Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Goiter atau struma atau secara awam dikenal dengan istilah gondok merupakan
pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berkaitan dengan gangguan primer pada
organ tiroid ataupun akibat stimulasi hormonal atau faktor lain terhadap tiroid.
Berdasarkan ukuran kelenjar tiroid, definisi goiter ditetapkan pada individu
dengan berat kelenjar tiroid melebihi 18 mL pada perempuan atau melebihi 25 mL
pada laki-laki. Sekitar 27% dari keseluruhan pasien goiter di dunia berada di
Negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.1,2
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.2
Di Indonesia dan di Bali khususnya kasus karsinoma tiroid mengalami
peningkatan sejalan dengan peningkatan kasus goiter endemik maupun non
endemic.1
Penyakit tiroid terjadi bila terdapat gangguan sekresi hormon tiroid,
pembesaran kelenjar tiroid, maupun keduanya. Di antara berbagai penyakit tiroid
salah satunya dikenal dengan struma atau goiter yang merupakan penyakit
kelenjar tiroid tersering di dunia.3
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari registrasi kasus di instalasi Patologi
RSUP Sanglah pada tahun 2014, sekitar 30% karsinoma tiroid berkembang dari
goiter. Hal ini menunjukkan bahwa goiter merupakan faktor predisposisi
terjadinya karsinoma tiroid dan bahkan kemungkinan dapat mempengaruhi
perangai biologis karsinoma tiroid.1
Goiter terjadi melalui proses hiperplastik dan involusi yang berulang dan
dalam setiap proses ini akan memberi peluang berkembangnya suatu perubahan
yang bersifat neoplastik. Goiter memiliki faktor risiko sebesar 2,5 kali lipat untuk
menimbulkan karsinoma tiroid. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa insiden
keganasan pada goiter multinoduler berkisar 7,5% hingga 13%. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna secara statistik untuk insiden karsinoma tiroid antara

1
pasien dengan goiter nodul soliter dan goiter multinoduler. Kasus karsinoma tiroid
tersering yang terjadi pada penderita goiter adalah karsinoma tiroid papiler (KTP),
yaitu sebanyak 75% kasus, sisanya sebanyak 12, 5% adalah karsinoma tiroid
folikuler (KTF).1
Meskipun melalui analisis klonal diketahui bahwa hiperplasia pada goiter
digolongkan sebagai proliferasi yang bersifat poliklonal, sedangkan neoplasia
merupakan proliferasi monoklonal tetapi ditemukan juga bahwa terdapat
perubahan pola monoklonal pada beberapa kelompok nodul yang sebelumnya
merupakan nodul hiperplastik dari kasus goiter.1
Mekanisme bagaimana perubahan poliklonal menjadi monoklonal ini
merupakan interaksi antara faktor risiko goiter dan adanya predisposisi genetik
yang selanjutnya menciptakan lingkungan mutagenik yang ditandai oleh
peningkatan proliferasi sel disertai pembentukan radikal bebas yang memicu
adanya mutasi somatiktirosit. Klonal tumor akhirnya terbentuk jika defek genetik
tidak dapat diperbaiki. Hal inilah yang selanjutnya menjadi pencetus proliferasi
sel yang bersifat neoplastik pada nodul. Sehingga sangat penting dalam
pemeriksaan histopatologi untuk setiap kasus goiter diberikan jawaban yang
lengkap mengenai adanya fokus proliferatif maupun atipikal yang nantinya
berpeluang besar menimbulkan karsinoma tiroid.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.2

2
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi
kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar
maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang
disertai kesulitan bernapas dan disfagia.2

2. Anatomi
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki
dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk
lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-
20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan
bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh.2

Gambar 1. Kelenjar Tiroid.2


Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium di
setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon tersebut
dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid stimulating
hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium adalah
bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung yodium.2

3
Kelenjar tiroid normal terletak di leher bagian depan, dengan berat sekitar 15-
20 gram. Konsistensi kelenjar tiroid lunak, simetrik, terdiri dari 2 lobus, dan tidak
nyeri tekan (non-tender). Kelenjar tiroid menghasilkan dua macam hormon
spesifik kalsitonin (calcitonin) dan tiroksin (thyroxine).4

3. Struma tiroid
Goiter atau struma atau secara awam dikenal dengan istilah gondok
merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berkaitan dengan gangguan
primer pada organ tiroid ataupun akibat stimulasi hormonal atau faktor lain
terhadap tiroid. Berdasarkan ukuran kelenjar tiroid, definisi goiter ditetapkan pada
individu dengan berat kelenjar tiroid melebihi 18 mL pada perempuan atau
melebihi 25 mL pada laki-laki. Sekitar 27% dari keseluruhan pasien goiter di
dunia berada di Negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.1
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.2
Meskipun melalui analisis klonal diketahui bahwa hiperplasia pada goiter
digolongkan sebagai proliferasi yang bersifat poliklonal, sedangkan neoplasia
merupakan proliferasi monoklonal tetapi ditemukan juga bahwa terdapat
perubahan pola monoklonal pada beberapa kelompok nodul yang sebelumnya
merupakan nodul hiperplastik dari kasus goiter.1
Penyakit tiroid terjadi bila terdapat gangguan sekresi hormon tiroid,
pembesaran kelenjar tiroid, maupun keduanya. Di antara berbagai penyakit tiroid
salah satunya dikenal dengan struma atau goiter yang merupakan penyakit
kelenjar tiroid tersering di dunia.3
Mekanisme bagaimana perubahan poliklonal menjadi monoklonal ini
merupakan interaksi antara faktor risiko goiter dan adanya predisposisi genetik
yang selanjutnya menciptakan lingkungan mutagenik yang ditandai oleh
peningkatan proliferasi sel disertai pembentukan radikal bebas yang memicu
adanya mutasi somatiktirosit. Klonal tumor akhirnya terbentuk jika defek genetik
tidak dapat diperbaiki. Hal inilah yang selanjutnya menjadi pencetus proliferasi

4
sel yang bersifat neoplastik pada nodul. Sehingga sangat penting dalam
pemeriksaan histopatologi untuk setiap kasus goiter diberikan jawaban yang
lengkap mengenai adanya fokus proliferatif maupun atipikal yang nantinya
berpeluang besar menimbulkan karsinoma tiroid.1

4. Epidemiologi Goiter
Kasus goiter baik endemik maupun non endemik (sporadik) diyakini
merupakan prekursor perkembangan kanker tiroid. Prevalensi goiter di seluruh
dunia pada populasi umum sekitar 4-7%, dan insiden keganasan terjadi pada 10%
kasus tiroid goiter.1
Dilaporkan bahwa insiden karsinoma tiroid tercatat meningkat pada daerah
goiter endemik seperti Kolumbia dan Austria serta daerah non endemik seperti
Jerman. Peningkatan insiden karsinoma tiroid terkait goiter juga menjadi
permasalahan di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. WHO mencatat
sekitar 655 juta jiwa di dunia mengalami goiter dan 27% diantaranya berada di
Asia Tenggara.1
Serupa dengan wilayah lain di negara-negara Asia tenggara, beberapa wilayah
di Indonesia tergolong daerah goiter endemik. Selain goiter yang bersifat
endemik, sebagian kasus goiter yang terjadi di Indonesia bersifat non endemik.
Hal ini sangat berbeda dengan insiden karsinoma tiroid di dunia barat yang lebih
sering berkaitan dengan efek radiasi.1
Di Indonesia dan di Bali khususnya kasus karsinoma tiroid mengalami
peningkatan sejalan dengan peningkatan kasus goiter endemik maupun non
endemic.1
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari registrasi kasus di instalasi Patologi
RSUP Sanglah pada tahun 2014, sekitar 30% karsinoma tiroid berkembang dari
goiter. Hal ini menunjukkan bahwa goiter merupakan faktor predisposisi
terjadinya karsinoma tiroid dan bahkan kemungkinan dapat mempengaruhi
perangai biologis karsinoma tiroid.1
Goiter terjadi melalui proses hiperplastik dan involusi yang berulang dan
dalam setiap proses ini akan memberi peluang berkembangnya suatu perubahan

5
yang bersifat neoplastik. Goiter memiliki faktor risiko sebesar 2,5 kali lipat untuk
menimbulkan karsinoma tiroid. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa insiden
keganasan pada goiter multinoduler berkisar 7,5% hingga 13%. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna secara statistik untuk insiden karsinoma tiroid antara
pasien dengan goiter nodul soliter dan goiter multinoduler. Kasus karsinoma tiroid
tersering yang terjadi pada penderita goiter adalah karsinoma tiroid papiler (KTP),
yaitu sebanyak 75% kasus, sisanya sebanyak 12, 5% adalah karsinoma tiroid
folikuler (KTF).1

5. Etiologi
Struma non-toksik paling sering diakibatkan kurangnya konsumsi yodium
untuk jangka waktu lama (kronik). Biasanya struma non-toksik menyerang
individu yang bertempat tinggal pada daerah yang kondisi tanah dan air kurang
kandungan yodium seperti daerah pegunungan. 3
Beberapa faktor risiko lain untuk terjadinya struma non-toksik antara lain:
jenis kelamin, usia, dan konsumsi obat-obatan tertentu, sedangkan ras tidak terlalu
berpengaruh dibandingkan status ekonomi yang rendah di negara non-industri
yang berperan penting dalam kurangnya konsumsi iodium.3

Gambar 2. Kelenjar Tiroid.7

6. Patogenesis struma

6
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula
penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut
memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH
kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah
yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin
bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid
dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.2
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia
(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit
Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan
penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma
non toksik (struma endemik).2

7. Klasifikasi Goiter Secara Klinis


a. Goiter yang bersifat Toksik
Goiter toksik dapat dibedakan atas dua yaitu goiter difus toksik dan goiter
noduler toksik. Istilah difus dan noduler lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana goiter difus bersifat meluas, teraba lebih kenyal tanpa batas yang
jelas sedangkan goiter noduler menunjukkan benjolan yang secara klinis teraba
jelas baik satu (single) maupun banyak (multinoduler).1
b. Goiter yang bersifat Non Toksik
Goiter non toksik sama halnya dengan goiter toksik dibagi menjadi goiter difus
non toksik dan goiter noduler non toksik. Goiter non toksik disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Goiter ini disebut sebagai simple goitre, goiter
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya
rendah yodium dan daerah dengan goitrogen yang menghambat sintesa hormon
oleh zat kimia. Goiter noduler yang tidak disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut goiter nodulernon toksik.1

7
8. Klasifikasi Struma Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan
kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau
struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada
leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.2,4
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar
untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.2,4

Gambar 3. Hipotiroidisme.2

c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon
tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis

8
antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya
produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar.
Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat,
keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu
juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata
melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.2,4

Gambar 4. Hipertiroidisme.2
Manifestasi Klinis:
Manifestasi spesifik dari kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme) berkaitan
dengan katabolisme pada sel-sel di seluruh bagian tubuh. Diantaranya adalah
intoleransi terhadap panas, banyak berkeringat (diaforesis), penurunan berat
badan, rambut halus, kelopak mata terlambat mengikuti gerak bola mata ke bawah
(lid lag, tanda Dalrymple), takikardia, fibrilasi atrial, kelemahan otot, terutama
bagian proksimal, simetrik. Pada keadaan hipertiroidisme yang berat (krisis tiroid,
thyroid storm) dapat berakhir dengan kematian. Tanda utamanya adalah
hiperpireksi (suhu badan >41 C) dan takikardia hebat.4

Kausa Hipertiroidisme:
-Penyakit Graves. Penyakit ini merupakan penyakit otoimun dengan ditandai oleh
hipertiroidisme dengan struma difusa, oftalmopati dengan proptosis unilateral atau
bilateral. Eksoftalmus merupakan tanda spesifik untuk penyakit Graves, tetapi
bukan bagian hipertiroidisme. Pada beberapa kasus dijumpai dermopati, suatu
perubahan pada kulit (kulit tampak seperti kulit jeruk), terutama di pretibial, tetapi
dapat pula pada tempat-tempat yang sering terkena tekanan.4,5,6,7

9
9. Diagnosis
a.Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
-Takikardia, takiaritmia, tremor, diaforesis, penurunan berat badan, diare atau
sering defekasi, badan kurus, kelemahan otot proksimal, dan adanya tanda
Dalrymple menunjuk hipertiroidisme.
-Normokardia atau bradikardia, kulit kering, berat baan bertambah, konstipasi,
tampak gemuk, kelemahan otot proksimal, rambut kasar dan tebal dan alis bagian
lateral rontok (tanda Queen Anne) menunjuk pada hipotiroidisme.
-Juga riwayat dan pemeriksaan fisik yang terkait dengan
-Riwayat radiasi leher pada masa lalu, terkait dengan risiko hipotiroidisme dan
keganasan kelenjar tiroid
-Sikatrik di daerah leher, ditanyakan kepada pasien akan riwayat operasi
seelumnya
-Lakukan asesmen dan gambaran kelenjar tiroid itu sendiri, termasuk ukuran,
konsistensi, apakah ada bagian yang nyeri tekan atau tidak, ada tidaknya nodul,
jika ada nodul bagaimana keadaannya?4
b.Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang
berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan
pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan
pembengkakan.2
c.Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,
leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid
dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.2
d. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes
fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin

10
dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar
TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.2
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.
Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah
normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes
ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida. 2
e. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas). 2
f. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak
di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan
adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher.
Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista,
adenoma, dan kemungkinan karsinoma. 2

Gambar 5. TI-RADS 1: normal thyroid gland

11
Gambar 6. TI-RADS 2: simple thyroid cyst

Gambar 7. TI-RADS 2: solid nodule with central cyst.

12
Gambar 8. TI-RADS 2: nodule with homogeneous peripheral calcification.

Gambar 9. TI-RADS 2: spongiform nodule.

Gambar 10. TI-RADS 3: hyperechoic nodule.

13
Gambar 11. TI-RADS 3: slightly hyperechoic nodule with small cysts and
peripheral vascularity

Gambar 12. The nodule on Figure 7 corresponds to a toxic adenoma on thyroid


scintigraphy with 99mTC-sodium pertechnetate

Gambar 13. TI-RADS 3: several nodules in the same gland with a similar
ultrasound pattern: hyper or isoechoic nodules, with small cystic changes and
small hypoechoic spots, as well as microcalcifications (arrow) and peripheral

14
perfusion. In the thyroid scintigraphy (lower row on the right) TNs appear as toxic
adenomas in a patient with hyperthyroidism.

Gambar 14. Patient with nodular goiter. In a hyperechoic nodule with small cysts,
consistent with TI-RADS 3, a small papillary thyroid carcinoma (pT1b) was
histologically detected after surgery.

Gambar 15. TI-RADS4a: markedly hypoechoic nodule, of normal shape and


abnormal vascularity. Score of 1.

Gambar 16. TI-RADS 4b: nodule with microcalcifications and poorly defined
irregular margins. Score of 2.

15
Gambar 17. 4b: nodule with two sonographically suspicious criteria for
malignancy: hypoechogenicity and internal vascularity

Gambar 18. TI-RADS 4c: nodule with microcalcifications, irregular borders and
taller than wide shape (greater in its anteroposterior diameter than in its transverse
diameter). Score of 3.

Gambar 19. TI-RADS 4c: hypoechoic nodule of irregular margins with a taller
than wide shape. Score of 3.

16
Gambar 20. TI-RADS 5: hypoechogenic nodule with microcalcifications and
poorly defined margins, with perinodular tissue invasion (arrow). Taller than wide
shape. Presence of a cervical lymph node suspicious for malignancy (see: Fig.
17). Overall score of 6.

Gambar 21. TI-RADS 5: suspicious hypoechoic lymph node, with round shape
and abnormal vascularity. Overall score of 6 for the nodule of fig. 16

TI-RADS classification of thyroid nodules based on a scoring system according to


ultrasound criteria for malignancy:
TI-RADS 1: Normal thyroid gland. No focal lesion.
TI-RADS 2: Benign nodules. Noticeably benign pattern (0% risk of
malignancy)Score of zero
TI-RADS 3: Probably benign nodules (<5% risk of malignancy)Score of zero
TI-RADS 4:
• 4a – Undetermined nodules (5-10% risk of malignancy)Score of 1.
• 4b – Suspicious nodules (10-50% risk of malignancy)Score of 2.
• 4c – Highly suspicious nodules (50-85% risk of malignancy)Score of 3-4

17
TI-RADS 5 : Probably malignant nodules (>85% risk of malignancy) Score of 5
or higher
TI-RADS 6: Biopsy-proven malignancy. 14

g. Sidikan (Scan) tiroid


Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama
technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah
jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa
menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.2

h. Biopsi Aspirasi Jarum Halus


Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli
sitologi.2,6

Gambar 22. multinodulargolter besar. 10

A: Pasien dengan multinodulargolter besar yang muncul dengan ketidaknyamanan


leher tanpa gejala superiormediastinum halangan.
B: Foto rontgen dada mengungkapkan massa dada sisi kanan yang besar.

18
C: Iodine-i 31 thyroid scintigram menunjukkan besar diffusemultinodulargoiter
dengan retrostemalextension (panah putih) .
D: SagittalMRI 500/32 pulsesequenceshows largegoiter dengan anterior and
posterior mediastine extension (whitearrows).
E: SagittalMRI2,000 / 160 pulsesequence (T2weighting) menunjukkan
kemampuan memperoleh konsekuensi sinyal dalam sebagian besar jumlah
multinoduluang yang paling mungkin dihubungkan dengan koloid dan
pendarahan.10
Gondok multinodular. Patofisiologi multi gondok nodular dianggap sebagai
konsekuensi dari periode bersepeda hiperstimulasi, diikuti oleh involution dari
area yang distimulasi dalam banyak hal. Dibeberapa pasien jaringan hiperplastik
gagal kembali normal. Sintesis hormonal dipertahankan meskipun beberapa
folikel tiroid yang terstimulasi mungkin tidak mampu untuk memobilisasi koloid,
efek bersihnya adalah ketidakseimbangan antara sintesis dan mobilisasi,
menghasilkan baik peningkatan ukuran dan kadang-kadang pecahnya kantong.
Pecahnya dan pelepasan koloid dari folikel dapat menyebabkan daerah offibrosis
dalam tiroid kelenjar. Jika area fibrotik ini tersebar tidak beraturan seluruh
kelenjar, koloid multinodular yang khas gondok dapat terjadi.10
10. Penatalaksanaan Medis
Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis jenis-jenis struma antara
lain sebagai berikut:
a. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan
tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang
merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah
atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan
kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak
meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein
maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan
fungsi tiroid.8,12,13

19
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang
tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang
adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-
4 minggu setelah tindakan pembedahan.8
b.Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi
maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %.
Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga
memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak
meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik Yodium
radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di
rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi,
sebelum pemberian obat tiroksin.8

c. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid


Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena
itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini
juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat
ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.8,9
d. Pencegahan Tertier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan
sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :
 Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk memastikan
dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.
 Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

20
 Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik
segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima
kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan rehabilitasi fisik,
psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan, sosial terapi yaitu dengan
rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang berhubungan
dengan kecantikan.8,11
11. Diagnosis Banding

Metastasis kanker tiroid harus selalu dikecualikan, karena mereka dapat


bermanifestasi sebagai jaringan tiroid ektopik. Di umum, diagnosis banding
tergantung pada lokasi. Tiroid lingual dan submandibular harus dibedakan dari
adenoma dan kista di garis tengah, termasuk angioma, fibroma, limfangioma,
lipoma, tumor kelenjar saliva, kista duktus tiroglosal, kista branchial garis tengah,
dan epidermis atau sebasea kista, serta tumor berserat soliter dari jaringan lunak
perithyroidal. 12

21
BAB III

REFLEKSI KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Tanggal lahir/Umur : 18 Agustus 1971 / 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Munif Rahman
Masuk Rumah Sakit : 28 Oktober 2018
Ruang perawatan : Ruangan Koral Rumkit Bhayangkara Palu

2. Anamnesis
Keluhan utama: nyeri ulu hati
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati, batuk kering,
pasien juga mengeluh mengalami pembengkakan pada leher selama 13 tahunan
ini semenjak melahirkan anak yang ke-1. pembengkakan pada leher pasien alami
semakin membesar. Pasien juga mengalami perasaan dingin, gemetar, dan
menggigil. Pasien juga sering mengalami sakit kepala sejak lama, dan memiliki
riwayat hipertensi tak terkontrol sering tekanan darah 140 dan 130. dan
mengkonsumsi obat herbal penurun tekanan darah sejak lama. Dan makan
ketimun untuk menurunka tekanan darahnya. Riwayat minum obat amlodipin
disangkal.

Riwayat penyakit terdahulu:


Mengalami pembengkakan leher sejak 13 tahuanan ini.dan telah mengalami
riwayat tekanan darah tinggi tak terkontrol.
Riwayat penyakit dalam keluarga: Di dalam keluarga pasien tidak ada yang
mengalami hal serupa.

22
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6
Tanda-tanda Vital
Tekanan darah: 120/70 mmhg
Pernapasan : 22x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu badan : 36,5oC
Kepala
- Konjungtiva anemis -/-
- Sklera ikterus -/-
- Pupil bulat isokor 3 mm/3 mm
Leher
- Kelenjar GB : Tidak ada pebesaran KGB
- Tiroid : bergerak mengikuti gerak menelan, pembesaran (+)

Thorax: vesicular (+/+), Ronchi (-), wheezing (-) ,


BJ I-II tunggal regular
Abdomen: cembung, distensi (-), peristaltic (+). nyeri tekan (+), Hepar/lien
dalam batas normal
Ekstremitas: akral hangat, edema (-) nyeri tekan (-) pada tungkai kanan, posisi
varus, Clubbing finger -/-
4. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen x-ray foto thorax PA tanggal 30/10/2018

23
Gambar 23. Hasil X-Ray Ny. D

- Corakan bronchovascular dalam batas normal


- Tidak tampak proses spesifik
- Cor membesar, apex tertanam
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
- Soft tissue mass region colli sinistra yang memasuki aperthura thoracic
superior dan mendesak trachea ke kanan.
Kesan :
- Cardiomegaly
- Massa thyroid sinistra

HasilUSG 30/10/2018

24
Hasil USG Thyroid :

Thyroid kanan : membesar, tampak beberapa hiperechoic batas tegas uk 1,2 x 1,3
x 1,3 cm
Thyroid kiri : membesar, tampak massa hiperechoic batas tegas tepi regular uk
3x4x4 cm disertai degenarasi kistik
Isthmus : menebal
Tidak tampak pembesaran KGB

Kesan : massa thyroid bilateral

5. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada pasien ini, maka diagnosisnya :Struma Thyroid

6. Penatalaksanaan
- IVFD RL 28 gtt/menit

25
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam IV
- Inj.metoclopramide/12 jam IV
- Pumpicel/24 jam IV
- Inj. Ondancentrone 1 amp/8 jam/IV
- Ibuproven 3x1 tab
- Ambroxol 3x1 tab
- GG 3X1 tab
- Citrizine 2x1 tab

7. Resume dan Analisis Kasus


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati, batuk kering, pasien
juga mengeluh mengalami pembengkakan pada leher selama 13 tahunan ini
semenjak melahirkan anak yang ke-1. pembengkakan pada leher pasien alami
semakin membesar. Pasien juga mengalami perasaan dingin, gemetar, dan
menggigil. Pasien juga sering mengalami sakit kepala sejak lama, dan memiliki
riwayat hipertensi tak terkontrol sering tekanan darah 140 dan 130. dan
mengkonsumsi obat herbal penurun tekanan darah sejak lama. Dan makan
ketimun untuk menurunka tekanan darahnya. Riwayat minum obat amlodipin
disangkal.
Berdasarkan pemeriksaan fisis yang dilakukan didapatkan Tekanan darah
120/70 mmhg, Pernapasan 22x/menit, Nadi 80x/menit, Suhu badan 36,5 oC,
berdasarkan pemeriksaan diagnostik yang telah dilakukan didapatkan hasil teraba
pembesaran kelenjar tiroid kanan dan kelenjar tiroid kiri yang mengikuti gerakan
menelan. selain itu juga berdasarkan pemeriksaan foto x-ray foto thorax PA
tanggal 30/10/2018 dengan kesan Cardiomegaly dan Massa thyroid sinistra. Pada
pemeriksaan USG Tyroid Thyroid kanan : membesar, tampak beberapa
hiperechoic batas tegas uk 1,2 x 1,3 x 1,3 cm. Thyroid kiri : membesar, tampak
massa hiperechoic batas tegas tepi regular uk 3x4x4 cm disertai degenarasi kistik,
Isthmus : menebal. Kesan : massa thyroid bilateral . Sesuai dengan kasus,
berdasarkan pemeriksaan Hal ini mendukung penegakan diagnosis pada pasien.

26
BAB IV

KESIMPULAN

Goiter atau struma atau secara awam dikenal dengan istilah gondok
merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang dapat berkaitan dengan gangguan
primer pada organ tiroid ataupun akibat stimulasi hormonal atau faktor lain
terhadap tiroid. Berdasarkan ukuran kelenjar tiroid, definisi goiter ditetapkan pada
individu dengan berat kelenjar tiroid melebihi 18 mL pada perempuan atau
melebihi 25 mL pada laki-laki. Sekitar 27% dari keseluruhan pasien goiter di
dunia berada di Negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
goiter merupakan faktor predisposisi terjadinya karsinoma tiroid dan bahkan
kemungkinan dapat mempengaruhi perangai biologis karsinoma tiroid.
Penatalaksanaan Medis Ada beberapa macam untuk penatalaksanaan medis
jenis- jenis struma antara lain Operasi/Pembedahan, Yodium Radioaktif, dan
Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Armerinayanti, Ni Wayan. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran


dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa. WMJ (Warmadewa Medical
Journal), Vol. 1 No. 2 November 2016, Hal. 42-50.
http://repository.warmadewa.ac.id/165/1/27-208-2-PB.pdf
2. K Rismadi. Universitas Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20013/Chapter
%20II.pdf?sequence=4
3. Sarah T. Tallane, Alwin Monoarfa, P. A. V Wowiling . Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2016. Judul Profil struma non toksik pada
pasien di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juli 2014-Juni 2016.
4. Universitas Gadjah Mada . disfungsi kelenjar tyroid.
file:///F:/RADIOLOGI/Disfungsi%20Kelenjar%20Tiroid.pdf
5. Jack DeRuiter. Endocrine Module (PYPP 5260), Thyroid Section, Spring
2002. THYROID HORMONE TUTORIAL: THYROID PATHOLOGY.
https://www.auburn.edu/~deruija/endp_thyroidpathol.pdf
6. AMERICAN THYROID ASSOCIATION. Further details on this and other
thyroid-related topics are available in the patient thyroid
information section on the American Thyroid Association® website
www.thyroid.org. https://www.thyroid.org/wp-
content/uploads/patients/brochures/Goiter_brochure.pdf
7. INFODATIN. Tiroid Internasional thyroid awareness week. Situasi dan
analisis penyakit tiroid. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI.
file:///C:/Users/ACER/Desktop/Downloads/infodatin-tiroid%20(4).pdf.
8. Ni Luh Ayu Darmayanti, I Gd Budhi Setiawan, Sri Maliawan
Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. ENDEMIK GOITER.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14448&val=970

28
9. Edward B. Silberstein1 (Chair), The SNM Practice Guideline for Therapy of
Thyroid Disease with 131I 3.0*. Journal of Nuclear Medicine, published on
July11, 2012 as doi:10.2967/jnumed.112.105148
10. Martin P. Sandler and James A. Patton Department ofRadiology, Division
ofRadiological Sciences, Vanderbilt University Medical Center, Nashville,
Tennessee. Multimodality Imaging of the Thyroid and Parathyroid Glands.
Downloaded from jnm.snmjournals.org by Indonesia: J of Nuclear Medicine
Sponsored on November 12, 2018. For personal use only.
11. AG Unnikrishnan. Nodular Diseases in the Thyroid. © SUPPLEMENT TO
JAPI • JANUARY 2011 • VOL. 59.
http://www.japi.org/thyroid_special_jan_issue_2011/nodular%20diseases%20in
%20the%20thyroid.pdf
12. George Noussios. REVIEW Ectopic thyroid tissue: anatomical, clinical, and
surgical implications of a rare entity. European Journal of Endocrinology (2011)
165 375–382.
13. Hossein Gharib, MD, MACP, MACE. AACE/AME/ETA Guidelines. These
guidelines are based on Endocr Pract. 2006 Jan-Feb;12(1):63-102. Used with
permission.
14. J. Fernández Sánchez *. TI-RADS classification of thyroid nodules based on
a score modified according to ultrasound criteria for malignancy. Radiology and
Nuclear Medicine, Robert-Bosch-Krankenhaus, University Hospital, Tübingen
University, Stuttgart, Germany.
http://webcir.org/revistavirtual/articulos/noviembre14/argentina/ti_rads_classificat
ion.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai