Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

W DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN: GASTRITIS DI RUANG MARWAH
RUMAH SAKIT PKU AISYIAH
BOYOLALI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik


Stase KMB (Keperawatan Medikal Bedah)

Oleh Kelompok I:
1. Agung Nugroh SN191003
2. Arfita Sari SN191015
3. Nurani Tri Pertiwi SN191117
4. Puput Pujiningsih Mawarni SN191126
5. Tutik Lestari SN191157

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus dengan gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya
diderita oleh masyarakat, penyakit ini meningkat pada kalangan remaja dan
dewasa, disebabkan oleh berbagai faktor misalnya tidak teraturnya pola
makan, gaya hidup yang salah dan meningkatnya aktivitas sehingga tidak
dapat mengatur pola makan. Penyakit gastritis terjadi karena inflamasi
pada lapisan lambung yang menjadikan sering merasa nyeri pada bagian
perut. Penyakit ini tidak bisa menular tapi biasanya bakteri penyebab gastritis
(Helycobacter pylori) masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan
(Suryono & Meilani, R. Dwi, 2016).

Badan penelitian kesehatan dunia WHO (2012), mengadakan tinjauan


terhadap beberapa Negara di dunia mendapatkan hasil persentase dari angka
kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang
14,5%, Kanada 35%, Perancis 29,5%. Di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari
jumlah penduduk setiap tahunnya menderita penyakit gastritis (Zhaoshen,
2014). Sedangkan di Indonesia pada tahun 2012 angka kejadian gastritis
mencapai 40,8% pada beberapa daerah dengan prevalensi 274.396 kasus dari
238.452.952 jiwa pendududuk. Selain itu pada tahun 2007 penyakit gastritis
menempati urutan kelima dengan jumlah penderita 218.872 dan kasus
kematian 899 orang (Suryono & Meilani, R. Dwi, 2016).

Tingginya angka kejadian gastritis dipengaruhi oleh beberapa faktor,


secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu adanya
kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat
eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Gastritis merupakan penyakit
yang cenderung mengalami kekambuhan sehingga menyebabkan pasien harus
berulang kali untuk berobat. Salah satu penyebab kekambuhan gastritis adalah
karena minimnya pengetahuan pasien dalam mencegah kekambuhan gastritis
(Prince, Sylvia & Willson, 2015).

Keluhan Gastritis merupakan suatu keadaan yang sering dan banyak


dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang kita jumpai penderita
Gastritis kronis selama bertahun-tahun pindah dari satu dokter ke dokter yang
lain untuk mengobati keluhan Gastritis tersebut. Berbagai obat-obatan
penekan asam lambung sudah pernah diminum seperti antasida maupun yang
lain, namun keluhan selalu datang silih berganti. Keluhan yang bekepanjangan
dalam menyembuhkan Gastritis ini dapat menimbulkan gangguan psikologi
seseorang yaitu berupa stress. Stress ini bukan tidak mungkin justru
menambah berat Gastritis penderita yang sudah ada. Bila penyakit gastritis
ini terus dibiarkan, akan berakibat semakin parah dan akhirnya
asam lambung akan membuat luka-luka (ulkus) yang dikenal dengan tukak
lambung. Bahkan bisa juga disertai muntah darah (Prince, Sylvia & Willson.
2015).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulisan seminar ini bertujuan untuk memperoleh gambaran,
pemahaman dan pengalaman tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan: gastritis.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran penyakit gastritis yang sedang dialami oleh Ny.
W.
b. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. W. dengan gangguan sistem
pencernaan: gastritis.
c. Mampu menganalisa data yang ditemukan, menegakan diagnosa
keperawatan serta menentukan prioritas masalah pada Ny. W dengan
gangguan sistem pencernaan: gastritis.
d. Mampu membuat dan menyusun rencana asuhan keperawatan pada
Ny. W. dengan gangguan sistem pencernaan: gastritis.
e. Mampu melaksanakan implementasi sesuai perencanaan yang telah
disusun pada Ny. W, dengan gangguan sistem pencernaan: gastritis.
f. Mampu melakukan evaluasi dan mendokumentasikan asuhan
keperawatan pada Ny. W, dengan gangguan sistem pencernaan:
gastritis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT GASTRITIS


1. Definisi Gastritis
Gastritis berasal dari kata gaster artinya lambung dan itis yang
berarti inflamasi atau peradangan. Jadi, Gastritis berarti peradangan
mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau
dapat menembus ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang
berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir
lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan
berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik
lambung sendiri (Misnadyarly, 2010).

2. Etiologi
Menurut Misnadyarly (2010), penyebab dari Gastritis dapat
dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut:
a. Gastritis Akut
Penyebabnya adalah stres psikologi, obat analgetik, anti
inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat
menyebabkan erosi mukosa lambung), makanan, bahan kimia
misalnya lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau
alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau
perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang
mengakibatkan obstruksi pilorus. Gastritis juga merupakan tanda
pertama dari infeksi sistemik akut.
Faktor yang dapat menyebabkan rusaknya mukosa lambung
adalah :
1) Kerusakan mukosa barier sehingga difusi balik ion H+ meningkat.
2) Perfusi mukosa lambung terganggu.

3) Jumlah asam lambung meningkat.


Faktor ini saling berhubungan, misalnya stres fisik yang dapat
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbul
daerah-daerah infark kecil. Disamping itu, sekresi asam lambung juga
terpacu. Pada gastritis refluks, gastritis karena bahan kimia, obat,
mucosal barier rusak menyebabkan difusi balik ion H+meningkat.
Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan mempercepat
mucosal barier oleh cairan usus.

b. Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui, biasanya
disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari lambung
Helicobacter pylori. Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang
tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.

3. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin & Sari (2011), manifestasi klinis yang dapat
terjadi pada gastritis terbagi atas:
a. Gastritis Akut
1) Anoreksia
2) Mual
3) Muntah
4) Nyeri epigastrum

5) Perdarahan saluran cerna pada hematemasis melena, tanda lebih


lanjut yaitu anemia.
b. Gastritis Kronik
1) Sebagian asimtomatik.
2) Nyeri ulu hati.
3) Anoreksia.
4) Nausea.
5) Nyeri seperti ulkus peptik.
6) Anemia.
7) Nyeri tekan epigastrium.
8) Cairan lambung terganggu.
9) Aklorhidria (sekresi asam lambung yang sangat sedikit).

4. Komplikasi
Menurut Hermawan dan Rahayuningsih (2011), komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita gastritis meliputi:
a. Gastritis Akut.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk
perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran
klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik
penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak
duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan dengan endoskopi.
b. Gastritis Kronis.
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia
karena gangguan absorpsi vitamin B12.

5. Patofisologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor
agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan
mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS)
lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan
substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan
gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut
bagian atas (Muttaqin & Sari 2011).

a. Gastritis akut.
1) Obat-obatan
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara
kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase,
menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor
tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan
enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam
arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor
defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat
produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat anti inflamasi
nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal,
kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat
tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel
mukosa (Muttaqin & Sari 2011).

2) Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama
dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya
melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol
dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman
seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam
bentuk etil alkohol atau etanol. Organ tubuh yang berperan besar
dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena
itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka
panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga
kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang
produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan
mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi
mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan
dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak
peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol
mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap
makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan
morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Muttaqin & Sari
2011).
3) Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh
terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan,
membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain
menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi
ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual
manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut (Hermawan dan Rahayuningsih 2011).
(a) Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,
misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar
asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa
lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat
menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang,
keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu,
maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan
cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah
raga teratur dan relaksasi yang cukup.
(b) Stress Fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar,
refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis
dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan
terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus
peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan
yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan
dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-
kelenjar penghasil asam lambung. Refluks dari empedu juga
dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang
membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini
diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati
serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti
cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik
ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan
benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan
mengakibatkan peradangan dan gastritis.

b. Gastritis Kronik.
Pada gastritis kronik penyebabnya tidak jelas, tetapi berhubungan
dengan ditemukannya Helicobacter pylori, apalagi ditemukan ulkus
pada pemeriksaan penunjang. Helicobacter pylori punya kebolehan
bertahan dan berkembang biak dalam lambung meski lambung
mengandung asam lambung karena mempunyai enzim urease sehingga
terbentuk kabut hasil netralisasi asam lambung di sekitarnya dengan
ammonia yang mengamankan bakteri ini. Lokasi infeksi Helicobacter
pylori di bagian bawah lambung dapat mengakibatkan peradangan
hebat, yang sering kali disertai perdarahan dan pembentukan lubang-
lubang. Pada kondisi Helicobacter pylori mencapai 1.010 sel dalam
lambung bisa mengakibatkan hipochlorhidia, yaitu berkurangnya asam
lambung yang akan mengundang Escherichia coli dari usus untuk
berkoloni di lambung dan beerpeluang bagi terjadinya diare dan tukak
lambung dengan gejala sakit perut berkepanjangan, feses berdarah atau
berwarna hitam, dan muntah darah (Misnadyarly, 2010).
Pathway
Obat AINS Stres

Nyeri Akut

Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Keletihan

6. Penatalaksanaan
Menurut Inayah (2010), penatalaksanaan yang dapat di lakukan
terdiri atas:
a. Penatalaksanaan Medis

1) Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori
dalam darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya,
tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi.
Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang
terjadi akibat pendarahan lambung akibat Gastritis.
2) Pemeriksaan Pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.
Pylori atau tidak.
3) Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses.
Hal ini menunjukan adanya perdarahan pada lambung.
4) Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran
cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test
ini dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang
fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus,
lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih
dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukan
untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani test ini. Jika
ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,
dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsi) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk
diperiksa. Test ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30
menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika
selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resiko akibat test ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa
tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5) Rotgen Saluran Cerna Bagian Atas
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan
Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.

b. Penatalaksanaan Keperawatan.
1) Atur pola makan.
2) Olah raga teratur.
3) Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan
isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain).
4) Hindari mengkonsumsi makanan yang menimbulkan gas di
lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain).
5) Hindari mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas.
6) Hindari minuman dengan kadar caffein, alkohol, dan kurangi
rokok.
7) Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung.
8) Kelola stres psikologi seefisien mungkin.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Muttaqin dan Sari (2011), pengkajian yang dapat dilakukan meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama : Nyeri di ulu hati dan perut sebelah kanan bawah
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang: meliputi perjalan penyakitnya, awal
dari gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul dirasakan secara
mendadak atau bertahap, faktor pencetus, upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.
2) Riwayat penyakit dahulu: meliputi penyakit yang berhubungan
dengan penyakit sekarang, riwayat dirumah sakit, dan riwayat
pemakaian obat.

d. Pola Gordon.
1) Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan: Apakah klien tahu
tentang penyakitnya? Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika
terjadi rasa sakit? Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya? Tanda dan gejala
apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2) Nutrisi metabolik: Apakah klien merasa mual/muntah/sulit
menelan? Apakah klien mengalami anoreksia? Makan/minu:
frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi? anoreksia, mual, muntah
(muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar
sehubungan dengan luka duodenal), masalah menelan: cegukan,
nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual atau muntah.
3) Eliminasi: Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur,
frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak
kapan?
4) Aktivitas dan latihan: Apakah memerlukan bantuan saat
beraktivitas (penkes, sebagian, total)? Apakah ada keluhan saat
beraktivitas (sesak, batuk)?
5) Tidur dan istirahat: Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam) ? Kebiasaan
sebelum tidur?
6) Kognitif dan persepsi sensori: Sebelum sakit: Bagaimana
menghindari rasa sakit? Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah merasa pusing?
7) Persepsi dan konsep diri: Bagaimana pandangan pasien dengan
dirinya terkait dengan penyakitnya? Bagaimana harapan klien
terkait dengan penyakitnya?

8) Nyeri / Kenyamanan: nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal,


rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi.
Rasa ketidaknyamanan atau distres samar-samar setelah makan
banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum
kiri sampai tengah atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam
setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster). Nyeri
epigastrum kiri sampai menyebar ke punggung terjadi kurang lebih
4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan
makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises
esofegeal atau gastritis). Faktor pencetus : makanan, rokok,
alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin,
antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
9) Keamanan: alergi terhadap obat / sensitif misal : ASA,
peningkatan suhu, spider angioma, eritema palmar (menunjukkan
sirosis / hipertensi portal)
10) Penyuluhan / Pembelajaran: adanya penggunaan obat resep / dijual
bebas yang mengandung ASA, alkohol, steroid. NSAID
menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapat diterima
karena (misal : anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal
: trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah
kesehatan yang lama misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis,
gangguan makan.

e. Pemeriksaan fisik
Menurut Hermawan dan Rahayuningsih (2010), pemeriksaan
fisik yang dapat dilakukan yaitu:
1) Penampilan / keadaan umum: Lemah, aktifitas dibantu, terjadi
penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari compos mentis
sampai coma.
2) Tanda-tanda Vital: Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan
terjadi dispnea, nadi meningkat dan reguler.
3) Antropometri: Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir
karena kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan
karena kelebihan cairan.
4) Kepala:Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan
terdapat kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,
mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok: Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat
pembesaran tiroid pada leher.
6) Dada: Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
7) Abdomen: Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, perut
buncit.
8) Genital: Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
9) Ekstremitas: Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi
edema, pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1
detik.
10) Kulit: Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik
dan mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.

f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Inayah (2010), pemeriksaan penunjang yang dapat di
lakukan terdiri atas:
1) Pemeriksaan Darah

Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori


dalam darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya,
tapi itu tidak menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi.
Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang
terjadi akibat pendarahan lambung akibat Gastritis.
2) Pemeriksaan Pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H.
Pylori atau tidak.
3) Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses.
Hal ini menunjukan adanya perdarahan pada lambung.
4) Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran
cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test
ini dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang
fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus,
lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih
dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukan
untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani test ini. Jika
ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan,
dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsi) dari jaringan
tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk
diperiksa. Test ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30
menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika
selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada
resiko akibat test ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa
tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
5) Rotgen Saluran Cerna Bagian Atas
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan
Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen.

2. Dignosa Keperawatan
Menurut NANDA (2018), diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul pada sebagai berikut:
a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diet kurang.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
c. Defisien pengetahuan berhubugan dengan kurang informasi.
d. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelelahan fisik.
e. Resiko defisien volume cairan dengan faktor resiko asupan cairan
kurang.

3. Perencanaan keperawatan
Menurut Bulechek (2016), intervensi keperawatan yang dapat
diberikan meliputi:
a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diit kurang.
Di tandai dengan:
1) Kram abdomen.
2) Nyeri abdomen.
3) Enggan makan.
4) Asupan makanan kurang dari recommended daily allowance
(RDA).
5) Bising usus hiper aktif.
6) Kurang minat pada makanan.
7) Membrane mukosa pucat.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
NOC Manajemen Nutrisi (1100)
1. Status Nutrisi (1004) 1. Monitor kalori dan asupan
2. Satus Nutrisi: Asupan makanan.
Nutrisi (1009) 2. Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
Kriteria Hasil : kenaikan berat badan.
1. Asupan makanan (dari 3. Lakukan atau bantu pasien
1 menjadi 5). melakukan perawatan mulut
2. Hidrasi (dari 1 menjadi sebelum makan.
5). 4. Anjurkan pasien untuk duduk
3. Asupan kalori (dari 1 tegak dikursi ketika makan jika
menjadi 5). memungkinkan.
4. Asupan protein (dari 1 5. Anjurkan keluarga untuk
menjadi 5). membawa makanan favorit
5. Asupan karbohidrat pasien.
(dari 1 menjadi 5). 6. Anjurkan pasien terkait dengan
6. Asupan serat (dari 1 kebutuhan diet untuk kondisi
menjadi 5). sakit ( untuk pasien dengan
7. Asupan vitamin (dari 1 penyakit ginjal, pembatasan
menjadi 5). natrium, kalium, protein dan
8. Asupan mineral (dari 1 cairan.
menjadi 5). 7. Tawarkan makanan ringan dan
9. Asupan zat besi (dari 1 padan gizi.
menjadi 5).. 8. Berikan air minum pada saat
10. Asupan kalsium (dari 1 makan, jika diperlukan.
menjadi 5). 9. Cek sisa makanan pada piring
11. Asupan natrium (dari 1 pasien.
menjadi 5).

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis


Di tandai dengan:
1) Perubahan selera makan.
2) Perilaku distraksi.
3) Exspresi wajah nyeri.
4) Fokus pada diri sendiri.
5) Keluhan tentang intensitas mengunakan standar sekala nyeri.
6) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrument nyeri.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
NOC Pain Management
1. Pain Level 1. Monitor penerimaan pasien
2. Pain Control tentang manajemen nyeri
2. Kontrol lingkungan yang dapat
Kriteria Hasil : mempengaruhi nyeri seperti suhu
1. Mampu mengontrol ruangan, pencahayaan dan
nyeri (tahu penyebab kebisingan
nyeri, mampu 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan teknik 4. Pilih dan lakukan penanganan
nonfarmakologi untuk nyeri (farmakologi,
mengurangi nyeri, nonfarmakologi, dan
mencari bantuan) (dari 1 interpersonal)
menjadi 5). 5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
2. Melaporkan bahwa nyeri menentukan intervensi
berkurang dengan 6. Ajarkan tentang teknik
menggunakan nonfarmakologi
manajemen nyeri (dari 1 7. Lakukan pengkajian nyeri secara
menjadi 5). komprehensif termasuk lokasi,
3. Mampu mengenali nyeri karakterisitik, durasi, frekuensi,
(skala, intensitas, kualitas dari faktor presipitasi
frekuensi, dan tanda 8. Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri) (dari 1 menjadi 5). respon nyeri
4. Menyatakan rasa 9. Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyaman setelah nyeri lampau
berkurang (dari 1 10. Evaluasi bersama pasien dan tim
menjadi 5). kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
11. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
12. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil

Analagesic Administration
1. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali.
2. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
3. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi.
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
9. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala.

c. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi


Ditandai dengan:
1) Kurang pengetahuan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
NOC Pendidikan Kesehatan (5510)
Pengetahuan proses
penyakit (1803) 1. Identifikasi faktor internal dan
ekternal yang dapat
Kriteria Hasil : meningkatkan atau mengurangi
1. Karakteristik spesifik motivasi untuk berperilaku sehat.
penyakit (dari 1 2. Tentukan pengetahuan kesehatan
menjadi 5). dan gaya hidup perilaku saat ini
2. Faktor penyebab dan pada individu, keluarga atau
faktor yang kelompok sasaran.
berkontribusi (dari 1 3. Rumuskan tujuan dalam program
menjadi 5). pendidikan kesehatan tersebut.
3. Faktor resiko (dari 1 4. Letakan iklan yang menarik di
menjadi 5). tempat strategis untuk
4. Efekfisologis penyakit mendapatkan perhatian audiens
(dari 1 menjadi 5). yang menjadi sasaran.
5. Tanda dan gejala 5. Berikan ceramah untuk
penyakit (dari 1 menyampaikan informasi dalam
menjadi 5). jumlah besar pada saat yang
6. Proses perjalanan tepat.
penyakit (dari 1 6. Tekankan pentingnya pola
menjadi 5). makan yang sehat, tidur dan
7. Strategi untuk berolah raga bagi individu,
meminimalkan keluarga dan kelompok.
perkembangan enyakit 7. Rencanakan tindaklanjut jangka
(dari 1 menjadi 5). panjang untuk memperkuat
8. Potensi komplikasi perilaku kesehatan atau adaptasi
penyakit (dari 1 terhadap gaya hidup.
menjadi 5). 8. Libatkan individu, keluarga dan
9. Manfaat menejemen kelompok, dalam perencanaan
penyakit (dari 1 dan implementasi gaya hidup
menjadi 5). atau modifikasi kesehatan.
10. Sumber informasi
penyakit spesifik yang
terpercaya (dari 1
menjadi 5).

d. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelelahan fisik.


Di tandai dengan:
1) Tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat yang
biasanya.
2) Tidak mampu mempertahankan rutinitas yang biasanya.
3) Peningkatan keluhan fisik.
4) Peningkatan kebutuhan istirahat.
5) Kekurangan energi.
6) Kelelahan.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
NOC Manajemen Energi (0180)
Tingkat Kelelahan (0007) 1. Monitor intake asupan nutrisi
untuk mengetahui sumber nutrisi
Kriterian Hasil yang adekuat.
1. Kelelahan (dari 1 menjadi 2. Monitor sumber kegiatan olah
5). raga dan kelelahan emosional
2. Kelesuan (dari 1 menjadi yang di alami pasien.
5). 3. Monitor atau catat waktu dan
3. Kehilangan selera makan lama istirahat tidur pasien.
(dari 1 menjadi 5). 4. Anjurkan pasien
4. Penurunan libido (dari 1 mengungkapkan perasaan secara
menjadi 5). verbal mengenai keterbaasan
5. Gangguan konsentrasi yang di alami.
(dari 1 menjadi 5). 5. Gunakan instrument yang valid
6. Sakit kepala (dari 1 untuk mengukur kelelahan.
menjadi 5). 6. Tentukan persepsi pasien dan
7. Sakit tenggorokan (dari 1 keluarga mengenai penyebab
menjadi 5). kelelahan.
8. Tingkat stress (dari 1 7. Perbaiki deficit status fisiologi
menjadi 5). ( yang menyebabkan anemia).
8. Buat batasan untuk aktivitas
hiperaktif klien saat mengganggu
yang lai atau dirinya sendiri.
9. Bantu asien untuk memahami
prinsip konservasi energy
(kebutuhan untuk membatasi
aktivitas dan tirah baring).
10. Anjurkan pasien untuk memilih
aktivitas-aktivitas yang
membangun kesehatan.
11. Anjurkan periode aktivitas dan
istirahat secara bergantian.
12. Ajarkan pasien mengenai
pengelolaan kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan.
13. Kolaborasi bersama ahli gizi
mengenai cara meningkatkan
asupan energi dari makanan.

e. Resiko defisien volume cairan berhubungan dengan asupan cairan


kurang.
Di tandai dengan:
1) Penurunan turgor kulit.
2) Penurunan haluaran urin.
3) Membrane mukosa kering.
4) Kulit kering.
5) Peningkatan suhu tubuh.
6) Penurunan berat badan tiba-tiba.
7) Haus.
8) Kelemahan.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


(NOC)
NOC Manajemen Cairan (4120)
Keseimbangan Cairan 1. Monitor status hidrasi.
(0601) 2. Monitor hasil laboratorium yang
relevan dengan retensi cairan.
Kriteria Hasil : 3. Monitor tanda-tanda vital pasien.
1. Tekanan darah (dari 1 4. Monitor perubahan berat badan
menjadi 5). pasien sebelum dan sesudah
2. Denyut nadi radial (dari dialysis.
1 menjadi 5). 5. Monitor makanan atau cairan
3. Keseimbangan intake yang di konsumsi dan hitung
output dalam 24 jam asupan kalori harian.
(dari 1 menjadi 5). 6. Monitor status gizi.
4. Berat badan stabil (dari 7. Catat intake dan output yang
1 menjadi 5). akurat.
5. Turgor kulit (dari 1 8. Kaji lokasi dan luasnya edema
menjadi 5). jika ada.
6. Kelembaban membrane 9. Berikan cairan dengan tepat.
mukosa (dari 1 menjadi 10. Tingkatkan asupan oral yang
5). sesuai.
7. Serum elektrolit (dari 1 11. Distribusikan asupan cairan
menjadi 5). selama 24jam.
8. Hematocrit (dari 1 12. Arahkan pasien mengenai status
menjadi 5). NPO.
9. Berat jenis urin (dari 1 13. Dukung pasien dan keluarga
menjadi 5). untuk membantu dalam
10. Kehausan (dari 1 pemberian makanan dengan baik.
menjadi 5). 14. Berikan terapi IV seperti yang
11. Pusing (dari 1 menjadi ditentukan.
5). 15. Konsulkan dengan dokter jika
tanda dan gejala kekurangan
cairan menetap atau memburuk.

Manajemen Hipovolemi (4180)


1. Monitor adanya tanda dehidrasi.
2. Monitor status hemodinamik
seperti nadi, tekanan, darah,
MAP, CVP, PAP,PCWP, CO dab
CI jika tersedia.
3. Monitor adanya hipotensi
ortotastik dan pusing saat berdiri.
4. Monitor adanya sumber-sumber
kehilangan cairan.
5. Monitor asupan dan pengeluaran.
6. Timbang berat badan di waktu
yang sama.
7. Dukung asupan cairan oral
selama 24 jam jika tidak ada
kontra indikasi.
8. Tawarkan pilihan minum setiap 1
sampai 2 jam saat terjaga jika
tidak ada kontra indikasi.
9. Jaga kepatenan akses IV.
10. Sediakan cairan oral sesering
mungkin untuk memelihara
integritas membrane mukosa
mulut jika tidak ada kontra
indikasi.
11. Instruksikan pada pasien dan
keluarga tentang tindakan-
tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi hipovolemia.
12. Intruksikan pada pasien dan
keluarga untuk mencatat intake
dan output secara tepat.
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi itu sendiri (Nurarif & Hadi, 2013).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Nurarif & Hadi, 2013).
a. Pada diagnosa 1: ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan asupan diet kurang, menunjukan adanya
kemampuan dalam:
1) Peningktan asupan makanan.
2) Peningkatan asupan kalori, protein dan karbohidrat.
3) Peningkatan asupan serat, vitamin, mineral dan zat besi.
4) Peningkatan asupan natrium dan kalium.
5) Menunjukan berat badan dalam batas normal.
6) Tidak terjadi penurunan berat badan yang abnormal.
b. Pada diagnosa 2: nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis,
menunjukan adanya kemampuan dalam:
1) Mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri dan memanggil
bantuan).
2) Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri.
3) Mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri.
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
c. Pada diagnosa 3: defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi, menunjukan adanya kemampuan dalam:
1) Mengenali karakteristik spesifik penyakit.
2) Mengetahui faktor penyebab dan faktor yang berkontribusi pada
penyakit yang diderita.
3) Mengenali faktor resiko penyakit.
4) Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit.
5) Mengetahui strategi untuk meminimalkan perkembangan penyakit.
6) Mengenali pontensi komplikasi penyakit.
d. Pada diagnosa 4: keletihan berhubungan dengan peningkatan kelelahan
fisik, menunjukan adanya kemampuan dalam:
1) Mengatasi kelelahan yang terjadi.
2) Mengatasi keletihan yang terjadi.
3) Terjadi peningkatan selera makan.
4) Mempertahankan konsentrasi.
5) Tidak adanya keluhan sakit kepala.
6) Tidak terdapat sakit tenggorokan.
7) Mengonrol tingkat stress.
e. Pada diagnosa 5: resiko defisien volume cairan berhubungan dengan
asupan cairan kurang, menunjukan adanya kemampuan dalam:
1) Peningkatan turgor kulit.
2) Membrane mukosa lembab.
3) Tidak adanya peningkatan suhu tubuh.
4) Tidak terjadi kelemahan.
5) Tekanan darah dalam batas normal.
6) Mempertahankan keseimbangan intake dan output dalam 24 jam.
7) Tidak terjadi penurunan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Classificasion (NIC), Edisi


6. Singapore: Elsevier

Herdman, T.H. & Kamitsuru S. 2018. NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi


Dan Klasifikasi, Edisi 11. Jakarta: EGC
Hermawan, D & Tuti Rahayuningsih. 2010. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen publishing.
Inayah, Iin. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika.
Misnadyarly. 2010. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau
Maag). Jakarta: Pustaka Populer OBDA

Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Classificasion (NOC), Edisi 5.


Singapore: Elsevier
Muttaqin. A. & Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Perioperatif, Konsep,
Proses dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin. A. & Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastro Interstinal: Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hadi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta:
Medication
Prince, Sylvia & Willson. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Suryono & Meilani, R. Dwi.2016. Pengetahuan Pasien Dengan Gasritis Tentang
Pencegahan Kekambuhan Gastritis. Kediri: Akademi Keperawatan, Jurnal
AKP Vol. 7 No. 2.
Zhaoshen. 2010. Epidemiologi Of Peptic Ulcer Disease: Endoscopic Result of
The Systematic Investigastion Of Gastro Interstinal Disease In China.

Anda mungkin juga menyukai