Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

GEOLOGICAL FINDING AND REVIEW

Lapangan Aku Sayang Kamu ini berada di cekungan Jawa Barat Utara, yang
terletak di bagian barat laut Pulau Jawa dan meluas kelepas pantai Laut Jawa. Meliputi
daerah seluas kurang lebih 40.000 km2, dimana 25.000 km2 di antaranya terletak di
daerah lepas pantai (gambar 2.1).

Gambar 1.1. Peta Lokasi Cekungan Jawa Barat Utara (Indonesia Basin
Summaries 2006)

Pada cekungan Jawa Barat Utara terdapat sesar - sesar utama yang berpola
utara selatan dan berumur pratersier menyebabkan cekungan ini terpisah menjadi
tiga sub-cekungan, yaitu Sub Cekungan Ciputat, Sub Cekungan Pasir Putih dan
Sub Cekungan Jatibarang yang merupakan blok - blok turun dari sesar utama.
Secara tektonik daerah cekungan Jawa Barat Utara merupakan bagian dari busur
belakang dari sistem subduksi di selatan Pulau Jawa. Tetapi pada kala Eosen -

1
Oligosen, daerah ini di dominasi endapan klastik kasar yang merupakan endapan
rifting. Endapan ini di jumpai di sepanjang tepian sunda land di asia tenggara
yang berkaitan dengan peristiwa collision antara India Eurasia yang dikenal
sebagai model extrusiom tectonics (Taponier dkk, 1966).

1.1. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara

Secara umum stratigrafi regional Jawa Barat Utara dapat dibagi dua yaitu
stratigrafi Paleogen dan Neogen (Bishop 2000). Sedimen Paleogen di endapkan
dalam cekungan rift yang di kontrol oleh sesar – sesar yang berarah relative Utara
– Selatan. Batuan sedimen tersebut dapat dipisahkan menjadi dua bagian yaitu
endapan syn-rift dan endapan post-rift. Endapan syn-rift diwakili oleh Formasi
Talangakar bagian bawah dan Pre-Talangakar, sedangkan endapan post-rift
diwakili oleh Formasi Talangakar bagian atas dan Formasi Baturaja. Formasi
Talangakar berkembang dari endapan fluvial di bagian bawah berubah secara
berangsur menjadi endapan fluvio-deltaic dan laut dangkal (shallow marine) di
bagian atas, sedangkan Formasi Baturaja merupakan endapan laut berupa sedimen
karbonat. Sedimen Neogen diendapkan pada lereng Utara dari Cekungan
Belakang Busur yang mengikuti pola umum struktur Jawa. Pola struktur sunda
pada periode ini juga masih masih berperan secara lokal. Sedimen Neogen
diwakili oleh Formasi Baturaja, Formasi Cibulakan Atas, Formasi Parigi, dan
Formasi Cisubuh.

Formasi Jatibarang ( Eosen – Awal Oligosen )


Satuan ini merupakan endapan early synrift, terutama dijumpai di bagian
tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian barat cekungan ini
kenampakan Formasi Jatibarang tidak banyak (sangat tipis) dijumpai. Formasi ini
terdiri dari tufa, breksi, aglomerat, dan konglomerat alas. Formasi ini diendapkan
pada fasies fluvial. Umur formasi ini adalah dari Kala Eosen Akhir sampai
Oligosen Awal. Pada beberapa tempat di Formasi ini ditemukan minyak dan gas
pada rekahan-rekahan tuff

Formasi Talangakar ( Akhir Oligosen – Awal Miosen )

2
Pada fase syn rift berikutnya diendapkan Formasi Talang Akar secara tidak
selaras di atas Formasi Jatibarang. Pada awalnya berfasies fluvio-deltaic sampai
faises marine. Litologi formasi ini diawali oleh perselingan sedimen batupasir
dengan serpih nonmarine dan diakhiri oleh perselingan antara batugamping,
serpih, dan batupasir dalam fasies marine. Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang
Akar ditandai dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan
berkembang cukup baik di daerah Sukamandi dan sekitarnya. Adapun
terendapkannya formasi ini terjadi dari Kala Oligosen sampai dengan Miosen
Awal.

Formasi Baturaja ( Awal Miosen )


Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar.
Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik yang berupa
paparan maupun yang berkembang sebagai reef buildup manandai fase post
rift yangs secara regional menutupi seluruh sedimen klastik Formasi Talang Akar
di Cekungan Jawa Barat Utara. Perkembangan batugamping terumbu umumnya
dijumpai pada daerah tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai daerah
dalaman. Formasi ini terbentuk pada Kala Miosen Awal–Miosen Tengah
(terutama dari asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan formasi ini adalah
pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari ada (terutama dari
melimpahnya foraminifera Spriroclypens Sp).

Formasi Cibulakan Atas ( Awal Miosen – Tengah Miosen )


Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan
batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan batugamping
kklastik serta batugamping terumbu yang berkembang secara setempat-setempat.
Batugamping ini dikenali sebagai Mid Main Carbonate(MMC).

Formasi Parigi ( Tengah Miosen - Akhir Miosen )


Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan Atas..
Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping klastik maupun
batugamping terumbu. Pengendapan batugamping ini melampar ke seluruh
Cekungan Jawa Barat Utara. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut

3
dangkal–neritik tengah (Arpandi & Patmosukismo, 1975). Batas bawah Formasi
Parigi ditandai dengan perubahan berangsur dari batuan fasies campuran klastika
karbonat Formasi Cibulakan Atas menjadi batuan karbonat Formasi Parigi.
Formasi ini diendapkan pada Kala Miosen Akhir-Pliosen.

Formasi Cisubuh ( Pliosen – Kuarter )


Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi
penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir dan serpih
gampingan. Umur formasi ini adalah dari Kala Miosen Akhir sampai Pliosen –
Pleistosen. Formasi diendapkan pada lingkungan laut dangkal yang semakin ke
atas menjadi lingkungan litoral – paralik (Arpandi & Patmosukismo, 1975).

Gambar 1.2. Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Noble dkk,1997)

4
1.2. Petroleum System Cekungan Jawa Barat Utara

Hampir seluruh Formasi di Cekungan Jawa Barat Utara dapat menghasilkan


hidrokarbon yang mempunyai sifat berbeda, baik dari lingkungan
pengendapannya maupun dari porositas batuannya.
1. Source Rock
Pada cekungan Jawa Barat Utara terdapat tiga tipe utama batuan induk,
yaitu lacustrine shale (oil prone), fluvio deltaic coals, fluvio deltaic shales (oil
dan gas prone) dan marine claystone (bacterial gas). Studi geokimia dari minyak
mentah yang ditemukan di Pulau Jawa dan lapangan lepas pantai Arjuna
menunjukkan bahwa fluvio deltaic dan shale dari Formasi Talang Akar bagian
atas berperan dalam pembentukkan batuan induk yang utama. Beberapa peran
serta dari lacustrine shale juga ada, terutama pada sub-Cekungan Jatibarang.
Kematangan batuan induk di Cekungan Jawa Barat Utara ditentukan oleh analisis
batas kedalaman minyak dan kematangan batuan induk pada puncak Gunung
Jatibarang atau dasar/puncak dari Formasi Talang Akar atau bagian bawah dari
Formasi Baturaja (Reminton dan Pranyoto, 1985).
 Lacustrine Shale
Lacustrine shale terbentuk pada suatu periode syn rift dan berkembang dalam
2 macam fasies yang kaya material organic. Fasies pertama berkembang
selama initial-rift fill. Fasies ini berkembang pada Formasi
Banuwati dan ekuivalen Formasi Jatibarang sebagai lacustrine clastic dan
vulkanik klastik. Fasies kedua terbentuk selama akhir syn rift dan berkembang
pada bagian bawah ekuivalen ddengan Formasi Talang Akar. Pada Formasi
ini, batuan induk dicirikan oleh klastik non-marin berukuran kasar dan
interbedded antara batupasiir dengan lacustrine shale.
 Fluvio Deltaic Coal dan Shale
Batuan induk ini dihasilkan oleh ekuivalen Formasi Talang Akar yang
dideposisikan selama post rift sag. Fasies ini dicirikan oleh coal bearing
sedimen yang terbentuk pada sistem fluvial pada Oligosen Akhir. Batuan
induk tipe ini menghasilkan minyak dan gas.

5
 Marin Lacustrine
Batuan induk ini dihasilkan oleh Formasi Parigi dan Formasi Cisubuh pada
cekungan laut. Batuan induk ini dicirikan oleh proses methanogenic bacteria
yang menyebabkan degradasi metrial organic pada lingkungan laut.
2. Reservoir Rock
Semua Formasi dari Jatibarang sampai Parigi merupakan interval dengan
sifat fisik reservoir yang baik sehingga banyak lapangan mempunyai daerah
dengan cadangan yang berlipat. Cadangan terbesar adalah yang mengandung
batupasir pada Main atau Massive dan Formasi Talang Akar. Selain itu, minyak
yang telah terproduksi dari rekahan volkanoklastik dari Formasi Jatibarang. Pada
daerah dimana batugamping Baturaja mempunyai porositas yang baik, akumulasi
endapan yang agak besar mungkin dapat dihasilkan. Timbunan pasokan sedimen
dan laju sedimentasi yang tinggi pada daerah shelf, diidentifikasi dari clionoforms
yang menandakan adanya progradasi. Pemasukan sedimen ini disebabkan oleh
perpaduan ketidakstabilan tektonik yang merupakan akibat dari subsiden yang
terus menerus pada daerah foreland dari Lempeng Sunda (Hamilton, 1979).
Pertambahan yang cepat dalam sedimen klastik dan laju subsiden pada Miosen
Awal diinterpretasikan sebagai sebab dari perhentian deposisi batugamping
Baturaja. Anggota Main dan Massive menjadi dasar dari sequence transgressive
marine yang sangat lambat, kecuali yang berdekatan dengan akhir dari deposisi
anggota Main. Ketebalan seluruh sedimen bertambah 400 ft pada daerah
berdekatan dengann paleoshoreline menjadi lebih dari 5000 ft pada sub-Cekungan
Arjuna.
3. Trap
Bentuk utama struktur geologi adalah dome anticlinal yang lebar dan
jebakan dari blok sesar miring. Pada beberapa daerah denggan reservoir reef build
up, perangkap stratigrafi juga berperan. Perangkap stratigrafi yang berkembang
umumnya dikarenakan terbatasnya penyebaran batugamping dan perbedaan
fasies. Himpunan batuan dasar pada daerah lepas pantai Cekungan Jawa Barat
Utara berkomposisi batuan metamorf dan batuan beku. Berdasarkan umur batuan
dasar, metamorfisme regional berakhir selama zaman Kapur Akhir selama

6
deformasi, uplift, erosi, dan pendinginan yang terus menerus sampai dengan
Paleosen (Sinclair dkk., 1995).
4. Proper Timing of Migration
Pada Cekungan Jawa Barat Utara, saluran utama untuk migrasi lateral
lebih banyak berupa celah, batupasir yang mempunyai arah utara-selatan dari
Formasi Talang Akar dan mirip dengan orientasi sistem batupasir dalam anggota
Main maupun Massive (Formasi Cibulakan Atas). Sesar menjadi saluran utama
migrasi vertical dengan transportasi yang cepat dari cairan yang bersamaan waktu
dengan periode tektonik aktif dan pergerakkan sesar.
5. Seal
Pada Cekungan Jawa Barat Utara, hampir setiap Formasi memiliki lapisan
penutup yang efektif. Namun, Formasi yang bertindak sebagai lapisan penutup
utama adalah Formasi Cisubuh karena Formasi ini memiliki litologi yang
impermeable yang cocok sebagai penghalang bagi hidrokarbon untuk bermigrasi
lebih lanjut.

7
BAB II
FLUIDS DESCRIPTION

Tabel II-1
Tabulasi Data Fluida

Data Fluida

SGo 30 API

SGw 1,012

SGgas 0,64

T bottom (BHT) 250 OF

T surface (TWH) 82 OF
Pour point 39 OC
Rs 48,99 SCF/STB
Pb 473,16 psi
Bo 1,11348 bbl/STB
SGliquid 1,009
Vliquid 0,966
Vg 0,0002
Vmix 0,966
Hliquid 1,0021
SGmix 1,009
Gf 0,437
Densitas Minyak 54,67

8
BAB III
DRILLING AND COMPLETION DESIGN

3.1 Dasar Teori


Jika pemboran telah mencapai formasi pada target terakhir dan pemboran
telah selesai, maka sumur-sumur tersebut perlu dipersiapkan untuk diproduksi
atau disempurnakan dahulu sebelum diproduksi. Persiapan atau penyempurnaan
sumur disebut well completion. Persiapan yang perlu dilakukan antara lain
mengatur agar aliran dari formasi dapat dengan sebaik-baiknya masuk kedalam
sumur dan mengalir sampai ke permukaan.
Tujuan dari penyelesaian sumur adalah untuk mengontrol aliran fluida dari
reservoir ke dasar sumur dan dari sumur ke permukaan sesuai karakteristik, kondisi
serta jenis reservoirnya. Penyelesaaian sumur dilakukan dengan pemasangan
peralatan untuk mengangkat fluida hidrokarbon dari reservoir ke permukaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan well completion sebagai
berikut:
a) Kekompakan batuan
b) Jumlah lapisan produktif
c) Productivity Index (PI)
d) Sifat fluida formasi
e) Kemungkinan pemakaian artificial lift
f) Kemungkinan operasi treatment dan workover
Komplesi sumur dapat dibagi menjadi tiga jenis didasarkan pada fungsi dan
tujuan penggunaannya. Ketiga komplesi sumur tersebut sebagai berikut ini:
- Formation Completion
Tujuannya adalah untuk mengalirkan fluida reservoir yang optimal
ke dalam lubang bor. Formation Completion terdiri atas:

9
1) Open Hole Completion
Casing produksi dipasang di atas zona produktif dan zona produktif
dibiarkan terbuka terhadap lubang bor. Tipe komplesi ini sesuai untuk
formasi yang lunak
2) Perforated Casing Completion
Casing produksi di semen hingga zona produktif, kemudian diperforasi
sehingga minyak dapat dialirkan ke permukaan. Komplesi ini dipakai pada
formasi patahan atau pada formasi yang kurang kompak
3) Sand Excluison Type Completion
Digunakan untuk sumur yang mempunyai masalah kepasiran dan formasi
produktif yang kurang kompak. Metode umum yang digunakan untuk
menanggulangi masalah kepasiran adalah liner completion, gravel pack
completion biasanya screen liner dan sand consolidation completion.

Gambar 3.1. Open Hole Completion dan Cased Hole (Ryannaldo Noorhidayat,
2017)

10
- Tubing Completion
Tubing completion merupakan suatu completion dari rangkaian tubing
produksi pada suatu sumur yang digunakan untuk mengalirkan fluida produksi
dari dasar sumur ke permukaan. Tubing completion dapat dibagi menjadi tiga
bagian utama yaitu:
1. Single Completion
2. Multiple Completion
3. Commingle Completion
- Well head Completion
Metode well head completion dilakukan berdasarkan beberapa
faktor, seperti laju produksi fluida atau jumlah lapisan produktif,
produktivitas formasi dan tekanan reservoir.
3.2. Analisa Well Completion Sumur UWU-3
Berdasarkan data yang diketahui sumur UWU-3 dilakukan perforasi pada
kedalaman 5600 ft – 5800 ft. Maka dari digunakan formation completion berupa
cased-hole completion. Kemudian untuk tubing completion digunakan single
completion dengan single packer, karena pada sumur ini hanya terdapat 1 lapisan
produktif dengan interval perforasi tersebut diatas.
Tabel III-1
Data Well Trejectory
TVD 7000 Ft
Top Perforasi 5600 Ft
Bottom Perforasi 5800 Ft
KOP N/A
MD Tubing 5650 Ft
Lapisan TAF
Bottomhole Temperature 250 0 F
Surface Temperature 82 0 F

11
3.2.1. Formation Completion
Pada sumur UWU-3 tedapat lithology berupa dominan sandstone, shale,
dan sisipan limestone. Maka dari itu untuk menghindari masalah formasi yang
mudah runtuh, formation completion yang digunakan adalah cased hole
completion. Selain itu penggunaan cased hole completion juga dikarenakan zona
produksi pada sumur UWU-3 lebih dari 5000 Ft sehingga untuk menghindari
upnormal pressure pada lubang bor dapat diatasi dengan pemasangan casing. Dan
juga pembuatan lubang perforasi menggunakan bullet perforator (bila syarat
formasinya dipenuhi misalnya formasinya tidak terialu keras dan sumur tidak
mempunyai casing yang berlapis-lapis).
3.2.3. Tubing Completion
Pada tubing completion digunakan single tubing completion, dimana hanya
menggunakan satu tubing dan menggunakan permanent packer karena hanya
terdapat satu zona produktif pada kedalaman 5600-5800 Ft
3.2.4. Perforation
Bullet perforator maksimal digunakan pada temperature di bawah 250oF,
sedangkan Jet Perforator dapat digunakan pada temperatur tinggi hingga 400oF.
Bottom Hole Temperature formasi yang kami analisa sebesar 250oF. Maka lebih
aman digunakan jet perforator. Gun perforator tidak direkomendasikan karena
metode tersebut cocok digunakan untuk formasi yang keras
3.2.4 Trayek Pemboran
Trayek conductor berukuran 20 inch ditumbuk dengan mengunakan
hammer dari kedalaman 0 hingga 180 ft. Kemudian trayek surface dibor dengan
bit berukuran 17 ½ inch dan dipasang casing dengan ukuran 13 3/8 inch hingga
kedalaman 1500 ft. Selanjutnya trayek intermediate dibor dengan bit berukuran 12
1/4 inch dan dipasang casing dengan ukuran 9 7/8 inch hingga kedalaman 5000 ft.
Trayek production dibor dengan bit berukuran 8 1/2 inch kemudian dipasang
casing berukuran 7 inch. Tubing dipasang sampai kedalaman 5650 ft. Perforasi
menggunakan jet perforator dilakukan pada kedalaman 5600 ft (top perforation)
hingga kedalaman 5800 ft (bottom perforation).

12
Gambar 3.2. Trayek Pemboran Sumur UWU-3

13
BAB IV
ARTIFICIAL LIFT DESIGN

4.1. Production Method Design


Lapangan “Aku Sayang Kamu” berada di cekungan Jawa Barat Utara
lapangan ini bertenaga pendorong water drive, Setelah produksi selama 10 tahun
Sumur UWU-3, Lapangan Aku Sayang Kamu mengalami penurunan produksi.
Ketika dilakukan perhitungan terhadap performance sumur, kurva yang tidak
berpotongan dengan kurva IPR sumur mengindikasikan bahwa tidak ada aliran
fluida reservoir ke permukaan seperti ditunjukan grafik di bawah.

Grafik 4.1. Kurva Performa Sumur UWU-3

Dalam melakukan Analisa IPR dengan menggunakan software Pipesim


terlebih dahulu memasukan data seperti ukuran casing produksi, tubing, dan
packer. Data tersebut disesuaikan dengan desain trayek yang sudah di desain oleh
drilling engineer. Kemudian memasukan data komplesi dengan memasukan data
perforasi seperti kedalaman perforasi, tekanan reservoir, temperatur reservoir dan
Productivity Index yang sebelumnya sudah dihitung oleh Production Engineer.

14
Setelah itu memasukan data fluid model seperti water cut, GOR, SG gas, SG air,
dan API minyak. Setelah data-data tersebut dimasukan, kemudian pada nodal
analysis memasukan nilai outlet pressure dan kemudian akan didapatkan kurva
IPR dan kurva TIP seperti gambar diatas. Pada kurva IPR tidak terjadi
perpotongan tubing intake pressure sehingga diperlukan metode artificial lift
untuk menurunkan kurva TIP sehingga kurva IPR dengan kurva TIP akan
berpotongan dan sumur mampu untuk di produksikan. Untuk dapat memotongkan
kurva IPR dengan kurva TIP akan digunakan metode artificial lift berupa ESP
(Electric Submersible Pump).

4.2. Nodal Analysis


Sumur UWU-3 memiliki tekanan reservoir sebesar 900 psi dan Pwf
sebesar 568 psi. Dari kondisi tekanan tersebut diperoleh Qgross sebesar 484 bfpd
atau 434,6751 STB/D, dengan water cut sebesar 98% untuk Boi sebesar 1,113475
bbl/STB. Sumur tersebut memiliki Pb sebesar 473,1636 psi.
Terlebih dahulu menentukan PI, dari perhitungan PI didapatkan sebesar
1,5414. Setelah itu menentukan nilai Qb, dan didapat nilai Qb sebesar 657,926
bfpd. Dari nilai Qb akan didapatkan nilai Qmax, dari perhitungan yang dilakukan
didapatkan nilai Qmax sebesar 1063,11 bfpd. Dengan menggunakan rumus Vogel
(Ps>Pb dan Pwf>Pb) maka akan didapat IPR sumur UWU-3. Kemudian
menghitung Tubing Performance untuk melihat apakah kurva IPR dan kurva TP
berpotongan atau tidak. Hasil menunjukan bahwa kurva IPR tidak berpotongan
dengan kurva TP, sehingga perlu dilakukan metode artificial lift.

15
Nodal Analysis
1400

1200

1000

800
Pwf, psi

IPR
Tubin…
600

400

200

0
0 200 400 600 800 1000 1200
Q, STB/Day

Grafik 4.2. Nodal Analysis Secara Manual

4.3. Artificial Lift

Gambar 4.1. Tubulars REDA D1050N

16
Gambar 4.2. Artificial Lift REDA D1050N

Gambar 4.3. Nodal Analysis REDA D1050N

17
Gambar 4.4. System Analysis REDA D1050N

Pada desain ESP pertama, menggunakan pompa jenis REDA D1050N


dengan ID tubing berukuran 2,922 inch. Dari hasil analisa menggunakan software
didapatkan perpotongan antara kurva IPR dengan kurva TIP dan dari perpotongan
antara 2 kurva tersebut akan didapatkan nilai laju produksi sebesar 415 STB/day
dari laju produksi target yang telah ditentukan yaitu sebesar 404,14 STB/day.
Untuk mendapat laju produksi tersebut diperlukan stages pompa sebanyak 91
stages dengan efisiensi pompa REDA D1050N sebesar 41,34368%.

18
Gambar 4.5. Tubulars REDA D800N

Gambar 4.6. Artificial Lift REDA D800N

19
Gambar 4.7. Nodal Analysis REDA D800N

Gambar 4.8. System Analysis REDA D800N

Pada desain ESP kedua, menggunakan pompa jenis REDA D800N dengan
ID tubing berukuran 2,441 inch. Dari hasil analisa menggunakan software
didapatkan perpotongan antara kurva IPR dengan kurva TIP dan dari perpotongan

20
antara 2 kurva tersebut akan didapatkan nilai laju produksi sebesar 405 STB/day
dari laju produksi target yang telah ditentukan yaitu sebesar 404,14 STB/day.
Untuk mendapat laju produksi tersebut diperlukan stages pompa sebanyak 97
stages dengan efisiensi pompa REDA D800N sebesar 46,46763%.

Gambar 4.9. Tubulars REDA D1150N

Gambar 4.10. Artificial Lift REDA D1150N

21
Gambar 4.11. Nodal Analysis REDA D1150N

Gambar 4.12. System Analysis REDA D1150N

Pada desain ESP yang terakhir, menggunakan pompa jenis REDA


D1150N dengan ID tubing berukuran 2,441 inch. Dari hasil analisa menggunakan
software didapatkan perpotongan antara kurva IPR dengan kurva TIP dan dari

22
perpotongan antara 2 kurva tersebut akan didapatkan nilai laju produksi sebesar
470 STB/day dari laju produksi target yang telah ditentukan yaitu sebesar 404,14
STB/day. Untuk mendapat laju produksi tersebut diperlukan stages pompa
sebanyak 70 stages dengan efisiensi pompa REDA D800N sebesar 35,74716%.

Dari ketiga jenis pompa yang dianalisa, yang memberikan hasil laju
produksi paling optimal adalah pompa dengan jenis REDA D1150N dengan
ukuran ID tubing sebesar 2,441 inch. Karena jenis pompa ini mampu
menghasilkan laju produksi yang lebih besar dari dua jenis pompa lainnya.
Namun, pompa yang memiliki nilai efisiensi paling tinggi adalah pompa dengan
jenis REDA D800N. Dari mempertimbangan jumlah stages, nilai efisiensi, dan
laju produksi yang dihasilkan sehingga kami merekomendasikan menggunakan
pompa REDA D800N dengan ukuran ID tubing sebesar 2,441 inch.

23
BAB V
SURFACE FACILITIES DESIGN

5.1. Production Surface Facilities

Gambar 5.1. Skema Surface Facilities

24
1. Flowline
Flowline dipasang setelah wellhead yang digunakan untuk alat transportasi
fluida dari sumur menuju fasilitas produksi. Panjang flowline dari sumur
hinggan Stasiun Pengumpul D adalah 4800 m. Dengan pressure loss
sebesar 0,35172 psi/1000 ft didapatkan tekanan di akhir manifold adalah
94,4611 psia. Dengan inside diameter flowline 3,682 in. Temperatur di
flowline sebesar 27,6246 deg C sehingga perlu diberi heater pada tubing.

Gambar 5.2. Flowline

2. Separator
Untuk separator pada stasiun pengumpul ini menggunakan separator 3 fasa
dengan jenis separator vertikal. Dengan pertimbangan water cut 98%,
GOR 11503 SCF/STB, dan GLR 230,057 SCF/STB. Dengan tekanan di
separator 94,288 psia dan temperaturnya 40,576 deg C.

25
Gambar 5.3. Separator

3. Scrubber
Scrubber merupakan alat yang digunakan untuk memisahkan gas dengan
liquid yang masih terbawa dari separator. Jarak separator dengan scrubber
adalah 150 m. Pada scrubber didapat temperature 40,53018 deg C, dan
tekanan pada scrubber 92,4417 psia.

Gambar 5.4. Scrubber

26
4. Free Water Knock Out (FWKO)
FWKO merupakan alat yang diletakan setelah separator berfungsi untuk
memisahkan minyak dari air. Pada FWKO ini diperoleh temperature
sebesar 40,53 psia dan tekanan sebesar 94,1149. Setelah dari FWKO air
menuju oil skimmer.

Gambar 5.5. Free Water Knock Out

5. Oil Skimmer
Merupakan peralatan pemisah yang direncanakan untuk menyaring tetes-
tetes minyak dalam air yang akan dibuang sebagai hasil proses pemisahan
sebelumnya. Pada oil skimmer diperoleh tekanan sebesar 91,9224 psia dan
temperature sebesar 40,53 deg C.

27
Gambar 5.6. Oil Skimmer

6. Gas Dehydrator
Gas Dehydrator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan partikel
air yang terkandung di dalam gas. Temperatur yang didapat pada gas
dehydrator adalah 40,530 deg C dengan tekanan sebesar 92,4417 psia.

Gambar 5.7. Oil Skimmer

7. Gas Sweetening
Merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan impurities pada gas
yang dialirkan dari gas dehydrator unit. Dalam hal ini impurities pada
sumur UWU 3 adalah H2S. Dalam gas sweeteing menggunakan gas amine
atau acid untuk menghilangkan gas H2S.

28
Gambar 5.8. Gas Sweetening

8. Heater Treater
Heater treater dapat memisahkan minyak dengan air yang berupa emulsi
dengan cara pemanasan dengan adanya pemanas dibagian bawah alat
tersebut. Pemisahan dengan alat heater treater ini dilakukan setelah fluida
melalui pemisahan di separator kemudian menuju alat free water knock
out lalu dipisahkan lagi di heater treater ini.

Gambar 5.9. Heater Treater

9. Wash Tank
Wash tank merupakan alat yang berfungsi untuk memurnikan air dari zat-
zat pengotor sebelum air disimpan atau diinjeksi kedalam sumur.

29
Gambar 5.10. Wash Tank

10. Floating Storage Tank


Fluida tiga fasa dengan crude dominant akan masuk ke FWKO untuk
dipisahkan sesuai dengan fasanya. Minyak akan masuk ke heater teater
dan keluar menuju wash tank. Setelah masuk ke wash tank minyak akan
dipisahkan dari tetesan-tetesan air,seingga setelah keluar dari wash tank
minyak benar-benar bersih dari air, kemudian minyak akan menuju ke
storage tank dari wash tank. Pada stasiun pengumpul ini menggunakan
floating storage tank dikarenakan API minyak pada sumur ini adalah 30
API yaitu minyak ringan yang mudah menguap.

Gambar 5.11. Floating Storage Tank

30
BAB VI
SARAN

Dari hasil yang didapatkan, saran yang dapat diberikan adalah


meninkatkan ketelitian dalam melakukan perhitungan manual sehingga
mendapatkan hasil analisa yang optimal dan memperoleh korelasi dengan
software Pipsim yang baik. Software Pipesime dapat dipergunakan untuk
mengkoreksi dan mengkorelasi perhitungan analisa secara manual dengan analisa
yang dilakukan melalui software. Perlunya memperhatikan screening criteria
artificial lift untuk melakukan pemilihan terhadap metode artificial lift yang akan
dipilih

31
BAB VII
KESIMPULAN

1. Sumur UWU-3 menggunakan ESP sebagai pengoptimasian laju produksi


2. Formation completion sumur UWU-3 berupa cased hole completion, dengan
tubing completion berupa single tubing completion.
3. Sumur UWU-3 menggunakan pompa ESP jenis REDA D800N untuk
mencapai target produksi dengan laju produksi yang didapatkan 412
STB/Day dan tingkat efisinsi pompa sebesar 46,46763%
4. Pemilihan Pompa REDA D800N didasari karena pompa tersebut mampu
mencapai besarnya laju produksi target dan memiliki tingkat efisiensi pompa
yang paling besar dari pada dua jenis pompa lainnya.
5. Separator yang diguanakan merupakan separator vertical, karena nilai GLR
cukup kecil.
6. Storage Tank yang digunakan adalah jensi Floating Roof tank, karena minyak
yang di produksi merupakan jenis minyak ringan yang mudah menguap.

32
LAMPIRAN

A. PERHITUNGAN DRILLING ENGINEER


 Perhitungan Tekanan Formasi dan Tekanan Rekah Formasi
Data Drilling:
GPf = 8,8 Ppg = 0,4576 Psi/Ft
GPrf = 15 Ppg = 0,78 Psi/Ft
Total Depth = 7000 Ft
Perhitungan Driller:
- Pf = Kedalaman total x Gradien tekanan
Pf = 7000 Ft x 0,4576 Psi/Ft
Pf = 3203,2 Psi
- Prf = Kedalaman Total x Gradien tekanan rekah
Prf = 7000 Ft x 0,78 Psi/Ft
Prf = 9,35 Psi
 Perhitungan Densitas Lumpur
- Tekanan hidrostatis lumpur
Ph = Pf + OBP (Over Balanced Pressure) asumsi 200
Psi
Ph = 3203,2 Psi + 200 Psi
Ph = 3403,2 Psi
- Densitas lumpur
𝑃ℎ 𝑚𝑢𝑑
Mud weight =
0,052 𝑥 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
3403,2 𝑃𝑠𝑖
Mud weight =
0,052 𝑥 7000 𝐹𝑡

Mud weight = 9,35 Ppg

33
 Membuat Pressure Window
- Menghirung tekanan formasi, tekanan rekah formasi, dan tekanan
hidrostatis lumpur
Tabel X.X
Hasil Perhitungan Pf, Prf dan Ph mud tiap kedalaman
Depth (Ft) Pf (Psi) Prf (Psi) Ph mud (Psi)
0 14.7 14.7 14.7
350 160.16 273 170.16
700 320.32 546 340.32
1050 480.48 819 510.48
1400 640.64 1092 680.64
1750 800.8 1365 850.8
2100 960.96 1638 1020.96
2450 1121.12 1911 1191.12
2800 1281.28 2184 1361.28
3150 1441.44 2457 1531.44
3500 1601.6 2730 1701.6
3850 1761.76 3003 1871.76
4200 1921.92 3276 2041.92
4550 2082.08 3549 2212.08
4900 2242.24 3822 2382.24
5250 2402.4 4095 2552.4
5600 2562.56 4368 2722.56
5950 2722.72 4641 2892.72
6300 2882.88 4914 3062.88
6650 3043.04 5187 3233.04
7000 3203.2 5460 3403.2

34
- Plot grafik Pressure Window

35
B. PERHITUNGAN PRODUCTION ENGINEER

1. Harga Pb
𝑥 = (0,125 𝑆𝐺𝑜𝑖𝑙 ) − (0,00091 𝐵𝐻𝑇)
= (0,125 × 30) – (0,00091× 250)
= 0,1475
𝑎 = −𝑥
= − 0,1475
𝑃𝑠
𝑅𝑠 = 𝑆𝐺 𝑔𝑎𝑠 × ( ) × (10𝑥.1,2048 )
18,2 + 1,4
900
= 0,64 × (18,2+1,4) × (10 0,1475 . 1,2048)

= 48,99859 scf/STB

𝑅𝑠 0,83
𝑃𝑏 = 18,2 × ( ) × 10𝑎 − 1,4
𝑆𝐺 𝑔𝑎𝑠

48,99859 0,83
= 18,2 × ( ) × 10 -0,1475 − 1,4
0,64

= 473,1636 psi

2. Data Lainnya
1,2
𝑆𝑔 𝑔𝑎𝑠0,5
𝐵𝑜 = 0,9759 + 0,00012 [𝑅𝑠 + 1,25 𝐵𝐻𝑇]
𝑆𝐺 𝑜𝑖𝑙
= 1,113475 bbl/STB

𝑆𝐺 𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 = (𝑆𝐺 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 × 𝑊𝑂𝐶) + (1 − 𝑊𝑂𝐶) 𝑆𝐺 𝑜𝑖𝑙


= 1,009283

(6,49 × 10−5 × 4 × 144)


𝑉 𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 = 𝑄
𝜋 𝐼𝐷𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 2
= 0,966167

(𝑇𝑊𝐻 × 1 × 𝑄𝑔𝑎𝑠 × 4 × 144)/𝑃𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔


𝑉𝑔 =
𝜋 𝐼𝐷𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 2
= 0,000203

36
𝑉𝑚𝑖𝑥 = 𝑉𝑔 + 𝑉𝑙
= 0,96637

𝑉𝑚𝑖𝑥
𝐻𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 =
𝑉𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑
= 1,00021

𝑆𝐺𝑚𝑖𝑥 = (𝐻𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 × 𝑆𝐺𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 ) + [(1 − 𝐻𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 ) × 𝑆𝐺𝑔𝑎𝑠 ]


= 1,009361

𝐺𝑓 = 𝑆𝐺𝑚𝑖𝑥 × 0,433
= 0,437053

𝑂𝑖𝑙 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 = 𝑆𝐺𝑜𝑖𝑙 × 62,4


= 54,67245

141,5
𝑆𝐺𝑜𝑖𝑙 =
131,5 + °𝐴𝑃𝐼
= 0,876161

3. Perhitungan ESP
𝑃𝑠
𝑆𝐹𝐿 = 𝑀𝑖𝑑 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 − ( )
𝑆𝐺
= 4808,278 ft

𝑃𝑤𝑓
𝐷𝐹𝐿 = 𝑀𝑖𝑑 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 − ( )
𝑆𝐺
= 5119,39 ft

𝑃𝑏 𝑃𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔
𝑃𝑆𝐷𝑚𝑖𝑛 = 𝐷𝐹𝐿 + ( − )
𝑆𝐺𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 𝑆𝐺𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑
= 5425,016 ft

𝑃𝑐𝑎𝑠𝑖𝑛𝑔
𝑃𝑆𝐷𝑚𝑎𝑥 = 𝑀𝑖𝑑 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 − ( )
𝑆𝐺𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑
= 5536,815 ft

37
𝑃𝑆𝐷𝑚𝑖𝑛 + 𝑃𝑆𝐷𝑚𝑎𝑥
𝑃𝑆𝐷 =
2
= 5480,916 ft

100 𝑄𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 4,8655


0,2083 × [( ) × ( 34,4 ) ]
𝐶 1,83
𝐻𝑓 =
𝐼𝐷𝑡𝑢𝑏𝑖𝑛𝑔 4,8655
= 7,440137

𝑃𝑆𝐷
𝐹𝑡 = 𝐻𝑓 ×
100
= 407,7874

100
𝑇𝑏 =
0,433 × 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑜𝑖𝑙
= 4,224192

𝑇𝐷𝐻 = 𝐷𝐹𝐿 + 𝐹𝑡 + 𝑇𝑏
= 5531,402

100
𝑄𝑔𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 = 𝑄𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 ×
2
= 450 BFPD

𝑇𝐷𝐻
𝑆𝑡𝑎𝑔𝑒𝑠 =
𝐻𝑒𝑎𝑑 𝑆𝑡𝑎𝑔𝑒𝑠
= 323,4738

∆ℎ = 𝑀𝑖𝑑 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑃𝑆𝐷


= 219,0843948 ft

∆𝑃 = ∆ℎ × 𝑆𝐺
= 95,75154407 psi

𝑃𝐼𝑃 = 𝑃𝑤𝑓 − ∆𝑃
= 490,2482559 psi

38
Data yang tersedia :

DATA PRODUKSI
Ps 900 psia
Pwf 586 psia
WOR / Water Cut 0.98
Qgross 484 bfpd 434.6751 STB
Qgas 0.1 mmscfd
Laju test produksi, Q 484 434.6751 STB
Qoil 8.693502 STB
GOR 11502.84 scf/STB
GLR 230.0569 scf/STB
Pump Intake Pressure 490.2485
Kedalaman pompa yang
5480.916
diinginkan
Ukuran Tubing 2.441

Data Fluida
SGo 0.876161 30 API
SGw 1.012
SGgas 0.64 89.6 API
T bottom (BHT) 250 ˚F
T surface (TWH) 82 ˚F 541.67 ˚R
Pour Point 39 ˚C

Data Sumur
MD Top Perforasi 5600 ft
MD Mid Perforasi 5700 ft
MD Bottom Perforasi 5800 ft
MD Tubing 5650 ft
P tubing 114.7 psig 129.4 psia
P casing 150 psig 164.7 Psia
ID 6.276 in
Casing
OD 7 in
ID 2.441 in
Tubing
OD 2.875 in

39
Data yang diperoleh :

Mencari nilai Pb
X 0.1475
Rs 48.99859 scf/stb
a -0.1475
Pb 473.1636 psi

Data Lainnya
Bo 1.113475 bbl/STB
SGIiquid 1.009283
Vliquid 0.966167
Vg 0.000203
V mix 0.96637
Hliquid 1.00021
Sg mix 1.009361
Gf 0.437053
densitas oil 54.67245

Perencanaan ESP : AN 550 head stages = 17,1

Fluid level
Static Fluid Level 4808.278 ft
Dinamic Fluid
5119.39 ft
Level

Pump Setting Depth


PSDmin 5425.016 ft
PSDmax 5536.815 ft
PSD 5480.916 ft

Total Dinamic Head


Hf 7.440137
Ft 407.7876
Tb 4.224192
TDH 5531.402

40
PIP
beda kedalaman 219.0843949 ft
beda tekanan 95.75154407 psi
PIP 490.2484559 psi

Q target 9 BOPD
Q gross target 450 BOPD
Stages 323,4738

41
C. PERHITUNGAN SURFACE ENGINEER

Data yang diketahui

Pwh 100 psi 14400 lb/ft2


SG Mix 1,00936
L 4800 m 15748,8 ft
viskositas 0,000937 lb/ft.sec
Q 450,0018 Bbl/D
g 32,174 ft/s
densitas 62,98406 lb/cuft
QL 0,292501 ft^3/s
Bo 1,11348 bbl/STB
Nre 77844,18
D 3,860461 in
4 in
Thickness 0,318 in
ID 3,682 in

Perhitungan

𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 𝑄 0,5 𝑄𝑙1,5


Nre = 2,1506 x( ) × 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 2 × 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠2,5 )0,4106
𝐿

Nre = 77844,2

𝑄𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑×𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
Diameter pipa = 0,785×𝑁𝑟𝑒×𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠

= 3,86 inch

𝑄 1,85
100 ( )
Friction Loss = 2,083 × ( 𝐶 )1,85 ×( 34,3
)
𝐼𝐷 4,8655

= 0,35172 psia/1000ft

dT = Tbottom – Tsurface

42
= 93,333 oC

Heatloss = dT / 100

= 0,093333 oC/ft

Contoh Perhitungan Pressure Loss

Pada Sumur manifold

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Pressure Loss = P - × 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

= 94,4611 Psia

Pada fasilitas Oil Separation

Header – separator

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Pressure Loss = P - × 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

= 94,288 Psia

Pada Fasilitas Gas Separator

Separator – Gas Scrubber

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Pressure Loss = P - × 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

= 92,4417 Psia

Pada fasilitas Water Separation

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Pressure Loss = P - × 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑠𝑢𝑟𝑒 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

= 91,9224 Psia

Contoh perhitungan kehiillangan temperature

Pada Sumur – Manifold

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Heat loss = T - × 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

43
= 27,62467 oC

Pada Fasilitas Oil Separation

Header Seperator

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Heat loss = T - × 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

= 40,576 oC

Pada fasilitas Gas Separation

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Heat loss = T - × 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

= 40,53 oC

Pada fasilitas Water Separation

𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ
Heat loss = T - × 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠 𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛𝑡
1000

= 40,53 oC

44

Anda mungkin juga menyukai