Diajukan oleh :
Anggota Anggota
Ery Susiany R., ST., MT. Dra. Adriana Anteng A., M.Si.
NIK. 521.98.0348 NIK. 521.86.0124
Mengetahui
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia
Dekan Ketua
Ir. Suryadi Ismadji, MT., Ph.D. Wenny Irawaty, ST., MT., Ph.D.
NIK. 521.89.0151 NIK. 521.95.0221
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Anggota Anggota
Ery Susiany R., ST., MT. Dra. Adriana Anteng A., M.Si.
NIK. 521.98.0348 NIK. 521.86.0124
Mengetahui
Ir. Suryadi Ismadji, MT., Ph.D. Wenny Irawaty, ST., MT., Ph.D.
NIK. 521.89.0151 NIK. 521.95.0221
iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Judul:
Pengambilan Crude Tanin dari Buah Maja (Aegle marmelos) dengan
Metode “Modified Maceration” dan Pemanfaatannya sebagai Bio-
Coagulant
Yang menyatakan,
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Judul:
Pengambilan Crude Tanin dari Buah Maja (Aegle marmelos) dengan
Metode “Modified Maceration” dan Pemanfaatannya sebagai Bio-
Coagulant
Yang menyatakan,
(Nathania Puspitasari)
NRP. 5203013047
v
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri dan bukan merupakan hasil karya orang lain, baik
sebagian maupun seluruhnya, kecuali dinyatakan dalam teks. Seandainya
diketahui bahwa skripsi ini ternyata merupakan hasil karya orang lain, maka
saya sadar dan menerima kosekuensi bahwa skripsi ini tidak dapat
digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri dan bukan merupakan hasil karya orang lain, baik
sebagian maupun seluruhnya, kecuali dinyatakan dalam teks. Seandainya
diketahui bahwa skripsi ini ternyata merupakan hasil karya orang lain, maka
saya sadar dan menerima kosekuensi bahwa skripsi ini tidak dapat
digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
7777777777777777777777777777777777777777777777777777777777777
77777777777777777777777777777777777777777777777777
(Nathania Puspitasari)
NRP. 5203013047
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengambilan Crude Tanin dari Buah Maja (Aegle marmelos)
dengan Metode “Modified Maceration” dan Pemanfaatannya sebagai Bio-
Coagulant” tepat pada waktunya. Tujuan dari pembuatan skripsi ini adalah
sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universita Katolik Widya Mandala
Surabaya.
Dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang membantu
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ir. Yohanes Sudaryanto, MT. dan Herman Hindarso, ST. MT.,
selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan banyak masukan, bimbingan, dan pengarahan yang
baik dalam penelitian ini.
2. Antaresti, ST, M.Eng.Sc., MM.; Ery Susiany Retnotingtyas, ST.,
MT.; dan Dra. Adriana Anteng Anggorowati, M.Si,. selaku Dewan
Penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penelitian
ini.
3. Ir, Suryadi Ismadji, MT., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik,
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.
4. Wenny Irawaty, ST., MT., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya.
viii
5. Ir. Yohanes Sudaryanto, MT. selaku Ketua Labotarium Kimia
Organik dan Kimia Fisika; Dra. Adriana Anteng Anggorowati,
M.Si, selaku Ketua Labotarium Kimia Analisa; Ir. Suryadi Ismadji,
MT., Ph.D., selaku Ketua Labotarium Proses; Dr. Ir. Suratno
Lourentius, MS., selaku Ketua Labotarium Operasi Teknik Kimia;
dan Ery Susiany Retnotingtyas, ST.,MT., selaku Ketua Labotarium
Teknologi Bioproses yang telah memberi kemudahan dalam
pengunaan dan peminjaman alat-alat di labotarium.
6. Bapak Novi Triono selaku laboran pada Labotarium Kimia
Organik dan Kimia Fisika, Bapak Agustinus Soelistiawan selaku
laboran pada Labotarium Teknologi Bioproses, serta Bapak Hadi
Pudjo Kuncoro selaku laboran pada Labotarium Operasi Teknik
Kimia, yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penelitian
ini.
7. Seluruh dosen dan staff Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, yang secara tidak
langsung telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini.
8. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan, baik secara
materi maupun non-materi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Seluruh rekan-rekan di lingkungan kampus maupun di luar kampus
yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan secara satu persatu.
ix
Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bagi
pembaca.
Penulis
x
DAFTAR ISI
xi
LAMPIRAN A ........................................................................................... 66
LAMPIRAN B ............................................................................................ 72
LAMPIRAN C............................................................................................ 82
LAMPIRAN D ........................................................................................... 86
LAMPIRAN E ............................................................................................ 94
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
Gambar E.4. a) Proses Maserasi Buah Maja; (b) Proses
Pengadukan; (c) Proses Pemisahan Padatan; (d)
Proses Penguapan; (e) Crude Tanin............................. 96
Gambar E.5. Pengujian Kualitatif Crude Tanin; (a) Sebelum
diberi FeCl3 ; (b) Setelah diberi FeCl3 ......................... 97
Gambar E.6. Pengujian Kuantitatif Crude Tanin .............................. 97
Gambar E.7. Tahap Koagulasi; (a) Air Limbah Sintetis; (b)
Proses Koagulasi; (c) Setelah Penambahan
Koagulan...................................................................... 97
Gambar E.8. Analisa Air Limbah Setelah ditambahkan
Koagulan Tanin; (a) Pengukuran pH; (b)
Pengukuran Kekeruhan Air Limbah ............................ 98
xiv
DAFTAR TABEL
xv
Tabel D.1. Data Pembakuan Larutan KMnO4 ± 0,1 N dengan
larutan H2C2O4 0,1 N ................................................... 92
Tabel D.2. Data Pembakuan Larutan KMnO4 ± 0,1 N dengan
larutan H2C2O4 0,1 N ................................................... 92
xvi
INTISARI
Saat ini, buah maja kurang populer di Indonesia karena tidak dapat
digunakan sebagai bahan pangan dikarenakan rasa pahitnya, yang
disebabkan oleh kandungan tanin. Buah maja mengandung tanin sebesar 9%
pada bagian daging buah dan 20% pada bagian kulit buah. Tanin merupakan
senyawa polifenol yang memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks
yang kuat dengan beberapa molekul lain. Berdasarkan hal tersebut, tanin
berpotensi sebagai bio-coagulant karena dapat mengikat suspended solid
pada air limbah.
Penelitian ini menggunakan metode modifikasi maserasi untuk
mengambil crude tanin dari buah maja, modifikasi yang digunakan adalah
pengadukan dan maserasi ulang. Pada maserasi pertama, bahan baku yang
digunakan adalah buah maja yang telah dikeringkan. Tujuan dari langkah ini
adalah untuk menemukan pelarut terbaik yang dapat memberikan rendemen
tanin tertinggi, dengan memvariasikan jenis pelarut dan variasi (jumlah
siklus x waktu) maserasi. Maserasi kedua menggunakan kulit buah maja
fresh dan diaplikasikan sebagai bio-coagulant.
Kedua maserasi memiliki langkah kerja yang sama yaitu dengan
diawali proses pengecilan ukuran buah maja kemudian serbuk maja
direndam dalam pelarut. Setelah beberapa waktu, crude tanin yang
diperoleh dari proses maserasi dianalisa secara kualitatif dengan pereaksi
Gibbs dan secara kuantitatif dengan metode permanganometri. Tanin
dengan rendemen tertinggi digunakan sebagai bio-coagulant. Parameter
kualitas air limbah yang dianalisa meliputi penurunan kekeruhan dan
perubahan pH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut terbaik untuk
mengekstrak crude tanin dari buah maja adalah etanol. Kemudian pada
waktu maserasi yang sama, semakin besar rasio kulit maja dengan pelarut
(b/v), semakin tinggi rendemen tanin; kenaikan waktu maserasi akan
meningkatkan rendemen tanin, dan semakin besar siklus maserasi maka
akan memberikan rendemen tanin yang tinggi. Pada percobaan koagulasi,
dapat juga dibuktikan bahwa crude tanin dari buah maja berpotensi menjadi
bio-coagulant.
xvii
ABSTRACT
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
dengan ujung dan pangkal yang runcing, tepinya bergerigi atau berlekuk
tidak dalam. Bunganya termasuk dalam jenis bunga majemuk dengan
bentuk malai, serta memiliki akar tunggang berwarna putih.
Tanaman maja dapat diklasifikasikan sebagai berikut [8]:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Magnoliosida
Ordo : Sapindales
Famili : Rutacease
Ganus : Aegle
Spesies : Aegle marmelos
Komponen Jumlah
Air 61,5 gram
Protein 1,87 gram
Lemak 0,39 gram
Karbohidrat 31,8 gram
Abu 1,7 gram
Karoten 55 miligram
Tiamin 0,13 miligram
Riboflavin 1,19 miligram
Niasin 1,1 miligram
Vitamin C 8 miligram
Pada bagian daging buah maja terdapat kadar tanin sebesar 9%,
sedangkan pada kulit buahnya terdapat kadar tanin yang lebih besar yaitu
mencapai 20% [2]. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Siama dkk [7], pada buah maja terdapat kadar air sebesar 0,9 % dan kadar
abu sebesar 0,19%. Selain itu Siama dkk [7] juga mengungkapkan bahwa
rendemen tanin yang didapatkan dari buah maja menggunakan pelarut
etanol adalah sebesar 2,2%.
II.2. Tanin
Tanin adalah senyawa fenolik kompleks yang memiliki berat
molekul 500-3000. Tanin memiliki kemampuan untuk dapat menyamak
kulit atau mengendapkan gelatin yang terdapat pada suatu cairan, sifat ini
7
oligomer yang lebih tinggi. Proantosianidin merupakan nama lain dari tanin
terkondensasi, hal ini dikarenakan apabila tanin terkondensasi direaksikan
dengan larutan asam dapat menyebabkan beberapa ikatan karbon terputus
dan membebaskan monomer antosianin [21].
Proantosianidin dapat didefinisikan sebagai oligo atau polimer yang
termasuk dalam flavonoid (flavan-3-ol atau flavan 3-4 diol), dimana ikatan
tunggal antar karbon (C-C) tidak mudah untuk dihidrolisis [17]. Gambar
struktur dasar tanin disajikan pada Gambar II.2. berikut.
II.2.2.1. Gallotanin
Gallotanin merupakan senyawa bentukan dari asam gallat dan gula,
biasanya glukosa. Beberapa asam gallat terikat pada satu molekul gula.
Asam gallat dapat terikat pada gugus ester yang terbentuk antara gugus
karboksil molekul satu dan gugus hidroksi pada molekul lain [22].
Sifat fisik dari gallotanin berupa polimer amorf, yang memiliki
warna putih kekuningan, bau yang spesifik, dapat dengan mudah larut
dalam air dan gliserol, sangat larut ke dalam alkohol dan aseton. Tetapi
gallotanin tidak dapat larut di dalam benzena, kloroform, eter, karbon
disulfida, dan karbon tetraklorida [23].
Sifat kimia dari gallotanin seperti yang diungkapkan oleh Tyler [24]
adalah memiliki warna coklat apabila terkena cahaya. Dapat menimbulkan
endapan tak larut apabila direaksikan dengan albumin, tepung, gelatin,
alkaloid dan garam metalik. Sedangkan apabila direaksikan dengan FeCl3
akan memberikan warna biru kehitaman. Gallotanin akan mengalami
dekomposisi menjadi pirogalol dan CO2 pada suhu 215oC.
Gallotanin merupakan suatu ester dimana larutan gugus karboksil
dari gugus esternya dapat diprotonkan, kemudian karbon yang bermuatan
positif (proton) parsial dapat diserang oleh nukleofil lemah seperti air.
Untuk reaksi hidrolisis dengan katalis asam dalam air berlebih dan pada
suhu tinggi, gallotanin akan berubah menjadi asam karboksilat [25].
Gambar struktur dari asam gallat disajikan pada Gambar II.3. berikut.
11
II.2.2.2. Ellagitanin
Ellagitanin merupakan senyawa yang dapat terbentuk karena
terikatnya dua molekul asam gallat melalui reaksi oksidasi yang dapat
disebut sebagai asam heksahidroksi difenil [26]. Ellagitanin merupakan
jenis tanin yang terhidrolisis. Hidrolisis dengan asam kuat akan
menghasilkan asam ellagat. Asam ellagat dapat memberikan reaksi warna
yang spesifik apabila direaksikan dengan asam nitrit (HNO 2). Reaksi ini
biasanya digunakan untuk mendeteksi jaringan tumbuhan yang terekstrak
dan merupakan metode yang penting pada saat penentuan ellagitanin [27].
Dalam penentuan ellagitanin diperlukan reaksi warna dengan asam
nitrat dalam lingkungan nitrogen, dimana akan memberikan warna merah
yang lama kelamaan menjadi warna biru. Apabila terdapat udara di
sekelilingnya maka cairan lama kelamaan akan berubah warna menjadi
kuning [27].
Asam ellagat dapat membentuk kristal jarum hijau kuning dengan
piridin yang akan meleleh pada suhu 360oC. Asam ellagat tidak larut dalam
12
eter, tetapi sedikit larut di dalam air dan larut di dalam alkali atau basa
dengan menunjukkan perubahan warna menjadi kuning yang kuat. Asam
ellagat mewarnai katun chrominum-mordant dengan warna hijau pudar
[26].
II.3. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses yang pengambilan komponen-
komponen kimia dari senyawa organik yang terdapat di alam menggunakan
suatu pelarut [35].
Menurut Mc Cabe [36] dalam Muhiedin [37], ekstraksi dapat
dibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat-cair, proses pengambilan komponen-komponen
kimia dari bahan yang memiliki wujud berupa padatan dan
menggunakan pelarut berwujud cair.
17
II.3.2. Maserasi
1. Pengertian maserasi
Maserasi memiliki istilah asli yaitu “macerare”, yang
berasal dari bahasa Latin, memiliki arti merendam, dan
termasuk ke dalam ekstraksi dingin. Ekstraksi dengan cara
maserasi dilakukan dengan cara merendam bahan alam
20
Unit alat
sederhana Tidak jenuh Proses cepat Bahan yang
lunak
Biaya
rendah Volume
pelarut sedikit
Kelebihan Tanpa Difusi Bahan yang
pemanasan meningkat kasar
Pemanasan
dapat diatur
Energi yang
dibutuhkan
kecil
2. Kelarutan
Bahan yang diekstrak harus memiliki kelarutan yang
besar dalam pelarut jenis tertentu. Keuntungan dari hal ini
adalah penggunaan jumlah pelarut yang sedikit.
3. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada proses ekstraksi, bahan yang terekstrak tidak boleh
bercampur dengan pelarut yang digunakan.
4. Kerapatan
Pada proses ekstraksi, bahan yang terekstrak memiliki
beda kerapatan yang besar dengan pelarut yang akan
digunakan.
5. Reaktifitas
Pelarut harus memiliki reaktivitas yang kecil sehingga
tidak dapat menyebabkan perubahan struktur komponen bahan
yang akan diekstrak. Tetapi ada beberapa bahan yang harus
megalami reaksi kimia dengan pelarut agar dapat berwujud
cair.
6. Titik didih
Beda titik didih antara ekstrak dan plearut haruslah besar.
Hal ini dikarenakan apabila beda titik didih terlalu kecil akan
menyebabkan senyawa aktif yang diekstrak mengalami
penguapan.
7. Kriteria yang lain :
a. Murah
b. Tersedia dalam jumlah besar
c. Tidak beracun
d. Tidak dapat terbakar
26
II.4 Kaolin
Kaolin merupakan salah satu jenis tanah lempung (clay) yang
tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah, dan
umumnya berwarna putih. Kaolin mempunyai komposisi hidrous
alumunium silikat (2H2O.Al2O3.2SiO2) dengan disertai beberapa mineral
[58].
Proses pembentukan kaolin (kaolinisasi) dapat terjadi melalui proses
pelapukan dan proses hidrothermal alterasi pada batuan beku felspartik,
mineral-mineral potas alumunium silka dan feldspar diubah menjadi kaolin.
27
Proses koagulasi dibagi ke dalam dua tahap yaitu secara fisika dan
secara kimia:
1. Secara Fisika
Koagulasi secara fisis dapat terjadi, seperti:
a. Pemanasan
Kenaikan suhu pada sistem koloid menyebabkan
tumbukan antar partikel-partikel dengan molekul-molekul
air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang
teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya, partikel
menjadi tidak bermuatan.
30
b. Pengadukan
Pengadukan menyebabkan sistem koloid bertumbukan
secara cepat dengan molekul-molekul air.
2. Secara Kimia
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid dan penambahan zat koagulan. Ada beberapa
hal yang dapat menyebabkan koloid menjadi bermuatan netral,
antara lain:
a. Menggunakan Prinsip Elektroforesis
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel
koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan yang
berlawanan. Ketika partikel tersebut mencapai elektrode,
maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan
bersifat netral.
b. Penambahan Koloid
Koloid bermuatan negatif akan menarik diri ke ion positif,
sedangkan koloid bermuatan positif akan menarik diri ke
ion negatif. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung
lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu
dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid
sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin
kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga
makin cepat terjadi koagulasi. [59]
c. Penambahan Elektrolit
Jika suatu leektrolit ditambahkan pada sistem koloid,
maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan
mengadsorpsi koloid dengan muatan positif dari
31
II.6.2. Flokulasi
Flokulasi adalah suatu proses aglomerasi (penggumpalan) partikel-
partikel terdestabilisasi menjadi flok dengan ukuran yang memungkinkan
dapat dipisahkan oleh sedimentasi dan filtrasi.
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk
mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah terjadi pada proses
koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling
bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok
yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien
kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai
gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah
pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradient terlalu rendah/tidak
memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan
flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan.
Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak
flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama
terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi
proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan
flok. Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan
dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses
koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada
proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan
koagulasi. Proses flokulasi disajikan pada Gambar II.5. berikut.
32
33
34
2. Tahap Koagulasi
a. Volume air limbah sintetis untuk setiap percobaan = 50 mL
Pemilihan ini mengacu pada penelitian Kristianto [19] yang
menggunakan sampel air limbah sebanyak 50 mL untuk
proses koagulasi menggunakan koagulan tanin.
38
2. Tahap Koagulasi
Konsentrasi tanin = 750, 1000, 1250, 1500, dan 1750
mg/L
Pemilihan tersebut mengacu pada penelitian Kristianto
[19] yang melakukan proses pengolahan air limbah
menggunakan tanin dari daun belimbing wuluh dengan
konsentrasi 200, 500, 750, 1000, 1250, 1500, dan 1750
mg/L. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa pada
konsentrasi 1500 mg/L, terjadi penurunan kekeruhan
dari 25,23 NTU menjadi 20,40 NTU serta perubahan pH
dari 6,26 menjadi 7,47.
III.3. Bahan
1. Buah maja diperoleh dari Jalan Mojo Klanggru, Surabaya
2. Kaolin (Al2O3.2H2O.2SiO2 , BM = 261,96 g/mol)
3. Etanol (C2H5OH, BM = 46,07 g/mol, kadar = 96% , ρ = 0,7985
g/mL)
4. Aseton (CH3COCH3, BM = 58,08 g/mol, ρ = 0,7989 g/mL)
5. Aquades (H2O, BM = 18,02 g/mol)
41
III.4. Alat
1. Rotary evaporator (Buchi RE 121, dengan labu Schoot duran 1000
mL)
2. Desikator (Glaswerk)
3. Neraca analitik (Satorius Basic)
4. Neraca kasar (Precisa 3000 D)
5. pH meter (Mettler Toledo)
6. Turbidimeter (Lamotte 2008)
7. Oven (Memmert)
8. Blender (Panasonic MX-J210PN)
9. Furnace (Thermolyne Furnace)
10. Cawan porselen
11. Alat-alat gelas
12. Moisture analyzer (MB35 Halogen)
13. Centrifuge (Hettich EBA 21)
14. Sieve shaker (Retsch AS 200)
42
15. Stirrer
16. Magnetic Stirrer (Labinco L-81)
46
47
Dari Tabel IV.1. dan Gambar IV.1. dapat dilihat bahwa rendemen
tanin dengan pelarut etanol mempunyai nilai yang lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan pelarut aquades dan aseton pada hampir semua variasi
jumlah siklus x waktu maserasi. Rendemen tanin tertinggi diperoleh dari
hasil maserasi dengan etanol selama 3x16 jam, yaitu sebesar 0,67%. Oleh
sebab itu, dapat disimpulkan bahwa etanol merupakan pelarut terbaik untuk
mengekstrak tanin dari buah maja. Hal ini kemungkinan dikarenakan nilai
konstanta dielektrik etanol cenderung mendekati konstanta dielektrik tanin.
Harga konstanta dielektrik menunjukkan kepolaran suatu senyawa (harga
konstanta dielektrik etanol yaitu 24,6; Harga konstanta dielektrik air yaitu
81; dan harga konstanta dielektrik aseton yaitu 21). Apabila senyawa yang
48
.
(a) (b)
Gambar IV.2. Uji Kualitatif Crude Tanin dari Buah Maja Kering (a)
Sebelum Penambahan Reagen Fehling (b) Sesudah Penambahan
Reagen Fehling
Tabel IV.2. Hasil Uji Kuantitatif Crude Tanin dari Buah Maja Kering
No. Sampel Kandungan Glukosa
(%brix, mass of sucrose)
1. Etanol, 2x24 jam 1
2. Aquades, 2x24 jam 1,1
3. Aseton, 2x24 jam 0,9
(a) (b)
Gambar IV.3. Uji Kualitatif Crude Tanin dari Buah Maja Fresh (a)
Sebelum Penambahan Reagen Fehling (b) Sesudah Penambahan
Reagen Fehling
Berdasarkan Gambar IV.3., pada crude tanin dari buah maja fresh
positif mengandung glukosa. Kemudian dilakukan uji glukosa secara
kuantitatif dan didapatkan kandungan glukosa sebesar 0,3% brix. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan glukosa pada buah maja fresh lebih sedikit
dibandingkan pada buah maja kering.
Ketika buah maja dikeringkan selama 2 minggu, terjadi kontak
antara buah maja dengan udara luar dan menyebabkan buah mengalami
pematangan secara alami. Buah maja tergolong jenis climacteric, yang
mana akan terus melakukan proses pematangan buah walaupun sudah
dipetik dari pohon. Selama proses pematangan ini, terdapat kegiatan
hidrolisa substrat oleh enzim-enzim yang ada didalamnya. Proses ini
ditandai dengan perubahan warna daging buah dari putih menjadi
kecokelatan, munculnya aroma harum, dan tingginya kandungan glukosa
51
pada buah. Adanya proses hidrolisa pada pati akan memecah pati menjadi
glukosa oleh enzim amilase sehingga akan meningkatkan kadar glukosa
pada buah. Kemudian senyawa asam organik seperti tanin akan dihidrolisa
menjadi senyawa bersifat netral oleh enzim kinase. Akibatnya, seiring
dengan meningkatnya kematangan buah maka kandungan glukosa dalam
buah maja kering bertambah sedangkan kandungan tanin menjadi berkurang.
Berikut adalah reaksi pembentukan glukosa dari hidrolisis karbohidrat
dalam buah maja.
enzim
(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6
kandungan tanin pada kulit maja mencapai 20%. Rendemen tanin yang
didapatkan dari penelitian ini lebih kecil dibandingkan penelitian Chavda
sehingga dilakukan ekstraksi tanin dengan metode soxhlet. Ekstraksi
dengan metode soxhlet dapat mengambil semua kandungan tanin dalam
buah maja sehingga dapat mengetahui rendemen tanin dari bahan baku yang
digunakan dalam penelitian ini. Rendemen tanin yang didapatkan dari hasil
ekstraksi kulit maja fresh tersebut sebesar 2,9%.
Dari hasil percobaan maserasi, didapatkan bahwa kenaikan waktu
maserasi akan meningkatkan rendemen tanin, misalnya pada waktu 1x48
jam memiliki rendemen tanin yang lebih tinggi dari 1x24 jam. Kemudian
pada waktu maserasi yang sama, semakin besar siklus maserasi maka
rendemen tanin juga lebih besar dikarenakan penggantian pelarut baru akan
meningkatkan pengikatan senyawa tanin oleh pelarut tersebut. Misalnya,
pada waktu maserasi 3x16 jam memiliki rendemen tanin yang lebih tinggi
dari 1x48 jam pada setiap rasio pelarut.
Pada percobaan ini, rasio kulit maja : etanol (b/v) 1:30
memberikan nilai rendemen yang lebih besar dibandingkan rasio kulit
maja : etanol (b/v) 1:25 pada semua waktu maserasi. Hal ini disebabkan
semakin besar rasio pelarut pada proses maserasi maka tanin yang
terekstrak juga semakin banyak. Tetapi apabila telah terjadi kesetimbangan
antara konsentrasi pelarut yang mengikat senyawa aktif di dalam padatan
dengan konsentrasi pelarut yang ada di luar padatan maka proses transfer
massa akan berhenti. Misalnya pada rasio kulit maja : etanol (b/v) 1:30
dengan waktu maserasi 2x24 jam memberikan peningkatan rendemen
sebesar 12% dari 2x12 jam. Tetapi pada waktu maserasi 3x16 jam hanya
memberikan peningkatan rendemen sebesar 5% dari 3x8 jam sehingga
54
apabila proses maserasi dilanjutkan untuk waktu yang lebih lama tidak akan
memberikan peningkatan nilai rendemen.
konsentrasi crude tanin yang lebih besar tidak akan memberikan pengaruh
besar terhadap penurunan kekeruhan air limbah.
Secara garis besar, jika ditinjau dari persen penurunan kekeruhan
air limbah, crude tanin berpotensi menjadi bio-coagulant pada penjernihan
air limbah. Koagulan tanin kemungkinan memiliki muatan yang berbeda
dengan suspended solid pada air limbah kaolin sehingga terjadi gaya tarik-
menarik antar partikel koloid limbah dengan partikel koagulan membentuk
endapan dan dapat menurunkan kekeruhan air limbah.
Pengaruh konsentrasi crude tanin terhadap perubahan pH air limbah
sintetis kaolin disajikan pada Tabel IV.5. dan Gambar IV.6. berikut.
V.1. Kesimpulan
Dari percobaan pengambilan crude tanin dari buah maja dan
pemanfaatannya sebagai bio-coagulant, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pelarut terbaik untuk mengekstrak crude tanin dari buah maja
adalah etanol.
2. a. Pada waktu maserasi yang sama, semakin besar rasio bahan baku
dengan volume pelarut (b/v) maka rendemen tanin semakin
meningkat.
b. Pada rasio bahan baku dengan pelarut (b/v) yang sama, kenaikan
waktu maserasi akan meningkatkan rendemen tanin. Kemudian
pada waktu maserasi yang sama, semakin besar siklus maserasi
maka rendemen tanin juga semakin meningkat.
3. a. Penambahan crude tanin pada limbah dapat menurunkan nilai pH
dari limbah mendekati pH netral.
b. Pada kondisi air limbah yang sama, semakin besar konsentrasi
crude tanin yang ditambahkan maka semakin tinggi %
penurunan kekeruhan air limbah.
4. Crude tanin dari buah maja berpotensi menjadi bio-coagulant
karena penambahan tanin dapat menurunkan kekeruhan limbah
dengan signifikan.
58
59
V.2. Saran
1. Perlu adanya pemurnian lebih lanjut pada crude tanin untuk
meningkatkan rendemen tanin.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang potensi tanin sehingga dapat
diaplikasikan sebagai koagulan ramah lingkungan yang memenuhi
standart mutu air bersih.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chavda N., Mujapara A., Mehta S.K and Dodia P.P. Primary
Identification of Certain Phytochemical Constituents of Aegle
Marmelos (L.) Corr. Serr Responsible for Antimicrobial Acticity
Againts Selected Vegetable and Clinical Phatogen. International
Journal of Physical and Social Sciences, (Online), Volume 2, Issue
6 : 194. 2012.
2. Nurcahyati, S. Efektivitas Ekstrak Daun Mojo (Aegle marmelos)
Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Aegypti. 2008. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
3. Harborne, J. B. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. 1987. Bandung: ITB.
4. Siama, Yustina., Alam, Gemini,. dan Wahyudin, Elly. Uji Aktivitas
Hipoglemik Ekstrak Kulit Buah Maja (Aegle marmelos (L.))
Correa sebagai Inhibitor Alfa Glukosidase. 2013.
5. Agoes, G. Teknologi Bahan Alam. 2007 Bandung: ITB Press.
6. Nuraida. Analisis Kebutuhan Air pada Industri Pengolahan Tahu
dan Kedelai. 1985.
7. Enrico, Bernard. Pemanfaatan Biji Asam Jawa (Tamarindus
indica) sebagai Koagulan Alternatif dalam Proses Penjernihan
Limbah Cair Industri Tahu. 2008. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
8. BPOM. Aegle marmelos (L.) Correa. (cited 18 November 2015.
Aviliable from : perpustakaan.pom.go.id). 2008.
9. Maryani, Herti dan Suharmiati. Tanaman Obat Untuk Mengatasi
Penyakit pada Usia Lanjut. 2003. Jakarta: Agro Media Pustaka.
60
61
34. Rahim, A.A., Rocca, E., Steinmetz, J., Kassim, M.J., Adnan, R.,
and Ibrahim, M.S. Mangrove Tannins and Their Flavonoid
Monomers as Alternative Steel Corrosion Inhibitors in Acidic
Medium. 2007.
35. Anonim. Metode Ekstraksi. 2013 . Fitokimia UMI.
36. McCabe, Warren L., and Smith, J.C.., Unit Operation od Chemical
Engineering. 1999.
37. Muhiedin, F. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleorisisn Lada hitam
dengan Metode Ekstraksi Multi Tahap. 2008. Malang: Universitas
Brawijaya.
38. Saifudin, Azis. Standarisasi Bahan Obat Alam. 2011. Yogyakarta:
Graha ilmu.
39. Heinrich, Michael, Barnes, Joanne, Gibbons, Simon, Williamso,
and Elizabeth, M. Fundamental od Pharmacognosy and
Phytotherapi. 2006.
40. Departemen Kesehatan RI. Acuan Sediaan Herbal. 2000.
41. Departemen Kesehatan RI. Parameter Standar Umum Ektrak
Tumbuhan Obat Herbal. 2000.
42. Nurul. Ekstraksi. [cited 26 November 2015. Avaliable at:
http://nurul.kimia.up.edu/]. 2013.
43. EMDI-Bapedal. Limbah Cair berbagai Industri di Indonesia. 1994.
44. BPPT. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe dengan Proses
Biofilter Anaerob and Aerob. [cited 28 November 2015. Avaliable
at: http://www.enviro.bppt.go.id/kel-1/]. 1997.
45. Tay, Joo-Hwa. Biological Treatment of Soya Bean Waste. 1990.
46. Husin, A, Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan
Biji Kelor (Moringo oleifera seeds) sebagai Koagulan. 2003.
64
Tabel A.1. Hasil Kadar Air Kulit Maja Fresh dengan Variasi
(Jumlah Siklus x Waktu) Maserasi dan Rasio Pelarut Etanol
Kadar Air (%)
Rasio kulit maja:
Etanol (b/v)
1:25 1:30
Jumlah siklus x
Waktu Maserasi
1 x 24 jam 87,5 83,15
2 x 12 jam 88,8 86,40
3 x 8 jam 87,5 73,35
1 x 48 jam 88,55 86,40
2 x 24 jam 85,45 83,15
3 x 16 jam 88,55 73,35
66
67
= 6,76%
= 6,68%
= 0,50%
71
= 0,49%
(a) (b)
Gambar B.1. Uji Kualitatif Crude Tanin (a) Sebelum Penambahan
Pereaksi Gibbs (b) Sesudah Penambahan Pereaksi Gibbs
72
73
gram tanin.
Tabel B.1. Data Kadar Tanin dari Buah Maja Kering dengan
Variasi (Jumlah Siklus x Waktu) Maserasi dan Jenis Pelarut
Volume
No Sampel Massa Replikasi Volume rata-rata Kadar
Sampel KMnO4 KMnO4 (%)
(gram) (mL) (mL)
1. Etanol, 1,0226 1 8,6 8,65 0,44
1x24 jam
2 8,7
2. Etanol, 1,0644 1 9 9,25 0,82
2x12 jam
2 9,5
3. Etanol, 1,0135 1 9,2 9,1 0,76
3x8 jam
2 9
4. Etanol, 1,0256 1 9,1 9,05 0,72
1x48 jam
2 9
5. Etanol, 1,0094 1 9 8,9 0,62
2x24 jam
2 8,8
75
= 0,44%
Tabel B.2. Data Kadar Tanin dari Kulit Maja Fresh pada
Variasi (Jumlah Siklus x Waktu) Maserasi dan Rasio Pelarut Etanol
Rasio Volume
No Waktu Kulit Massa Replikasi Volume rata-rata Kadar
Maja : Sampel KMnO4 KMnO4 (%)
Etanol
(gram) (mL) (mL)
(b/v)
1. 1x24 1,0137 1 9,2 9,15 0,71
jam 2 9,1
77
Contoh perhitungan kadar tanin pada rasio massa kulit maja : volume
etanol 1:25 selama 1x24 jam maserasi dengan volume blanko rata-rata
sebesar 8,05 mL:
= x 100%
= 0,71%
Tabel B.3. Data Rendemen Tanin dari Buah Maja Kering dengan
Variasi (Jumlah Siklus x Waktu) Maserasi dan Jenis Pelarut
Massa
No Sampel Massa Buah Maja crude tanin Rendemen
(dry mass, gr) (gr) (%)
1. Etanol, 1x24 jam 30,0131 8,8090 0,13
2. Etanol, 2x12 jam 30,0121 11,4369 0,31
3. Etanol, 3x8 jam 30,0449 13,8426 0,35
4. Etanol, 1x48 jam 30,0010 7,9677 0,19
5. Etanol, 2x24 jam 30,0455 13,3427 0,28
6. Etanol, 3x16 jam 30,0558 10,4428 0,67
7. Aquades, 1x24 jam 30,0027 9,6434 0,12
8. Aquades, 2x12 jam 30,0473 15,7285 0,17
9. Aquades, 3x8 jam 30,0570 16,671 0,24
10. Aquades, 1x48 jam 30,1357 12,3927 0,25
79
Massa
No Sampel Massa Buah Maja crude tanin Rendemen
(dry mass, gr) (gr) (%)
11. Aquades, 2x24 jam 30,0501 17,3657 0,36
12. Aquades, 3x16 jam 30,0479 18,924 0,42
13. Aseton, 1x24 jam 30,0460 1,8996 0,03
14. Aseton, 2x12 jam 30,0450 2,7221 0,05
15. Aseton, 3x8 jam 30,0458 2,5754 0,09
16. Aseton, 1x48 jam 30,0473 1,8756 0,04
17. Aseton, 2x24 jam 30,0427 2,0427 0,07
18. Aseton, 3x16 jam 30,0577 2,6861 0,11
%Rendemen = x 100%
= x 100% = 0,13%
80
Tabel B.4. Data Rendemen Tanin dari Kulit Maja Fresh pada Variasi
(Jumlah Siklus x Waktu) Maserasi dan Rasio Pelarut Etanol
Rasio
No Waktu Kulit Massa Kulit Massa crude Rendemen
Maja : Maja (dry mass, tanin (g) (%)
Etanol gr)
(b/v)
1. 1x24 6,0008 1,8537 0,22
jam
2. 2x12 6,0007 2,2747 0,42
jam
3. 3x8 1 : 25 6,0053 2,5905 0,87
jam
4. 1x48 6,0018 1,7679 0,35
jam
5. 2x24 6,0019 2,9384 0,43
jam
6. 3x16 6,0169 2,2538 1,03
jam
7. 1x24 5,9989 1,9788 0,39
jam
8. 2x12 6,0116 2,5261 0,80
jam
9. 3x8 1 :30 5,9975 3,6203 1,05
jam
10. 1x48 6,0167 2,7315 0,58
jam
11. 2x24 6,0022 3,2203 0,92
jam
12. 3x16 6,0090 3,8301 1,10
jam
81
%Rendemen = x 100%
= 0,22%
LAMPIRAN C
ANALISA APLIKASI CRUDE TANIN SEBAGAI KOAGULAN
C.1. Analisa pH
1. Larutan sampel air limbah sintetis disiapkan terlebih dahulu.
2. Penutup elektroda dibuka dan dibersihkan dengan aquades,
kemudian elektroda dilap hingga kering menggunakan tisu.
3. Alat pH meter dihidupkan, lalu mencelupkan eletroda ke dalam
larutan sampel.
4. Menekan tombol yang bertuliskan Read hingga muncul angka pH
yang konstan dan dicatat nilai pH awal sampel.
5. Langkah tersebut diulangi pada sampel air limbah yang telah
ditambahkan koagulan tanin.
Perhitungan :
Perubahan pH = A-B
A = pH awal rata-rata air limbah sintetis
B = pH akhir air rata-rata limbah sintetis
Hasil percobaan:
Tabel C.1. Data Perubahan pH pada Air Limbah Sintesis dengan
Variasi Konsentrasi Crude Tanin
82
83
Hasil Percobaan:
= 16,89%
LAMPIRAN D
PEMBUATAN DAN PEMBAKUAN LARUTAN
M KMnO4 = = = 0,02 M
M KMnO4 = x
0,02 M = x
86
87
M H2C2O4 = x
0,05 M = x
NH2C2O4 = =
= 0,1001 N
Percobaan bahan baku fresh
NH2C2O4 = =
= 0,1006 N
Kadar H2SO4 = 96 %
Densitas (ρ) = 1,84 gram/mL
M1 H2SO4 = =
= 18,0098 M
M2 H2SO4 = = 4N / 2 = 2 M
M 1 x V1 = M 2 x V 2
18,0098 M x V1 = 2 M x 80 mL
V1 = 8,9 mL
1. Mengambil H2SO4 96% sebanyak 8,9 mL menggunakan gelas
ukur kemudian dituang ke dalam beaker glass yang telah diberi
sedikit aquades.
2. Menambahkan pada larutan tersebut aquades hingga volumenya
tepat 80 mL dan larutan diaduk hingga homogen.
menit.
4. kemudian larutan dititrasi dengan KMnO4 ±0,1 N hingga terjadi
perubahan warna dari tidak bewarna menjadi merah muda, lalu
mencatat volume KMnO4 yang ditambahkan pada larutan H2C2O4.
5. Melakukan langkah kerja 1-4 sebanyak dua kali.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar E.1. Proses Persiapan Bahan Baku Kering; (a) Bahan Baku
Buah Maja; (b) Proses Pengeringan; (c) Pengecilan Ukuran; (d) Serbuk
Maja
(a) (b)
94
95
(c)
Gambar E.2. Proses Persiapan Bahan Baku Fresh; (a) Bahan Baku
Buah Maja; (b) Pengecilan Ukuran; (d) Kulit Maja Fresh
(a) (b)
(c)
Gambar E.3. Pengujian Bahan Baku; (a) Sampel Maja Sebelum Masuk
Furnace; (b) Abu Sampel Maja; (c) Uji Kadar Air Maja
96
(a) (b)
(b) (d)
(e)
Gambar E.4. (a) Proses Maserasi Buah Maja; (b) Proses
Pengadukan; (c) Proses Pemisahan Padatan; (d) Proses Penguapan; (e)
Crude Tanin
97
(a) (b)
Gambar E.5. Pengujian Kualitatif Crude Tanin; (a) Sebelum diberi
FeCl3 ; (b) Setelah diberi FeCl3
(a) (b)
Gambar E.8 Analisa Air Limbah Setelah Ditambahkan Koagulan
Tanin; (a) Pengukuran pH ; (b) Pengukuran Kekeruhan Air Limbah
PENGAMBILAN CRUDE TANIN DARI BUAH MAJA
(Aegle marmelos) DENGAN METODE “MODIFIED
MACERATION” DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI
BIO-COAGULANT
ABSTRAK
Saat ini, buah maja kurang populer di Indonesia karena tidak dapat
digunakan sebagai bahan pangan dikarenakan rasa pahitnya, yang
disebabkan oleh kandungan tanin. Buah maja mengandung tanin sebesar
9% pada bagian daging buah dan 20% pada bagian kulit buah. Tanin
merupakan senyawa polifenol yang memiliki kemampuan untuk membentuk
kompleks yang kuat dengan beberapa molekul lain. Berdasarkan hal
tersebut, tanin berpotensi sebagai bio-coagulant karena dapat mengikat
suspended solid pada air limbah. Penelitian ini menggunakan metode
modifikasi maserasi untuk mengambil crude tanin dari buah maja,
modifikasi yang digunakan adalah pengadukan dan remaserasi. Pada
maserasi pertama, bahan baku yang digunakan adalah buah maja yang
telah dikeringkan. Tujuan dari langkah ini adalah untuk menemukan
pelarut terbaik yang dapat memberikan rendemen tanin tertinggi, dengan
memvariasikan jenis pelarut dan variasi (jumlah siklus x waktu) maserasi.
Maserasi kedua menggunakan kulit buah maja fresh dan diaplikasikan
sebagai bio-coagulant. Kedua maserasi memiliki langkah kerja yang sama
yaitu dengan diawali proses pengecilan ukuran buah maja kemudian serbuk
maja direndam dalam pelarut. Setelah beberapa waktu, crude tanin yang
diperoleh dari proses maserasi dianalisa secara kualitatif dengan pereaksi
Gibbs dan secara kuantitatif dengan metode permanganometri. Tanin
dengan rendemen tertinggi digunakan sebagai bio-coagulant. Parameter
kualitas air limbah yang dianalisa meliputi penurunan kekeruhan dan
perubahan pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelarut terbaik untuk
mengekstrak crude tanin dari buah maja adalah etanol. Kemudian pada
waktu maserasi yang sama, semakin besar rasio kulit maja dengan pelarut
(b/v), semakin tinggi rendemen tanin; kenaikan waktu maserasi akan
meningkatkan rendemen tanin, dan semakin besar siklus maserasi maka
akan memberikan rendemen tanin yang tinggi. Pada percobaan koagulasi,
dapat juga dibuktikan bahwa crude tanin dari buah maja berpotensi
menjadi bio-coagulant.
I. Pendahuluan
Indonesia negara kepulauan yang memiliki banyak sumber daya
alam, salah satunya flora dan fauna yang melimpah. Salah satu flora yang
banyak terdapat di Indonesia, tepatnya di Jawa Timur adalah tanaman maja.
Buah maja memiliki rasa yang sepat pada saat belum matang, hal ini
disebabkan buah maja mengandung tanin sebanyak 9% pada bagian daging
dan 20% pada bagian kulit (Chavda, 2012). Selama ini buah maja hanya
digunakan sebagai obat tradisional, diantaranya obat penenang, diare,
disentri, dan sebagainya (Nurcahyati, 2008).
Tanin didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang memiliki gugus
hidroksil dan gugus lainnya sehingga dapat membentuk kompleks yang kuat
dengan protein (Harbone, 1987). Pada umumnya, tanin terdistribusi dalam
kingdom Gymnospermae dan Angiospermae yang terdapat khusus dalam
jaringan kayu. Berdasarkan penelitian (Siama, 2013) rendemen tanin yang
diperoleh dari buah maja sebesar 2,2% menggunakan pelarut etanol dan
sebesar 0,4% menggunakan pelarut etil asetat.
Pengambilan tanin dari buah maja dapat dilakukan dengan salah satu
metode ekstraksi yaitu maserasi. Kelebihan dari metode maserasi adalah
proses dan peralatannya sederhana dalam mendapatkan ekstrak yang
diinginkan (Agoes, 200). Maserasi dilakukan dengan cara memodifikasi
proses maserasi dengan pengadukan dan remaserasi.
Senyawa tanin yang diambil dari buah maja sangat berpotensi
sebagai bio-coagulant pada penjernihan air karena dapat mengikat protein
dan beberapa molekul lain. Air merupakan kebutuhan yang sangat penting
bagi hidup manusia sehingga banyak penelitian yang mencoba untuk
menjernihkan air. Hal ini dikarenakan air bersih yang terdapat di bumi
semakin lama semakin sedikit. Air tidak dapat memenuhi kebutuhan
kualitas dan kuantitas yang terus meningkat. Oleh karena itu, diperlukan
pengelolaan sumber daya air yang maksimal.
Koagulasi merupakan proses yang terjadi karena adanya
penambahan suatu bahan koagulan sitentik maupun alami ke dalam air yang
menyebabkan partikel-partikel yang ada di dalam air dapat menggumpal
menjadi satu kemudian berubah menjadi endapan. Kemudian air dan
endapan dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi. Koagulan kimia (tawas
(Al2(SO4)3), kapur (CaO) dan Poly Aluminium Chloride (PAC)) memiliki
beberapa kekurangan yaitu dapat menyebabkan air menjadi asam dan kapur
dapat membuat air menjadi sadah karena kapur mengandung ion kalsium
(Tebbut, 1982).
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
alternatif bio-coagulant yang mudah didapatkan dan ramah lingkungan.
Sekaligus dapat menambah nilai ekonomi dari buah maja yang belum
dimanfaatkan secara optimal.
2. 1000 21,48
3. 1250 32,86
4. 1500 43,86
5. 1750 45,52
Gambar 3. Pengaruh Konsentrasi Crude Tanin terhadap
Penurunan Kekeruhan Air Limbah Sintetis
III.3.2. Nilai pH
pH merupakan suatu ukuran yang menunjukkan derajat asam-basa
dari suatu cairan. pH dapat dilihat melalui konsentrasi ion hidrogen yang
dikandung oleh zat cair. Ion hidrogen memegang peranan yang cukup
penting sehingga dapat mempengaruhi aktifitas manusia, binatang,
mikroorganisme dan proses-proses kimia yang terjadi di dalam air, namun
tidak di dalam pelarut organik. Pengaruh konsentrasi crude tanin terhadap
persen penurunan kekeruhan air limbah sintetis disajikan pada Gambar 4
berikut.
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa sampel air limbah sintetis yang
telah diberi tanin mengalami perubahan pH berkisar antara 0,030-0,155.
Pada saat air limbah sintetis belum ditambahkan tanin, air limbah cenderung
basa lemah dikarenakan kandungan kaolin di dalam limbah tersebut.
Namun setelah ditambah oleh tanin yang cenderung asam, air limbah
mengalami penurunan pH. Oleh karena itu pH air limbah sintetis cenderung
mengalami penurunan dari basa ke arah netral (pH=7). Hal ini disebabkan
karena tanin yang sedikit asam melepaskan ion H + untuk berikatan dengan
OH- yang dilepaskan oleh kaolin, reaksi yag terjadi adalah:
H+ + OH- H2O
IV. Kesimpulan
Dari percobaan pengambilan crude tanin dari buah maja dan
pemanfaatannya sebagai bio-coagulant, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pelarut terbaik untuk mengekstrak crude tanin dari buah maja
adalah etanol.
2. a. Pada waktu maserasi yang sama, semakin besar rasio bahan baku
dengan volume pelarut (b/v) maka rendemen tanin semakin
meningkat.
b. Pada rasio bahan baku dengan pelarut (b/v) yang sama, kenaikan
waktu maserasi akan meningkatkan rendemen tanin. Kemudian
pada waktu maserasi yang sama, semakin besar siklus maserasi
maka rendemen tanin juga semakin meningkat.
3. a. Penambahan crude tanin pada limbah dapat meningkatkan nilai
pH dari limbah mendekati pH netral.
b. Pada kondisi air limbah yang sama, semakin besar konsentrasi
crude tanin yang ditambahkan maka semakin tinggi %
penurunan kekeruhan air limbah.
4. Crude tanin dari buah maja berpotensi menjadi bio-coagulant
karena penambahan tanin dapat menurunkan kekeruhan limbah
dengan signifikan.
Daftar Pustaka
1. Chavda N., Mujapara A., Mehta S.K and Dodia P.P. (2012). Primary
Identification of Certain Phytochemical Constituents of Aegle
Marmelos (L.) Corr. Serr Responsible for Antimicrobial Acticity
Againts Selected Vegetable and Clinical Phatogen. International
Journal of Physical and Social Sciences, (Online), Volume 2, Issue 6 :
194.
2. Nurcahyati, S.2008. Efektivitas Ekstrak Daun Mojo (Aegle marmelos)
Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Aegypti. Skripsi. Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
3. Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan. Bandung: ITB.
4. Siama, Yustina., Alam, Gemini,. dan Wahyudin, Elly. 2013. Uji
Aktivitas Hipoglemik Ekstrak Kulit Buah Maja (Aegle marmelos (L.))
Correa sebagai Inhibitor Alfa Glukosidase.
5. Agoes, G. Teknologi Bahan Alam. 2007.Bandung: ITB Press.
6. Tebbut, T.H.Y. 1982. Principles of Water Quality Control.