Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Trend

Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa, tren
juga dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi pada saat
ini yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat. Trend adalah sesuatu yang
sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta

2.2 Konsep Issue

Issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak
terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial, politik,
hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang
krisis. Issu adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas
faktannya atau buktinya

2.3 Konsep Sehat

Konsep sehat menurut WHO secara garis besar adalah suatu keadaan seseorang
yang terbebas dari gangguan fisik, mental, sosial, spiritual serta tidak mengalami
kecacatan. Menurut pandangan para ahli sosiologi, yang disebut sehat sangatlah
bersifat subyektif, bukan obyektif. Persepsi masyarakat tentang sehat/sakit ini
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Jika
individu merasa bahwa penyakitnya disebabkan oleh makhluk halus, maka dia akan
memilih untuk berobat kepada “ orang pandai “ yang dianggap mampu mengusir
makhluk halus tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya akan hilang ( Jordan,
1985; Sudarti, 1988; dalam Solita, 1997).

2.4 Konsep Pembangunan Kesehatan

3
Sehat merupakan hak yang fundamental bagi seluruh warga negara di Indonesia.
Strategi Kementerian Kesehatan dalam pembangunan kesehatan adalah dengan
berbasis preventif dan promotif. (2010-2014). Hal tersebut disampaikan Menkes dr.
Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH dalam Seminar Nasional “Mewujudkan
Kemandirian Kesehatan Masyarakat Berbasis Preventif dan Promotif” yang
diselenggrakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro pada hari
Sabtu, 13 Maret 2010 di Semarang.

Pembangunan kesehatan mencakup preventif dan promotif untuk mewujudkan


masyarakat yang mandiri dan berkeadilan. Rencana pembangunan kesehatan Indonesia
tahun 2005-2025 seperti yang terdapat dalam UU No. 17 tahun 2007 merupakan
pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengedepankan SDM yang berkualitas
dan berdaya saing. Pembangunan kesehatan tersebut dilakukan dengan peningkatan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat untuk
meningkatkan derajat kesehtan masyarakat setinggi-tingginya.

Menkes mengatakan, SDM Indonesia harus tangguh, produktif dan mampu


bersaing dengan tantangan yang ada. Selain itu, pembangunan kesehatan tahun
2005-2025 memberikan perhatian yang khusus terhadap penduduk yang rentan yaitu
ibu, bayi, anak, usia lanjut dan penduduk miskin, dengan sasaran pembangunan
kesehatan di akhir tahun 2014 adalah peningkatan dasar kesehatan masyarakat melalui
peningkatan derajat kesehatan yang terdapat di MDG’s. Meningkatanya derajat
kesehatan masyarakat melalui percepatan pencapaian MDG’s antara lain:

1. Meningkatnya umur harapan hidup menjadi 72 tahun

2. Menurunnya angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup

3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan menjadi 118 per 100.000


kelahiran hidup, serta

4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita menjadi kurang dari 15%

Visi pembangunan kesehatan seperti yang diktakan Menkes yaitu mewujudkan


masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan, meningkatkan pelayanan kesehatan
yang merata dan mandiri, menjamin tersedianya sumber daya kesehtaan yang bermutu

4
dan berkeadilan, menata pemerintahan kesehatan yang baik, pembiayaan kesehatan
yang terjangkau, ketersediaan obat, manajemen kesehatan yang transparan.

Seperti yang disampaikan Menkes, Angka Kematian Neonatal turun menjadi 20


per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Anak Balita turun menjadi 44 per 1000
kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup.
Prevalensi gizi buruk di 19 Provinsi masih di atas prevalensi nasional, dimana
prevalensi nasional 18,4%.

Pada aspek ketersediaan pelayanan kesehatan, Pemerintah telah membangun


8.548 Puskesmas, 22.337 Pustu(Puskesmas Pembantu), 6711 Puskesmas keliling roda
4, serta 858 Puskesmas keliling perahu/kapal.

Menurut Menkes upaya kesehatan dasar harus menunjukkan peduli terhadap


kelompok yang berisiko tinggi yaitu masyarakat miskin, bayi, ibu, anak, dan penduduk
usia lanjut. Revitalisasi Puskesmas merupakan kebijakan pembangunan kesehatan
dengan arah preventif dan promotif. Dimana visi Puskesmas antara lain:

1.) Pusat pembangunan wilayah berwawasan kesehatan

2.) Pusat pemberdayaan masyarakat

3.) Pusat pelayanan kesehtan masyrakat primer

4.) Pusat pelayanan kesehatan perorangan primer.

Menkes juga mengatakan, ada 3 level pencegahan ( 3 level of prevention)


sebagai pendekatan pelaksanaan visi Puskesmas, yaitu health promotion and specific
protection, early detection, and prompt treatment, dan rehabilitation and disability
limitation.

Di UPTD Kab/kota pembiayaan pemerintah dilakukan dengan subsidi melalui


BOK (Bantuan Operasional Kesehatan). BOK tersebut digunakan untuk membangun
Puskesmas. Untuk membangun Puskesmas, keberhasilan program kesehatan
tergantung juga pada Dinkes dan lembaga lain di bawahnya serta pembangunan
kesehatan harus didukung oleh semua aspek kesehatan, ujar Menkes.

5
Yang harus dipahami oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat antara lain
mengenai, Jaminan Sosial Nasional, BOK, revitalisasi UPTD, system pengadaan
distribusi penjagaan dari kualitas obat/harga obat(generik), pemanfaatan SDM
kesehatan yang saat ini telah banyak yang bersinergi dengan pelayanan kesehatan, serta
masalah infeksi dan penyakit (misalnya penyediaan air bersih yang ada ditangan PU),
tutur Menkes. Pembangunan kesehatan hendaknya dapat menciptakan Indonesia yang
damai, sejahtera, mandiri, merata dan berkeadilan

2.5 Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan


berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan
(promotif) dan pencegahan (preventif) masih terlihat sangat kurang. Pemerintah selama
ini hanya berkutat dan menghabiskan banyak anggaran di bidang pengobatan (kuratif)
dan rehabilitatif. Pemerintah ternyata masih belum beranjak dari paradigma sakit.

Kualitas pelayanan rumah sakit sebagai sarana pelayanan rujukan masih


dirasakan sangat kurang. Dengan keadaan seperti ini tidak mengherankan bila derajat
kesehatan masyarakat di Indonesia belum memuaskan. Angka Kematian Bayi (AKB)
dan Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi, yakni masing-masing 50/1000 kelahiran
hidup. dan 373/100.000 kelahiran hidup. Sedangkan umur harapan hidup masih rendah,
yakni rata-rata 66,2 tahun.

2.6 Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber daya kesehatan, teritama sumber daya manusia di negara ini masih belum
memadai. Terlibih masalah distribusi tenaga kesehatan. Distribusi tenaga kesehatan
sampai saat ini belum bisa dikatakan menggembirakan. Sekalipun sejak tahun 1992
telah diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem PTT.
Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas untuk kawasan Indonesia bagian barat, jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah bagian timur. Rasio tenaga dokter terhadap
Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara = 0,84 dibanding dengan Provinsi NTT = 0,26
dan Provinsi Papua = 0,12. Belum lagi soal tenagar kesehatan para medis lainnya.

6
Mutu SDM Kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari
rendahnya kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. permasalahan yang
terdapat di dalam pembangunan kesehatan berbasis preventif dan promotif terltak pada
ketersediaan SDM kesehatan selain pelayanan kesehatan dan sistem manajemen
kesehatan, yang mana permasalahan tersebut juga fundamnental.

Pembangunan kesehatan Indonesia pada masa kabinet Indonesa Bersatu ke-2


mengarah pada suatu kondisi atau program kesehatan yang memegang prinsip
paradigma sehat yang berupaya secara komprehensif dalam upaya promotif dan
preventif. Upaya ini dilaksanakan demi terwujudnya suatu kondisi sehat yang mandiri
dari masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat menunjukkan suatu
peningkatan yang optimal dan menyeluruh serta mengubah suatu paradigma dari
paradigma sakit menjadi paradigma sehat.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan peran serta dari seluruh lapisan
masyarakat serta peran pemerintah maupun tenaga kesehatan. Kondisi sehat yang
komprehensif tidak akan tercapai apabila ketersediaan dan distribusi SDM atau tenaga
kesehatan hanya berkutat pada kawasan atau daerah yang tergolong maju serta
mengabaikan kesehatan di daerah teringgal, terpencil, kepulauan maupun
perbatasan. Kesehatan di daerah tertinggal menjadi salah satu kebutuhan dasar
masyarakat (basic need). Tetapi sejauh mana kondisi kesehatan masyarakat tentu kita
dapat melihatnya sendiri.

Pembangunan kesehatan di daerah tertinggal pada dasarnya diupayakan dalam


hal peningkatan mutu SDM yang cerdas, sehat serta produktif. Dan pembangunan
kesehatan di daerah tertinggal akan menunjukkan hasil yang nyata maupun
menunjukkan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan yang berkesinambungan
apabila tersedia layanan kesehatan serta SDM kesehatan yang merata, peningkatan
mutu SDM kesehatan, tersedianya jaminan kesehatan maupun tersedianya upaya
pendidikan dan promosi kesehatan untuk mengembangkan kesadaran masyrakat dalam
mewujudkan perilaku hidup sehat demi tercapainya pningkatan derajat kesehatan
masyarakat yang mandiri.

Upaya tersebut dihadapkan pada beberapa hambatan yang cukup signifikan,


khususnya di daerah-daerah tertinggal. Pertama, sebanyak 30 persen puskesmas di
kabupaten tertinggal (53 kabupaten) memiliki beban melayani lebih dari 20.000 jumlah

7
penduduk. Kedua, sebanyak 70 persen puskesmas di kabupaten tertinggal (102
kabupaten) memiliki beban melayani penduduk dengan luas wilayah lebih dari 200 km2.
Ketiga, ketersediaan bidan desa (18.213 bidan desa) baru memenuhi 50 persen jumlah
desa yang membutuhkan. Keempat, jumlah dan fungsi upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM) masih jauh dari kebutuhan. Terjadi banyak masalah
kesehatan yang berhubungan dengan ketersediaan tenaga Kesehatan yang berada di
daerah terpencil, kepulauan, perbatasan dan daerah tertinggal. Masih kurangnya
tenaga kesehatan di daerah tersebut menyebabkan banyak terjadi masalah kesehatan.
Kesulitan dalam menjangkau daerah tersebut menyebabkan kurang berminatnya
tenaga kesehatan untuk datang ke daerah tersebut. Sehingga kondisi geografis maupun
infrastruktur suatu daerah menjadi salah satu indikator maupun faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan dari pembangunan kesehatan. Selain itu, pemerintah
memegang peranan penting dalam distribusi SDM kesehatan.

Masalah ketersediaan dan distribusi SDM kesehatan di daerah terpencil,


tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DPTK) terletak pada faktor efisiensi, efektifitas,
maupun mutu dari SDM kesehatan yang meliputi, distribusi SDM kesehatan yang
belum merata, perencanaan program kesehatan belum optimal, rendahnya mutu SDM
kesehatan, informasi yang tidak akurat mengenai kondisi suatu daerah, serta
keterbatasan sumber daya pendukung.

Ketersediaan, kualitas dan distribusi tenaga kesehatan di daerah terpencil,


tertinggal, perbatasan, dan kepulauan merupakan masalah sekaligus sebagai tantangan
di dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia. Hal ini tampak dari
paparan program 100 hari Departemen Kesehatan yang merencanakan program
peningkatan jumlah, jenis dan mutu di DTPK. Tantangan yang sedang dihadapi
sekarang ialah tenaga kesehatan itu sendiri yang kurang motivasi untuk menjangkau
daerah tersebut. Banyak faktor karena daerah-daerah tersebut kurang menjadi daya
tarik da daya dorong untuk menempati daerah tersebut masih kecil, sehingga hamper
tak dilirik oleh tenaga kesehatan untuk menempati daerah tersebut.

2.7 Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan kesehatan di Indonesia dilaksanakan dengan pemberdayaan


masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat banyak

8
didirikan, antara lain dalam bentuk Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, serta Pos
Upaya Kesehatan Kerja. Sedangkan dalam bidang pembiayaan kesehatan
pemberdayaan masyarakat diwujudkan melalui bentuk dana sehat serta berbagai
yayasan peduli dan penyandang dana kesehatan seperti yayasan kanker Indonesia,
yayasan jantung Indonesia, yayasan thalasemia Indonesia, serta yayasan ginjal
Indonesia. Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan pula dalam bentuk berbagai
gerakan, seperti Koalisi Indonesia Sehat, Gebrak Malaria, Gerdunas TB, Gerakan
Sayang Ibu, gerakan anti madat serta gerakan pita putih (kesehatan ibu) dan gerakan
pita merah (HIV/AIDS). Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti
mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan
pendapat dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan secara
terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi
masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi
kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum
banyak dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai