W DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN: GASTRITIS DI RUANG MARWAH
RUMAH SAKIT PKU AISYIAH
BOYOLALI
Oleh Kelompok I:
1. Agung Nugroh SN191003
2. Arfita Sari SN191015
3. Nurani Tri Pertiwi SN191117
4. Puput Pujiningsih Mawarni SN191126
5. Tutik Lestari SN191157
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus dengan gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya
diderita oleh masyarakat, penyakit ini meningkat pada kalangan remaja dan
dewasa, disebabkan oleh berbagai faktor misalnya tidak teraturnya pola
makan, gaya hidup yang salah dan meningkatnya aktivitas sehingga tidak
dapat mengatur pola makan. Penyakit gastritis terjadi karena inflamasi
pada lapisan lambung yang menjadikan sering merasa nyeri pada bagian
perut. Penyakit ini tidak bisa menular tapi biasanya bakteri penyebab gastritis
(Helycobacter pylori) masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan
(Suryono & Meilani, R. Dwi, 2016).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulisan seminar ini bertujuan untuk memperoleh gambaran,
pemahaman dan pengalaman tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan: gastritis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran penyakit gastritis yang sedang dialami oleh Ny.
W.
b. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. W. dengan gangguan sistem
pencernaan: gastritis.
c. Mampu menganalisa data yang ditemukan, menegakan diagnosa
keperawatan serta menentukan prioritas masalah pada Ny. W dengan
gangguan sistem pencernaan: gastritis.
d. Mampu membuat dan menyusun rencana asuhan keperawatan pada
Ny. W. dengan gangguan sistem pencernaan: gastritis.
e. Mampu melaksanakan implementasi sesuai perencanaan yang telah
disusun pada Ny. W, dengan gangguan sistem pencernaan: gastritis.
f. Mampu melakukan evaluasi dan mendokumentasikan asuhan
keperawatan pada Ny. W, dengan gangguan sistem pencernaan:
gastritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
Menurut Misnadyarly (2010), penyebab dari Gastritis dapat
dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut:
a. Gastritis Akut
Penyebabnya adalah stres psikologi, obat analgetik, anti
inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat
menyebabkan erosi mukosa lambung), makanan, bahan kimia
misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau
alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau
perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang
mengakibatkan obstruksi pilorus. Gastritis juga merupakan tanda
pertama dari infeksi sistemik akut.
Faktor yang dapat menyebabkan rusaknya mukosa lambung
adalah :
1) Kerusakan mukosa barier sehingga difusi balik ion H+ meningkat.
2) Perfusi mukosa lambung terganggu.
b. Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui, biasanya
disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung
Helicobacter pylori. Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang
tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin & Sari (2011), manifestasi klinis yang dapat
terjadi pada gastritis terbagi atas:
a. Gastritis Akut
1) Anoreksia
2) Mual
3) Muntah
4) Nyeri epigastrum
4. Komplikasi
Menurut Hermawan dan Rahayuningsih (2011), komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita gastritis meliputi:
a. Gastritis Akut.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk
perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran
klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik
penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak
duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan endoskopi.
b. Gastritis Kronis.
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia
karena gangguan absorpsi vitamin B12.
5. Patofisologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor
agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan
mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS)
lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan
substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan
gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut
bagian atas (Muttaqin & Sari 2011).
a. Gastritis akut.
1) Obat-obatan
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara
kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase,
menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor
tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan
enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam
arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor
defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat
produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat anti inflamasi
nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal,
kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat
tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel
mukosa (Muttaqin & Sari 2011).
2) Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama
dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya
melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol
dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman
seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam
bentuk etil alkohol atau etanol. Organ tubuh yang berperan besar
dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena
itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka
panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga
kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang
produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan
mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi
mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan
dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak
peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol
mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap
makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan
morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Muttaqin & Sari
2011).
3) Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh
terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan,
membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain
menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi
ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual
manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut (Hermawan dan Rahayuningsih 2011).
(a) Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,
misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar
asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa
lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat
menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang,
keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu,
maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan
cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah
raga teratur dan relaksasi yang cukup.
(b) Stress Fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar,
refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis
dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan
terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus
peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan
yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan
dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-
kelenjar penghasil asam lambung. Refluks dari empedu juga
dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang
membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini
diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati
serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti
cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik
ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan
mengakibatkan peradangan dan gastritis.
b. Gastritis Kronik.
Pada gastritis kronik penyebabnya tidak jelas, tetapi berhubungan
dengan ditemukannya Helicobacter pylori, apalagi ditemukan ulkus
pada pemeriksaan penunjang. Helicobacter pylori punya kebolehan
bertahan dan berkembang biak dalam lambung meski lambung
mengandung asam lambung karena mempunyai enzim urease sehingga
terbentuk kabut hasil netralisasi asam lambung di sekitarnya dengan
ammonia yang mengamankan bakteri ini. Lokasi infeksi Helicobacter
pylori di bagian bawah lambung dapat mengakibatkan peradangan
hebat, yang sering kali disertai perdarahan dan pembentukan lubang-
lubang. Pada kondisi Helicobacter pylori mencapai 1.010 sel dalam
lambung bisa mengakibatkan hipochlorhidia, yaitu berkurangnya asam
lambung yang akan mengundang Escherichia coli dari usus untuk
berkoloni di lambung dan beerpeluang bagi terjadinya diare dan tukak
lambung dengan gejala sakit perut berkepanjangan, feses berdarah atau
berwarna hitam, dan muntah darah (Misnadyarly, 2010).
Pathway
Obat AINS Stres
Nyeri Akut
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Keletihan
6. Penatalaksanaan
Menurut Inayah (2010), penatalaksanaan yang dapat di lakukan
terdiri atas:
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori
dalam darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya,
tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi.
Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang
terjadi akibat pendarahan lambung akibat Gastritis.
2) Pemeriksaan Pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.
Pylori atau tidak.
3) Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses.
Hal ini menunjukan adanya perdarahan pada lambung.
4) Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran
cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test
ini dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang
fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus,
lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih
dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukan
untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani test ini. Jika
ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,
dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsi) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk
diperiksa. Test ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30
menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika
selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resiko akibat test ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa
tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5) Rotgen Saluran Cerna Bagian Atas
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan
Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.
b. Penatalaksanaan Keperawatan.
1) Atur pola makan.
2) Olah raga teratur.
3) Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan
isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain).
4) Hindari mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gas di
lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain).
5) Hindari mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas.
6) Hindari minuman dengan kadar caffein, alkohol, dan kurangi
rokok.
7) Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung.
8) Kelola stres psikologi seefisien mungkin.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Muttaqin dan Sari (2011), pengkajian yang dapat dilakukan meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama : Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang: meliputi perjalan penyakitnya, awal
dari gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara
mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.
2) Riwayat penyakit dahulu: meliputi penyakit yang berhubungan
dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit, dan riwayat
pemakaian obat.
d. Pola Gordon.
1) Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan: Apakah klien tahu
tentang penyakitnya? Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika
terjadi rasa sakit? Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya? Tanda dan gejala
apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2) Nutrisi metabolik: Apakah klien merasa mual/muntah/sulit
menelan? Apakah klien mengalami anoreksia? Makan/minu:
frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi? anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar
sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan: cegukan,
nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah.
3) Eliminasi: Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur,
frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak
kapan?
4) Aktivitas dan latihan: Apakah memerlukan bantuan saat
beraktivitas (penkes, sebagian, total)? Apakah ada keluhan saat
beraktivitas (sesak, batuk)?
5) Tidur dan istirahat: Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam) ? Kebiasaan
sebelum tidur?
6) Kognitif dan persepsi sensori: Sebelum sakit: Bagaimana
menghindari rasa sakit? Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah merasa pusing?
7) Persepsi dan konsep diri: Bagaimana pandangan pasien dengan
dirinya terkait dengan penyakitnya? Bagaimana harapan klien
terkait dengan penyakitnya?
e. Pemeriksaan fisik
Menurut Hermawan dan Rahayuningsih (2010), pemeriksaan
fisik yang dapat dilakukan yaitu:
1) Penampilan / keadaan umum: Lemah, aktifitas dibantu, terjadi
penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis
sampai coma.
2) Tanda-tanda Vital: Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan
terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri: Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir
karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan
karena kelebihan cairan.
4) Kepala:Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan
terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,
mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok: Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat
pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada: Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen: Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, perut
buncit.
8) Genital: Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
9) Ekstremitas: Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi
edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1
detik.
10) Kulit: Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik
dan mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.
f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Inayah (2010), pemeriksaan penunjang yang dapat di
lakukan terdiri atas:
1) Pemeriksaan Darah
2. Dignosa Keperawatan
Menurut NANDA (2018), diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada sebagai berikut:
a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diet kurang.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
c. Defisien pengetahuan berhubugan dengan kurang informasi.
d. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelelahan fisik.
e. Resiko defisien volume cairan dengan faktor resiko asupan cairan
kurang.
3. Perencanaan keperawatan
Menurut Bulechek (2016), intervensi keperawatan yang dapat
diberikan meliputi:
a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diit kurang.
Di tandai dengan:
1) Kram abdomen.
2) Nyeri abdomen.
3) Enggan makan.
4) Asupan makanan kurang dari recommended daily allowance
(RDA).
5) Bising usus hiper aktif.
6) Kurang minat pada makanan.
7) Membrane mukosa pucat.
Analagesic Administration
1. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
2. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
3. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi.
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
9. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala.