TELINGA SAKIT
Seorang anak usia 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Keluhan
telinganya kanan sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur sedikit warna
merah seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinga dibersihkan, diperiksa
kendang telinga tampak merah dan mengeluarkan cairan. Ibu pasien bertanya pada dokter, apakah
penyakit anaknya bisa sembuh.
1
KATA SULIT
2
PERTANYAAN
JAWABAN
1. Karna terjadi reaksi inflamasi pada kendang telinga sehingga terdapat tanda radang
berupa rubor.
2. Karna terdapat cairan di concha nasalis lalu masuk ke tuba eusthacia lalu masuk ke
auricular media terjadi inflamasi dan mengeluarkan pus
3. Mikroorganisme penyebab ISPA menginfeksi telinga lewat tuba eusthacia
4. Ada, penyakit ini sering terjadi pada anak anak, karna pada anak anak tuba
eusthacianya berbentuk horizontal dan lebih pendek.
5. Otitis media akut (OMA)
6. Usia, jenis kelamin, life style, ras, lingkungan sekitar
7. Kultur bakteri, Rinne, Webber, Schwabach, Ostoscopy, Elisa
8. Karna sebelumnya ada ISPA yang mendahului seperti virus (adenovirus) dan bakteri
(staphylococcus aureus)
9. Hygene, ISPA diatasi, jangan memasukkan benda tajam ke liang telinga
10. Tinitus, meningitis, abses otak
11. Membersihkannya dengan berwudhu, menjaga pendengaran dari hal hal yang buruk
3
HIPOTESIS
Telinga sakit yang mengeluarkan cairan disebabkan oleh mikroorganisme penyebab ISPA
yang menginfeksi telinga lewat tuba eusthacia seperti virus dan bakteri, sehingga
menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada kendang telinga yang berupa kemerahan.
Hal ini sering terjadi pada anak anak karena tuba eusthacianya berbentuk horizontal dan
lebih pendek. Selain itu, factor resikonya yaitu usia, jenis kelamin, life style, ras,
lingkungan sekitar. Kemungkinan diagnosisnya adalah otitis media akut (OMA). Untuk
menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kultur bakteri, rinne, webber,
schwabach, ostoscopy, dan elisa. Jika tidak diobati dapat menyebabkan tinitus, meningitis,
abses. Untuk itu, dapat dilakukan pencegahan dengan hygene, ISPA diatasi, dan jangan
memasukkan benda tajam ke liang telinga.
4
SASARAN BELAJAR (Learning Objecive)
5
LO.1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN ANATOMI TELINGA
1.1 Makroskopik
1. Telinga luar
6
2. Telinga Tengah
Terdiri dari :
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Tuba eusthacius.
4. Prosesus mastoideus.
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm
dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak
membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya
7
dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan
horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah
tampak refleks cahaya ( none of ligt).
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu:
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, d inding posterior.
Malleus
Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran
dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan
(manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada epitimpanum
atau didalam rongga atik,sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida membran
timpani. Manubrium terdapat didalam membran timpani, bertindak sebagai tempat
perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran
8
Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior
yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis
prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.
Inkus
Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan
prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang
100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus
panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis
menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah.
Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus
lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.Maleus dan inkus bekerja
sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui
suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum
inkus pada ujung prosesus brevis.Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara
berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan
seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius.
Stapes
Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi
beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura
anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale
dengan perantara ligamentum anulare.Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan
kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher
bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada
posterior.Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior
yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung
posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada menestra
vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare
Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm
9
Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf
tersebut melewati m. Stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius
me narik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes.
Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi
resonansi tulang-tulang pendengaran
3. Tuba Eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan
nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm13.
4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior
mastoid terdapat aditus ad antrum.Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar
iregular berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara,
10
sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari
kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat
kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua
struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm;
n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis
semisirkularis 1,25 mm.
Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulangtemporal.
Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid
yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan
pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria
atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum
berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya
terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk
bagian dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis.
Dinding posterior terutama dibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral
merupakan bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama
hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral
pada orang dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewen’s) pada
permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik
dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek,
struktur ini bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dinding anterior antrum
memiliki aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam
perjalanan menuju ke foramen stilomastoid.
Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum sel-
selnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang
pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid
(mastoiditis)
11
4. Sub dural
5. Zigomatik
6. Facial
7. Periantral
8. Perilabirinter
LABIRIN TULANG
Labirin tulang merupakan rongga yang dilapisi periosteum. Rongga ini terbagi
menjadi tiga bagian yaitu vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. Vestibulum
adalah ruangan kecil berbentuk oval berukuran sekitar 3 x 5 mm berisikan utrikulus dan
sakulus. Di tengah labirin tulang, vestibulum memisahkan koklea dan kanalis
semisirkularis. Terdapat 10 lubang pada dinding tulang vestibulum, yaitu 5 untuk kanalis
semisirkularis dan masing-masing satu untuk vestibular aqueduct, cochlear aqueduct,
foramen oval dan rotundum dan saraf.
Kanalis semisirkularis terdiri dari 3 bagian; posterior, anterior dan lateral yang
membentuk sudut 90° satu sama lain dan terletak di belakang vestibulum. Masing-masing
berdiameter 0,8-1,0 mm dengan ujung yang berdilatasi membentuk bony ampulla.
Vestibulum dan kanalis semisirkularis berperan dalam pengaturan keseimbangan. Koklea
adalah struktur berbentuk spiral yang berputar sebanyak 2,5 sampai 2 2/3 putaran seperti
rumah siput. Axis dari koklea adalah modiulus berupa saluran untuk pembuluh darah arteri
vertebralis dan serabut-serabut saraf. Pada proksimal dari koklea terdapat cochlear
aqueduct yang menghubungkan labirin tulang dengan ruang subarachnoid yang terletak
12
superior terhadap jugular foramen dan round windows yang ditutupi oleh membran timpani
sekunder.
LABIRIN MEMBRANOSA
Labirin membranosa adalah rongga yang dilapisi epitel berisi cairan endolimfatik
yang dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam labirin tulang. Labirin membranosa
dibagi menjadi dua bagian yaitu cochlear labyrinth dan vestibular labyrinth.
Tampak pada gambar, pada vestibular labyrinth terdapat kantung oval yang disebut
utrikulus dan kantung yang lebih kecil disebut sakulus yang berisikan cairan endolimfatik
(utriculosaccular duct). Pada dinding sakulus dan utricle terdapat daerah-daerah kecil
terbatas, disebut macula, terdiri dari epitel sensoris khusus yang disarafi oleh cabang-
cabang vestibular nerve. Cochlear labyrinth dinamakan juga duktus koklearis dikelilingi
oleh cairan perilimfatik di dalam koklea. Duktus koklearis ditopang oleh ligamentum
spiralis ke dinding lateral dari koklea dan oleh oseus lamina spiralis ke modiolus.
Tampak pada gambar struktur dalam koklea. Di bagian dalam duktus koklearis
membentuk saluran longitudinal yaitu skala media yang membagi kanalis koklearis
menjadi dua saluran, skala vestibuli dan skala timpani. Skala media dipisahkan dari skala
vestibuli oleh membrana vestibular (Reissner’s). Sedangkan skala timpani dipisahkan dari
skala media oleh membran basilaris. Di atas membran basilaris terdapat spiral organ atau
organ Corti yang merupakan organ ujung dari saraf pendengaran. Pada spiral organ
terdapat sebarisan sel rambut dalam (inner hair cells) dan tiga baris sel rambut luar (outer
hair cells). Kedua jenis sel rambut adalah silindris dengan inti di basal dan banyak
mitokondria, serta terdapat stereosilia pada permukaannya. Stereosilia dilapisi oleh
membran tektorial dan berfungsi penting dalam transduksi sensoris.
Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal
dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end
arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus
akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus
dan sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada
stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama :
1. Vena auditori interna mendarahi putaran tengah dan apikal koklea.
2. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan
berakhir pada sinus petrosus inferior.
3. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena
ini mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinus sigmoid
13
Persarafan Telinga Dalam
Nervus koklearis tersusun oleh sekitar 30.000 sel-sel saraf eferen yang
mempersarafi 15.000 sel rambut pada spiral organ di setiap cochlea. Serabut saraf dari
nervus koklearis berjalan sepanjang meatus akustikus internus bersama serabut saraf dari
nervus vestibularis membentuk nervus vestibulokoklearis (CN VIII). Pada ujung medial
dari meatus akustikus internus, CN VIII menembus lempengan tulang tipis bersama CN V
(nervus fasialis) dan pembuluh darah menuju dorsal dan ventral coclear nuclei di batang
otak. Sebagian besar serabut saraf dari kedua nuclei naik menuju inferior colliculus secara
kontralateral, dan sebagian lainnya secara ipsilateral. Selanjutnya, dari inferior colliculus,
saraf-saraf pendengaran berjalan menuju medial geniculate body dan akhirnya menuju
korteks auditorius di lobus temporalis.
1.2 Mikroskopis
a. Daun Telinga
- Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
- Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
- Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
- Jaringan subkutan tipis.
- Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit dan
jaringan lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
- Berupa berupa saluran ± 25 cm, arah medioinferior.
- Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
- Bagian dalam berkerangka os temporal.
- Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.
14
c. Membran Tympani
- Bentuk oval, semi transparan.
- Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
1. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
2. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
- Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
- Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
- Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina
propia yang tipis.
d. Cavum Tympani
- Berisi udara
- Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
- Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
- Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
- Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
- Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa
yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
- Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/
silindris dengan silia.
e. Tuba Faringotympani
- Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
- Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis
dan lamina propia tipis.
- Sepanjang mucosa terdapat limfosit.
f. Telinga Dalam/ Labyrinth
- Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
- Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
- Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng.
- Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang terdiri
dari dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris).
- Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabang-
cabang sitoplasma halus.
g. Membrane basilaris
- Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
- Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai silindris.
- 2/3 lateral berupa pars pectinata.
- 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).
15
Canalis Semicircularis, sacculus
Cochlea
16
ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang terdapat di
organ Corti adalah
merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan bagian basal yang lebar
mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris serta bagian leher yang sempit dan agak
melebar di bagian apeks.
mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya lebih panjang. Di antara sel
tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam.
terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel falangs luar sel ini juga
menyanggah sel rambut dalam.
5. Sel batas
membatasi sisi dalam organ corti
17
6. Sel Hansen
membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris terletak antara sel falangs luar
dengan sel-sel Claudius yang berbentuk kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas sel-sel
Boettcher yang berbentuk kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria yang
merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup membran ini
menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.
LO 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FISIOLOGI PENDENGARAN DAN
KESEIMBANGAN
A. Pendengaran
Proses pendengaran
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah nertekanan tinggi karena
komporesi (pemampatan) molekul-molukel udara yang berselang-seling dengan daerah-
daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang mampu
menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
Gelombang suara juga dapat berjalan melalui medium selain udara, misalnya air.
Namun, perjalan gelombang suara dalam media tersebut kurang efisien, diperlukan tekanan
yang lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan udara karena resistensi terhadap
perubahan cairan yang lebih besar.
Suara ditandai oleh nada (tone, tinggi rendahnya suara), intensitas (kekuatan, kepekakan,
loudness, dan timbre (kualitas, warna nada).
o Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi getaran
, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan
frekuensi dari 20-20.000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara
1000 dan 4000 siklus per detik.
o Intensitas atau kepekakan (kekuatan) suatu suara bergantung pada amplitudo
gelombang suara, atau perbedaan tekanan anatar daerha pemampatan yang bertekanan
tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan tinggi. Dalam rentang pendengaran,
semakin besar amplitudo, semakin keras (pekak) suara. Kepekakan dinyatan dalam
desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandungkan dengan suara teredam
(terhalus) yang dapat terdengar –ambang pendengaran-. Karena hubungan yang
bersifat logaritmik, setiap 10 dB menandakan peningkatan kepekakan 10 kali lipat.
o Kualitas atau warna nada (timbre) bergantung pada nada tambahan, yaitu frekuensi
tambahan yang menimpa nada dasar.
Telinga luar dan tengah mengubah gelombang suara dari hantaran udara menjadi
getaran cairan di telinga dalam.
Reseptor-reseptor khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan.
Dengan demikian, gelombang suara hantaran udara yang harus disalurkan ke arah dan
18
dipindahkan ke telinga dalam, dan dalam prosesnya melakuakan kompensai terhadap
berkurangnya energi suara terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari
udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga liar dan telinga tengah.
Telinga luar terdiri dari pinna (bagian daun telinga, auricula), meatus auditorius
eksternus (saluran telinga), dan memebran timpani (gendnag telinga). Pinna, suatu
lempeng tulang rawan terbungkus kulit, mengumpulkan gelombang suara dan
menyalurkannya ke slauran telinga luar. Karena bentuknya, daun telinga secra parsial
menahan gelombang suara yang mendekati telinga dari arah belakang, dan dengan
demikian, membantu seseorang membedakan apakah suara datang dari arah depan atau
belakang.
Lokalisasi suara untuk menentukan apakah suara datang sari kanan atau kiri
ditentukan berdasarkan dua petunjuk. Pertama, gelombang suara mencapai telinga yang
terletak lebih dekat ke sumber suara sedikit lebih cepat daripada gelombang tersebut
mencapai telinga satunya. Kedua, sura terdengar kurang kuat sewaktu mencapai telinga
yang terletak lebih jauh, krena kepala berfungsi sebagai sawar suara yang secara parsial
mengganggu perambatan gelombang suara.
Pintu masuk ke kanalis telinga (saluran telinga) dijaga oleh rambut-rambut halus.
Kulit yang melapisi saluran telinga mengandung kelenjar-kelenjar keringat termodifikasi
yang menghasilkan serumen (kotoran telinga), suatu sekersi lengket yang menangkap
partikel-partikel asing yang halus. Rambut halus dan serumen tersebut membantu
mencegah partikel-partikel dari udara masuk ke bagian dalam saluran telinga, tempat
mereka dapat menumpuk atau mencederai membrana timpani dan menggangu
pendengaran.
Membrani timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga tengah,
bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara yang
bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat
peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan frekuensi gelombang suara.
Tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus setara agar membrana
dapat bergerak bebas sewaktu gelombang suara mengenainya. Bagian luar gendang telinga
terpajan ke tekanna atmosfer yang mencapainya melalui saluran telinga. Bagian dalam
gendang telinga yang berhadapan dengan rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan
atmosfer melalui tuba eustachius (auditoria) yang menghubungkan telinga tengah ke
faring. Tuba eustakius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat dibuat terbuka dengan
gerakan menguap, mengunyah, atau menelan. Pembukaan tersebut memeungkinkan
tekanan udara di dalam telinga tengah menyamakan diri dengan tekanan atmosfer,
sehingga tekanan di kedua sisi membran setara.
Selama perubahan tekanan eksternal yang berlangsung cepat (contohnya sewaktu
pesawat lepas landas), kedua gendang telinga menonjol ke luar dan menimbulkan nyeri
karena tekanan di luar telinga berubah sedangkan tekanan di telinga tengah tidak berubah.
Membuka tuba eustakius dengan menguap memungkinkan tekanan di kedua sisi membrana
timpani seimbang, sehingga menghilangkan distorsi tekanan dan gendang telinga kembali
ke posisinya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang menyebar
melalui tuba eustakius ke telinga tenagah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga tengah
tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga menganggu hantaran suara melintasi telinga
tengah.
19
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar memebrana timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga tulang
yang dapat beregrak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi
telinga tengah. Tulang pertama maleus melekat ke membrana timpani, dan tulang terakhir
stapes melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi cairan. Ketika
membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rantai tulang-
tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi
gerakan tersebut dari membrana timpani ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat
setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan
telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula.
Namun, seperti dinyatakan sebelumnya, diperlukan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakan cairan. Terdapat dua mekanisme yang berkaiatan dengan sistem osikuler
yang memperkuat tekanan gelombang suara daru udara untuk menggetarkan cairan di
koklea. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas
permukaan jendela oval, terjadi peningktan tekanan ketika gaya yang bekerja di membrana
timpani disalurkan ke jendela oval (tekanan= gaya/satuan luas). Kedua, efek pengungkit
tulang-tulang pendnegaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua
mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar
20 kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Tekanan
tambahan ini cukup untuk menyebabkan peregrakan cairan koklea.
Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebgai respons
terhadap suara keras (> 70 dB), menyebabkan membrana timpani menegang dan
pergerakan tulang-tulang di telinga tengah dibatasi. Pengurangan pergerakan struktur-
struktur telinga tengah ini menghilangkan transmisi gelombang suara keras ke telinga
dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang sangat peka dari kerusakan. Namun,
respons refleks ini relatif lambat, timbul plaing sedikit 40 mdet setelah pajanan suatu sura
keras. Dengan demekian, refleks ini hanya memberikan perlindungan terhadap suara keras
yang berkepankangan, bukan terhadap suara keras yang timbul mendadak, misalnya suara
ledakan.
Sel rambut di organ corti mengubah gerakan cairan menjadi sinyal saraf.
20
Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil
“jalan pintas”. Gelombang tekanan di kompartemen atas dipindahkan melalui membrana
vestibular yang tipis, ke dalam duktus koklearis, dan kemudian melalui membrana basilaris
ke kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar
menonjol ke luar masuk bergantian.
Perbedaan utama pada jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui
membrana basilaris menyebabkan membran ini bergerak ke atas dan ke bawah, atau
bergetar secara sinkron dengan gelombang tekanan. Karena organ corti menumpang pada
membrana basilaris, sel-sel rambut juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris
bergetar. Karena rambut-rambut dari sel reseptor terbeanam di dalam membrana tektorial
yang kaku dan stasioner, rambut-rambut tersebut akan membengkok ke depan dan
belakang sewaktu membrana basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial.
Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini menyebabkan sluran-
saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal
ini menyebabkan perubahan potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian.
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf
auditorius(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membrana basilaris bergerak
ke atas) meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan
kecepatan potensial aksi di serat-serta aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena
mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah).
21
Diskriminasi nada bergantung pada daerah membrana basilaris yang bergetar,
diksriminasi kepekakan suara bergantung pada amplitudo getaran.
Neuron-neuron aferen yang menangkap sinyal auditorius dari sel-sel rambut keluar
dari koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf antara organ corti dan korteks pendengaran
melibatkan beberapa sinaps di batang otak dan nukleus genikulatus medialis talamus.
Batang otak menggunakan masukan pendangaran untuk kewaspadaan. Talamus menyortir
dan memancarkan sinyal ke atas. Tidak seperti jalur penglihatan, sinyal pendengaran dari
kedua telinga dislaurkan ke kedua lobus temporalis karena serat-sertanya bersilangan
secara parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur pendengaran tidak mengganggu
pendengaran di kedua telinga.
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendngarab yang akan mengamfikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diampfikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perlimfa pada skala vestibuli brgerak. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi streosilia sel-sel
22
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan meenimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu lanjutkan ke ukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40)
di lobus temporalis.
B. Keseimbangan
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam
memiliki komponen khusus lain,yakni aparatus vestibularis, yang memberikan informasi
yang penting untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan kepala dengan
gerakan mata dan postur tubuh. Paratus vestibularis terdiri dari dua struktur yang teretak
dalam tulang temporalis di dekat koklea,yaitu kanalis semisirkularis dan organ otolit yang
mencakup utrikulus dan sakulus.
Kanalis samisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau
rotasional kepala. Tiap-tiap telinga memiliki tiga kanalis semisirkularis yang secara tiga
dimensi tersusun dalam bidang-bidang yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut di
tiap kanalis terletak pada ampula dan terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa yang d sebut
dengan kupula, yang menonjol dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula akan bergoyang
sesuai arah gerakan cairan.
Akselerasi atau deselarisasi selama rotasi kepala selama gerakan kepala ke segala
arah menyebabkan pergerakan endolimfe. Ketika kepala mulai bergerak, saluran tulang
dan sel rambut yang terbenam dalam kupula mengikuti gerakan kepala. Namun, caoran di
dalam kanalis yang tidak melekat ke tengkorak, mula-mula tidak ikut bergerak sesuai arah
gerakan rotasi tetapi tertinggal di belakang karena adanya inersia. Ketika endolimfe
tertinggal saat kepala mulai berputar, endolimfe yang terletak sebidang dengan gerakan
kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala.
Gerakan ini mengakibatkan kupula condong ke arah yang berlawanan dengan gerakan
kepala, membengkokkan rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Apabila
gerakan kepala berlanjut dengan arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul
dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut kembali ke posisi tegak
mereka.
23
Sel-sel rambut dalam aparatus vestibularis akan membentuk sinaps zat perantara
kimiawi dengan ujung-ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson
struktur vestibularis yang lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan
saraf auditorius dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis. Depolarisasi sel-
sel rambut meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di serat-serat aferen.
Organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap
gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan linear. Utrikulus dan sakulus
adalah organ yang terletak di dalam rongga tulang yang terletak di anatarakanalis
semisirkularis dan koklea. Sel-sel rambut dalam organ ini juga tertanam dalam jaringan
gelatinosa yang disebut dengan membarana otolit. Ketika seseorang berada dalam posisi
tegak, rambut-rambut dalam utrikulus berorientasi secara vertikal dan disakulus
berorientasi secara horizontal.
24
>90 dB : tuli sangat berat
LO 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN OTITIS MEDIA AKUT (OMA)
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis
media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-
tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat
terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah,
diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan
otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga
tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani
atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang
membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).
3.2 Etiologi
a. Virus
25
RSV merupakan virus RNA paramyxovirus besar yang paling sering berhubungan dengan
bronkioloitis dan pneumonia pada orang muda, walaupun dapat menyebabkan penyakit
respiratori pada anak tertentu.
b. Bakteri
Streptococcus pneumonia
Penyebab tersering OMA dan infeksi bakteri invasive pada semua golongan usia anak.
Merupakan gram positif diplokokus dengan 90 serotipe
Haemophilus influenza
Bakteri ini kecil, pleomorfik, kokobasil gram negative. Mempunyai kapsul
polisakarida.
Moraxella catarrhalis
Gram negative diplokokus dan merupakan flora normal manusia pada system respirasi
atas
Streptococcus pyogenes
Gram positif kokus (grup A; dengan klasifikasi Lancefield)
Bakteri pathogen umum pada masa neonatal :
Escherichia coli, Enterococcus species, and group B streptococci
26
3.4 Klasifikasi
27
Otitis media serosa adalah dimana terdapat secret non purulent di telinga tengah
dengan membrane timpani utuh.
Otitis media efusi adalah adanya cairan di telinga tengah dengan membrane timpani
utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Apabila efusi encer disebut otitis media serosa, dan
apabila otitis efusi kental disebut otitis media mukoid (glue ear).
Otitis media Adhesiva adalah terjadi jaringan fibrosis di telinga tengah akibat proses
peradangan yang berlangsung lama sebelumnya, dengan gejala pendengaran
berkurang, ada riwayat infeksi sebelumnya, terutama saat masih kecil.
3.5 patofisiologi
28
Gambar Patogenesis OMA
29
3. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan
tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.
Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.Stadium supurasi yang
berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran
timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu
menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan
atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran
timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak
menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
4. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.
5. Stadium Resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya
dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur
normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan
berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung
walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik,
dan virulensi kuman rendah.
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,
dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.
30
Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membran timpani.
8. Stadium Supurasi
Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah
di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga
tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat
yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging
ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan
tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif.
Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.Stadium supurasi yang
berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran
timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis
vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu
menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan
atau yellow spot. Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran
timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka
insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,
31
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak
menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.
9. Stadium Perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa
nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering
disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.
Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan
dapat tertidur nyenyak.
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.
Gejala klinis :
Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri dalam telinga, keluhan di
samping suhu tubuh yang tinggi.Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada
anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak
kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 deratat celcius (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba tiba anak menjerit waktu tidur, diare,
kejang dan kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi rupture membrane
timpani maka secret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
32
c. Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5ºC
d. Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.
e. Demam
f. Anoreksia
g. Limfadenopati servikal anterior
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:
1.Penyakit ini onsetnya mendadak (akut)
2.Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan memperhatikan tanda berikut:
a. Mengembangnya gendang telinga
b. Terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. Adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. Cairan yang keluar dari telinga
Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah yang dibuktikan dengan adanya salah satu
diantara tanda berikut :
a. Kemerahan pada gendang telinga
b. Nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal
Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun
telinga pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit
makan, mual dan muntah serta rewel. Namun gejala-gejala ini tidak spesifik untuk OMA
sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop untuk melihat dengan jelas keadaan gendang
telinga/membrane timpani yang menggembung, eritema bahkan kuning dan suram serta
adanya cairan berwarna kekuningan di liang telinga.
Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan otoskopi pneumatic (alat
untuk melihat gendang telinga yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai
respon gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang
kurang dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai
pemeriksaan tambahan untuk memperkuat diagnosis OMA. Namun umunya OMA sudah
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan otoskop biasa.
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan
terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan pada sembarang anak.
Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6
minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan
kekebalan tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian antibiotic atau
dengan gejala sangat berat dan komplikasi.
33
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dipertimbangkan:
PEMERIKSAAN TELINGA
Alat-alat :
Lampu kepala
Corong telinga
Otoskop
Pelilit kapas
Pengait serumen
Pinset telinga
Garputala
Cara umum
-Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit
dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane tympani.
-Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga,
apakah terdapat tanda peradanagn atau sikatriks bekas operasi.
-Daun telinga ditarik ketas dan kebelkanag sehingga liang telinga menjadi lebih lurus dan
akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane tympani.
-Untuk lebih jelas pakailah otoskop. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk
memeriksa telinga kanan dan sebaliknya. Untuk stabil, jari kelingking diletakkan pada pipi
pasien.
-Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka harus dikeluarkan.
1. Tes berbisik
Syarat:
Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft board” /
gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
Penderita (yang diperiksa) :
a. Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir.
b. Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa.
c. Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin).
d. Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan Pemeriksa
Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa.
34
Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita,
biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
Pemeriksaan :
Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut pemeriksa
maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih belum menyahut
pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita dapat mengulangi 8 kata-kata
dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata
disebut sebagai jarak pendengaran. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga
yang lain sampai ditemukan satu jarak pendengaran
Hasil tes :
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara kualitatif
(jenis ketulian)
KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA BISIK
PENDENGARAN
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak (frekuensi
rendah), seperti huruf m – n – w
Pemeriksaan audiometri
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan
mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur
ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi
kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level
pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri,
maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. Tes audiometri diperlukan
bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan
bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
35
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien
yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-
8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan
melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya.
Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran
tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran
tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan
derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang
yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang
baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000
Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-
hari.
Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
36
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
- Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata
terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian
disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-
kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar
kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur.
Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-
kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar
diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan
dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu
diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan
ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.
Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya
pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata
dengan tepat.
37
Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Tujuan
- Mediagnostik penyakit telinga
- Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau
dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh
alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang
kedokteran kehkiman dan asuransi).
- Skrinig anak balita dan SD
- Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
Tes Penala
Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
38
pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus
eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus
akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum
mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih
keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai
garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga
bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala
512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien,
telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar
atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika
kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak
ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani
missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam
cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di
sebelah kanan.
39
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke
kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
a. Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
b. Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih
hebat.
c. Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
sebelah kanan.
d. Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebat dari pada sebelah
kanan.
e. Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.
Test Swabach
Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif
40
Diagnosis Banding
OMA dapat dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Efusi
telinga tengah (middle ear effusion) merupakan tanda yang ada pada OMA dan otitis media
dengan efusi. Efusi telinga tengah dapat menimbulkan gangguan pendengaran dengan 0-
50 decibels hearing loss.
Table 2.2. Perbedaan Gejala dan Tanda Antara OMA dan Otitis Media dengan Efusi
Terapi otitis media supuratif akut (OMA) tergantung stadium penyakit, yaitu :
a. Stadium oklusi
Tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba eustachius.Sehingga tekanan
negative di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam
larutan fidiologik untuk anak < 12 tahun dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiolofik
untuk anak yang berumur > 12 tahun atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus
diobati dengan memberikan antibiotic.
b. Stadium hiperemis (presupurasi)
diberikan antibiotic, obat tetes hidung, dan analgesic. Bila membrane timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.Antibiotic yang diberikan ialah
penisilin atau eritromisin.Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan
41
asam klavunalat atau sefalosoprin.Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah.Antibiotic diberikan minimal selama 7 hari.
Pada anak diberikan ampisilin 4×50-100 mg/kgBB, amoksisilin 4×40 mg/kgBB/hari,
atau eritromisin 4×40 mg/kgBB/hari.
c. Stadium supurasi
Selain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membrane
timpani masih utuh.Selain itu, analgesic juga perlu diberikan agar nyeri dapat
berkurang.
d. Stadium perforasi
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotic yang adekuat
sampai 3 minggu.
e. Stadium resolusi
Biasanya akan tampak secret mengalir keluar. Pada keadaan ini dapat dilanjutkan
antibiotic sampai 3 minggu, namun bila masih keluar secret diduga telah terjadi
mastoiditis.
Aturan pemberian obat tetes hidung :
- Bahan. HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia dibawah 12 tahun.
HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak berusia diatas 12 tahun dan orang
dewasa.
- Tujuan. Untuk membuka kembali tuba Eustachius yang tersumbat sehingga tekanan
negatif dalam telinga tengah akan hilang.
Aturan pemberian obat antibiotik :
a. Stadium oklusi
Berikan pada otitis media yang disebabkan kuman bukan otitis media yang disebabkan
virus dan alergi (otitis media serosa).
b. Stadium hiperemis (pre supurasi)
Berikan golongan penisilin atau ampisilin selama minimal 7 hari.Golongan eritromisin
dapat kita gunakan jika terjadi alergi penisilin.Penisilin intramuskuler (IM) sebagai
terapi awal untuk mencapai konsentrasi adekuat dalam darah.Hal ini untuk mencegah
terjadinya mastoiditis, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Berikan ampisilin 50-100 mg/kgbb/hr yang terbagi dalam 4 dosis, amoksisilin atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis pada pasien
anak.
c. Stadium resolusi
Lanjutkan pemberiannya sampai 3 minggu bila tidak terjadi resolusi.Tidak terjadinya
resolusi dapat disebabkan berlanjutnya edema mukosa telinga tengah.Curigai telah
terjadi mastoiditis jika sekret masih banyak setelah kita berikan antibiotik selama 3
minggu.
Aturan tindakan miringotomi :
a. Stadium hiperemis (pre supurasi) : Bisa kita lakukan bila terlihat hiperemis difusi.
42
b. Stadium supurasi : Lakukan jika membran timpani masih utuh. Keuntungannya yaitu
gejala klinik lebih cepat hilang dan ruptur membran timpani dapat kita hindari.
Aturan pemberian obat cuci telinga :
- Bahan : Berikan H2O22 3% selama 3-5 hari.
- Efek : Bersama pemberian antibiotik yang adekuat, sekret akan hilang dan perforasi
membran timpani akan menutup kembali dalam 7-10 hari.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi dapat
dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga hari,
atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai
dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul
adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat. Menurut
American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007), mengkategorikan OMA
yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut.
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut, terdapat efusi
telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga tengah. Gejala ringan
adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari 39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan
gejala berat adalah nyeri telinga sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama
48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun,
dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua
tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti asetaminofen dan
ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi (Kerschner, 2007).
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line
terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari.
Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap
amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti
amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis,
termasuk Streptococcus penumoniae (Kerschner, 2007). Pneumococcal 7- valent conjugate
vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media (American Academic
of Pediatric, 2004).
43
Berhubung penyebab tersering adalah Streptococus pneumonia, Hemophilus
influenzae dan Moraxella catharrhalis, diberikan Amoksisilin (15 mg/kgBB/kali 3
kali sehari) atau Kotrimoksazol oral (24 mg/kgBB/kali dua kali sehari) selama 7–10
hari.
Jika ada nanah mengalir dari dalam telinga, tunjukkan pada ibu cara
mengeringkannya dengan wicking (membuat sumbu dari kain atau tisyu kering yang
dipluntir lancip). Nasihati ibu untuk membersihkan telinga 3 kali sehari hingga tidak
ada lagi nanah yang keluar.
Nasihati ibu untuk tidak memasukkan apa pun ke dalam telinga anak, kecuali jika
terjadi penggumpalan cairan di liang telinga, yang dapat dilunakkan dengan
meneteskan larutan garam normal. Larang anak untuk berenang atau memasukkan air
ke dalam telinga.
Jika anak mengalami nyeri telinga atau demam tinggi (≥ 38,5°C) yang menyebabkan
anak gelisah, berikan parasetamol.
Antihistamin tidak diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali jika terdapat juga
rinosinusitis alergi.
Tindak lanjut
Jika keadaan anak memburuk yaitu MT menonjol keluar karena tekanan pus,
mastoiditis akut, sebaiknya anak dirujuk ke spesialis THT.
Jika masih terdapat nyeri telinga atau nanah, lanjutkan pengobatan dengan antibiotik
yang sama sampai seluruhnya 10 hari dan teruskan membersihkan telinga anak.
Kunjungan ulang setelah 5 hari.
Bila masih tampak tanda infeksi, berikan antibiotik lini kedua: Eritromisin dan Sulfa,
atau Amoksiklav (dosis disesuaikan dengan komponen amoksisilinnya). Infeksi
mungkin karena kuman penghasil betalaktamase (misalnya H. influenzae) atau karena
terdapat penyakit sistemik, misalnya alergi, rinosinusitis, hipogamaglobulinemia.
Bila dengan antibiotik lini kedua juga gagal, dapat dirujuk untuk kemungkinan
tindakan miringotomi dengan atau tanpa pemasangan grommet
PEMBEDAHAN
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani OMA rekuren, seperti
miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan adenoidektomi (Buchman, 2003).
1. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya terjadi
drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan
secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat dilihat
44
dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-inferior. Bila terapi yang
diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di
telinga tengah (Djaafar, 2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan
infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang
mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah
satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA yang
respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi
mikroorganisme melalui kultur (Kerschner, 2007).
2. Timpanosintesis
Menurut Bluestone (1996) dalam Titisari (2005), timpanosintesis merupakan pungsi pada
membran timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan
pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat
komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
Menurut Buchman (2003), pipa timpanostomi dapat menurun morbiditas OMA seperti
otalgia, efusi telinga tengah, gangguan pendengaran secara signifikan dibanding dengan
plasebo dalam tiga penelitian prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.
3. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan efusi dan
OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba
timpanosintesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan adenoidektomi,
kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren
3.9. Komplikasi
45
Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi
penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada kelainan kongenital
di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis: gejala pertama adalah klemahan pada sudut mulut yanng cenderung menjadi berat.
Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan ini akan sembuh
sempurna bila otitis medianya sembuh.
Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan dari
petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan rotundum.Peradangan
ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi sirkularis.Klinis: mual, tumpah,
vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.
* Ketulian
* Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yanbg berlngsung 6 minggu.Sekret mukoid yang kental
dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan perleketan tulang
pendengaran dengan dinding cavum timpani.
Komplikasi Intrakranial
Abses extradural
Terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen timpani
mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum, adn celulae
mastoid.Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil yang terdapat pada
mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis, dan labirin.Klinis : otalgia,
sakit kepala, tampak lemah.
Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid.Penyebaran kuman
melalui pembuluh darah. Klinis: sakit kepala, rangsang meningeal, kadang-kadang
hemiplegi.
Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena -vena daerah mastoid
dan vena-vena kecil sekitar duramater ke substansia alba.
Klinis: sakit kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil
edema.
Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah ada.Pada anak
komplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang telinga tengah dan fossa
media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani yang tipis.
Klinis: gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala, rangsang meningeal (+).
Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi.Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis: sakit kepala
terus -menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil edem.
3.10. Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya otitis media akut perforasi antara lain:
46
- Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan menghindari
terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak – anak dapat diberikan imunisasi
terhadap2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada telinga tengah (Haemophilus
influenzae and Streptococcus pneumoniae).
- Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran
timpani.
- Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter untuk
meminimalisasi kerusakan telinga yang dapat terjadi.
- Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
- Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai pelindung
telinga jika terdapat suara yang amat keras.
- Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
- Lindungi telinga anda selama penerbangan.
- Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah terjadinya
perforasi membran timpani selama penerbangan.
Demikian juga firman Allah,"Sungguh Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dia
kehendaki dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang didalam
kubur dapat mendengar". (Al-Fathir [35]:22)
Kekhususan ini adalah untuk memperdengarkan pemahaman dan pengetahuan. Demikian
juga firman Allah,"Dan sekiranya Allah mengetahui ada kebaikan pada mereka,tentu dia
47
jadikan mereka dapat mendengar. Dan jika Allah menjadikan mereka dapat
mendengar,niscaya mereka berpaling,sedang mereka memalingkan diri".(Al-Anfal [8]:23)
Dengan kata lain,jika seandainya Allah mengetahui orang-orang kafir itu terdapat
penerimaan dan ketundukan,tentu Allah akan menjadikan mereka dapat memahami.
Jika tidak,berarti mereka telah mendengar dengan pendengaran pengetahuan. Seandainya
Allah menjadikan mereka dapat memahami,niscaya mereka tidak akan tunduk dan tidak
mengambil manfaat dari apa yang dipahaminya. Karena didalam hati mereka terdapat
faktor yang menolak dan menghalang-halangi mereka untuk mengambil manfaat dari apa
yang mereka dengar
DAFTAR PUSTAKA
48
FK UI,2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga hidung tenggorok kepala & leher ,edisi
6.Jakarta : FK UI
FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan
edisi 2.Jakarta : EGC
Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC
Soepardi, Efiaty Arsyad et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok,
Eroschenko, Victor P. 2008. Di Fiore’s Atlas of Histology with Functional
FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan
edisi 2.Jakarta : EGC
Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius
Eroschencko, Victor P. 2010. Atlas histologi diFiore : dengan Korelasi Fungsional. Jakarta :
EGC.
49