Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARMAKOTERAPI 2

“DEPRESI”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

NURWAHIDA M. PIDE G 701 17 106

DEWI SATIVA G 701 17 213

YOHANA MANGILE G 701 17 078

NOFRIANTO PETA’A G701 16 073

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat
dan karunian-Nya kami dapat mengerjakan tugas kelompok makalah “DEPRESI”
dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik, meskipun kami juga menyadari segala
kekurangan yang ada di dalam makalah ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan beberapa sumber buku yang telah kami
peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan
mudah di mengerti. Selain kami memperoleh sumber dari beberapa buku pilihan,
kami juga memperoleh informasi tambahan dari internet.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan semuanya yang
telah memberikan sumbang sarannya untuk penyelesaian makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami menerima
kritik dan saran yang positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk
penyempurnaan pada tugas makalah-makalah berikutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Palu, 03 Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL ..............................................................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

A. Latar belakang ............................................................................................


B. Rumusan masalah ......................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................

A. Pengertian Depresi .....................................................................................


B. Epidemiologi Depresi .................................................................................
C. Etiologi Depresi .........................................................................................
D. Patofisiologi dan patogenesis Depresi.……………………………………..
E. Faktor resiko Depresi………………...…………………………………….
F. Klasifikasi Depresi..……………………………………………………….
G. Tanda / Gejala dan diagnosa Depresi……………………………………...
H. Prognosis-Monitoring Depresi……………………………………………..
I. Tatalaksana Terapi (Terapi farmakologi dan Terapi non Farmakologi)……

BAB III PENUTUP ...............................................................................................

A. Kesimpulan ................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Depresi merupakan penyakit yang ditandai dengan kesedihan terus-
menerus, kehilangan minat dalam kegiatan yang biasa dijalani disertai dengan
ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari selama kurang lebih
dua minggu. Gangguan depresi merupakan gangguan medik yang
memengaruhi kerja otak dan menimbulkan perasaan murung atau sedih dalam
beberapa hari. Depresi dapat terjadi karena kekurangan kadar neurotransmitter
(norepinefrin, dopamin dan serotonin) pada otak (Faizah,Yanu,dkk.2018).
Depresi dapat menimbulkan perubahan secara fisik, pemikiran,
perasaan dan perilaku, yang mana hal ini dapat menetap dan menganggu
aktifitas keseharian seseorang, sehingga dapat menganggu kualitas hidup pada
seseorang, terutama pada lanjut usia (Ayu Wulandari Utami, 2018).
Seseorang yang mengalami depresi merasa tidak ada jalan keluar lain
selain mengakhiri hidupnya sehingga depresi merupakan faktor utama bunuh
diri. Depresi-depresi ringan atau sedang sebaiknya segera ditangani. Akan
tetapi, banyak penderita yang tidak mencari bantuan kesehatan terutama
generasi milenial akibat adanya stigma negatif. Generasi Y yang menderita
depresi merasa minder dan malu bila berobat karena generasi tersebut
memiliki self-esteem yang tinggi. Bersamaan dengan itu juga, kurangnya
fasilitas dan perhatian serius terhadap masalah kesehatan mental (depresi)
yang ada di Indonesia sehingga sering terjadinya pemahaman yang salah akan
cara pengobatan depresi. cara pengobatan depresi ringan dan depresi berat
sangat berbeda dan tidak boleh disamakan. Banyaknya anggapan yang hanya
tertuju pada faktor mediknya saja dimana penderita hanya diberikan obat
antidepresan. Sedangkan, faktor lingkungan memiliki peran besar dalam
proses penyembuhan (Tedjamulja,andi surya,2019).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Depresi?
2. Bagaimana Epidemiologi Depresi?
3. Bagaimana Etiologi Depresi?
4. Bagaimana Patofisiologi dan Patogenesis Depresi?
5. Bagaimana faktor resiko Depresi?
6. Bagaimana klasifikasi Depresi?
7. Bagaimana tanda/gejala dan diagnosa Depresi?
8. Bagaimana prognosis-monitoring depresi?
9. Bagaimana Tatalaksana terapi depresi (Terapi farmakologi dan non
farmakologi)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Depresi.
2. Untuk mengetahui Epidemiologi Depresi.
3. Untuk mengetahui Etiologi Depresi.
4. Untuk mengetahui Patofisiologi dan Patogenesis Depresi.
5. Untuk mengetahui faktor resiko Depresi.
6. Untuk mengetahui klasifikasi Depresi.
7. Untuk mengetahui tanda/gejala dan diagnosa Depresi.
8. Untuk mengetahui prognosis-monitoring depresi.
9. Untuk mengetahui Tatalaksana terapi depresi (Terapi farmakologi dan non
farmakologi).
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik
(kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti
gangguan tidur dan menurunnya selera makan. Sangat penting untuk mengetahui
perbedaan antara depresi dan gangguan psikologis lainnya, seperti stres dan
kecemasan agar kita dapat menentukan bentuk gangguan psikologis yang sedang
diderita sehingga dapat memperoleh terapi yang tepat. Depresi sulit dibedakan
dari gangguan cemas (anxiety). Penderita mungkin tampil dengan kecemasan
yang mencolok sehingga gejala-gejala depresi yang lebih ringan seperti
kehilangan selera makan, gangguan tidur, dan capai seringkali terlewatkan
(LumonggaLubis, 2016).
Depresi merupakan salah satu jenis gangguan mental umum yang ditandai
dengan kesedihan yang mendalam, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan
bersalah, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, kelelahan, putus asa, dan
kehilangan konsentrasi. Depresi sebagai suatu respon psikologis terhadap
menurunnya kesehatan, kehilangan orang yang dicintai dan kehilangan harga diri
(Sukma, 2018).

B. Epidemiologi Depresi
Gangguan ini merupakan problem kesehatan yang cukup serius, berdasarkan
prevalensinya terjadi 20% pada wanita dan 12 % pada pria. 3 WHO juga
memperkirakan pada tahun 2020 akan menempati urutan ke-2 penyakit di dunia,
bahkan pada tahun 2030 diperkirakan menempati urutan pertama beban penyakit.
Menurut (Febyan, Sri,dkk. 2019), faktor pencetus terjadinya depresi. Stres
dapat menginduksi respons inflamasi pada manusia, yang salah satunya sebagai
penyebab terjadi depresi. Hal ini dinyatakan berdasarkan perubahan jalur
aktivitas neuroendokrin seperti HPA dan sistem saraf simpatis, kedua jalur ini
merupakan fungsi immunomodulator. Inflamasom merupakan kompleks protein
bersifat sitosolik yang dihasilkan oleh sel mieloid dari respons patogenik
mikroorganisme dan non-patogenik “sterile stressors”. Pada mulanya, mediator
inflamasi akan mengaktivasi caspase 1, yang setelah itu akan terjadi aktivasi
prekursor IL1β dan IL18, kemudian menjadi sitokin aktif. Pada gangguan
psikososial yang disebut sebagai sterile stressors, akan terjadi aktivasi
endogenous damage-associated molecular patterns (DAMPs), seperti heat shock
protein (HSPs), asam urat, high mobility group box 1 (HMGB1), dan beberapa
jenis molekul stres oksidatif lainnya.

C. Etiologi Depresi
Menurut (Dirgayunita, 2016) Depresi disebabkan oleh kombinasi beberapa
faktor antara lain :
1. Faktor biologi
Beberapa penelitian gangguan mood melibatkan patologik dan system
limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus. Dalam penelitian
biopsikologi , norepinefrin dan serotin merupakan dua neurotransmiter yang
paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Pada wanita, perubahan
hormone di hubungkan dngan kelahiran anak dan menopause juga dapat
meningkatkan terjadinya resiko depresi. Penyakit fisik yang berkepanjangan
sehingga mnyebabkan stress dan juga dapat menyababkan depresi.
2. Faktor psikologis/kepribadian
Individu yang dependen, memiliki harga diri yang rendah, tidak asertif, dan
menggunakan ruminative coping. Nollen- Hoeksema & Girgus juga
menyatakan bahwa ketika seorang merasa terttekan akan cenderung focus
pada tekanan yang mereka rasa dan scara pasif merenung dari pada
megalihkan atau melakukan aktivitas untuk mribah situasi.
Pemikiran irasional yaitu pemikiran yang salah dalam berfikir seprti
menyalahkan diri sendiri atas keidak beruntungan . sehingga indivudu yang
mengalami depresi cenderung menganggap bahwa dirinya tidak dapat
mengendalikan lingkungan dan kondisi lainnya.
3. Faktor social
 Kejadian tragis sperti kehilangan ssorang atau kehilangan dan
kegagalan pekerjaan.
 Paska bncana
 Melahirkan
 Masalah keuangan
 Ketergantungan trhadap narkoba atau alcohol
 Trauma masa kecil
 Fakor usia dan gender

D. Patofisiologi dan Patogenesis Depresi


1. Hipotesis amina biogenik: penurunan kadar neurotransmitter norepinefrin,
serotonin (5-HT) dan dopamine dalam otak dapat menyebabkan depresi
2. Hipotesa biogenik amina perubahan postinaptik dalam sensitivitas reseptor:
penelitina telah menunjukkan bahwa desensitisasi atau downregulation
norepinefrin atau reseptor 5-HT 1A dapat berhubungan dengan timbulnya
efek antidepresan: penurunan level otak neurotransmitter norepinefrin,
serotonin (5-HT) dan dopamine dapat menyebabkan depresi.
3. Hipotesis disregulasi: Teori ini menekankan kegagalan regulasi homeostatik
sistem neurotransmitter, daripada peningkatan atau penurunan absolut dalam
aktivitasnya. Antidepresan yang efektif dapat mengembalikan regulasi yang
efisien
4. Hipotesis 5-HT / norepinefrin: Teori ini menunjukkan bahwa aktivitas 5-HT
dan norepinefrin terkait, dan bahwa sistem serotonergik dan noradrenergik
terlibat dalam respons antidepresan
5. Peran dopamin: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
aktivitas dopamin di jalur mesolimbik berkontribusi terhadap aktivitas
antidepresan
6. Faktor gangguan otak dari ekspresi neurtropik otak dalam hipokampus
mungkin berhubungan dengan depresi (Dipiro, 2015).

Patogenesis gangguan mood terkait dengan proses neurobiologis tertentu, dasar-


dasar neurobiologi depresi mungkin terkait dengan gen tertentu. Penelitian yang
menggunakan indikator tidak langsung dari fungsi otak, seperti kadar metabolit
monoamineatau kortisolurin, plasma, atau CSF, dan juga dikembangkan
penelitian tentangtranslasi dari transkrip gen dan proteomik. Hipotesis di
neurotropikdari tingkatdepresi dinyatakan bahwa depresi dapat disebabkan oleh
turunnya sintesis protein yang terlibat dalam neurogenesis dan plastisitas
sinaptik.kemungkinan cacat dalam transduksi sinyal dari reseptor monoamina
dalam depresi adalah gen target untuk faktor neurotropik yang diturunkan dari
otak (BDNF).Stres dapat menurunkan level 5HT dan dapat meningkat secara
akut, kemudian secara kronis berkurang, baik NE dan DA. Perubahan
neurotransmiter monoamine bersama dengan jumlah BDNF yang kurang dapat
menyebabkan atrofi dan kemungkinan apoptosis neuron yang rentan di
hippocampus dan area otak lainnya seperti prefrontal korteks. Konsep tentang
atrofi hippocampal yang telah dilaporkan berkaitan dengan stres kronis dan
depresi mayor.

E. faktor resiko Depresi


Menurut (Rosyanti,dkk 2018) faktor yang meningkatkan resiko seseorang
untuk mengembangkan depresi meliputi usia (onset awal lebih umum terjadi
pada dewasa muda dari pada dewasa tua),status sisi ekonomi (orang yang dengan
taraf sisi ekonomi yang lebih rendah memiliki sisi resiko yang lebih besar
dibandingkan dengan mereka yang taraf lebih baik) dan status pernikahan orang
yang berpisah bercerai memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang menikah atau tidak pernah menikah). Wanita memiliki
kecenderungan 2 kali lipat lbih besar dari pada pria untuk mengalami depresi
mayor . meski perbedaan hormonal atau perbedaan biologis lainnya yang terkait
dengan gender atau kemungkinan berpengaruh namun disukusi panel yang
diselenggarakan oleh Amrican Psychological Association (APA) menyatakan
bahwa perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyaknya jumlah
stess yang di hadapi wanita dalam kehidupan kontemporer. Diskusi panel
tersebut menyimpulkan bahwa wanita lebih cenderung dari pada pria untuk
menghadapi faktor-faktor kehidupan yang pebuh tekanan seperti penganiaan fisik
dan eksual, kemiskinan, orang tua tunggal, dan deskriminasi gender. Pria dan
wanita dengan gangguan tersebut tidak berbeda secara signifikan dalam hal
kecenderungan untuk kambuh kembali,frekuensi kambuh,keparahan / durasi
kambuhatau jarak waktu untuk kambuh pertama kali.
F. klasifikasi Depresi
Menurut (Tedjamulja,andi surya,2019). berdasarkan tingkat penyakitnya, depresi
dibagi menjadi:
 Mild depression/minor depression dan dysthymic disorder Pada depresi ringan,
mood yang rendah datang dan pergi dan penyakitnya datang setelah kejadian
stressfull yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan juga tidak bersemangat.
Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (dystymic disorder). Depresi
ini menimbulkan gangguan minor depression ringan dalam jangka waktu yang
lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. Gejala depresi ringan ada
gangguan distimia dirasakan minimal jangka waktu dua tahun.
 Moderate depression Pada depresi sedang, mood yang rendah berlangsung
terus dan individu mengalami simptom fisik walaupun berbeda-beda tiap
individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk
mengatasinya.
 Severe depression/major depression Depresi berat adalah penyakit tingkat
depresinya parah. Individu mengalami gangguan kemampuan untuk bekerja,
tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk
mendapatkan bantuan medis secepat mungkin.

G. tanda/gejala dan diagnosa Depresi


tanda dan gejala adanya perasaan depresi yang muncul di sebagian besar
waktu, bahkan hampir setiap hari, adanya penurunan minat dan kesenangan di
hampir sebagian besar kegiatan dan hampir setiap hari, adanya perubahan berat
badan atau nafsu makan yang signifikan, adanya perubahan tidur: menjadi
insomnia atau hipersomnia,adanya perubahan aktivitas,merasa kelelahan dan
kehilangan energi, munculnya perasaan bersalah atau tidak berharga yang
berlebihan dan sebenarnya tidak pantas muncul, mengalami penurunan
konsentrasi, dan memiliki pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut
mati), adanya keinginan bunuh diri berulang tanpa rencana spesifik, usaha bunuh
diri, atau rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri. Gejala depresi ini muncul
dalam berbagai perilaku, ada yang menunjukkan tidak bersemangat ketika di
sekolah, tidak mau berinteraksi dengan teman-teman sebaya, menangis tanpa
sebab, ataupun menjadi sangat sensitif dan mudah marah. gejala yang
dimuculkan adalah adanya mood depresi atau anhedonia, banyaknya keluhan
somatik, atau perubahan perilaku seperti bullying, agresi, atau menarik diri dari
lingkungan sosialnya. Oleh karena perilaku yang ditunjukkan tidak memiliki
kekhasan tertentu, seringkali gejala depresi ini tidak terdeteksi oleh orang-orang
di sekitar remaja. Orangtua, keluarga, ataupun teman seringkali tidak peka
terhadap perubahan yang ditunjukkan oleh remaja yang mengalami depresi
(Dianovinina,K.2018).
H. prognosis-monitoring depresi
Prognosis untuk pasien depresi pada lansia tidaklah berbeda jauh dengan remaja.
Bila ditangani dengan baik dan cepat, lansia-lansia tetap dapat sembuh dan
berfungsi dengan baik lagi, sedangkan pada hasil terapi yang kurang memuaskan
biasanya disebabkan oleh penyakit kronik dan episode awal depresi yang kurang
baik. Biasanya kematian tidak berhubungan langsung dengan depresinya, tetapi
karena kelainan vaskuler (pembuluh darah) dan gangguan paru. Bagi para lansia,
peran keluarga sangatlah penting karena mereka adalah orang-orang yang
memiliki ikatan batin yang kuat dengan lansia. Keluarga dapat menjadi
pendukung bagi mereka. Juga bila kita dapat memberikan perawatan yang sangat
baik kepada lansia-lansia di sekitar kita (Tania. E. 2015).
Terapi gangguan depresi memerlukan peran serta individu yang bersangkutan,
keluarga maupun praktisi medis dan para medis yang professional. Dilihat dari
tingginya angka penderita dan akibat gangguan depresi maka gangguan ini perlu
mendapat perhatian dari semua pihak. Apoteker dengan pelayanan
kefarmasiannya dapat berperan serta mengidentifikasi gejala gangguan depresi,
memberikan konseling tentang terapi yang dipakai, obat yang dikonsumsi,
monitoring efek samping obat yang dikonsumsi penderita (Prasetyaningrum. E.
dkk. 2018).
I. Tatalaksana terapi depresi (Terapi farmakologi dan non farmakologi)

Ada tiga fase pengobatan untuk pasien dengan MDD:

a. fase akut berlangsung sekitar 6 hingga 12 minggu di mana tujuannya adalah


remisi (yaitu, tidak adanya gejala);
b. fase kelanjutan yang berlangsung 4 hingga 9 bulan setelah remisi dicapai, di
mana tujuannya adalah untuk menghilangkan gejala residual atau mencegah
kekambuhan (yaitu, kembali gejala dalam 6 bulan remisi); dan
c. fase pemeliharaan berlangsung setidaknya 12 hingga 36 bulan di mana
tujuannya adalah untuk mencegah kekambuhan (yaitu, episode depresi yang
terpisah).

Durasi terapi antidepresan tergantung pada risiko kekambuhan. Risiko


kekambuhan meningkat ketika jumlah episode terakhir meningkat. Beberapa
peneliti merekomendasikan terapi perawatan seumur hidup untuk orang-orang
dengan risiko terbesar untuk kambuh (orang lebih muda dari 40 tahun dengan
dua atau lebih episode sebelumnya dan orang-orang dari segala usia dengan
tiga atau lebih episode sebelumnya). Pendekatan alternatif adalah untuk
mengobati setidaknya 2 tahun pada pasien yang dianggap berisiko tinggi
untuk kambuh. Keputusan untuk “kapan” dan “bagaimana” untuk
mengurangi/menghentikan rejimen antidepresan selalu akan tergantung pada
variabel spesifik pasien dan obat.

a. Terapi farmokologi
Menurut (Faizah,Yanu,dkk.2018). Antidepresan dapat meningkatkan
suasana hati sehingga pasien lebih mudah diterapi dengan psikoterapi dan dapat
menurunkan gejala dengan cepat. Antidepresan terdiri dari beberapa macam
golongan antara lain trisiklik (TCAs), Selective and Serotonin Antidepressants (SSRI),
Serotonon-norepinefrin reuptake inhibitors (SNRIs), Mono Amin Oksidase Inhibitor
(MOAI), 5-HT2 reseptor antagonist dan heterosiklik.
(Sumber: DiPiro et al. 2017: 3030).

Antidepresan dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk episode


depresi sedang hingga berat, 3 dan dapat diklasifikasikan dalam beberapa
cara, termasuk oleh struktur kimia dan mekanisme aktivitas antidepresan.
Meskipun hubungan antara mekanisme kerja obat dan respon antidepresan
yang diduga adalah lemah, klasifikasi ini memiliki keuntungan didasarkan
pada farmakologi yang mapan dan dengan jelas menjelaskan beberapa efek
samping yang umum, tetapi diharapkan, yang merugikan. Dokter yang
berpengetahuan luas dapat menggunakan fakta-fakta ini untuk menyesuaikan
perawatan dengan kebutuhan masing-masing pasien dan dengan demikian
mengoptimalkan hasil perawatan.

Studi telah menemukan bahwa antidepresan memiliki kemanjuran


yang setara pada kelompok pasien ketika diberikan dalam dosis yang
sebanding. Karena seseorang tidak dapat memprediksi antidepresan mana
yang akan paling efektif pada pasien individu, pilihan awal dibuat secara
empiris. Faktor-faktor yang sering mempengaruhi pilihan antidepresan
termasuk riwayat respons pasien, riwayat respons antidepresan keluarga,
penyakit dan obat medis bersamaan pasien, menghadirkan gejala (misalnya,
kelelahan dibandingkan dengan insomnia), potensi interaksi obat-obat, efek
samping profil, preferensi pasien, dan biaya obat. Meskipun patofisiologi
depresi berat tetap sulit dipahami, dokter sekarang dapat memilih dari
beberapa terapi obat yang disetujui dengan anggapan mekanisme aksi yang
berbeda. Kegagalan menanggapi satu kelas antidepresan atau satu obat
antidepresan dalam suatu kelas tidak memprediksi respons yang gagal
terhadap kelas obat lain atau obat lain dalam kelas yang sama. Sekitar 50%
hingga 60% pasien dengan berbagai jenis depresi membaik dengan terapi obat
akut, dibandingkan dengan sekitar 30% hingga 40% yang membaik dengan
plasebo.

b. Terapi non farmakologi


Menurut (Dirgayunita,A,2016). Depresi dapat ditangani dengan perubahan
pola hidup, terapi psikologi, dan dengan pengobatan (obat
antiretroviral/ARV). Dilarang keras mengomati diri sendiri dengan alkhohol,
merokok yang berlebihan dan narkoba, karena zat yang terkandung di
dalamnya dapat meningkatkan gejala depresi dan menimbulkan masalah lain.
Berikut beberapa cara penanganan depresi dengan terapi non farmakologi :
1. Perubahan pola hidup
a. Berolahraga Orang yang menderita depresi mengalami stress,
kecemasan, galau, kebingungan dan kegelisahan yang berlarut – larut.
Hal ini disebabkan oleh pikiran dan perasaan yang negatif. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan pikiran dan perasaan
positif yang dapat menghalangi munculnya mood negatif adalah dengan
berolahraga
b. Mengatur pola makan Simptom depresi dapat diperparah oleh
ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh, yaitu:
1) Konsumsi kafein secara berkala
2) Konsumsi sukrosa (gula)
3) Kekurangan biotin, asam folat, vitamin B, C, kalsium, magnesium
atau kelebihan magnesium dan tembaga
4) Ketidakseimbangan asam amino
5) Alergi makanan
c. Berdoa
Beberapa orang mempunyai kecenderungan untuk berpaling dari agama
dalam memperoleh kekuatan dan hiburan. Dengan berdoa seseorang
melakukan dan mengucap rasa syukur kepada Tuhan YME.
d. Memiliki keberanian untuk berubah
Penderita depresi harus memiliki keberanian untuk melewati kegelapan
menuju terang, keberanian untuk berubah.
e. Rekreasi
Berjalan-jalan di tempat yang asri, menyejukkan agar tubuh dan pikiran
menjadi lebih rileks dan nyaman. Selain itu, melakukan aktivitas yang
menjadi minat sebelumnya seperti, membaca buku, memasak,
memancing dll yang bisa membuat penderita menjadi rileks dan
nyaman.

2. Terapi psikologi
a. Terapi Interpersonal Bantuan psikoterapi bisa dilakukan oleh psikolog
dalam jangka pendek yang berfokus kepada hubungan antara orang-
orang dengan perkembangan symptom gangguan kejiwaan.
b. Konseling kelompok dan dukungan sosial Mengunjungi tempat
layanan bimbingan konseling. Pelaksaan wawancara konseling yang
dilakukan antara seorang konselor professional dengan beberapa
pasien sekaligus dalam kelompok kecil.
c. Terapi humor Profesional medis yang membantu pasien untuk
mempertahankan sikap mental yang positif dan berbagai tawa
merespons psikologis dari tertawa termasuk meningkatkan pernafasan,
sirkulasi, sekresi hormone, enzim pencernaan, dan peningkatan
tekanan darah.
d. Terapi Kognitif (CBT) Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada
proses berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan emosional
dan psikologi klien. Pendekatan ini akan berupaya membantu klien
mengubah pikiran-pikiran atau pernyataan diri negatif dan keyakinan-
keyakinan pasien yang tidak rasional. Fokus dalam teori ini adalah
mengganti cara-cara berfikir yang tidak logis menjadi logis.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
Depresi adalah gangguan emosional atau suasana hati yang buruk yang ditandai
dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus harapan, perasaan bersalah dan
tidak berarti. Sehingga seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan
berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dalam
kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal.
Individu yang mengalami depresi pada umumnya menunjukkan gejala fisik,
gejala psikis, dan gejala sosial yang khas. Depresi disebabkan oleh kombinasi
beberapa faktor, yaitu faktor biologi, faktor psikologis/kepribadian dan faktor
sosial. Dimana ketiga faktor tersebut dapat saling mempengaruhi satu dengan
yang lainnya.

B. Saran
Diharapkan mahasiswa dapat lebih memahami mengenai materi yang
disajikan yaitu depresi.
DAFTAR PUSTAKA

Dianovinina,K.2018. Depresi pada Remaja: Gejala dan Permasalahannya. Jurnal

Psikogenesis, Volume 6, No.1, Juni 2018.

Dirgayunita aries,2016,Depresi : cirri penyebab dan cara penanganannya,sekolah


tinggi agama islam muhamadiyah porbolinggo.

Faizah, Yanu, dkk. 2018. Uji Aktivitas Minyak Ikan sebagai Antidepresan pada
Depresi Kronik secara In Vivo. Farmasi ; Universitas Hang Tuah

DiPiro et al. (2017). Pharmacotherapy A Pathophysiology Approach Tenth Edition.


McGraw Hill Education.

Febyan, Sri,dkk. 2019, Role of Cytokines in Stressful Condition as A Trigger for A


Depression, Fakultas Kedokteran; Universitas Kristen Krida Wacana.

Prasetyaningrum. E. dkk. 2018. Kajian Obat Fluoxetin Dan Sentralin Pasien Depresi
Berat Di Instalasi Rawat Inap RSJD Dr. Aminogondohutomo Provinsi Jawa
Tengah Periode Juli-Desember 2016. ISSN 2528-5912.

Rosyanti lilin dkk, 2018, memahami gangguan depresi mayor (major depressive
disorder). Jurusan keperawatan poltekes kendari.

Tania. E. 2015. Depresi Pada Lansia Yang Menjadi Caregiver Pasien Pasca-Stroke.
FK Ukrida

Tedjamulja, Andi.2019, Pusat rehabilitasi kaum milenial depresi di jagakarsa, ISSN


2685-5631, Vol. 1, No. 2.
Utami. W, Ayu. Dkk. Hubungan Kemungkinan Depresi dengan Kualitas Hidup pada
Lanjut Usia di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo
Padang. Jurnal Kesehatan Andalas 2018 7(3).

Anda mungkin juga menyukai