Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PEBDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan
kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar-upaya program dan sektor, serta
kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam periode
sebelumnya.1,2
Upaya pencapaian prioritas pembanguanan kesehatan tahun 2015-2019 dalam
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang
ada, baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat.
Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat, yaitu keluarga.
Pembangunan keluarga, sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya
mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Pemerintah
pusat dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui
pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar
dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Sebagai penjabaran dari amanat
Undang-Undang tersebut, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi operasional
pembangunan kesehatan melalui Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan
Keluarga.1,2
Konsep Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan
kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak hanya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan juga keluar
gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya. Keluarga sebagai fokus
1
dalam pendekatan pelaksanaan program Indonesia Sehat karena menurut Friedman
(1998), terdapat Lima fungsi keluarga, yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi
reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi pemeliharaan kesehatan.1,2
Yang dimaksud satu keluarga adalah satu kesatuan keluarga inti (ayah, ibu, dan
anak) sebagaimana dinyatakan dalam Kartu Keluarga. Jika dalam satu rumah tangga
terdapat kakek dan atau nenek atau individu lain, maka rumah tangga tersebut dianggap
terdiri lebih dari satu keluarga. Untuk menyatakan bahwa suatu keluarga sehat atau
tidak digunakan sejumlah penanda atau indikator. Dalam rangka pelaksanaaan Program
Indonesia Sehat telah disepakati adanya 12 indikator utama untuk penanda status
kesehatan sebuah keluarga. Kedua belas indikator utama tersebut adalah sebagai yaitu,
keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB), ibu melakukan persalinan di
fasilitas kesehatan, bayi mendapat imunisasi dasar lengkap, bayi mendapat air susu ibu
(ASI) eksklusif, balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan, penderita tuberkulosis
paru mendapatkan pengobatan sesuai standar, penderita hipertensi melakukan
pengobatan secara teratur, penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak
ditelantarkan, anggota keluarga tidak ada yang merokok, keluarga sudah menjadi
anggota jaminan Kesehatan Nasional (JKN), keluarga mempunyai akses sarana air
bersih, keluarga mempunyai akses atau menggunakan jamban sehat. Berdasarkan
indikator tersebut, dilakukan penghitungan Indeks Keluarga Sehat (IKS) dari setiap
keluarga. Sedangkan keadaan masing-masing indikator, mencerminkan kondisi PHBS
dari keluarga yang bersangkutan.1-3
Salah satu penyakit tidak menular yang cukup penting dalam Pendekatan
Keluarga adalah hipertensi (tekanan darah tinggi). Prevalensi hipertensi pada orang
dewasa menurut Riskesdas tahun 2013 adalah 25,8% atau sama dengan 42,1 juta jiwa.
Dari sejumlah itu baru 36,8% yang telah kontak dengan petugas kesehatan, sementara
sisanya sekitar 2/3 tidak tahu kalau dirinya menderita hipertensi. Hal ini menunjukkan
bahwa bila tidak menggunakan pendekatan keluarga, 2/3 bagian atau sekitar 28 juta
penderita hipertensi tidak akan tertangani. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa
pendekatan keluarga mutlak harus dilakukan bila kita ingin pengendalian penyakit
hipertensi berhasil.3
Berdasarkan data yang didapat dari data PIS-PK Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda tahun 2017, capaian kinerja Puskesmas Pasundan Kota Samarinda tahun
2017 berdasarkan PIS-PK masih sangat rendah terutama di kelurahan jawa yaitu,
keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (49,72 %), Penderita
2
gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan (58,33 %) , anggota
keluarga tidak ada yang merokok (61,03 %), Keluarga mengikuti program keluarga
berencana (68,11 %), dan yang memiliki angka capaian terendah adalah penderita
hipertensi melakukan pengobatan secara teratur (37,30 %). Dari beberapa RT yang ada
di kelurahan jawa didapatkan bahwa salah 1 angka capaian indikator penderita
hipertensi yang melakukan pengobatan secara teratur ada di RT 31. Beberapa alasan
yang sering sekali diutarakan oleh pasien mengenai ketidakpatuhan mereka dalam
melakukan pengobatan secara teratur yaitu mereka merasa tidak memiliki keluhan
sehingga mereka merasa tidak perlu untuk melanjutkan mengkonsumsi obat
antihipertensi, banyak dari penderita hipertensi yang mengatakan tidak tahu kapan
harus kontrol kembali ke fasilitas kesehatan yang ada dan mereka juga tidak
mengetahui perkembangan penyakit hipertensinya dikarenakan tidak ada catatan yang
dimiliki pasien mengenai perkembangan penyakitnya. Maka dari itu saya ingin
membagikan buku kontrol kepatuhan berobat pada penderita hipertensi sekaligus
melakukan penelitian tentang bagaimana pengaruh pemberian buku kontrol kepatuhan
berobat pada penderita hipertensi terhadap kepatuhan berobat secara teratur pada
penderita hipertensi khususnya di RT 31 Kelurahan Jawa.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu masalah yaitu:
1. Bagaimana gambaran kepatuhan penderita hipertensi untuk berobat secara teratur
di RT 31 Kelurahan Jawa?
2. Bagaimana gambaran perubahan kepatuhan penderita hipertensi untuk berobat
secara teratur di RT 31 Kelurahan Jawa setelah diberikan buku kontrol kepatuhan
berobat?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui gambaran kepatuhan penderita hipertensi untuk berobat di RT
31 Kelurahan Jawa dan gambaran perubahan kepatuhan penderita hipertensi
untuk berobat secara teratur di RT 31 Kelurahan Jawa setelah diberikan buku
kontrol kepatuhan berobat.

3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Puskesmas
a. Membantu Puskesmas meningkatkan angka kepatuhan penderita hipertensi
untuk teratur berobat dalam rangka meningkatkan angka capaian PIS-PK.
b. Membantu Puskesmas mengidentifikasi penyebab ketidakpatuhan penderita
hipertensi dalam berobat secara teratur.

1.4.2 Manfaat Aplikatif dan Ilmiah


a. Meningkatkan pengalaman dan keterampilan penulis dalam menganalisis
persoalan yang ada di masyarakat dan melakukan upaya intervensi.
b. Sebagai sarana pembelajaran dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang telah
diperoleh selama pendidikan kedokteran khususnya dalam bidang kesehatan
masyarakat.
c. Sebagai pemenuhan tugas dalam menjalankan program internsip dokter
Indonesia.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat


a. Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengobatan secara
teratur pada penderita hipertensi.
b. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.2

2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Hipertensi essensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya (90%).
2. Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan (10%), antara lain
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakir
kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain-lain.2

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi JNC VIII


Tekanan Darah Tekanan Darah
Kategori Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Derajat 1 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Derajat 1 ≥180 dan/atau ≥110
Hipertensi Sistolik
≥140 dan <90
Terisolasi

2.1.3 Patofisiologi
Sebagian besar hipertensi (>90%) tidak diketahui penyebabnya. Ada beberapa
mekanisme yang ikut serta dalam kontrol tekanan darah seperti tampak pada alur
berikut : 2

5
Gambar 2.1 Patofisologi Tekanan Darah

2.1.4 Faktor Risiko


Faktor risiko jipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : 2
1. Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah
Faktor risiko yang melekat pada penderita hipertensi dan tidak dapat diubah
antara lain : umur, jenis kelamin, dan genetik.2
a. Umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya
umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar. Menurut Riskesdas
2007 pada kelompok umur >55 tahun prevalensi hipertensi mencapai
>55%. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa
kenaikan tekanan darah sistolik. Kejadian ini disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar.2

6
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria
mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan, karena pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun,
setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan
meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, hipertensi pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan pria, akibat faktor hormonal. Menurut
Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi pada perempuan sedikit lebih tinggi
dibandingkan pria.2
c. Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
juga meningkatkan risiko hipertensi, terutama hipertensi primer (esensial).
Tentunya faktor lingkungan lain ikut berperan. Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi, maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya, dan bila salah satu orang tuanya
yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.2
2. Faktor Risiko Yang Dapat Diubah
Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi
antara lain merokok, diet rendah serat, konsumsi garam berlebih, kurang aktifitas
fisik, berat badan berlebih/kegemukan, konsumsi alkohol, dislipidemia, dan
stres.2
a. Kegemukan (Obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu
perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter.
Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah
penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh
lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang
gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang badannya
normal. Sedangkan pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33%
memiliki berat badan lebih (overweight).2
7
Berat Badan (kg)
IMT =
Tinggi Badan (m)²

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT menurut WHO untuk Populasi Asia Pasifik
Indeks Masa Tubuh (kg/m2) Kategori
<18,5 Berat badan kurang
18,50-22,9 Normal
23,00-24,9 Berat badan berlebih (overweight)
25,00-29,9 Obesitas derajat 1
≥30 Obesitas derajat 2
b. Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah dan merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri, zat tersebut mengakibatkan proses
aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan
adanya kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses aterosklerosis
pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung,
sehingga kebutuhan oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan risiko
kerusakan pembuluh darah arteri.
c. Kurang Aktifitas Fisik
Olahraga yang teratur akan membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Dengan melakukan olahraga
aerobik yang teratur tekanan darah dapat turun meskipun berat badan belum
turun.2
d. Konsumsi Garam Berlebihan
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus
hipertensi primer (esensial) terjadi respon penurunan tekanan darah dengan
mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3
gram atau kurang, ditemukan tekanan darah rerata yang rendah sedangkan
pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rerata lebih
tinggi.2

8
e. Dislipidemia
Kelainan metabolisme lipid (lemak) ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan
kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan faktor penting
dalam terjadinya aterosklerosis yang kemudian mengakibatkan peningkatan
tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.2
f. Konsumsi Alkohol Berlebih
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan
namun mekanismenya masih belum jelas. Diduga peningkatan kadar
kortisol, peningkatan volume sel darah merah dan peningkatan kekentalan
darah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi
menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan alkohol.
Dikatakan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila
mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.2
g. Psikososial dan Stres
Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah, dendam,
rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih
kuat, sehingga tekanan darah meningkat. Jika stres berlangsung lama, tubuh
akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis
atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau
penyakit maag.2
Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya interaksi
antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk
mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya
(biologis, psikologis, dan sosial) yang ada pada diri seseorang. Peningkatan
tekanan darah akan lebih menonjol pada individu yang mempunyai
kecenderungan stres emosional tinggi.2
Menurut studi Framingham, wanita usia 45-64 tahun mempunyai
sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegang, masalah rumah tangga,
tekanan ekonomi, stres harian, mobilitas pekerjaan, ansietas, dan
kemarahan terpendam. Kesemuanya itu berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah dan manifestasi klinis penyakit kardiovaskular apapun.2

9
Studi eksperimental di laboratorium binatang membuktikan bahwa,
faktor psikologis stres merupakan faktor lingkungan sosial yang penting
dalam menyebabkan peningkatan tekanan darah. Akan tetapi, stres
merupakan faktor risiko yan sulit diukur secara kuantitatif dan bersifat
spekulatif, sehingga tak mengherankan jika pengelolaan stres dalam
etiologi hipertensi pada manusia menjadi kontroversi. 2

2.1.5 Deteksi Dini Hipertensi


1. Deteksi Hipertensi di Masyarakat
Kegiatan skrining untuk deteksi dini hipertensi dapat dilakukan di
masyarakat melalui kegiatan kemasyarakatan seperti Posbindu PTM. Kegiatan ini
dilakukan oleh kader kesehatan yang telah dilatih. Pemeriksaan tekanan darah
dilakukan dengan tensimeter digital maupun air raksa. Monitoring tekanan darah
juga dapat dilakukan secara mandiri di rumah, sehingga tidak perlu datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan.2
Dalam melaksanakan skrining untuk mendeteksi hipertensi dan faktor
risikonya dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut : 2
a. Wawancara menggunakan kuesioner yaitu meliputi : identititas diri, riwayat
penyakit, dan riwayat anggota keluarga yang menderita hipertensi, diabetes,
penyakit jantung koroner, dislipidemia
b. Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
c. Pengukuran indeks antropometri yaitu pengukuran berat badan, tinggi
badan, lingkar pinggang, dan lingkar pinggul
d. Penghitungan IMT (Indeks Masa Tubuh)

2. Deteksi Hipertensi di Puskesmas


Pelayanan kesehatan primer seperti Puskesmas, merupakan ujung tombak
dalam pengendalian hipertensi. Bila dilaksanakan dengan baik, dapat
menurunkan angka kesakitan, komplikasi dan kematian akibat hipertensi.
Puskesmas menerima rujukan dari kegiatan kemasyarakatan seperti Posbindu.
Penilaian faktor risiko di Puskesmas idealnya dilengkapi pemeriksaan darah
untuk mengukur kadar gula, lipid, kreatinin, dan albumin urin, funduskopi seperti
rekam jantung (EKG). Dengan demikian dapat dideteksi risiko kerusakan target
organ seperti jantung, ginjal, mata, dan pembuluh perifer. Bila memungkinkan,
10
Puskesmas diharapkan dapat melakukan pemeriksaan enzim jantung untuk
mendeteksi kasus infark miokard akut.2
Skrining juga dilakukan untuk menentukan stratifikasi faktor risiko
hipertensi dan rencana penanggulangannya. Stratifikasi hipertensi ditentukan
berdasarkan : 2
a. tingginya tekanan darah,
b. adanya faktor risiko lain,
c. adanya kerusakan organ target seperti : hipertrofi ventrikel kiri,
kenaikan kadar kreatinin, mikroalbuminuria, gangguan pembuluh darah
(plak sklerotik, penebalan tunika intima-media), dan
d. adanya penyakit penyerta tertentu seperti stroke, infark miokard akut,
angina pektoris, gagal jantung, kelainan pembuluh darah perifer, dan
retinopati.

2.1.6 Metode Pemeriksaan


1. Pemeriksaan Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan menggunakan
tensimeter manual.2
Cara pengukuran tekanan darah yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Pasien duduk dengan tenang dan rileks sekitar 5 (lima) menit
2. Jelaskan manfaat rileks tersebut, yaitu agar nilai tekanan darah yang terukur
adalah nilai yang stabil.
3. Pasang manset pada lengan dengan ukuran yang sesuai, dengan jarak sisi
manset paling bawah 2,5 cm dari siku (kira-kira 2 jari) dan rekatkan dengan
baik
4. Posisikan tangan di atas meja dengan posisi sama tinggi dengan letak
jantung.
5. Bagian yang terpasang manset harus terbebas dari lapisan apapun.
6. Pengukuran dilakukan dengan tangan di atas meja dan telapak tangan
terbuka ke atas.
7. Rabalah nadi pada lipatan lengan, pompa alat hingga denyutan nadi tidak
teraba lalu dipompa lagi hingga tekanan meningkat sampai 30 mmHg di
atas nilai tekanan nadi ketika denyutan nadi tidak teraba.

11
8. Tempelkan steteskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan pemompa
perlahan-lahan dan dengarkan suara bunyi denyut nadi.
9. Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika suatu denyut nadi
yang pertama terdengar dan tekanan darah diatolik ketika bunyi keteraturan
denyut nadi tidak terdengar.
10. Sebaiknya pengukuran dilakukan 2 kali. Pengukuran ke-2 setelah selang
waktu 5-20 menit.
11. Jika perbedaan hasil pengukuran ke-1 dan ke-2 adalah 10 mmHg atau lebih
harus dilakukan pengukuran ke-3.
12. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan
posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.2
2. Pengukuran Tinggi Badan dengan Microtoise
1. Responden diminta untuk melepas alas kaki.
2. Responden berdiri tegak sejajar dengan garis lurus microtoise.
3. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, tangan, pantat, tumir menempel
pada dinding tempat microtoise dipasang dan tepat pada garis lurus yang
telah dibuat.
4. Pandangan responden lurus kedepan (bila perlu peganglah dagunya) dan
kedua lengan dalam posisi tergantung bebas. Bagian atas telinga dan mata
berada pada satu garis.
5. Geser microtoise kebawah sampai menyentuh bagian atas kepala
responden.
6. Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah,
lurus/bertatap muka dengan responden. Jika pengukur lebih pendek, naiklah
ke atas bangku kecil saat membaca hasil pengukuran.
7. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2
3. Pengukuran Berat Badan
1. Responden diminta untuk melepas alas kaki, mengeluarkan isi kantong
baju/celana dan tidak menggunakan pakaian yang berlebihan.
2. Minta responden untuk naik ke atas timbangan, berdiri tenang, tegak,
lengan di samping badan, melihat lurus ke depan sampai muncul angka di
kaca display uniscale.

12
3. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2
4. Penghitungan Indeks Masa Tubuh
Indeks masa tubuh adalah hasil pembagian berat badan dalam kilogram
dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (BB(kg)/TB2(m2)).2
5. Pengukuran Lingkar Pinggang
Kriteria ukuran lingkar pinggang ideal menurut WHO untuk Asia Pasifik
adalah : untuk laki-laki < 90 cm sedangkan untuk perempuan < 80 cm.
1. Gunakan pita ukur yang tidak lentur (bahan fiber glass).
2. Sebaiknya pengukur duduk di bangku di sisi responden yang berdiri.
3. Ukur titik tengah antara batas bawah tulang iga terbawah dengan tonjolan
tulang iliaka di sisi tubuh.
4. Lingkarkan pita ukur secara horisontal melalui titik tengah tersebut. Pita
ukur menempel langsung ke kulit.
5. Pengukuran dilakukan pada akhir ekspresi normal dengan kedua lengan
tergantung rileks di samping badan.
6. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2
6. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul (RLPP)
Rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) merupakan salah satu indeks
antropometri untuk menilai status kegemukan, terutama kegemukan sentral
(obesitas sentral). RLPP adalah rasio lingkar pinggang (cm) : lingkar pinggul
(cm).
Laki-laki normal : < 0,9 Perempuan normal : < 0,8
Berlebih : ≥ 0,9 Berlebih : ≥ 0,8
1. Sebaiknya pengukur duduk di bangku sisi responden yang berdiri.
2. Lingkar pinggul adalah lingkar horisontal terbesar di bawah tonjolan krista
iliaka.
3. Lingkarkan pita ukur secara horizontal.
4. Pencatatan dilakukan dengan ketelitian : satu angka di belakang koma (0,1
cm).2

13
2.1.7 Tatalaksana Hipertensi
1. Modifikasi Gaya Hidup (Tatalaksana Non-Farmakologis)
Dalam guideline JNC 8, modifkasi gaya hidup tidak dibahas secara detail,
karena tetap mengacu pada modifkasi gaya hidup dalam JNC 7 dan beberapa
panduan lain : 2,4
a. Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20
mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi ukuran pinggang <94 cm untuk pria
dan <80 cm untuk wanita, indeks massa tubuh <25 kg/m2. Rekomendasi
penurunan berat badan meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga
meningkatkan aktivitas fisik.4
b. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Lebih banyak makan
buah, sayur-sayuran, dan produk susu rendah lemak dengan kandungan
lemak jenuh dan total lebih sedikit, kaya potasium dan kalsium. Dianjurkan
untuk makan buah dan sayur 5 porsi per hari karena cukup mengandung
kalium yang dapat menurunkan tekanan darah.2,4

14
2
Gambar 2.2 Modifikasi DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)

c. Restriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8


mmHg. Konsumsi sodium chloride ≤ 6 g/hari (100 mmol sodium/hari) yang
setara dengan satu sendok teh kecil garam dapur. Bagi pasien hipertensi,
asupan natrium dibatasi lebih rendah lagi menjadi 3,5-4 g/hari. Walaupun
tidak semua pasien hipertensi sensitif terhadap natrium, namun pembatasan
asupan natrium dapat membantu terapi farmakologi menurunkan tekanan
darah dan menurunkan risiko penyakir kardiovaskular. asupan natrium
didapat dari berbagai sumber, antara lain: garam yang ditambahkan pada
produk olahan/industri (diasinkan, diasap, diawetkan), berbagai bahan
makanan sehari-hari, dan penambahan garam pada waktu memasak atau
saat makan.2,4

15
Gambar 2.3 Pedoman Gizi Seimbang 2

d. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg.


Lakukan aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau setiap hari
pada 1 minggu (total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi @10
menit). 4
e. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4
mmHg. Dalam memberikan edukasi kepada pasien tentang alkohol,
hendaknya dikemukakan hal-hal sebagai berikut : 2.4
 Pantang alkohol harus dipertahankan (jangan mulai minum alkohol).
 Jangan menganjurkan untuk mulai mengkonsumsi alkohol demi
alasan kesehatan.
 Batasi konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per hari dan
perempuan maksimal 1 unit per hari, jangan lebih dari 5 hari minum
per minggu. (Satu unit = setengah gelas bir (5% alkohol), 100 ml
anggur (10% alkohol), 25 ml minuman 40% alkohol).
 Sarankan pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol bila ada risiko
tambahan antara lain :
 mengemudi atau mengoperasikan mesin
 hamil atau menyusui
 minum obat yang berinteraksi dengan alkohol
 menderita gangguan medis yang dapat diperburuk oleh alkohol
 kesulitan dalam mengendalikan kebiasaan minum
f. Berhenti merokok untuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara
keseluruhan. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk

16
memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum
dicoba adalah sebagai berikut : 2,4
 Inisiatif sendiri
 Menggunakan permen yang mengandung nikotin
 Dukungan kelompok
 Konsultasi/konseling ke klinik untuk berhenti merokok

2. Pemberian Obat Anti Hipertensi (Tatalaksana Farmakologis)


Pedoman tatalaksana hipertensi menurut JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi
penanganan hipertensi yaitu sebagai berikut : 4
1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan
tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg dengan target sistolik <150 mmHg dan target diastolik <90
mmHg. (Strong Recommendation - Grade A). Pada populasi umum berusia ≥60
tahun, jika terapi farmakologis hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik
lebih rendah (misalnya <140 mmHg dan ditoleransi baik tanpa efek samping
kesehatan dan kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan. (Expert Opinion –
Grade E).4
2. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan
darah diastolik <90 mmHg (untuk usia 30-59 tahun Strong Recommendation –
Grade A; untuk usia 18-29 tahun Expert Opinion - Grade E).4
3. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk menurunkan tekanan
darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target tekanan
darah sistolik <140 mmHg (Expert Opinion – Grade E).4
4. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg
(Expert Opinion - Grade E).4
5. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau
tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140

17
mmHg dan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade
E).4
6. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide, calcium channel
blocker (CCB), angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEI), atau
angiotensin receptor blocker (ARB). (Moderate Recommendation - Grade B).4
7. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes, terapi
antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide atau calcium
channel blocker (CCB) (untuk populasi kulit hitam: Moderate Recommendation -
Grade B; untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak Recommendation - Grade C).4
8. Pada populasi berusia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya mencakup ACEI atau ARB untuk
meningkatkan outcome ginjal. Hal ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal
kronik dengan hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes. (Moderate
Recommendation - Grade B).4
9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan target
tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1 bulan perawatan,
tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari salah satu kelas yang
direkomendasikan dalam rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau
ARB). Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen
perawatan sampai target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan darah tidak
dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketika dari daftar yang
tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB bersama-sama pada satu pasien. Jika
target tekanan darah tidak dapat dicapai menggunakan obat di dalam rekomendasi
6 karena kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari 3 obat, obat
antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis hipertensi
mungkin diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat tercapai dengan
strategi di atas atau untuk penanganan pasien komplikasi dan membutuhkan
konsultasi klinis tambahan. (Expert Opinion – Grade E).4

18
Gambar 2.4 Algoritma Penanganan Hipertensi JNC VIII 5

19
Gambar 2.5 Obat Antihipertensi yang direkomendasikan JNC VIII 4

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Secara Teratur


2.2.1 Buku Kontrol Berobat
Suatu buku catatan yang berisi tentang riwayat kesehatn terutama penderita
hipertensi yang berisi poin-poin mengenai tanggal kontrol, keluhan ketika kontrol,
tekanan darah saat kontrol, terapi yang telah diberikan, pemeriksaan laboratorium yang
diperiksa saat kontrol, tanggal kontrol ulang, dan beberapa informasi mengenai
hipertensi dalam bentuk booklet dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan
penderita hipertensi dalam berobat teratur.

20
2.2.2 Peningkatan Kepatuhan Berobat
Menurut WHO (2003) kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang
ditentukan oleh 5 (lima) faktor yang saling terkait, yaitu social ekonomi, sistem
kesehatan, faktor terapi, kondisi penyakit dan pasien. Peningkatan kepatuhan berobat
secara teratur pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa yang dinilai dari
kunjungan penderita hipertensi yang memeriksakan tekanan darah di fasilitas kesehatan
secara teratur minimal 1 kali dalam 1 bulan.6

21
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir


Bagian ini menjelaskan hal yang dilakukan peneliti untuk menganalisa masalah
dan pemecahan masalah yang ditemukan di Puskesmas Pasundan, mulai dari
identifikasi masalah sampai dengan bentuk intervensi kegiatan untuk mengatasi
masalah tersebut. Adapun sistematika/alur dari proses analisa masalah sampai dengan
pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi Masalah
2. Penentuan Prioritas Masalah
3. Perumusan Masalah
4. Mencari Penyebab Masalah
5. Menetapkan Cara-cara Pemecahan Masalah
Dengan menganalisa serta membuat suatu pemecahan masalah kesehatan di
wilayah kerja Puskesmas Pasundan dengan tepat, diharapkan Puskesmas Pasundan
dapat menemukan alternatif pemecahan masalah kesehatan melalui kegiatan-kegiatan
intervensi secara efektif dan efisien, sehingga dapat membantu dalam meningkatkan
pembangunan khususnya bidang kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Pasundan Kota
Samarinda.

3.1.1 Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah dilakukan berdasarkan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Pasundan Tahun 2018.
Tabel 3.1 Lima Capaian PIS-PK Terendah Tahun 2018 di Kelurahan Jawa

Indikator PIS-PK Capaian

Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur 37,30%

Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 49,72%

Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak


58,33%
ditelantarkan

Anggota keluarga tidak ada yang merokok 61,03%

22
Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB) 68,11%

Tabel 3.2 Lima Capaian PIS-PK Terendah Tahun 2018 di Kelurahan TLI

Indikator PIS-PK Capaian

Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur 45,13%

Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 54,17%

Anggota keluarga tidak ada yang merokok 56,39%

Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB) 64,61%

Balita mendapat pemantauan pertumbuhan 70,86%

Berdasarkan Pencapaian PIS-PK di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah


yang ada di Puskesmas Pasundan yaitu :
No Indikator Kesehatan Masalah
1 Penderita hipertensi melakukan 1. Rendahnya pengetahuan pasien tentang penyakit
pengobatan secara teratur hipertensi serta pentingnya kontrol tekanan darah
secara berkala ke Fasilitas Kesehatan
2. Rendahnya kepatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat karena harus dikonsumsi
seumur hidup dan polifarmasi yang sering terjadi
3. Tidak adanya keluhan yang dirasakan pasien
4. Tidak ada catatan atau orang yang memantau
riwayat pengobatan ataupun kunjungan penderita
hipertensi untuk kontrol ke pelayanan kesehatan
baik oleh penderita sendiri maupun oleh keluarga
5. Terdapat penyakit-penyakit komorbid lain yang
mempengaruhi kepatuhan pasien dalam berobat
6. Rendahnya komitmen dan dedikasi petugas
kesehatan dalam mengedukasi pasien untuk
melakukan kontrol tekanan darah secara berkala
di Fasilitas Kesehatan

23
2 Keluarga sudah menjadi anggota 1. Ketidaktahuan pasien akan pentingnya Jaminan
Jaminan Kesehatan Nasional Kesehatan Nasional (JKN)
(JKN) 2. Ketidakmampuan pasien dalam membayar premi
3. Ketidakpercayaan pasien dan keluarga terhadap
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang
dikeluarkan pemerintah
4. Rendahnya komitmen dan dedikasi pemerintah
dalam menjalankan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
3 Anggota keluarga tidak ada yang 1. Rendahnya pengetahuan pasien akan bahaya
merokok merokok
2. Tidak adanya keluhan yang dialami pasien akibat
merokok
4 Keluarga mengikuti program 1. Rendahnya pengetahuan pasien akan pentingnya
Keluarga Berencana (KB) Keluarga Berencana
2. Rendahnya komitmen dan dedikasi petugas
kesehatan dalam mengedukasi pasien dan
keluarga akan pentingnya Keluarga Berencana
3. Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan
terhadap program Keluarga Berencana
5 Penderita gangguan jiwa 1. Rendahnya pengetahuan pasien atau keluarga
mendapatkan pengobatan dan tentang kesehatan jiwa
tidak ditelantarkan 2. Diskriminasi yang terjadi di keluarga dan
masyarakat pada pasien dengan gangguan jiwa
3. Rasa malu yang dialami keluarga jika ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
4. Ketidaktahuan pasien dan keluarga akan
pentingnya pengobatan secara teratur
5. Rendahnya komitmen dan dedikasi petugas
kesehatan dalam mengedukasi pasien dan
keluarga akan pentingya pengobatan secara
teratur pada pasien gangguan jiwa

24
3.1.2 Prioritas Masalah
Setelah melakukan identifikasi masalah-masalah yang ada di Puskesmas
Pasundan dari Capaian PIS-PK Tahun 2018 di dapat beberapa masalah yaitu :
1. Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur
2. Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
3. Anggota keluarga tidak ada yang merokok
4. Keluarga mengikuti program Keluarga Berencana (KB)
5. Penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
Penentuan prioritas masalah kesehatan perlu dilakukan untuk menentukan
masalah kesehatan mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari masalah
kesehatan lainya. Untuk penentuan prioritas masalah kesehatan yang ada dilakukan
menggunakan Analisis USG dengan mempertimbangkan kriteria berikut :

Tabel 3.3 Kriteria Penilaian USG


NILAI URGENCY SERIOUSNES GROWTH
1 Sangat penting Sangat serius Sangat berkembang

2 Cukup penting Cukup serius Cukup berkembang

3 Penting Serius Berkembang

4 Kurang penting Kurang serius Kurang berkembang

5 Sangat kurang Sangat kurang serius Sangat berkembang


penting

Prioritas masalah diurutkan berdasarkan hasil penambahan angka terbesar dari


ketiga hal tersebut (U+S+G) disusun dalam bentuk matriks pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Analisis Penetapan Prioritas Masalah


No Permasalahan Urgency Seriousnes Growth Jumlah
1 Penderita hipertensi melakukan 5 5 4 14
pengobatan secara teratur
2 Keluarga sudah menjadi anggota Jaminan 3 3 4 10
Kesehatan Nasional (JKN)
3 Anggota keluarga tidak ada yang 4 4 3 11

25
merokok
4 Keluarga mengikuti program Keluarga 4 4 3 11
Berencana (KB)
5 Penderita gangguan jiwa mendapatkan 3 3 3 9
pengobatan dan tidak ditelantarkan

Berdasarkan tabel diatas, nilai tertinggi ditetapkan sebagai prioritas masalah


kesehatan. Dengan demikian prioritas masalah di Puskesmas Pasundan adalah
Penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur.
Adapun masalah-masalah yang dipertimbangkan dari kelima prioritas masalah
diatas dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Perumusan Masalah
Yang Terkena
No Masalah Kesehatan Besarnya Masalah
Masalah
1 Rendahnya capaian  Keluarga/Pasien  Pasien mengalami komplikasi serius akibat
penderita hipertensi  Jasa Fasilitas penyakit hipertensi yang tidak terkontrol
yang melakukan Kesehatan seperti stroke, penyakit jantung koroner,
pengobatan secara  Pemerintah gagal ginjal, dll
teratur (GO)  Rendahnya kualitas hidup penderita
hipertensi yang mengalami komplikasi
penyakit hipertensi
 Besarnya biaya kesehatan yang harus
ditanggung pasien hipertensi yang
mengalami komplikasi
 Bertambahnya beban tenaga medis dalam
mengupayakan kesehatan yang optimal
pada pasien hipertensi yang mengalami
komplikasi
 Pemerintah harus menanggung biaya
kesehatan yang besar dalam mengatasi
komplikasi pada penderita hipertensi
2 Rendahnya capaian  Keluarga/Pasien  Besarnya biaya kesehatan yang harus
keluarga yang sudah  Jasa Fasilitas ditanggung pasien jika menderita penyakit

26
menjadi anggota Kesehatan serius yang membutuhkan biaya besar
Jaminan Kesehatan  Pemerintah  Bertambahnya beban tenaga medis dalam
Nasional (JKN) (GO) mengupayakan kesehatan yang optimal
pada pasien yang tidak memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)
 Pemerintah harus menanggung biaya
kesehatan yang besar akibat rendahnya
masyarakat yang memiliki Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)
3 Rendahnya capaian  Keluarga/Pasien  Besarnya biaya rumah tangga yang habis
anggota keluarga  Jasa Fasilitas akibat membeli rokok dalam jangka panjang
yang tidak merokok Kesehatan  Pasien mengalami komplikasi penyakit

 Pemerintah yang terjadi akibat merokok seperti PPOK,


(GO) kanker paru-paru, kanker nasofaring, dll
 Rendahnya kualitas hidup perokok yang
mengalami komplikasi penyakit
 Bertambahnya beban tenaga medis dalam
mengupayakan kesehatan yang optimal
akibat komplikasi penyakit dari merokok
 Pemerintah harus menanggung biaya
kesehatan yang besar dalam mengatasi
komplikasi penyakit akibat merokok
4 Rendahnya capaian  Keluarga/Pasien  Besarnya masalah kesehatan yang terjadi
keluarga mengikuti  Jasa Fasilitas akibat tidak menjalankan Keluarga
program Keluarga Kesehatan Berencana seperti ibu terkena kanker
Berencana (KB)  Pemerintah serviks, kematian ibu dan bayi akibat
(GO) komplikasi selama kehamilan, persalinan,
dan nifas, dll
 Bertambah besarnya biaya rumah tangga
akibat bertambahnya anggota keluarga
5 Rendahnya capaian  Keluarga/Pasien  Rendahnya kualitas hidup penderita
penderita gangguan  Jasa Fasilitas gangguan jiwa yang tidak mendapat
jiwa mendapatkan Kesehatan pengobatan secara teratur

27
pengobatan dan tidak  Pemerintah  Bertambah besarnya beban pemerintah
ditelantarkan (GO) dalam mengatasi akibat ketidakpatuhan
pengobatan pada penderita gangguan jiwa

28
3.1.3 Fish Bone

Waktu pengukuran TD
tidak tepat misalnya
sesaat setelah senam

Diagnosis dan
Pemasangan manset
Method (Proses) monitoring hipertensi
yang tidak tepat
yang tidak akurat

Pengunaan tensimeter
digital yang jarang di
kalibrasi

Malas minum obat


secara teratur

Pasien tidak patuh


Merasa sudah sembuh
pengobatan

Penderita hipertensi Tidak ada catatan atau


melakukan orang yang memantau
Man (Manusia)
pengobatan secara riwayat pengobatan
teratur pasien HT di keluarga

Kurangnya
Rendahnya komitmen
pengetahuan atau
petugas kesehatan
pembaharuan ilmu

Material (Sarana Sarana dan prasarana


Prasarana) tersedia

Money (Dana) Dana tersedia

Mitos/kepercayaan
Environment yang salah yang
(Linkungan) berkembang di
masyarakat

29
3.1.4 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
Tabel 3.6 Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
No Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
1 Identifikasi masalah Melihat cakupan PIS-PK di Puskesmas
Pasundan Samarinda tahun 2018
2 Menentukan dan mengumpulkan Menentukan RT yang cakupan kepatuhan
subjek yang akan dijadikan sampel penderitanya paling rendah dengan jumlah
penderita yang cukup banyak, yaitu RT 31
Kelurahan Jawa
3 Menentukan bahan yang dibutuhkan Mencari bahan yang dibutuhkan dan poin-
dan poin-poin yang perlu poin yang perlu dicantumkan dalam buku
dicantumkan dalam buku kontrol kontrol kepatuhan berobat penderita
kepatuhan berobat penderita hipertensi melalui internet dan buku
hipertensi
4 Pembuatan buku kontrol kepatuhan Mempersiapkan buku kontrol kepatuhan
berobat penderita hipertensi berobat penderita hipertensi
5 Melakukan pemberian buku kontrol Buku kontrol kepatuhan berobat penderita
kepatuhan berobat penderita hipertensi diberikan kepada pasien
hipertensi hipertensi dan diinstruksikan untuk dibawa
kembali setiap kali berobat atau control
6 Monitoring dan evaluasi Menilai perubahan kepatuhan berobat
penderita hipertensi secara teratur setelah
pemberian buku kontrol kepatuhan berobat

30
3.2 Konsep Penelitian

VARIABEL TERIKAT VARIABEL BEBAS

Peningkatan kepatuhan penderita Kepatuhan penderita hipertensi dalam


hipertensi dalam berobat teratur berobat teratur sebelum mendapatkan
setelah mendapatkan buku kontrol buku kontrol berobat
berobat

3.3 Hipotesis Penelitian


Pemberian buku kontrol berobat pada penderita hipertensi dapat meningkatkan
kepatuhan penderita hipertensi dalam berobat secara teratur

31
BAB IV
METODE MINI PROJECT

4.1 Rancangan Mini Project


4.1.1 Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif observasional dimana melihat adanya
peningkatan kepatuhan pasien dalam berobat secara teratur setelah dilakukan
pemberian buku kontrol berobat pada penderita hipertensi dalam upaya meningkatkan
kepatuhan pasien berobat secara teratur.

4.1.2 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di RT 31 Kelurahan Jawa selama Bulan Februari-April
2019 dengan alasan sebagai berikut :
1. Cakupan PIS-PK untuk indikator penderita hipertensi yang berobat secara
teratur masih cukup rendah yaitu hanya 53,85 %
2. RT 25 dan 26 Kelurahan Jawa salah satu yang memiliki jumlah penderita
hipertensi terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Pasundan dengan cakupan
kepatuhan pengobatan yang masih cukup rendah.

4.2 Subjek dan Sampel


4.2.1 Variabilitas
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pasundan baik yang terdaftar sebagai peserta BPJS
maupun yang tidak. Dan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh
penderita hipertensi yang ada di RT 25 dan 26 Kelurahan Jawa baik yang terdaftar
sebagai peserta BPJS maupun yang tidak.

4.2.2 Kriteria Sampel


Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang tinggal di
RT 25 dan 26 Kelurahan Jawa yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi
a. Semua penderita hipertensi yang ada di RT 25 dan 26 Kelurahan Jawa

32
2. Kriteria Eksklusi
a. Penderita hipertensi yang menenuhi kriteria inklusi tapi tidak hadir untuk
kontrol

4.2.3 Besar Sampel


Besar sampel pada penelitian ini adalah total semua penderita hipertensi yang ada
di RT 25 dan 26 Kelurahan Jawa yaitu sebanyak 36 orang.

4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan Total
Sampling, dimana semua penderita hipertensi yang ada di RT 25 dan 26 Kelurahan
Jawa dimasukkan sebagai sampel penelitian.

4.3 Variabel Penelitian


4.3.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel
Variabel penelitian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok :
a. Variabel bebas : Pemberian buku kontrol berobat
b. Variabel terikat : Peningkatan kepatuhan berobat secara teratur pada penderita
hipertensi
Variabel penilaian kepatuhan diklasifikasikan menjadi :
a. Tidak Patuh : Tidak datang untuk melakukan kontrol tekanan darah ke
fasilitas kesehatan selama lebih dari 1 bulan
b. Patuh : Melakukan kontrol tekanan darah ke fasilitas kesehatan
minimal 1 kali dalam 1 bulan

4.3.2 Definisi Operasional Variabel


a. Buku Kontrol Berobat : Suatu buku catatan yang berisi tentang riwayat
kesehatn terutama penderita hipertensi yang berisi poin-poin mengenai tanggal
kontrol, keluhan ketika kontrol, tekanan darah saat kontrol, terapi yang telah
diberikan, pemeriksaan laboratorium yang diperiksa saat kontrol, tanggal kontrol
ulang, dan beberapa informasi mengenai hipertensi dalam bentuk booklet dengan
tujuan untuk meningkatkan kepatuhan penderita hipertensi dalam berobat teratur.
b. Kepatuhan Berobat : Peningkatan kepatuhan berobat secara teratur
pada penderita hipertensi di RT 25 dan 26 Kelurahan Jawa yang dinilai dari
33
kunjungan penderita hipertensi yang memeriksakan tekanan darah di fasilitas
kesehatan secara teratur minimal 1 kali dalam 1 bulan. Data akan dinyatakan
dalam bentuk angka dan persentase kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan
diagram.
c. Hipertensi : Suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥
140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.

4.4 Bahan dan Instrumen Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil evaluasi dan monitoring
dari kepatuhan kontrol berobat secara teratur pada penderita hipertensi. Dan instrumen
yang digunakan pada penelitian ini adalah buku kontrol berobat.
Cara penggunaan Buku Kontrol Berobat :
- Buku dibawa setiap kali pasien kontrol berobat ke fasilitas kesehatan manapun
tidak hanya di PKM Pasundan Samarinda
- Setiap kali pasien kontrol Buku Kontrol diisi oleh petugas kesehatan yang
melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pasien
- Buku kontrol dapat diisi oleh petugas kesehatan manapun yang melakukan
pemeriksaan kesehatan terhadap pasien

4.5 Protokol Penelitian

Evaluasi
Melakukan
Menilai penilaian
pemberian
kepatuhan perubahan
Mencari Buku Kontrol
penderita kepatuhan
data KK RT Pembuatan Berobat
hipertensi di Mengumpulkan berobat
25 dan 26 Buku Kontrol sekaligus
RT 25 dan warga RT 31 secara rutin
Kel Jawa di Berobat mensosialisasi
26 dalam setelah
PIS-PK kan tujuan
berobat diberikan
dan dan
rutin buku kontrol
manfaatnya
berobat

34
4.6 Jadwal Kegiatan
Februari
Maret 2019 April 2019
No Kegiatan 2019
III IV I II III IV I II III IV
1 Membuat SPO v

2 Melakukan koordinasi dan


v v
sosialisasi dengan pihak terkait
3 Pembuatan buku kontrol v

4 Sosialisasi pelaksanaan v v

5 Monitoring dan evaluasi v v v v

6 Presentasi hasil v v

35
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden


5.1.1 Karakteristik Usia
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Berobat Berobat
Frekuensi Persentase Sebelum Pada Pada
(orang) (%) Menerima Pertemuan Pertemuan
Buku Kontrol Pertama Kedua
(45-59 5 28 3 2 3
tahun)
(60-74 12 67 4 9 6
tahun)
(75-90 1 5 1 1 1
tahun)
Total 18 100 8 12 10

Frekuensi (orang)

5%
Pertengahan (45-59
28% tahun)
Lanjut Usia (60-74 tahun)

Lanjut Usia Tua (75-90


67% tahun)

Dari tabel dan diagram di atas didapatkan 5 orang (28%) berusia 45-59 tahun; 12
orang (67%) berusia 60-74 tahun; dan 1 orang (5%) berusia 75-90 tahun dimana jumlah
terbanyak penderita hipertensi berada pada usia pertengahan (60-74) tahun yaitu 12
orang.

36
10
9
8
7
6
5
(45-59 tahun)
4
(60-74 tahun)
3
2 (75-90 tahun)
1
0
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Sebelum Berobat Pada Berobat Pada
Menerima Buku Pertemuan Pertemuan Kedua
Kontrol Pertama

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan usia penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah usia (60-
74) tahun yaitu 4 orang (50%); pada pertemuan kedua ada 12 orang penderita hipertensi
yang berobat teratur dan usia penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin
berobat adalah usia (60-74) tahun yaitu 9 orang (75%) berusia 60-74 tahun; dan pada
pertemuan ketiga ada 10 orang penderita hipertensi yang berobat teratur dan usia
penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah usia (60-74) tahun
yaitu 6 orang (60%).

5.1.2 Karakteristik Jenis Kelamin


Frekuensi Persentase Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
(orang) (%) Berobat Berobat Berobat
Sebelum Pada Pada
Menerima Pertemuan Pertemuan
Buku Kontrol Pertama Kedua
Laki-laki 7 39 2 4 3
Perempuan 11 61 6 8 7
Total 18 100 8 12 10

37
Karakteristik Jenis Kelamin

39%
Laki-Laki
Perempuan
61%

Dari tabel dan diagram di atas didapatkan karakteristik jenis kelamin pada
penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa yaitu 7 orang (39%) laki-laki dan 11
orang (61%) perempuan.

4 Laki-Laki

3 Perempuan

0
Kepatuhan Berobat Kepatuhan Berobat Kepatuhan Berobat
Sebelum Menerima Pada Pertemuan Pada Pertemuan
Buku Kontrol Pertama Kedua

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan jenis kelamin penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah
perempuan yaitu 6 orang (75%); pada pertemuan kedua ada 12 orang penderita
hipertensi yang berobat teratur dan jenis kelamin penderita hipertensi yang paling

38
banyak untuk rutin berobat adalah perempuan yaitu 8 orang (66,6%); dan pada
pertemuan ketiga ada 10 orang penderita hipertensi yang berobat teratur dan jenis
kelamin penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah perempuan
yaitu 7 orang (70%).

5.1.3 Karakteristik Pendidikan Terakhir


Frekuensi Persentase Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
(orang) (%) Berobat Berobat Berobat
Sebelum Pada Pada
Menerima Pertemuan Pertemuan
Buku Pertama Kedua
Kontrol
Tidak Sekolah 2 11 2 2 2
SD/Sederajat 8 45 3 4 4
SMP/Sederajat 4 22 2 3 2
SMA/Sederajat 4 22 1 3 2
Total 18 100 8 12 10

Karakteristik Pendidikan Terakhir

11%
22%

Tidak Sekolah
SD/Sederajat
SMP/Sederajat

22% SMA/Sederajat
45%

Dari tabel dan diagram di atas didapatkan 2 orang (11%) tidak sekolah; 8 orang
(45%) tamatan SD/Sederajat; 4 orang (22%) tamatan SMP/Sederajat; dan 4 orang
(22%) tamatan SMA/Sederajat.

39
4.5
4
3.5
3
2.5
Tidak Sekolah
2
SD/Sederajat
1.5
SMP/Sederajat
1
0.5 SMA/Sederajat
0
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Sebelum Berobat Pada Berobat Pada
Menerima Buku Pertemuan Pertemuan Kedua
Kontrol Pertama

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan pendidikan terakhir penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat
adalah SD/Sederajat yaitu 3 orang (37,5%); pada pertemuan kedua ada 12 orang
penderita hipertensi yang berobat teratur dan pendidikan terakhir penderita hipertensi
yang paling banyak untuk rutin berobat adalah SD/Sederajat yaitu 4 orang (33,3%); dan
pada pertemuan ketiga ada 10 orang penderita hipertensi yang berobat teratur dan
pendidikan terakhir penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah
SD/Sederajat yaitu 4 orang (40%).

5.1.4 Karakteristik Pekerjaan


Frekuensi Persentase Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
(orang) (%) Berobat Berobat Berobat
Sebelum Pada Pada
Menerima Pertemuan Pertemuan
Buku Pertama Kedua
Kontrol
IRT 9 50 5 7 6
Pensiunan/PNS 3 17 2 1 1
Wiraswasta 6 33 1 4 3
Total 18 100 8 12 10

40
Karakteristik Pekerjaan

33%
IRT
50% Pensiunan PNS
Wiraswasta

17%

Dari tabel dan diagram di atas didapatkan 3 orang (17%) pensiunan PNS, 6 orang
(33%) bekerja sebagai wiraswasta, dan IRT merupakan jumlah pekerjaan terbanyak
pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa yaitu 9 orang (50%).
8

4
IRT
3 Pensiunan / PNS
2 Wiraswasta

0
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Sebelum Berobat Pada Berobat Pada
Menerima Buku Pertemuan Pertemuan Kedua
Kontrol Pertama

Dari tabel dan diagram diatas didapatkan bahwa pada pertemuan sebelum
menerima buku kontrol berobat ada 8 orang penderita hipertensi yang berobat teratur
dan pekerjaan penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin berobat adalah IRT
yaitu 5 orang (62,5%); pada pertemuan kedua ada 12 orang penderita hipertensi yang
berobat teratur dan pekerjaan penderita hipertensi yang paling banyak untuk rutin
berobat adalah IRT yaitu 7 orang (58,3%); dan pada pertemuan ketiga ada 10 orang

41
penderita hipertensi yang berobat teratur dan pekerjaan penderita hipertensi yang paling
banyak untuk rutin berobat adalah IRT yaitu 6 orang (60%).

5.1.5 Karakteristik Kepatuhan Berobat


Sebelum menerima Pertemuan ke-1 Setelah Pertemuan ke-
Buku Kontrol menerima Buku 2 Setelah
Frekuensi (orang) Kontrol menerima
Buku Kontrol
Patuh 8 12 10
Tidak Patuh 10 6 8
Total 18 18 18

Karakteristik Kepatuhan Berobat


14

12

10
Frekuensi (orang)

0
Patuh 8 12 10
Tidak Patuh 10 6 8

Dari tabel dan diagram di atas didapatkan bahwa dari total 18 orang responden
yang menderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa sebelum menerima buku kontrol
yang temasuk patuh dalam berobat teratur ada sebanyak 8 orang (44,4%), kemudian
terjadi peningkatan jumlah responden yang patuh berobat teratur setelah diberikan buku
kontrol pada saat dilakukan monitoring pada pertemuan pertama yaitu menjadi
sebanyak 12 orang (66,6%), namun terjadi penurunan kembali pada monitoring pada
pertemuan kedua yaitu menjadi sebanyak 10 orang (55,5%).

42
5.2 Pembahasan
Menurut WHO (2003) kepatuhan merupakan fenomena multidimensi yang
ditentukan oleh 5 (lima) faktor yang saling terkait, yaitu sosial ekonomi, sistem
kesehatan, faktor terapi, kondisi penyakit dan pasien. WHO membagi batasan usia
menjadi 4 bagian yaitu : (1) usia pertengahan : 45-59 tahun; (2) lanjut usia : 60-74
tahun; (3) lanjut usia tua : 75-90 tahun; (4) usia sangat tua : >90 tahun. Dari penelitian
ini didapatkan bahwa usia terbanyak penderita hipertensi di RT 31 berkisar dari 60-74
tahun yang berjumlah 12 orang (66,6%) dan untuk jumlah rentang usia terbanyak
penderita hipertensi yang berobat secara teraturpun mulai dari pertemuan pertama,
kedua, dan ketiga ada di rentang usia 60-74 tahun. Banyak teori mengatakan bahwa
seseorang yang berusia > 45 tahun lebih berisiko untuk mengalami hipertensi di
bandingkan usia <45 tahun. Risiko untuk mengalami hipertensi akan bertambah dengan
semakin bertambahnya usia. Riskesdas 2007 mengatakan bahwa kelompok umur >55
tahun prevalensi hipertensi mencapai >55%, prevalensi hipertensi mencapai > 55% dan
semakin bertambah banyak dengan pertambahan usia.6
Menurut Hashmi (2007), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan berobat penderita hipertensi usia, jenis kelamin, pendidikan, status sosial
ekonomi, dan penyakit kronis. Usia sangat mempengaruhi tinggat kepatuhan berobat
dan pasien lanjut usia lanjut memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan usia dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia, semakin
besar resiko mengalami hipertensi. Usia merupakan faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi. Dengan bertambahnya usia, arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan
(Staessen et al, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Sugihartono dkk (2003) bahwa kejadian hipertensi berbanding lurus dengan
peningkatan usia seiring dengan pembuluh darah arteri kehilangan elastisitas atau
kelenturan seiring dengan bertambahnya usia, kebanyakan orang mengalami
peningkatan tekanan darah ketika berusia 50- 60 tahun keatas. Dari penelitian ini
didapatkan bahwa prevalensi penderita hipertensi semakin menurun dengan semakin
bertambahnya usia. Mobilitas seseorang akan semakin menurun dengan bertambahnya
usia. Penderita hipertensi yang lanjut usia/lanjut usia tua akan kesulitan untuk mobile
sehingga prevalensi penderita hipertensi ditemukan semakin rendah seiring dengan
bertambahnya usia hal ini juga akan berpengaruh dengan kepatuhan berobat secara
teratur. Nursalam (2002) menyatakan bahwa semakin cukup usia seseorang, tingkat
43
kematangan dan kemampuan seseorang dalam berfikir akan lebih baik. Namun
demikian tingkat kematangan dan berfikir seseorang juga dapat dipengaruhi oleh
pengalaman dan informasi-informasi dalam kehidupan sehari-hari.7-9
Laki-laki mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah seperti
merokok, bergadang, stress kerja akan tetapi setelah memasuki menopause, prevalensi
hipertensi pada perempuan meningkat. Namun menurut Riskesdas 2007, prevalensi
hipertensi pada perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan pria. Pada penelitian ini
didapatkkan bahwa perempuan lebih banyak yang menderita hipertensi yaitu sebanyak
11 orang (61%) dan untuk jenis kelamin terbanyak penderita hipertensi yang berobat
secara teraturpun mulai dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga adalah perempuan.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Azlin et al (2007) bahwa jenis kelamin
merupakan faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat dan kepatuhan pasien
perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Jenis kelamin perempuan memang lebih
dominan dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dapat dihubungkan dengan perubahan
faktor hormonal pada tubuh perempuan yaitu terjadinya penurunan perbandingan
estrogen dan androgen yang menyebabkan peningkatan renin sehingga dapat memicu
peningkatan tekanan darah disamping itu juga peningkatan lemak dalam tubuh atau
obesitas akibat kurangnya aktifitas kaum perempuan dan lebih sering menghabiskan
waktu bersantai dirumah (Junaidi, 2010). Akan tetapi menurut hasil penelitian Amaral
et al (2015) mengatakan bahwa perempuan lebih patuh berobat hipertensi dibandingkan
dengan laki-laki walaupun dari hasil statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.10-12
Dari penelitian ini didapatkan tingkat pendidikan terakhir penderita hipertensi
bervariasi mulai dari tidak bersekolah sampai tamatan SMA/Sederajat akan tetapi
pendidikan terakhir yang paling banyak pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan
Jawa adalah tamatan SD/Sederajat yaitu 8 orang (45%) dan untuk pendidikan terakhir
terbanyak penderita hipertensi yang berobat secara teraturpun mulai dari pertemuan
pertama, kedua, dan ketiga tamatan SD/Sederajat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan
rendah cenderung untuk patuh berobat hipertensi sehingga mempunyai kontradiktif
dengan hasil penelitian yang dikemukan oleh Sugihartono dkk (2003) bahwa tingkat

44
pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan pengetahuan seseorang dalam
menerapkan perilaku hidup sehat, terutama mencegah penyakit hipertensi. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan seseorang
dalam menjaga pola hidup agar tetap sehat.8
Sejalan dengan pendapat Sugihartono menurut Nursalam (2002) bahwa semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki seseorang. Seseorang yang
berpendidikan tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan akan memiliki
pengetahuan yang lebih baik dari pada seseorang yang berpendidikan rendah sehingga
dapat meningkatkan kepatuhan berobat.8,9
Selaras dengan Nursalam Menurut Mubarak, dkk (2006) bahwa pendidikan akan
menetukan tingkat pengetahuan seseorang apakah dia akan patuh atau tidak patuh
terhadap pengobatan yang sedang dijalani akan menimbulakn keyakinan/perilaku pada
dirinya untuk mematuhinya. Dengan adanya perbedaan tingkat pendidikan secara
langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Sudut
pandang dan penerimaan klien terhadap tindakan-tindakan pengobatan yang
diterimanya akan mempengaruhi sikap dokter atau perawat sebagai pemberi pelayanan
dalam menyampaikan informasi kepada klien yang tentunya disesuaikan dengan tingkat
pendidikan yang dimilikinya.9
Dari penelitian ini didapatkan pekerjaan penderita hipertensi yang paling
banyak pada penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa adalah IRT yaitu 9 orang
(50%) dan untuk jenis pekerjaan terbanyak penderita hipertensi yang berobat secara
teraturpun mulai dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga adalah IRT. Berdasarkan
hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa pendidikan penderita bukan merupakan
faktor yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat penderita hipertensi akan
tetapi tersedianya waktu luang yang menyebabkan penderita patuh berobat sesuai
dengan waktu yang ditentukan disamping juga mayoritas pekerjaan responden di lokasi
penelitian adalah sebagai ibu rumah tangga.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Kendala/keterbatasan dalam penelitian ini antara lain :
1. Beberapa dari sampel penelitian ini memiliki fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat dasarnya (Faskes I-nya) bukan di PKM Pasundan, maka dari itu untuk

45
memonitoring dan mengevaluasi kepatuhan berobat secara teraturnya sedikit
lebih sulit
2. Pelaksanaan pertemuan untuk monitoring dilakukan pada pagi hari sehingga
beberapa sampel penelitian yang memiliki pekerjaan di pagi hari tidak dapat
hadir

46
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Prevalensi usia penderita hipertensi ditemukan paling banyak pada usia 60-74
tahun yaitu 12 orang (67%).
2. Prevalensi jenis kelamin penderita hipertensi pada perempuan sebanyak 11 orang
(61%) dan perempuan (48,8%) hampir sama.
3. Prevalensi tingkat pendidikan penderita hipertensi ditemukan paling banyak pada
tamatan SD/Sederajat yaitu 8 orang (45%).
4. Prevalensi pekerjaan penderita hipertensi ditemukan paling banyak pada tamatan
SD/Sederajat yaitu 8 orang (45%).
5. Prevalensi kepatuhan responden dalam berobat secara teratur sebelum menerima
buku kontrol berobat ada sebanyak 8 orang (44,4%), kemudian terjadi
peningkatan jumlah responden yang patuh berobat teratur setelah diberikan buku
kontrol pada saat dilakukan monitoring ke-1 ada sebanyak 12 orang (66,6%),
namun jumlah responden yang patuh berobat teratur setelah diberikan buku
kontrol pada saat dilakukan monitoring ke-2 sedikit mengalami penurunan dari
sebelumnya yaitu ada sebanyak pengobatan 10 orang (55,5%).

6.2 Saran
1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memonitoring responden yang ada
dengan jangka waktu yang lebih lama lagi diiikuti dengan follow up dan
menggali faktor-faktor yang menyebabkan angka kepatuhan penderita
hipertensi untuk berobat teratur masih cukup rendah.
2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan jumlah sampel lebih banyak lagi dan
karakteristik yang lebih beragam dan juga dilakukan pada hari libur atau sore
hari sehingga bagi beberapa responden yang bekerja pada pagi hari dapat hadir.
3. Pada penelitian berikutnya diharapkan dalam memonitoring buku kontrol
berobat peneliti melibatkan keluarga dan terutama juga kader yang ada di RT
terkait

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Ridio IA. 2008. Model Puskesmas Era Desentralisasi.


2. Kementerian Kesehatan. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI.
3. Kementerian Kesehatan. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Hipertensi. Jakarta : Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
4. Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence-based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi
Dewasa. CDK-236 2016 43(1):54-59.
5. James PA, Ortiz E, et al. 2014. Evidence-based guideline for the management of
high blood pressure in adults: (JNC8). JAMA. 2014 Feb 5;311(5):507-20.
6. WHO. 2003. Adherence to Long-Term Therapies - Evidence for Action.
7. Hashmi, S. K, Afridi. M. B, Abbas. K, Sajwani. A. R, Saleheen. D, Frossard. M.
P, Ishaq. M, Ambreen. A, Ahmad. U. 2007. Factor Associated With Adherence to
Anti –Hypertensive Treatmen in Pakistan. Plos ONE. Pakistan.
8. Sugihartono, A, dkk. 2003. Faktor-faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada
Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karang Anyar). Volume 6. Diakses pada
September 2015 dari http/:www.eprints.undip.ac.id
9. Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan, Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Salemba Medika : Jakarta.
10.Azli, B. Hatta, S. Norzila, Z & Sharifa, E.W.P. 2007. Health Locus of Control
Among Non –compliance Hypertensive Patients Undergoing Pharmocotherapy.
Malysia Journal Of Psychiatry. Volume 16 . Number 1. P20-39.
11.Junaidi, I. 2010. Hipertensi : Pengenalan, Pencegahan dan Pengobatan. PT.
Bhuana Ilmu Populer : Jakarta.
12.Amaral, O. Chaves, C. Duarte. J, Countinho. E, Nelas. P, Preto. O. 2015.
Treatment Adherence in Hypertensive Patients. Elsevier. Heath School of Viseu.
Portugal.

48
Lampiran 1 Dokumentasi

Mensosialisasikan tujuan dan manfaat dari buku kontrol berobat teratur pada
penderita hipertensi di RT 31 Kelurahan Jawa

Pemberian buku kontrol berobat teratur pada penderita hipertensi di RT 31


Kelurahan Jawa

49
Lampiran 2 Data Sampel Penelitian
Kepatuhan Kepatuhan Kepatuhan
Berobat Berobat Berobat
Jenis Pendidikan Sebelum Pada Pada
No Usia
Kelamin Terakhir Menerima Pertemuan Pertemuan
Buku Pertama Kedua
Kontrol
001 62 L SMA Patuh Patuh Patuh
002 63 L SD Patuh Patuh Tidak Patuh
003 76 P Tidak Sekolah Patuh Patuh Patuh
004 61 P SD Patuh Patuh Patuh
005 52 P SMA Tidak Patuh Patuh Tidak Patuh
006 64 P SD Patuh Patuh Tidak Patuh
007 58 L SMP Tidak Patuh Tidak Patuh Tidak Patuh
008 49 P SMP Patuh Patuh Tidak Patuh
009 50 P SMA Patuh Patuh Patuh
010 48 P SMA Tidak Patuh Tidak Patuh Patuh
011 65 L SMP Tidak Patuh Tidak Patuh Tidak Patuh
012 68 L SMP Tidak Patuh Tidak Patuh Tidak Patuh
013 62 P SD Patuh Patuh Patuh
014 69 P Tidak Sekolah Tidak Patuh Tidak Patuh Patuh
015 61 P SD Tidak Patuh Patuh Tidak Patuh
016 64 P SD Tidak Patuh Tidak Patuh Patuh
017 62 L SD Tidak Patuh Patuh Patuh
018 68 L SD Tidak Patuh Patuh Patuh

50

Anda mungkin juga menyukai