Anda di halaman 1dari 13

LO.1.

1 Gen Penyandi molekul globin

Jenis jenis Hb
 Pada orang dewasa:
- HbA (96%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan beta (𝛼2β2)
- HbA2 (2,5%), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan delta (2𝛿 2)
Pada Hb dewasa, Hb A sudah ada dalam tubuh sejak masih menjadi janin, tetapi kadar nya sedikit,
semakin beranjak dewasa Hb A didalam tubuh akan terus meningkat. Sedangkan pada Hb A2 yang
mengandung rantai δ hanya berjumlah sedikit. Didalam tubuh hingga sepanjang hayat normalnya
perbandingan Hb A : Hb A2 yaitu 30:1.
 Pada fetus:
- HbF (predominasi), terdiri atas 2 pasang rantai globin alfa dan gamma (2𝛾2)
- Pada saat dilahirkan HbF terdiri atas rantai globin alfa dan Ggamma (2G𝛾2) dan alfa dan Agamma (2A𝛾2),
dimana kedua rantai globin gamma berbeda pada asam amino di posisi 136 yaitu glisin pada G𝛾 dan alanin
pada A𝛾
Puncak Hb F terbanyak yakni 90% dalam janin yaitu saat berumur 6 bulan, dan pada saat lahir, Hb
F terhenti pembentukannya sampai umur 6-12 bulan hanya sedikit sekali jumlah dalam tubuh.
 Pada embrio:
- Hb Gower 1, terdiri atas rantai globin zeta dan epsilon (𝜁 2𝜀 2)
- Hb Gower 2, terdiri atas rantai globin alfa dan epsilon (2𝜀 2)
- Hb Portland, terdiri atas rantai globin zeta dan gamma (𝜁 2𝛾2), sebelum minggu ke 8 intrauterin

Embryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobins


gower 1- zeta(2), epsilon(2) hemoglobin F- alpha(2), hemoglobin A- alpha(2), beta(2)
gower 2- alpha(2), epsilon (2) gamma(2) hemoglobin A2- alpha(2), delta(2)
Portland- zeta(2), gamma (2)

Biosintesis hemoglobin
Darah orang dewasa.normal mengandung tiga jenis hemoglobin. Komponen utama adalah hemoglobin
Adengan struktur molekul α2β2. Hemoglobin minor mengandung rantai globin γ (Hb fetus atau Hb F) atau δ (Hb
A2) menggantikan rantai β. Pada embrio dan janin, Gower 1, Portland, Gower 2 dan Hb fetus mendominasi pada
stadium yang berbeda. Gen untuk rantai globin terdapat dalam dua kelompok: ε, γ, δ, dan β pada kromosom 11
dan ζ dan α pada kromosom 16. Terdapat dua jenis rantai γ, Gγ dan Aγ, yang berbeda antara asam amino glisin
atau alanine pada posisi 136 pada rantai polipeptida. Gen rantai alpha diduplikasi dan kedua gen alpha (alpha 1
dan alpha a2) pada tiap kromosom adalah aktif .
Semua gen globin mempunyai tiga ekson (regio yang mengkode) dan dua intron (regio yang tidak mengkode,
yang DNAnya tidak terwakili dalma protein yang telah selesai). RNA awal disalin dari intron dan ekson dan dari
salinan ini, RNA yang berasal dari intron dibuang melalui proses yang dikenal sebagai penggabungan (splicing).
Intron selalu dimulai dengan dinukleotida G-T dan diakhiri dengan A-G. Mekanisme penggabungan mengenali
sekuen-sekuen ini dan juga sekuen-sekuen tetangganya yang dipertahankan. RNA dalam ini juga “ditutup”
dengan penambhan suatu struktur pada ujung 5’ yang mengandung suatu gugus tujuh metil-gua-nosin. Struktur
tutup mungkin penting untuk pelekatan mRNA pad ribosom. mRNA yang baru terbentuk juga mengalami
poliadenilasi pada ujung 3’. Proses menstabilkan mRNA. Thalasemia dapat terjadi akibat mutasi atau delesi salah
satu sekuen tersebut.
Sejumlah sekuen lain yang dipertahankan penting dalam sintesis globin, dan mutasi pada tempat-tempat ini
dapat juga mendapatkan thalasemia. Sekuen-sekuen ini memengaruhi transkripsi gen, memastikan keandalannya,
menentukan tempat untuk mengawali dan mengakhiri translasi dan memastikan stabilitas mRNA yang baru
disintesis. Promotor ditemukan pada posisi 5’ pada gen, apakah dekat dengan tempat inisiasi atau lebih distal. Ini
adalah RNA polimerase berikatan dan mengkatalisis transkripsi gen. Penguat (enhancer) ditemukan pada posisi
5’ atau 3’ terhadap gen. Penguat penting dalam regulasi ekspresi gen globin yang spesifik jaringan dan dalam
regulasi sintesis berbagai rantai globin selama kehidupan janin dan pasca kelahiran. Regio pengendali lokus (locus
control region atau LCR) adalah unsur regulasi genetik, yang terletak jauh dihulu kelompok globin β , yang
mengendalikan aktivitas genetik masing-masing domain, kemungkinan dengan berinteraksi secara fisik dengan
regio promotor dan membuka kromatin untuk memungkinkan faktor transkripsi untuk berikatan. Kelompok gen
globin α juga mengandung regio mirip LCR yang disebut HS-40. Faktor-faktor transkripsi GATA-1, FOG dan
NF-E2, yang terutama diekspresikan pada prekursor eritroid, penting dalam menentukan ekspresi gen globin dan
sel eritroid.
mRNA globin memasuki sitoplasma dan melekat pada ribosom (translasi) tempat terjadinya sintesis rantai
globin. Ini terjadi melalui pelekatan RNA transfer, masing-masing dengan asam amino tersendiri, melalui
perpasangan basa kodon-antikodon pada posisi yang sesuai pada cetakan mRNA.
Hoffbrand.A.V, Ed.6
Kelainan Hemoglobin
Kelainan ini disebabkan oleh:
1. Sintesis hemoglobin abnormal
2. Menurunnya kecepatan sintesis rantai globin alpha atau beta yang normal (thalassemia α dan β)
Kelainan yang paling penting secara klinis adalah anemia sel sabit. Hemoglobin (Hb) C, D dan E juga sering
ditemukan dan seperti Hb S, merupakan subsitusi pada rantai β. Hemoglobin tak stabil jarang ditemukan dan
menyebabkan anemia hemolitik kronik dengan derajat keparahan yang bervariasi dengan hemolysis
intravascular. Hemoglobin abnormal juga dapat menyebabkan polisitemia atau methemoglobinemia kongenital.
Defek genetik hemoglobin adalah kelainan genetik yang paling banyak ditemukan diseluruh dunia. Kelainan
ini ditemukan pada adaerah tropis dan subtropics dan sebagian besar tampaknya bersifat terseleksi karena status
pembawa memberikan sedikit perlindungan terhadap malaria.
Hoffbrand.A.V, Ed.6

LI 2 Memahami dan menjelaskan Thalasemia

LO 2.1 Definisi

 Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok
hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutase di
dalam atau dekat gen globin.
 Thalassemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang secara umum terdapat
penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan
menurut rantai yang terkena(α, β, γ), dua katagori utamanya adalah thalassemia α dan β.

LO 2.2 Etiologi

Thalassemia disebabkan oleh delesi (hilangnya) satu gen penuh atau sebagian dari gen (ini terdapat
terutama pada thalassemia α atau mutasi noktah pada gen (terutama pada talasemia β, kelainan itu menyebabkan
menurunnya sintesis rantai polipeptida yang menyusun globin. (Sunarto, 2000)
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis
HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang
sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan
hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular
menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
(Mansjoer, 2009)

LO 2.3 Klasifikasi

Thalasemia secara genetik

Penamaan
Klinis Genotip Penyakit Genetika Molekuler
Nomenklatur
1. β-thalassemia - Homozigot β0- Berat, membutuhkan
thalassemia (β0/β0) Jarang delesi gen pada
Thalassemia transfusi darah secara
- Homozigot β+- (β0/β0)
mayor teratur
thalassemia (β+/β+)
β /β
0 Defek pada transkripsi,
2. Thalassemia Berat, tetapi tidak perlu
pemrosesan, atau
intermedia β+/β+ transfusi darah teratur
translasi mRNA β-globin

Asimtomatik, dengan
β0/β anemia ringan atau tanpa
3. Thalassemia
minor β+/β anemia; tampak kelainan
eritrosit

Klasifikasi
Berdasarkan rantai asam amino yang gagal terbentuk, thalassemia dibagi menjadi thalassemia α dan thalassemia
β.
1. Thalassemia α
Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Dimana terjadi penurunan sintesis
rantai alfa. Terdapat tempat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda
telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini
a) Silent carrier thalassemia- α
Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen
tersebut. Adanya anemi ringan dengan mikrositosis, MCV 60-75 fl. HbH meningkat, tetapi tidak dapat
dideteksi dengan elektroforesis hemoglobin.
b) Trait thalassemia-α
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-
masing kromosom.
c) Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α (delation 3 gen), merepresentasikan thalassemia-α
intermedia.
d) Thalassemia-α mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-α, disertai dengan
tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka
tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita, dan karena γ4
memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen.

2. Thalassemia β
Ditandai oleh defisiensi sintesis rantai β globin. Pada thalassemia β0 tidak terdapat sama sekali rantai
β globin dalam keadaan homozigot. Pada thalassemia β+ terdapat penuruan sintesis β globin (tetapi masih
dapat terdeteksi) dalam keadaan homozigot.
a) Silent carrier thalassemia-β
Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-β+. Bentuk silent carrier
thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen
untuk keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom
thalassemia intermedia.
b) Trait thalassemia-β
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi besi dan
mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari 90%
individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan HbA2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50%
individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2- 6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-
benar khas, dijumpai HbA2 normal dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili
thalassemia tipe δβ.

c) Thalassemia Intermedia
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit rantai β globin.
Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
d) Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan.
Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan
gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama
kehidupan. Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi pada waktu
anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang.
Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah
dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang khas.

LO.2.4 PatofisiologiThalassemia

Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primeradalah
berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit
intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma
intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam
limfa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai
alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara
transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis
serta proses hemolisis.
Sehingga dapat disimpulkan thalasemia dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF
tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik. Tingginya kadar
HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan
mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu
himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi
kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit
mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat
terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya
hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh
eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang
pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang
(dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.

a. Thalasemia-α
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali tidak diproduksi sehingga
terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua
merupakan Hb Bart’s, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda
hipoksia intrauterin.
Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+ menghasilkan ketidakseimbangan jumlah
rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia
hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
b. Thalasemia-β
Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi kedua alel β globin pada thalassemia β menyebabkan
kelebihan rantai α. Rantai α tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun,
sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai β dan justru sebaliknya
memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi. Kelebihan rantai α tersebut akhirnya mengendap
pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies/heinz bodies yang
menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi
hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh
berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Pada hapusan darah, eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi,
polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.

Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang
normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b =
a2b2), Hb F(< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-thalassemia),
rantai-b (b-thalassemia), rantai-g (g-thalassemia), rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d
dan rantai-b (bd-thalassemia).

Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A);
kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam
jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak
(ineffective erythropoesis).
LO.2.5 Manifestasi klinis Thalassemia

Tanda dan gejala dari penyakit thalassemia disebabkan oleh kekurangan oksigen di dalam aliran darah. Hal
ini terjadi karena tubuh tidak cukup membuat sel-sel darah merah dan hemoglobin. Keparahan gejala tergantung pada
keparahan dari gangguan yang terjadi.
a. Tidak Gejala
Alpha Thalassemia silent carrier umumnya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Hal ini terjadi
karena kekurangan protein globin alfa sangat kecil sehingga hemoglobin dalam darah masih dapat bekerja
normal.

b. Anemia ringan
Orang yang telah menderita thalassemia alfa atau beta dapat mengalami anemia ringan. Namun,
banyak orang dengan jenis talasemia tidak memiliki tanda-tanda atau gejala yang spesifik.Anemia ringan
dapat membuat penderita merasa lelah dan hal ini sering disalahartikan menjadi anemia yang kekurangan
zat besi.
c. Anemia ringan sampai sedang dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan sampai sedang. Mereka
juga mungkin memiliki masalah kesehatan lainnya, seperti:

a) Memperlambat pertumbuhan dan pubertas. Anemia dapat memperlambat pertumbuhan anak dan
perkembangannya.
b) Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi spons dalam tulang yang
membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini menyebabkan tulang lebih luas daripada
biasanya. Tulang juga dapat menjadi rapuh dan mudah patah.
c) Pembesaran limpa. Limpa adalah organ yang membantu tubuh melawan infeksi dan menghapus
materi yang tidak diinginkan. Ketika seseorang menderita talasemia, limpa harus bekerja sangat
keras. Akibatnya, limpa menjadi lebih besar dari biasanya. Hal ini membuat penderita mengalami
anemia parah. Jika limpa menjadi terlalu besar maka limpa tersebut harus disingkirkan.
d. Anemia berat dan tanda serta gejala lainnya
Orang dengan penyakit hemoglobin H atau thalassemia beta mayor (disebut juga Cooley's
anemia) akan mengalami talasemia berat. Tanda dan gejala-gejala muncul dalam 2 tahun pertama
kehidupannya. Mereka mungkin akan mengalami anemia parah dan masalah kesehatan serius lainnya,
seperti:
a) Pucat dan penampilan lesu
b) Nafsu makan menurun
c) Urin akan menjadi lebih pekat
d) Memperlambat pertumbuhan dan pubertas
e) Kulit berwarna kekuningan
f) Pembesaran limpa dan hati
g) Masalah tulang (terutama tulang di wajah)
e. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6bulan setelah kelahiran ketika seharusnya terjadi pergantian dari
produksi rantai γ ke rantai β
f. Pembesaran hati dan Limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan , hemopoeisis extramedula,
dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang besar , meningkatkan kebutuhan darah dengan
meningkatkan volume plasma dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit
g. Pelebaran tulang yang hebat menyebabkan fasies thalasemia dan penipisan korteks di banyak tulang,
dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan suatu gambaran ‘ rambut
berdiri” pada rontegen
h. Usia pasien dapat di perpanjang dengan pemberian transfuse darah tetapi penimbunan besi yang
disebabkan oleh transfuse berulang tidak terhindarkan kecuali bila diberikan terapi khelasi. Tiap 500 l
darah transfuse mengandung sekitar 250 mg besi. Yang lebih memperburuk, absorpsi besi dari makanan
meningkat pada thalasemia β, kemungkinan akibat eritropoesisi yang inefektif. Besi erusak organ
endokrin (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat , atau tidak terjadi diabetes mellitus,
hipotiroidisme, hipoparatiroidise ) dan miokardium. Tanpa khalesi yang besi yang intensif, kematian
terjadi pada decade kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung kohesif atau aritmia jantung.
i. Infeksi dapat terjadi karena berbagai alas an. Pada masa bayi tanpa transfuse yang mencukupi, anak yang
menderita anemia rentan terhadap infeksi bakteri ( infeksi pneukokus, haemophilus dan meningokokus
mungkin terjadi jika telah dilakukan splenektomi dan tidak diberikan profilaksis penisilin).
j. Yersinia enterocolitica terutama di temuakan pada paasien kelebihan besi yang sedang menjalani
pengobatan desferioksamin. Transfuse virus elalui transfusi darah dapt terjadi , penyakit hati pada thalaseia
paling sering disebabkan hepatitis C, bias juga hepatitis B kalau penyakit itu endemic, HIV
k. Osteoporosis dapat terjadi pada pasien yang mendapat transfuse baik biasanya terjadi pada pasien diabetes.

1. Thalassemia β
Thalassemia β dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :

- Thalassemia β minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik hipokrom.


- Thalassemia β mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi darah.
- Thalassemia β intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor.
- Pembawa sifat tersembunyi Thalassemia-β ( silent carrier )

a) Silent carrier thalassemia-β


Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang rendah.

b) Trait thalassemia-β
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk
heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.

Gambaran Klinis:
Tampilan klinis normal. Hepatomegali dan splenomegali didapati pada sedikit penderita.

Gambaran Laboratoris:
Anemia hemolitik ringan tidak bergejala ( asimptomatik ). Kadar Hb 10 – 13%, dengan jumlah
eritrosit normal atau sedikit ringan. SDHT: mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target dan eliptosit.
Sumsum tulang menunjukan hiperplasia eritroid ringan sampai sedang dengan eritropoiesis yang sedikit tidak
efektif. Umumnya kadar HbA2 tinggi ( 3,5 – 8% ), kadar HbF ( 1 – 5% ).

c) Thalassemia Intermedia

Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang
(hemoglobin 7 – 10,0 g/dl).

Gambaran Klinis:
Anemia sedang sampai berat. Muatan besi berlebioh dijumpai, walau tidak mendapat transfusi
darah. Eritropoiesis meningkat tetapi inefektif, sehingga merangsang peningkatan penyerapan besi via
saluran cerna. Komplikasi jantung dan endokrin muncul 10-20 tahun kemudian bagu thalasemia intermedia
yang tidak mendapat transfusi darah.

Gambaran Laboratorium :
Morfologi eritrosit menyerupai thalassemia mayor. Elektroforesis Hb dapat menunjukan HbF 2 -
100%, HbA2 sampai dengan 7%, dan HbA 0 - 80%.

d) Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)

Thalasemia-β mayor biasanya ditemukan pada anak berusia 6 hulan sampai dengan 2 tahun dengan
klinis anemia berat. Bila anak tersebut tidak diobati dengan hipertransfusi (transfusi darah yang bertujuan
mencapai kadar Hb tinggi) akan terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang yang
nyata karena rongga sumsum tulang mengalami ekspansi akibat hiperplasia eritroid yang ekstrim.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis
ekstra modular, dan kelebihan beban besi.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur
spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang,
disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang
prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Facies cooley adalah ciri
khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat
sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat
badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi
kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.

Gambaran Radiologis:
Gambaran khas “ hair on end “, tulang panjang tipis akibat ekspansi sumsum tulang yang dapat
berakibat fraktur patologis.

Gambaran Laboratoris:
Hb rendah 3 atau 4 g%. Eritrosit: mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target, sel teardrop, sel
eliptosit. Fragmen eritrosit dan mikrosferosit. Pada elektroforesis Hb, HbF dan HbA 2 mengalami
peningkatan, sedangkan HbA tidak ada sama sekali atau turun. Besi serum meningkat, tetapi TIBC normal
atau sedikit meningkat. Saturasi transferrin 80% atau lebih. Ferritin serum biasanya meningkat.

2. Thalassemia α
a) Silent carrier thalassemia- α
Penderita sehat secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel darah merah) yang
rendah dalam beberapa pemeriksaan. Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga (misalnya orang
tua) untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orang tua yang menunjukkan
adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju
diagnosis thalasemia.
b) Trait thalassemia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang rendah. Pada bayi
baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur
satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.
c) Penyakit Hb H
Terdapat anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang
abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan pewarnaan supra vital akan tampak sel-sel
darah merah yang diinklusi oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit,
sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.
d) Thalassemia-α mayor
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal
dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka
berat.

LO.2.6 Diagnosis dan Diagnosis banding Thalassemia

A. Diagnosis
1. Pemeriksaan penunjang

 Darah tepi :
- Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan
makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
- Retikulosit meningkat.

 Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)


 Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil
 Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat
 Pemeriksaan khusus
 Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
 Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
 Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier)
dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)
 Pemeriksaan lain
 Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan
trabekula tegak lurus pada korteks
 Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga trabekula
tampak jelas

B. Diagnosis Banding

Kriteria Anemia Defisiensi Anemia Penyakit Trait Thalassemia Anemia


Besi Kronik Sideroblastik
MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
MCH Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N
Serum Iron (SI) Menurun Menurun Normal Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal/Naik Normal/Naik
Saturasi Menurun Menurun/N meningkat Meningkat

Transferrin <15% 10-20% >20% >20%


Besi Sumsum Negatif Positif Positif Kuat Positif frngan
Tulang ring sideroblast
Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal
Eritrosit
Ferritin Menurun Normal Meningkat Meningkat
Serum <20 µg/dl 20-200 µg/dl >50 µg/dl >50 µg/dl
Elektroforesis Hb N N Hb A2 meningkat N

LO.2.7 KomplikasiThalassemia

Jantung dan Liver Disease

Transfuse darah adalah perawatan standart untuk pnderita thalassemia. Sebagai hasilnya, kandungan zat besi
meningkat di dalam darah. Hal ini dapat merusak organ dan jaringan terutama jantung dan hati. Penyakit jantung
termasuk gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan terlebih lagi serangan jantung. Gagal jantung bisa disebabkan
karena sernignya transfusi. Pada transfusi berulang, penyerapan zat besi meningkat dan kelebihan zat besi tersebut
bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung.

Infeksi

Di antara orang-orang penderita thalassemia infeksi adalah penyebab utama penyakit dan kedua paling umum
penyebab kematian. Orang-orang yang limpanya telah diangkat berada pada resiko yang lebih tinggi, karena mereka
tidak lagi memiliki organ yang memerangi infeksi.

Komplikasi neuromuscular

Tidak jarang terjadi, tetapi biasanya pasien terlambat berjalan

Sindrom miopati

Kelemahan otot-otot proksimal, terutama ekstremitas bawah

Anemia hemolitik
Turnover sel dalam sum-sum tulang
Hemosiderosis

Akibat transfuse yang berulang-ulang atau salah pemberian obat yang mengandung besi, mengakibatkan
pigmentasi kulit yang meningkat.

Kardiomiopati

kelainan fungsi otot jantung yang ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk memompa darah dan
berdenyut.

LO.2.8 Tatalaksana Thalassemia


1. Transfusi darah
Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin diatas 10 g/dl setiap saat.
Darah segar, yang telah di saring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik
dan reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa genotipnya pada permulaan program transfuse untuk mengantisipasi
bila timbul antibody eritrosit terhadap eritrosit yang di transfusikan .
2. Farmako terapi
a. Suplemen asam folat : Asam folat diberikan secara teratur (missal 5 mg /hari ) jika asupan diet buruk
b. Terapi Khelesi : Terapi khalesi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.
Obat pengkelasi besi yang dikenal adalah deferoksamin, deferipron, dan deferasirox.
a) Terapi-Kombinasi
Dapat berupa terapi kombinasi secara simultan maupun sekuensial. Terapi kombinasi secara simultan adalah
pemberian deferoksamin 2-6 hari seminggu dan deferipron setiap hari selama 6-12 bulan. Terapi kombinasi
sekuensial adalah pemberian deferipron oral 75 mg/kgBB selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40
mg/kgBB selama 2 hari setiap minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat menurunkan dosis masing-masing
obat, sehingga menurunkan toksisitas obat namun tetap menjaga efektifitas kelasi.
b) Vitamin c : Vitamin c ( 200 mg perhari ) meningkatkan ekresi besi di sebabkan oleh desferioksamin.

3. Transplantasi Sumsum tulang


Transplantasi sumsun tulang alorgenik memberi prospek kesembuhan yang permanen.Tingkat
kesuksesannya (ketahanan hidup bebas thalassemia mayor jangka panjang) adalah lebih dari 80 % pada pasien
muda yang mendapat khelasi secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati ataupun splenimegali. Saudara
kandung dengan antigen leukosit manusia ( human leucocyte antigen, HLA) yang sesuai (atau kadang kadang,
anggota keluarga lainnya atau donor sesuai yang tak memiliki hubungan) bertindak sebagai donor. Kegagalan
utama adalah akibat kambuhnya thalsemia , kematian ( misalnya akibat infeksi ) atau penyakit graft versus host (
cangkok versus pejamu) kronik yang berat

4. Splenectomy
Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.
1) Elektif :
 Kelainan hematologis
 Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas
 Kista/tumor limpa
 Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)

LO.2.9. Pencegahan Thalassemia

Program pencegahan thalassemia terdiri dari beberapa strategi, yakni : (1) penapisan (skrining) pembawa
sifat thalassemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan (3) diagnosis prenatal.
1) Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara :
Prospektif, yaitu mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari populasi diberbagai
wilayah.
Retrospektif, dengan menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga penderita
thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan informasi dan nasehat-nasehat tentang
keadaannya dan masa depannya.
Suatu program pencegahan yang baik untuk thalassemia seharusnya mencakup kedua pendekatan
tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara
sedang berkembang, karena pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus
dibedakan antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada program prospektif.

2) Konsultasi genetik
3) Diagnosis prenatal, meliputi :
Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan yang telah mempunyai
anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil.
Pendekatan prospektif ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu mereka keduanya
pembawa sifat dan sementara baru hamil.
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil sampel
darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA.
Beberapa masalah pokok yang harus disampaikan kepada masyarakat, ialah : (1) bahwa pembawa
sifat thalassemia itu tidak merupakan masalah baginya; (2) bentuk thalassemia mayor mempunyai dampak
mediko-sosial yang besar, penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri kematian; (3) kelahiran bayi
thalassemia dapat dihindarkan.
Karena penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari tahun ke
tahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting dilakukan untuk
mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini. Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia
subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia. Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila
terdapat riwayat : (1) ada saudara sedarah yang menderita thalassemia, (2) kadar hemoglobin relatif
rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi, (3) ukuran sel
darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

LO. 2. 10. Prognosis Thalasemia

Prognosis dari thalassemia tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan sejauh mana seorang
individu mengikuti pengobatan yang telah ditetapkan dengan tepat. Penderita beta-thalassemia mayor
(bentuk yang paling parah dari thalassemia), dapat hidup sampai usia lima puluhan dengan transfusi darah,
terapi khelasi besi, dan splenektomi. Tanpa terapi khelasi besi, bagaimanapun, hidup dibatasi oleh tingkat
kelebihan zat besi dalam hati, dengan kematian sering terjadi antara usia 20 dan 30. Transplantasi sumsum
tulang dengan sumsum dari donor yang cocok menawarkan tingkat 54% sampai 90% hidup untuk orang
dewasa.
Hampir semua bayi lahir dengan alpha-thalassemia mayor akan meninggal akibat anemia. Ada,
Namun, sejumlah kecil yang dapat bertahan hidup setelah menerima prenatal (intrauterin) transfusi darah.
Daftar Pustaka

 Markum HA. Diagnostik dan penanggulangan anemiadefisiensi. Dalam: Naskah Lengkap


PendidikanKedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUII; 1982, Jakarta: IKA FKUI, 1982. h.
5-13.

 Alwi,I. et al. 2015. Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam: PANDUAN PRAKTIS KLINIS.
Jakarta : interna publishing.

 Bakta, I. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

 Bell A, Sallah S. 2005. Hematopoiesis. In: Diggs, Sturm, Bell, editors. The morphology of human
blood cells. 7thed: Abbott.

 Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Hal. 428.

 Dorland, W.A. Newman. (2011). KAMUS SAKU KEDOKTERAN DORLAN, Ed. 31. Jakarta : EGC.

 Ganong, W. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22. Jakarta : EGC

 Hoffbrand, A dan Moss, P. 2013. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC

 http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2439521/

 Murray, R. et al. 2009. Biokimia Harper., Ed. 27. Jakarta : EGC

 Price, Sylvia.A dan Wilson, Lorraine.M. 2005. PATOFISIOLOGI Edisi 6. Jakarta : EGC

 Sacher, R. et al. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : EGC

 Sherwood, L. (2009). FISIOLOGI MANUSIA: DARI SEL KE SISTEM, Ed. 6. Jakarta : EGC

 Syarif, A. et al. (2012). FARMAKOLOGI DAN TERAPI, Ed. 5. Jakarta : Badan Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai