Anda di halaman 1dari 7

Tugas Makalah

TL-5253 Perencanaan Lingkungan

Perbandingan 3 Hipotesis Negara Jepang

Disusun Oleh :

Linda Bestari Hilimi -25319034

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2020
Hipotesis 1 : Tingkat Ekonomi negara Jepang (GDP per kapita) dipengaruhi proporsi usia
produktif.

Hipotesis 2 : Emisi CO2 perkapita dipengaruhi oleh tingkat ekonomi negara Jepang.

Hipotesis 3 : Pengembangan Renewable Energy lebih banyak didorong oleh faktor keterbatasan
fossil fuel di negara Jepang, selain faktor kebijakan dll.

Uji Hipotesis 1 Negara Jepang

Gambar 1 Jumlah kelahiran dan kematian penduduk Jepang

Demografi Jepang ditandai penurunan tingkat kelahiran secara terus menerus dan
peningkatan harapan hidup yang menyebabkan penduduk Jepang makin menua. Penurunan
tingkat fertilitas juga menyebabkan turunnya jumlah penduduk. Penduduk Jepang berjumlah
stabil sekitar 30 juta orang sepanjang abad ke-18 hingga paruh pertama abad ke-19. Populasi
Jepang meningkat setelah Restorasi Meiji 1868. Pada 1926, penduduk Jepang mencapai 60 juta
orang dan melampaui angka 100 juta orang pada 1967. Namun sejak tahun 1960-an hingga
1970-an, laju pertumbuhan penduduk melambat menjadi rata-rata sekitar 1%, dan turun drastis
sejak 1980-an. Populasi Jepang mencapai puncaknya pada Desember 2004 sejumlah
127.840.000 orang. Populasi mengalami penurunan untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia
II menjadi 127.770.000 orang menurut Sensus Penduduk 2005. Menurut perkiraan Biro
Statistik Jepang, penduduk Jepang pada 1 Desember 2009 berjumlah 127.530.000 orang
(62.130.000 laki-laki dan 65.410.000 perempuan) dan dibandingkan populasi Desember 2008
terjadi penurunan sebesar 0,12% (150.000 orang).
Penduduk usia 65 tahun ke atas di Jepang meningkat dari 22.005.152 orang (1 Oktober
2000) menjadi 25.672.005 orang (1 Oktober 2005) dan menjadi 29.100.000 orang pada 1
Desember 2009. Penduduk usia 65 tahun ke atas telah melampaui jumlah penduduk usia muda
(0-14 tahun) sejak tahun 1997. Pada 1 Desember 2009, persentase penduduk berusia 65 tahun
ke atas sebesar 22,8% dari total populasi. Sensus Januari 1997 memprediksi 27,4% populasi
Jepang akan berusia di atas 65 tahun pada tahun 2025, dan bertambah menjadi 32,3% pada
tahun 2050. Persentase penduduk usia muda (0-14 tahun) terus menyusut sejak 1982. Pada
tahun 2008, penduduk usia muda berjumlah 17.180.000 orang atau 13,5% dari total penduduk,
sementara populasi usia produktif (15-64 tahun) sebesar 64,5% (82.300.000 orang), dan terus
menurun sejak tahun 1996. Menurut data 1 Juli 2009, persentase penduduk 0-14 tahun dan 15-
64 tahun mengalami penurunan, masing-masing sebesar 0,84% (145.000 orang) dan 1,02%
(844.000 orang) dibandingkan data 1 Juli 2008.

Gambar 2. Demografi Penduduk Jepang tahun 2000

Usia produktif penduduk Jepang pada tahun 2000 sangat besar, namun jumlah penduduk pada
kelompok usia 0-19 tahun lebih kecil daripada usia produktif. Oleh karenanya penduduk
Jepang diprediksikan akan mengalami penurunan jumlah penduduk dan penurunan jumlah usia
produktif pada beberapa tahun yang akan datang.
Gambar 3. Proyeksi Penduduk berdasarkan Historic Population

Berdasarkan gambar 2, kelompok usia 25 tahun ke atas lebih banyak daripada


kelompok usia 25 tahun ke bawah. Oleh karenanya diprediksikan bahwa penduduk Negara
Jepang pada tahun 2000-2100 akan mengalami penurunan jumlah penduduk karena jumlah
usia dewasa penduduk Jepang melebihi usia remaja dan anak-anaknya. Serta diperkirakan
bahwa pada 100 tahun yang akan datang jumlah kematian penduduk Jepang lebih besar dari
jumlah kelahiran.

Gambar 4. GDP perkapita Negara Jepang

Berdasarkan gambar 4, GDP perkapita negara Jepang mengalami peningkatan dari


tahun 2007 sampai 2012. Hal ini berbanding lurus dengan data demografi penduduk Jepang
pada tahun 2000. Bahwa pada tahun 2000 usia produktif lebih banyak daripada usia remaja dan
anak-anak. Namun negara Jepang juga menanggung beban bahwa pada tahun 2000 jumlah
penduduk lanjut usia sama dengan jumlah penduduk produktif. Namun GDP perkapita negara
Jepang mengalami penurunan yang sangat signifikan pada tahun 2012 sampai tahun 2015..
Penurunan GDP perkapita Jepang pada tahun 2012 sampai 2015 berbanding lurus dengan
perkiraan bahwa usia produktif akan semakin menurun. Oleh karenanya, hipotesis 1 diterima
proporsi usia produktif dapat mempengaruhi ekonomi negara Jepang.

Uji Hipotesis 2 Negara Jepang

Gambar 5. Perbandingan Emisi Gas CO2 di berbagai Negara

Sumber : The Emission Gap Report 2017, UNEP


Tabel 1. Penggunaan Energi terhadap Emisi CO2 di Negara Jepang

Berdasarkan gambar 5, emisi gas CO2 di negara Jepang berada di bawah negara Rusia,
India, Amerika dan China. Setiap tahunnya, emisi gas di negara Jepang mengalami
peningkatan, namun peningkatan emisinya tidak terlalu signifikan antara tahun 1970 sampai
tahun 2016. Jika dibandingkan GDP perkapita negara Jepang dengan emisi gas CO2 berbanding
lurus. Ekonomi meningkat dan juga emisi gas CO2 juga meningkat. Namun kenaikan gas CO2
di Jepang dari tahun ke tahun tidak terlalu besar.

Beradasarkan tabel 1, ternyata emisi gas CO2 di negara Jepang mengalami penurunan
dari tahun 2004 sampai tahun 2009. Serta mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan
dari tahn 2009 sampai tahun 2013. Pada tahun 2018 negara Jepang meraih rekor Emisi Gas
Rumah Kaca terendah. Upaya yang dilakukan oleh negara Jepang adalah dengan memangkas
emisi karbon dengan mendorong penggunaan energi terbarukan dan juga energi nuklir. Hingga
tahun 2020 negara Jepang telah mengurangi emisi gas karbondioxida sebesar 7% dan masih
melakukan upaya untuk menurunkan emisi gas karbondioxida. Berdasarkan penjelasan diatas,
maka hipotesis 2 ditolak karena, walaupun mengalami peningkatan GDP di negara Jepang,
emisi karbondioksida tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Uji Hipotesis 3 Negara Jepang

Berdasarkan tabel 1, upaya negara Jepang dalam menurunkan emisi gas karbondioxida
adalah dengan cara menurunkan penggunaan energi. Dilansir dari berita Republika.co.id,
negara Jepang mengurangi penggunaan energi yang berasal dari fossil fuel, dan dialihkan
menggunakan nuklir. Oleh karenanya penduduk Jepang berhasil menurunkan emisi gas
karbondioxida di negaranya. Dilansir di Japan Today, diketahui terjadi penurunan sebesar 3,6
persen dari tahun 2017 dengan total setara 1,24 miliar ton karbon dioksida. Nilai ini setara
dengan emisi gas yang dikeluarkan Jepang pada tahun 2009 yakni 1,25 miliar ton karbon
dioksida. Selain itu juga penggunaan peralatan rumah tangga yang hemat energi terjadi secara
masif dan lebih sedikit yang menggunakan alat pemanas karena cuaca di musim dingin yang
hangat. Di sisi lain, peningkatan penggunaan pendingin udara menyebabkan emisi
hidrofluorokarbon dan gas serupa meningkat 9,4 persen pada tahun 2018.

Negara Jepang tidak memiliki cadangan bahan bakar fosil domestik yang signifikan,
kecuali batubara, dan harus mengimpor sejumlah besar minyak mentah, gas alam, dan sumber
daya energi lainnya, termasuk uranium. Jepang mengandalkan impor minyak untuk memenuhi
sekitar 84 persen dari kebutuhan energinya pada 2010. Jepang juga merupakan importir
batubara pertama pada 2010, dengan 187 Mt (sekitar 20% dari total impor batubara dunia), dan
importir gas alam pertama dengan 99 bcm (12,1% dari total impor gas dunia). Keterbatasan
bahan bakar fosil, membuat negara Jepang mengandalkan energi nuklir sebagai sumber listrik.
Dampak baik dari penggunaan energi nuklir menyebabkan emisi gas karbondioxida di negara
Jepang mengalami penurunan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis 3 diterima.

Referensi :

https://sains.kompas.com/read/2019/06/09/180200223/demi-kurangi-emisi-karbon-jepang-
perbanyak-penggunaan-energi-nuklir.

https://www.ceicdata.com/id/indicator/japan/annual-household-income-per-capita

https://id.wikipedia.org/wiki/Energi_di_Jepang

https://internasional.republika.co.id/berita/q1rldm370/emisi-gas-rumah-kaca-jepang-raih-
rekor-terendah-pada-2018

diakses pada tanggal 3 Februari 2019

Anda mungkin juga menyukai