotensi menyebabkan banjir besar di dekat titik
pertemuan anak-anak sungai,
 Berbentuk Sejajar (Pararel). Bentuk ini mempunyai karakteristik dimana dua
jalur daerah pengaliran yang bersatu di bagian hilir. DAS dengan karakteristik
demikian, jika terjadi banjir maka akan terjadi di bagian hilir titik-titik
pertemuan sungai.
Berdasarkan bentuknya, DAS Oko-Oko memilki bentuk menyebar.
Bentuk DAS mempengaruhi waktu konsentrasi air hujan yang mengalir menuju
outlet. Semakin bulat bentuk DAS berarti semakin singkat waktu konsentrasi yang
diperlukan, sehingga semakin tinggi fluktuasi banjir yang terjadi. Sebaliknya
semakin lonjong bentuk DAS, waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama
sehingga fluktuasi banjir semakin rendah.

G
amba
r 2, Bentuk DAS

viii
2.2 Penggunaan Lahan

Vegetasi penutup lahan memegang peranan penting dalam proses

intersepsi hujan yang jatuh dan transpirasi air yang terabsorpsi oleh akar. Lahan

dengan penutupan yang baik memiliki kemampuan meredam energi kinetis hujan,

sehingga memperkecil terjadinya erosi percik ('splash erosion'), memperkecil

koefisien aliran sehingga mempertinggi kemungkinan penyerapan air hujan,

khususnya pada lahan dengan solum tebal.

Gambar 3. Penutupan lahan pada wilayah DAS Oko-Oko

Wilayah DAS Oko-Oko didominasi oleh hutan dengan pluas sebesa


15.498,18,19 Ha. Tutupan lahan berupa hutan khususnya pada baian hulu
memiliki peranan yang penting dalam mengkonservasi DAS, dengan semakin
berkurangnya hutan, maka tmbul berbagai masalah dalam pengelolaan DAS,
karena hutan mempunyai sifat (Ruijter dan Agus, 2004) :

ix
 Meredam tininya debit sungai pada musim hujan, dan berpotensi pemelihara
kestabilan aliran air sungai pada musim kemarau.
 Mempunyai serasah yang tebal sehingga meudahkan air meresap kedalam
tanah dan mengalirkan secara perlahan ke sungai, selain itu lapisan serasahnya
juga melindungi permukaan tanah dari gerusan aliran permukaan sehingga
erosi pada tanah hutan sangat rendah.
 Mempunyai banyak pori makro dan pipa dalam tanah yang memungkinkan
pergerakan air secara cepat kedalam tanah.

Tabel 1. Persentase jenis penggunaan lahan pada wilayah DAS Kowuoha


Jenis penggunaan Lahan Luas (Ha) Keliling (Km)

Belukar 565,47 25,89


Hutan Lebat 15.498,19 76,09
Kebun Campuran 607,97 23,23
Pemukiman 262,65 9,92
Sawah 567,17 25,12
Tambak 79,80 4,0
Tegalan 826,87 17,66

2.3 Peta Drainase da Pola Aliran DAS Oko-Oko

Orde sungai adalah posisi percabangan alur sungai di dalam urutannya

terhadap induk sungai pada suatu DAS. Semakin banyak jumlah orde sungai,

semakin luas dan semakin panjang pula alur sungainya.

x
Gambar 4. Orde sungai wilayah DAS Oko-Oko

Orde sungai dapat ditetapkan dengan metode Horton, Strahler, Shreve, dan
Scheidegger. Namun pada umumnya metode Strahler lebih mudah untuk
diterapkan dibandingkan dengan metode yang lainnya. Berdasarkan metode
Strahler, alur sungai paling hulu yang tidak mempunyai cabang disebut dengan
orde pertama (orde 1), pertemuan antara orde pertama disebut orde kedua (orde
2), demikian seterusnya sampai pada sungai utama ditandai dengan nomor orde
yang paling besar. Jumlah orde sungai pada wilayah DAS Kowuoha yaitu 3 orde
sungai.
a. Kerapatan aliran sungai
Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air
permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang
mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total
panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi
tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung
di badan-badan sungai. Kerapatan aliran sungai adalah suatu angka indeks yang

xi
menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut dapat
diperoleh dengan persamaan:
𝐿
𝐷𝑑 =
𝐴

dimana:
Dd : Indeks kerapatan aliran sungai (km/km2 );
L : Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak sungai (km);
A : Luas DAS (km2 )
Kerapatan aliran sungai pada DAS Kowuaha yang mimilki luas sebesar
133,29 Km2 dan panjang sugai sebesar 114, 64 Km, yaitu :
L
Dd =
A
114,64 Km
Dd =
133,29 Km2
Dd = 1,08 km/km2
Jadi, kerapatan aliran sungai pada DAS kowuoha adalah 1,08 km/km2,
nilai ini menunjukan bahwa nilai kerapatan aliran sungai sedang. Disamping itu,
jika nilai kerapatan aliran sungai:
< 1 mile/mile (0.62 km/km ), maka DAS akan sering mengalami penggenangan.
> 5 mile/mile (3.10 km/km ), maka DAS akan sering mengalami
kekeringan.

2.4 Topografi DAS Oko-OKo

Lereng adalah kenampakan permukan alam disebabkan adanya beda tinggi


apabila beda tinggi dua tempat tesebut di bandingkan dengan jarak lurus mendatar
sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan.
Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan
pelapukan. Leeng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian
yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, dimana kedua bagian tersebut
besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu bahan kritis. Bila dimana suatu lahan
yang lahan dapat merusak lahan secara fisik, kimia dan biologi, sehingga akan

xii
membahayakan hidrologi produksi pertanian dan pemukiman.Salah satunya
dengan menbuat.
Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap
bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat, Kemiringan
lahan sangat erat hubungannya dengan besarnya erosi. Semakin besar kemiringan
lereng, peresapan air hujan ke dalam tanah menjadi lebih kecil sehingga limpasan
permukaan dan erosi menjadi lebih besar.

Gambar 5. Peta kelerengan DAS Oko-Oko


Tabel 2. Klasifikasi Lereng

NO. Reliaf Lereng(%)


1. datar 0-3
2. landai 3-8
3. Bergelombang 8-15
4. berbukit 15-30
5. Agak curam 30-45
6. curam 45-65
7. Sangat curam >65

xiii
Sumber: Arsyad (2000)

 Panjang lereng

Panjang lereng merupakan ukuran panjang suatu lahan mulai dari titik

awal kemiringan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam sungai atau titik

mulai berubahnya kemiringan. Semakin panjang suatu lereng makin besar aliran

permukaan yang mengalir menuju ke ujung lereng, sehingga memperbesar

peluang erosi. Besarnya erosi yang terjadi di ujung lereng lebih besar daripada

erosi yang terjadi di pangkal lereng. Hal ini akibat adanya akumulasi aliran air

yang semakin besar dan cepat di ujung lereng.

 Konfigurasi lereng

Lereng dapat berbentuk cembung atau cekung. Lereng berbentuk cembung

mudah mengalami erosi lembar sedangkan lereng berbentuk cekung akan mudah

mengalami erosi parit atau alur.

 Keseragaman Lereng

Lereng memiliki kemiringan tidak seragam, artinya pada tempat tertentu

kemiringannya curam dan diselingi dengan lereng-lereng datar. Pada kondisi

lereng yang tidak seragam, besarnya erosi lebih kecil bila dibandingkan dengan

lereng yang seragam.

 Arah Lereng

Arah lereng adalah arah hadap lereng terhadap arah mata angin yang

ditunjukkan dengan utara (U), timur laut (TL), timur (T), tenggara (TG), selatan

(S), barat daya (BD), barat (B) dan barat laut (BL). Arah lereng sangat

menentukan tingkat penyinaran matahari dan curah hujan yang turun. Pada lereng

xiv
yang mendapatkan sinar matahari langsung dan lebih intensif cenderung

mengalami erosi lebih besar daripada lereng yang tidak mendapatkan penyinaran

matahari secara langsung. Pada umumnya curah hujan terjadi di bagian lereng

yang mendapatkan angin dan sebagian kecil saja yang terjadi di bagian lereng

belakang.

3.5 Kontur DAS Oko-Oko

Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai

ketinggian yang sama. Kontur ini dapat memberikan informasi relief, baik secara

relatif, maupun secara absolute. Informasi relief secara relatifini, diperlihatkan

dengan menggambarkan garis-garis kontur secara rapat untuk daerah terjal,

sedangkan untuk daerah yang landai dapat di perlihatkan dengan menggambarkan

garis-garis tersebut secara renggang.

Informasi relief secara absolute, diperlihatkan dengan cara menuliskan nilai

kontur yang merupakan ketinggiangaris tersebutdiatas suatu bidang acuan

tertentu. Bidang acuan yang umum digunakan adalah bidang permukaan laut rata-

rata. Interval kontur ini sama dengan beda tinggi antar kedua kontur. Interval

sangat bergantung kepada skala peta, juga pada relief permukaan.

Garis kontur adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik

dengan ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas peta

yang memperlihatkan titik-titik diatas peta dengan ketinggian yang sama. Nama

lain garis kontur adalahgaris tranches, garis tinggi dan garis tinggi horizontal.

Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang

mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap tinggi tertentu. Garis kontur

xv
disajikan di atas peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan

tanah.

Aplikasi lebih lanjut dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi

slope (kemiringan tanah rata-rata), irisan profil memanjang atau melintang

permukaan tanah terhadap jalur proyek (bangunan) dan perhitungan galian serta

timbunan (cut and fill) permukaan tanah asli terhadap ketinggian vertikal garis

atau bangunan. Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak

garis-garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang

mendatar peta. Karena peta umumnyadibuat dengan skala tertentu, maka untuk

garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai skala peta.

Garis-garis kontur merupakan cara yang banyak dilakukan untuk melukiskan

bentuk permukaantanah dan ketinggian pada peta, karena memberikan ketelitian

yang lebih baik. Cara lain untuk melukiskan bentuk permukaan tanah yaitu

dengan cara hachures dan shading.

Pola aliran sungai secara tidak langsung menunjukan karakteristik material

bahan induk seperti permeabilitas, struktur geologi dan kemudahannya mengalami

erosi. Pola aliran sungai sejajar (parallel) pada umumnya dijumpai pada DAS

yang berada pada daerah dengan struktur patahan.

xvi
Gambar 6, Peta Kontur Wilayah DAS Oko-Oko.

Pola aliran dalam DAS dapat digolongkan menjadi: umumnya terdapat

pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas, misalnya daerah yang

ditutupi oleh endapan sedimen yang luas dan terletak pada suatu bidang horizontal

di daerah dataran rendah. Batuan kapur ('limestone') dan batu lempung ('shale')

teranyam bertopografi solusional dapat memiliki pola aliran denditrik. Pada

topografi dengan lereng seragam, pola aliran yang terbentuk adalah ,sedangkan

pada topografi berteras kecil, pola aliran yang terbentuk adalah .

Bentuk pola denditrik yang lain adalah Dendritrik denditrik halus

kombinasi denditrik rectangular monitoring air di daerah aliran sungai denditrik

medium yang terdapat pada batuan metamorf dengan puncak membulat. Pola ini

memiliki saluran yang hampir sejajar, dalam dan bertekstur halus hingga sedang.

xvii
Bentuk ini terjadi pada daerah basah. Pada batuan metamorfosa dengan bentuk

topografi berpuncak sejajar, dapat membentuk pola denditrik rektangular halus

dan terjadi pada daerah kering.

3.6 Jenis Tanah Das Oko-Oko

Tanah merupakan lapisan bumi paling luar sebagai tempat tumbuhnya

tanaman. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan induk dan bahan-bahan

organik dari tumbuhan dan hewan yang telah membusuk. Tanaha dalah lapisan

tipis kulit bumi dan terletak paling luar. Tanah merupakan hasil pelapukan atau

erosi batuan induk (anorganik) yang bercampur dengan bahan organik. Tanah

mengandung partikel batuan atau mineral, bahan organik ( senyawa organik dan

organisme ) air dan udara. Bahan yang menyusun tanah terdiri atas zat padat, cair,

gas, dan organisme. Pelapukan batuan induk pembentuk tanah di daerah tropis

sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan kelembapan udara.

Jenis tanah menentukan tingkat kesuburan lahan pada suatu daerah aliran

sungai (DAS). Tanah sangat penting bagi manusia karena kehidupan manusia

berada diatasnya. Tanah terbentuk dari bebatuan yang mengalami pelapukan.

Proses pelapukan batuan menjadi tanah juga dibantu oleh beberapa

mikroorganisme perubahan suhu dan air. Tanah terdiri dari beberapa jenis yaitu

tanah alluvial, andosol, entisol, grumusol, humus, insiptisol, laterit, latosol, litosol,

kapur, mergel, organosol, oxisol, padas, pasir, podosol, dan podosolik merah

kuning, liat.

xviii
DAS Moolo terdiri dari beberapa jenis tanah, jenis-jenis tanah pada DAS

Moolo dapat dilihat pada table berikut.

Table 3. Jenis tanah di DAS Moolo


No. Jenis Tanah Luas (Ha)
1 Kambisol 2.886,74
2 Podsolik 15.519,41

Sumber : Data SWP DAS Sulawesi Tenggara


Berdasarkan tabel diatas diketahui Wilayah DAS Moolo memiliki 3 Jenis

Tanah yang terdiri dari tanah kambisol 2862,86 ha, tanah organosol 488,69 ha,

dan tanah meditran 181,75 ha.

1. Tanah Kambisol

Tanah Kambisol adalah tanah yang berkembang di daerah hutan humid, di

mana perpindahan lempung menghasilkan horizon Bt, yang mengandung 20%

xix
atau lebih daripada horizon A, dan tanahnya cukup mengalami pencucian dalam

pelapukan. Akumulasi liat dalam horizon organic b (Bt) dapat menyebabkan

kapasitas tukar kation horizon B maksimum pada sejumlah tanah. Reaksi tanah

bervariasi antara masam hingga netral (Foth, 1998). Alfisol dicirikan oleh horizon

elluviasi dan illuviasi yang jelas.

 Karakteristik

Pada tanah Kambisol, pH tanah rendah yaitu < 5,0 dimana pengaruh

kemasaman lebih dominant. Kehadiran karbonat utamanya kalsium dan

magnesium, kehadiran karbonat bebas ini akan mempertahankan pH dalam

kisaran 7,5-8,0 yang mana berada di atas kelarutan sebagian besar mineral-

mineral primer (Lopulisa, 2004). Bahan organik yang terdapat pada permukaan

tanah kambisol dicampur dengan bahan mineral oleh cacing atau hewan-hewan

lain, pada kedalaman 2-10 cm, sehingga terbentuk lapisan mull.

 Persebaran

Tanah ini terbentuk dari proses-proses pelapukan, serta telah mengalami

pencucian mineral liat dan unsur-unsur lainnya dari bagian lapisan permukaan ke

bagian subsoilnya (lapisan tanah bagian bawah), yang merupakan bagian yang

menyuplai air dan unsur hara untuk tanaman. menyebar di daerah-daerah

semiarid (beriklim kering sedang) sampai daerah tropis (lembap kambisol

kebanyakan ditemukan di daerah beriklim sedang, tetapi dapat pula ditemukan di

daerah tropika dan subtropika terutama di tempat-tempa dengan tingkat pelapukan

sedang (Hardjowigeno, 1993).

xx
2. Tanah Podsolik

Tanah Podsolik merak kuningini sangat mudah ditemukan di seluruh wilayah

Indonesia karena persebarannya yang hampir rata.Tanah ini bewarna merah

hingga kuning dan kandungan organic serta mineralnya akan sangat mudah

mengalami pencucian oleh air hujan.

Oleh karena itu untuk menyuburkan tanah ini harus ditanami tumbuhan yang

memberikan zat organic untuk kesuburan tanah serta pupuk baik hayati maupun

hewani.Tanah ini dapat digunakan untuk perkebunan dan persawahan serta dapat

ditemukan di Sumatera, Sulawesi, Papua, Kalimantan dan Jawa terutama jawa

bagian barat

xxi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpilkan bahwa :

1. Daerah Aliran Sungai (DAS) (Watershed )adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang

berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari

curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan

pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang

masih terpengaruh aktivitas daratan.

2. Berdasarkan kreteria bentuk DAS, maka DAS Oko-OKo berbentuk seperti

Pararel.

3. Penutupan lahan pada DAS ini di dominasi oleh Hutan Terbuka yaitu seluas

15.498,19 ha.

4. Berdasarkan kreteria tingkat kemiringan DAS Oko-Oko, yaitu landai 2-8

dengan luas 8 Ha, datar 9-15 dengan luas 2 Ha, berbukit 15-25 dengan luas 22

Ha, curam 41-60 dengan luas 56 Ha dan curam > 60 dengan luas 95 Ha.

5. Jenis tanah yang mendominasi pada DAS Moolo yaitu jenis tanah Podsolik

seluas 15.519,41 Ha.

xxii
5.2 Saran

1. Lahan-lahan dengan kemiringan di atas 25 % yang merniliki potensi bahaya

erosi yang tinggi apabila digunakan wttuk laban pertanian sehingga memerlukan

pengelolaan tanaman dan konservasi tanah yang sesuai agar dapat menekan erosi

dan aliran pennukaan yang tinggi.

2. Pada DAS Moolo perlu adanya bantuan terutama tentang ketersediaan data

dasar seperti data debit sungai otomatik sehingga data yang tersedia akan

lebih akurat dalam perencanaan pengelolaan DAS.

xxiii
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS). 2009. Lampiran
Peraturan Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang
Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta.
Kastanya, A. 2006. Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Menggunakan Data
Citra Satelit Di Kabupaten Halmahera Utara. Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon. Ambon.

Kusumadewi, D. A., Djakfar, L., dan Bisri. M. 2007. Arahan Spasial Teknologi
Drainase Untuk Mereduksi Genangan Di Sub Daerah Aliran Sungai
Watu Bagian Hilir. Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya
Malang. Malang.

Menhut. 2011. Penetapan Peta Daerah Aliran Sungai. Lampiran Peraturan


Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK. 511/Menhut-
V/2011. Menhut. Jakarta.
Pertiwi, A. 2011. Metoda Interpolasi Inverse Distance Untuk Peta Ketinggian
(Kontur). Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer,
Universitas Dian Nuswantoro Semarang. Semarang.

Rahayu, S., Widodo, R. H., Noordwijk, M. V., Suryadi, I., dan Verbist, B. 2009.
Monitoring Air Di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Centre –
Southeast Asia Regional Office. Bogor.

Sugiharyanto., dan Khotimah, M. 2009. Diktat Mata Kuliah Geografi Tanah.


Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Syafri, S. H., Tilaar, S., dan Sela, R. L E. 2004. Identifikasi Kemiringan Lereng
Di Kawasan Permukiman Kota Manado Berbasis Sig. Universitas Sam
Ratulangi Manado. Manado.

Tufalia, M., Karim, J., dan Alam, S. 2012. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi
Di Daerah Aliran Sungai (Das) Moramo Dengan Menggunakan Sistem
Informasi Geografis (Sig). Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian
Universitas Haluoleo. Kendari.

xxiv
xxv

Anda mungkin juga menyukai