PEBDAHULUAN
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas
a. Membantu Puskesmas meningkatkan angka kepatuhan penderita hipertensi
untuk teratur berobat dalam rangka meningkatkan angka capaian PIS-PK.
b. Membantu Puskesmas mengidentifikasi penyebab ketidakpatuhan penderita
hipertensi dalam berobat secara teratur.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.2
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Hipertensi essensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya (90%).
2. Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan (10%), antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakir
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain-lain.2
2.1.3 Patofisiologi
Sebagian besar hipertensi (>90%) tidak diketahui penyebabnya. Ada beberapa
mekanisme yang ikut serta dalam kontrol tekanan darah seperti tampak pada alur
berikut : 2
5
Gambar 2.1 Patofisologi Tekanan Darah
6
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria
mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun,
setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan
meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, hipertensi pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan pria, akibat faktor hormonal. Menurut
Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi pada perempuan sedikit lebih tinggi
dibandingkan pria.2
c. Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer (esensial).
Tentunya faktor lingkungan lain ikut berperan. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.2
2. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah
Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi
antara lain merokok, diet rendah serat, konsumsi garam berlebih, kurang aktifitas
fisik, berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol, dislipidemia, dan
stres.2
a. Kegemukan (Obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter.
Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah
penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh
lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang
gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya
normal. Sedangkan pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight).2
7
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan (m)²
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT menurut WHO untuk Populasi Asia Pasifik
Indeks Masa Tubuh (kg/m2) Kategori
<18,5 Berat badan kurang
18,50-22,9 Normal
23,00-24,9 Berat badan berlebih (overweight)
25,00-29,9 Obesitas derajat 1
≥30 Obesitas derajat 2
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses
aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan
adanya kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses aterosklerosis
pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung,
sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah arteri.
c. Kurang Aktifitas Fisik
Olahraga yang teratur akan membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olahraga
aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun meskipun berat badan belum
turun.2
d. Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (esensial) terjadi respon penurunan tekanan darah dengan
mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rerata yang rendah sedangkan
pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rerata lebih
tinggi.2
8
e. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan
kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting
dalam terjadinya aterosklerosis yang kemudian mengakibatkan peningkatan
tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.2
f. Konsumsi Alkohol Berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan
namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan kekentalan
darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi
menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol.
Dikatakan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila
mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.2
g. Psikososial dan Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam,
rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih
kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis
atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag.2
Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya interaksi
antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk
mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya
(biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Peningkatan
tekanan darah akan lebih menonjol pada individu yang mempunyai
kecenderungan stres emosional tinggi.2
Menurut studi Framingham, wanita usia 45-64 tahun mempunyai
sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegang, masalah rumah tangga,
tekanan ekonomi, stres harian, mobilitas pekerjaan, ansietas, dan
kemarahan terpendam. Kesemuanya itu berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah dan manifestasi klinis penyakit kardiovaskular apapun.2
9
Studi eksperimental di laboratorium binatang membuktikan bahwa,
faktor psikologis stres merupakan faktor lingkungan sosial yang penting
dalam menyebabkan peningkatan tekanan darah. Akan tetapi, stres
merupakan faktor risiko yan sulit diukur secara kuantitatif dan bersifat
spekulatif, sehingga tak mengherankan jika pengelolaan stres dalam
etiologi hipertensi pada manusia menjadi kontroversi. 2
11
8. Tempelkan steteskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan pemompa
perlahan-lahan dan dengarkan suara bunyi denyut nadi.
9. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika suatu denyut nadi
yang pertama terdengar dan tekanan darah diatolik ketika bunyi keteraturan
denyut nadi tidak terdengar.
10. Sebaiknya pengukuran dilakukan 2 kali. Pengukuran ke-2 setelah selang
waktu 5-20 menit.
11. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10 mmHg atau lebih
harus dilakukan pengukuran ke-3.
12. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan
posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.2
2. Pengukuran Tinggi Badan dengan Microtoise
1. Responden diminta untuk melepas alas kaki.
2. Responden berdiri tegak sejajar dengan garis lurus microtoise.
3. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, tangan, pantat, tumir menempel
pada dinding tempat microtoise dipasang dan tepat pada garis lurus yang
telah dibuat.
4. Pandangan responden lurus kedepan (bila perlu peganglah dagunya) dan
kedua lengan dalam posisi tergantung bebas. Bagian atas telinga dan mata
berada pada satu garis.
5. Geser microtoise kebawah sampai menyentuh bagian atas kepala
responden.
6. Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah,
lurus/bertatap muka dengan responden. Jika pengukur lebih pendek, naiklah
ke atas bangku kecil saat membaca hasil pengukuran.
7. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2
3. Pengukuran Berat Badan
1. Responden diminta untuk melepas alas kaki, mengeluarkan isi kantong
baju/celana dan tidak menggunakan pakaian yang berlebihan.
2. Minta responden untuk naik ke atas timbangan, berdiri tenang, tegak,
lengan di samping badan, melihat lurus ke depan sampai muncul angka di
kaca display uniscale.
12
3. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2
4. Penghitungan Indeks Masa Tubuh
Indeks masa tubuh adalah hasil pembagian berat badan dalam kilogram
dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (BB(kg)/TB2(m2)).2
5. Pengukuran Lingkar Pinggang
Kriteria ukuran lingkar pinggang ideal menurut WHO untuk Asia Pasifik
adalah : untuk laki-laki < 90 cm sedangkan untuk perempuan < 80 cm.
1. Gunakan pita ukur yang tidak lentur (bahan fiber glass).
2. Sebaiknya pengukur duduk di bangku di sisi responden yang berdiri.
3. Ukur titik tengah antara batas bawah tulang iga terbawah dengan tonjolan
tulang iliaka di sisi tubuh.
4. Lingkarkan pita ukur secara horisontal melalui titik tengah tersebut. Pita
ukur menempel langsung ke kulit.
5. Pengukuran dilakukan pada akhir ekspresi normal dengan kedua lengan
tergantung rileks di samping badan.
6. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2
6. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul (RLPP)
Rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) merupakan salah satu indeks
antropometri untuk menilai status kegemukan, terutama kegemukan sentral
(obesitas sentral). RLPP adalah rasio lingkar pinggang (cm) : lingkar pinggul
(cm).
Laki-laki normal : < 0,9 Perempuan normal : < 0,8
Berlebih : ≥ 0,9 Berlebih : ≥ 0,8
1. Sebaiknya pengukur duduk di bangku sisi responden yang berdiri.
2. Lingkar pinggul adalah lingkar horisontal terbesar di bawah tonjolan krista
iliaka.
3. Lingkarkan pita ukur secara horizontal.
4. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2
13
2.1.7 Tatalaksana Hipertensi
1. Modifikasi Gaya Hidup (Tatalaksana Non-Farmakologis)
Dalam guideline JNC 8, modifkasi gaya hidup tidak dibahas secara detail,
karena tetap mengacu pada modifkasi gaya hidup dalam JNC 7 dan beberapa
panduan lain : 2,4
a. Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20
mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang <94 cm untuk pria
dan <80 cm untuk wanita, indeks massa tubuh <25 kg/m2. Rekomendasi
penurunan berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga
meningkatkan aktivitas fisik.4
b. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan
buah, sayur-sayuran, dan produk susu rendah lemak dengan kandungan
lemak jenuh dan total lebih sedikit, kaya potasium dan kalsium. Dianjurkan
untuk makan buah dan sayur 5 porsi per hari karena cukup mengandung
kalium yang dapat menurunkan tekanan darah.2,4
14
2
Gambar 2.2 Modifikasi DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
15
Gambar 2.3 Pedoman Gizi Seimbang 2
16
memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum
dicoba adalah sebagai berikut : 2,4
Inisiatif sendiri
Menggunakan permen yang mengandung nikotin
Dukungan kelompok
Konsultasi/konseling ke klinik untuk berhenti merokok
17
mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade
E).4
6. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI), atau
angiotensin receptor blocker (ARB). (Moderate Recommendation - Grade B).4
7. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau calcium
channel blocker (CCB) (untuk populasi kulit hitam: Moderate Recommendation -
Grade B; untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak Recommendation - Grade C).4
8. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk
meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal
kronik dengan hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes. (Moderate
Recommendation - Grade B).4
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target
tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan,
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan dalam rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau
ARB). Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen
perawatan sampai target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak
dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketika dari daftar yang
tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien. Jika
target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat di dalam rekomendasi
6 karena kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari 3 obat, obat
antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi
mungkin diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan
strategi di atas atau untuk penanganan pasien komplikasi dan membutuhkan
konsultasi klinis tambahan. (Expert Opinion – Grade E).4
18
Gambar 2.4 Algoritma Penanganan Hipertensi JNC VIII 5
19
Gambar 2.5 Obat Antihipertensi yang direkomendasikan JNC VIII 4
20
2.2.2 Peningkatan Kepatuhan Berobat
Menurut WHO (2003) kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang
ditentukan oleh 5 (lima) faktor yang saling terkait, yaitu social ekonomi, sistem
kesehatan, faktor terapi, kondisi penyakit dan pasien. Peningkatan kepatuhan berobat
secara teratur pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa yang dinilai dari
kunjungan penderita hipertensi yang memeriksakan tekanan darah di fasilitas kesehatan
secara teratur minimal 1 kali dalam 1 bulan.6
21
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
22
Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB) 68,11%
Tabel 3.2 Lima Capaian PIS-PK Terendah Tahun 2018 di Kelurahan TLI
23
2 Keluarga sudah menjadi anggota 1. Ketidaktahuan pasien akan pentingnya Jaminan
Jaminan Kesehatan Nasional Kesehatan Nasional (JKN)
(JKN) 2. Ketidakmampuan pasien dalam membayar premi
3. Ketidakpercayaan pasien dan keluarga terhadap
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikeluarkan pemerintah
4. Rendahnya komitmen dan dedikasi pemerintah
dalam menjalankan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
3 Anggota keluarga tidak ada yang 1. Rendahnya pengetahuan pasien akan bahaya
merokok merokok
2. Tidak adanya keluhan yang dialami pasien akibat
merokok
4 Keluarga mengikuti program 1. Rendahnya pengetahuan pasien akan pentingnya
Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana
2. Rendahnya komitmen dan dedikasi petugas
kesehatan dalam mengedukasi pasien dan
keluarga akan pentingnya Keluarga Berencana
3. Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan
terhadap program Keluarga Berencana
5 Penderita gangguan jiwa 1. Rendahnya pengetahuan pasien atau keluarga
mendapatkan pengobatan dan tentang kesehatan jiwa
tidak ditelantarkan 2. Diskriminasi yang terjadi di keluarga dan
masyarakat pada pasien dengan gangguan jiwa
3. Rasa malu yang dialami keluarga jika ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
4. Ketidaktahuan pasien dan keluarga akan
pentingnya pengobatan secara teratur
5. Rendahnya komitmen dan dedikasi petugas
kesehatan dalam mengedukasi pasien dan
keluarga akan pentingya pengobatan secara
teratur pada pasien gangguan jiwa
24
3.1.2 Prioritas Masalah
Setelah melakukan identifikasi masalah-masalah yang ada di Puskesmas
Pasundan dari Capaian PIS-PK Tahun 2018 di dapat beberapa masalah yaitu :
1. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
2. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
3. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
4. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
5. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
Penentuan prioritas masalah kesehatan perlu dilakukan untuk menentukan
masalah kesehatan mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari masalah
kesehatan lainya. Untuk penentuan prioritas masalah kesehatan yang ada dilakukan
menggunakan Analisis USG dengan mempertimbangkan kriteria berikut :
25
merokok
4 Keluarga mengikuti program Keluarga 4 4 3 11
Berencana (KB)
5 Penderita gangguan jiwa mendapatkan 3 3 3 9
pengobatan dan tidak ditelantarkan
26
menjadi anggota Kesehatan serius yang membutuhkan biaya besar
Jaminan Kesehatan Pemerintah Bertambahnya beban tenaga medis dalam
Nasional (JKN) (GO) mengupayakan kesehatan yang optimal
pada pasien yang tidak memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)
Pemerintah harus menanggung biaya
kesehatan yang besar akibat rendahnya
masyarakat yang memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)
3 Rendahnya capaian Keluarga/Pasien Besarnya biaya rumah tangga yang habis
anggota keluarga Jasa Fasilitas akibat membeli rokok dalam jangka panjang
yang tidak merokok Kesehatan Pasien mengalami komplikasi penyakit
27
pengobatan dan tidak Pemerintah Bertambah besarnya beban pemerintah
ditelantarkan (GO) dalam mengatasi akibat ketidakpatuhan
pengobatan pada penderita gangguan jiwa
28
3.1.3 Fish Bone
Waktu pengukuran TD
tidak tepat misalnya
sesaat setelah senam
Diagnosis dan
Pemasangan manset
Method (Proses) monitoring hipertensi
yang tidak tepat
yang tidak akurat
Pengunaan tensimeter
digital yang jarang di
kalibrasi
Kurangnya
Rendahnya komitmen
pengetahuan atau
petugas kesehatan
pembaharuan ilmu
Mitos/kepercayaan
Environment yang salah yang
(Linkungan) berkembang di
masyarakat
29
3.1.4 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
Tabel 3.6 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
No Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
1 Identifikasi masalah Melihat cakupan PIS-PK di Puskesmas
Pasundan Samarinda tahun 2018
2 Menentukan dan mengumpulkan Menentukan RT yang cakupan kepatuhan
subjek yang akan dijadikan sampel penderitanya paling rendah dengan jumlah
penderita yang cukup banyak, yaitu RT 31
Kelurahan Jawa
3 Menentukan bahan yang dibutuhkan Mencari bahan yang dibutuhkan dan poin-
dan poin-poin yang perlu poin yang perlu dicantumkan dalam buku
dicantumkan dalam buku kontrol kontrol kepatuhan berobat penderita
kepatuhan berobat penderita hipertensi melalui internet dan buku
hipertensi
4 Pembuatan buku kontrol kepatuhan Mempersiapkan buku kontrol kepatuhan
berobat penderita hipertensi berobat penderita hipertensi
5 Melakukan pemberian buku kontrol Buku kontrol kepatuhan berobat penderita
kepatuhan berobat penderita hipertensi diberikan kepada pasien
hipertensi hipertensi dan diinstruksikan untuk dibawa
kembali setiap kali berobat atau control
6 Monitoring dan evaluasi Menilai perubahan kepatuhan berobat
penderita hipertensi secara teratur setelah
pemberian buku kontrol kepatuhan berobat
30
3.2 Konsep Penelitian
31
BAB IV
METODE MINI PROJECT
1. Kriteria Inklusi
a. Semua penderita hipertensi yang ada di RT 25 dan 26 Kelurahan Jawa
32
2. Kriteria Eksklusi
a. Penderita hipertensi yang menenuhi kriteria inklusi tapi tidak hadir untuk
kontrol
Evaluasi
Melakukan
Menilai penilaian
pemberian
kepatuhan perubahan
Mencari Buku Kontrol
penderita kepatuhan
data KK RT Pembuatan Berobat
hipertensi di Mengumpulkan berobat
25 dan 26 Buku Kontrol sekaligus
RT 25 dan warga RT 31 secara rutin
Kel Jawa di Berobat mensosialisasi
26 dalam setelah
PIS-PK kan tujuan
berobat diberikan
dan dan
rutin buku kontrol
manfaatnya
berobat
34
4.6 Jadwal Kegiatan
Februari
Maret 2019 April 2019
No Kegiatan 2019
III IV I II III IV I II III IV
1 Membuat SPO v
4 Sosialisasi pelaksanaan v v
6 Presentasi hasil v v
35
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Frekuensi (orang)
5%
Pertengahan (45-59
28% tahun)
Lanjut Usia (60-74 tahun)
Dari tabel dan diagram di atas didapatkan 5 orang (28%) berusia 45-59 tahun; 12
orang (67%) berusia 60-74 tahun; dan 1 orang (5%) berusia 75-90 tahun dimana jumlah
terbanyak penderita hipertensi berada pada usia pertengahan (60-74) tahun yaitu 12
orang.
36
10
9
8
7
6
5
(45-59 tahun)
4
(60-74 tahun)
3
2 (75-90 tahun)
1
0
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Sebelum Berobat Pada Berobat Pada
Menerima Buku Pertemuan Pertemuan Kedua
Kontrol Pertama
Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan usia penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah usia (60-
74) tahun yaitu 4 orang (50%); pada pertemuan kedua ada 12 orang penderita hipertensi
yang berobat teratur dan usia penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin
berobat adalah usia (60-74) tahun yaitu 9 orang (75%) berusia 60-74 tahun; dan pada
pertemuan ketiga ada 10 orang penderita hipertensi yang berobat teratur dan usia
penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah usia (60-74) tahun
yaitu 6 orang (60%).
37
Karakteristik Jenis Kelamin
39%
Laki-Laki
Perempuan
61%
Dari tabel dan diagram di atas didapatkan karakteristik jenis kelamin pada
penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa yaitu 7 orang (39%) laki-laki dan 11
orang (61%) perempuan.
4 Laki-Laki
3 Perempuan
0
Kepatuhan Berobat Kepatuhan Berobat Kepatuhan Berobat
Sebelum Menerima Pada Pertemuan Pada Pertemuan
Buku Kontrol Pertama Kedua
Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan jenis kelamin penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah
perempuan yaitu 6 orang (75%); pada pertemuan kedua ada 12 orang penderita
hipertensi yang berobat teratur dan jenis kelamin penderita hipertensi yang paling
38
banyak untuk rutin berobat adalah perempuan yaitu 8 orang (66,6%); dan pada
pertemuan ketiga ada 10 orang penderita hipertensi yang berobat teratur dan jenis
kelamin penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah perempuan
yaitu 7 orang (70%).
11%
22%
Tidak Sekolah
SD/Sederajat
SMP/Sederajat
22% SMA/Sederajat
45%
Dari tabel dan diagram di atas didapatkan 2 orang (11%) tidak sekolah; 8 orang
(45%) tamatan SD/Sederajat; 4 orang (22%) tamatan SMP/Sederajat; dan 4 orang
(22%) tamatan SMA/Sederajat.
39
4.5
4
3.5
3
2.5
Tidak Sekolah
2
SD/Sederajat
1.5
SMP/Sederajat
1
0.5 SMA/Sederajat
0
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Sebelum Berobat Pada Berobat Pada
Menerima Buku Pertemuan Pertemuan Kedua
Kontrol Pertama
Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan pendidikan terakhir penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat
adalah SD/Sederajat yaitu 3 orang (37,5%); pada pertemuan kedua ada 12 orang
penderita hipertensi yang berobat teratur dan pendidikan terakhir penderita hipertensi
yang paling banyak untuk rutin berobat adalah SD/Sederajat yaitu 4 orang (33,3%); dan
pada pertemuan ketiga ada 10 orang penderita hipertensi yang berobat teratur dan
pendidikan terakhir penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah
SD/Sederajat yaitu 4 orang (40%).
40
Karakteristik Pekerjaan
33%
IRT
50% Pensiunan PNS
Wiraswasta
17%
Dari tabel dan diagram di atas didapatkan 3 orang (17%) pensiunan PNS, 6 orang
(33%) bekerja sebagai wiraswasta, dan IRT merupakan jumlah pekerjaan terbanyak
pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa yaitu 9 orang (50%).
8
4
IRT
3 Pensiunan / PNS
2 Wiraswasta
0
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Sebelum Berobat Pada Berobat Pada
Menerima Buku Pertemuan Pertemuan Kedua
Kontrol Pertama
Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan pekerjaan penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah IRT
yaitu 5 orang (62,5%); pada pertemuan kedua ada 12 orang penderita hipertensi yang
berobat teratur dan pekerjaan penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin
berobat adalah IRT yaitu 7 orang (58,3%); dan pada pertemuan ketiga ada 10 orang
41
penderita hipertensi yang berobat teratur dan pekerjaan penderita hipertensi yang paling
banyak untuk rutin berobat adalah IRT yaitu 6 orang (60%).
12
10
Frekuensi (orang)
0
Patuh 8 12 10
Tidak Patuh 10 6 8
Dari tabel dan diagram di atas didapatkan bahwa dari total 18 orang responden
yang menderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa sebelum menerima buku kontrol
yang temasuk patuh dalam berobat teratur ada sebanyak 8 orang (44,4%), kemudian
terjadi peningkatan jumlah responden yang patuh berobat teratur setelah diberikan buku
kontrol pada saat dilakukan monitoring pada pertemuan pertama yaitu menjadi
sebanyak 12 orang (66,6%), namun terjadi penurunan kembali pada monitoring pada
pertemuan kedua yaitu menjadi sebanyak 10 orang (55,5%).
42
5.2 Pembahasan
Menurut WHO (2003) kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang
ditentukan oleh 5 (lima) faktor yang saling terkait, yaitu sosial ekonomi, sistem
kesehatan, faktor terapi, kondisi penyakit dan pasien. WHO membagi batasan usia
menjadi 4 bagian yaitu : (1) usia pertengahan : 45-59 tahun; (2) lanjut usia : 60-74
tahun; (3) lanjut usia tua : 75-90 tahun; (4) usia sangat tua : >90 tahun. Dari penelitian
ini didapatkan bahwa usia terbanyak penderita hipertensi di RT 31 berkisar dari 60-74
tahun yang berjumlah 12 orang (66,6%) dan untuk jumlah rentang usia terbanyak
penderita hipertensi yang berobat secara teraturpun mulai dari pertemuan pertama,
kedua, dan ketiga ada di rentang usia 60-74 tahun. Banyak teori mengatakan bahwa
seseorang yang berusia > 45 tahun lebih berisiko untuk mengalami hipertensi di
bandingkan usia <45 tahun. Risiko untuk mengalami hipertensi akan bertambah dengan
semakin bertambahnya usia. Riskesdas 2007 mengatakan bahwa kelompok umur >55
tahun prevalensi hipertensi mencapai >55%, prevalensi hipertensi mencapai > 55% dan
semakin bertambah banyak dengan pertambahan usia.6
Menurut Hashmi (2007), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan berobat penderita hipertensi usia, jenis kelamin, pendidikan, status sosial
ekonomi, dan penyakit kronis. Usia sangat mempengaruhi tinggat kepatuhan berobat
dan pasien lanjut usia lanjut memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan usia dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia, semakin
besar resiko mengalami hipertensi. Usia merupakan faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi. Dengan bertambahnya usia, arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan
(Staessen et al, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sugihartono dkk (2003) bahwa kejadian hipertensi berbanding lurus dengan
peningkatan usia seiring dengan pembuluh darah arteri kehilangan elastisitas atau
kelenturan seiring dengan bertambahnya usia, kebanyakan orang mengalami
peningkatan tekanan darah ketika berusia 50- 60 tahun keatas. Dari penelitian ini
didapatkan bahwa prevalensi penderita hipertensi semakin menurun dengan semakin
bertambahnya usia. Mobilitas seseorang akan semakin menurun dengan bertambahnya
usia. Penderita hipertensi yang lanjut usia/lanjut usia tua akan kesulitan untuk mobile
sehingga prevalensi penderita hipertensi ditemukan semakin rendah seiring dengan
bertambahnya usia hal ini juga akan berpengaruh dengan kepatuhan berobat secara
teratur. Nursalam (2002) menyatakan bahwa semakin cukup usia seseorang, tingkat
43
kematangan dan kemampuan seseorang dalam berfikir akan lebih baik. Namun
demikian tingkat kematangan dan berfikir seseorang juga dapat dipengaruhi oleh
pengalaman dan informasi-informasi dalam kehidupan sehari-hari.7-9
Laki-laki mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah seperti
merokok, bergadang, stress kerja akan tetapi setelah memasuki menopause, prevalensi
hipertensi pada perempuan meningkat. Namun menurut Riskesdas 2007, prevalensi
hipertensi pada perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan pria. Pada penelitian ini
didapatkkan bahwa perempuan lebih banyak yang menderita hipertensi yaitu sebanyak
11 orang (61%) dan untuk jenis kelamin terbanyak penderita hipertensi yang berobat
secara teraturpun mulai dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga adalah perempuan.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Azlin et al (2007) bahwa jenis kelamin
merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat dan kepatuhan pasien
perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Jenis kelamin perempuan memang lebih
dominan dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dapat dihubungkan dengan perubahan
faktor hormonal pada tubuh perempuan yaitu terjadinya penurunan perbandingan
estrogen dan androgen yang menyebabkan peningkatan renin sehingga dapat memicu
peningkatan tekanan darah disamping itu juga peningkatan lemak dalam tubuh atau
obesitas akibat kurangnya aktifitas kaum perempuan dan lebih sering menghabiskan
waktu bersantai dirumah (Junaidi, 2010). Akan tetapi menurut hasil penelitian Amaral
et al (2015) mengatakan bahwa perempuan lebih patuh berobat hipertensi dibandingkan
dengan laki-laki walaupun dari hasil statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.10-12
Dari penelitian ini didapatkan tingkat pendidikan terakhir penderita hipertensi
bervariasi mulai dari tidak bersekolah sampai tamatan SMA/Sederajat akan tetapi
pendidikan terakhir yang paling banyak pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan
Jawa adalah tamatan SD/Sederajat yaitu 8 orang (45%) dan untuk pendidikan terakhir
terbanyak penderita hipertensi yang berobat secara teraturpun mulai dari pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga tamatan SD/Sederajat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan
rendah cenderung untuk patuh berobat hipertensi sehingga mempunyai kontradiktif
dengan hasil penelitian yang dikemukan oleh Sugihartono dkk (2003) bahwa tingkat
44
pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam
menerapkan perilaku hidup sehat, terutama mencegah penyakit hipertensi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan seseorang
dalam menjaga pola hidup agar tetap sehat.8
Sejalan dengan pendapat Sugihartono menurut Nursalam (2002) bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang
berpendidikan tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan akan memiliki
pengetahuan yang lebih baik dari pada seseorang yang berpendidikan rendah sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan berobat.8,9
Selaras dengan Nursalam Menurut Mubarak, dkk (2006) bahwa pendidikan akan
menetukan tingkat pengetahuan seseorang apakah dia akan patuh atau tidak patuh
terhadap pengobatan yang sedang dijalani akan menimbulakn keyakinan/perilaku pada
dirinya untuk mematuhinya. Dengan adanya perbedaan tingkat pendidikan secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Sudut
pandang dan penerimaan klien terhadap tindakan-tindakan pengobatan yang
diterimanya akan mempengaruhi sikap dokter atau perawat sebagai pemberi pelayanan
dalam menyampaikan informasi kepada klien yang tentunya disesuaikan dengan tingkat
pendidikan yang dimilikinya.9
Dari penelitian ini didapatkan pekerjaan penderita hipertensi yang paling
banyak pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa adalah IRT yaitu 9 orang
(50%) dan untuk jenis pekerjaan terbanyak penderita hipertensi yang berobat secara
teraturpun mulai dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga adalah IRT. Berdasarkan
hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa pendidikan penderita bukan merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi akan
tetapi tersedianya waktu luang yang menyebabkan penderita patuh berobat sesuai
dengan waktu yang ditentukan disamping juga mayoritas pekerjaan responden di lokasi
penelitian adalah sebagai ibu rumah tangga.
45
memonitoring dan mengevaluasi kepatuhan berobat secara teraturnya sedikit
lebih sulit
2. Pelaksanaan pertemuan untuk monitoring dilakukan pada pagi hari sehingga
beberapa sampel penelitian yang memiliki pekerjaan di pagi hari tidak dapat
hadir
46
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Prevalensi usia penderita hipertensi ditemukan paling banyak pada usia 60-74
tahun yaitu 12 orang (67%).
2. Prevalensi jenis kelamin penderita hipertensi pada perempuan sebanyak 11 orang
(61%) dan perempuan (48,8%) hampir sama.
3. Prevalensi tingkat pendidikan penderita hipertensi ditemukan paling banyak pada
tamatan SD/Sederajat yaitu 8 orang (45%).
4. Prevalensi pekerjaan penderita hipertensi ditemukan paling banyak pada tamatan
SD/Sederajat yaitu 8 orang (45%).
5. Prevalensi kepatuhan responden dalam berobat secara teratur sebelum menerima
buku kontrol berobat ada sebanyak 8 orang (44,4%), kemudian terjadi
peningkatan jumlah responden yang patuh berobat teratur setelah diberikan buku
kontrol pada saat dilakukan monitoring ke-1 ada sebanyak 12 orang (66,6%),
namun jumlah responden yang patuh berobat teratur setelah diberikan buku
kontrol pada saat dilakukan monitoring ke-2 sedikit mengalami penurunan dari
sebelumnya yaitu ada sebanyak pengobatan 10 orang (55,5%).
6.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memonitoring responden yang ada
dengan jangka waktu yang lebih lama lagi diiikuti dengan follow up dan
menggali faktor-faktor yang menyebabkan angka kepatuhan penderita
hipertensi untuk berobat teratur masih cukup rendah.
2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan jumlah sampel lebih banyak lagi dan
karakteristik yang lebih beragam dan juga dilakukan pada hari libur atau sore
hari sehingga bagi beberapa responden yang bekerja pada pagi hari dapat hadir.
3. Pada penelitian berikutnya diharapkan dalam memonitoring buku kontrol
berobat peneliti melibatkan keluarga dan terutama juga kader yang ada di RT
terkait
47
DAFTAR PUSTAKA
48
Lampiran 1 Dokumentasi
Mensosialisasikan tujuan dan manfaat dari buku kontrol berobat teratur pada
penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa
49
Lampiran 2 Data Sampel Penelitian
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Berobat Berobat
Jenis Pendidikan Sebelum Pada Pada
No Usia
Kelamin Terakhir Menerima Pertemuan Pertemuan
Buku Pertama Kedua
Kontrol
001 62 L SMA Patuh Patuh Patuh
002 63 L SD Patuh Patuh Tidak Patuh
003 76 P Tidak Sekolah Patuh Patuh Patuh
004 61 P SD Patuh Patuh Patuh
005 52 P SMA Tidak Patuh Patuh Tidak Patuh
006 64 P SD Patuh Patuh Tidak Patuh
007 58 L SMP Tidak Patuh Tidak Patuh Tidak Patuh
008 49 P SMP Patuh Patuh Tidak Patuh
009 50 P SMA Patuh Patuh Patuh
010 48 P SMA Tidak Patuh Tidak Patuh Patuh
011 65 L SMP Tidak Patuh Tidak Patuh Tidak Patuh
012 68 L SMP Tidak Patuh Tidak Patuh Tidak Patuh
013 62 P SD Patuh Patuh Patuh
014 69 P Tidak Sekolah Tidak Patuh Tidak Patuh Patuh
015 61 P SD Tidak Patuh Patuh Tidak Patuh
016 64 P SD Tidak Patuh Tidak Patuh Patuh
017 62 L SD Tidak Patuh Patuh Patuh
018 68 L SD Tidak Patuh Patuh Patuh
50